DEFINISI NYERI Oleh : Suparjo 1. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. 2. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. • Nyeri terjadi bersamaan dengan proses penyakit. • Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. • Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri disbanding tenaga professional kes. lainnya shg perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan.
Definisi Nyeri menurut Keperawatan: “Apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya.” Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri : “Semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui.”
Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada 1.
Perawat percaya kepada pasien saat mereka menunjukan bahwa mereka merasakan nyeri • Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentifikasi.
Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam dihubungkan dengan status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkan saja. • Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimuli fisik dan emosional. •
Pengkajian harus mencakup informasi tentang penyebab fisik & factor emosional yang mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri •
Pokok penting : apa yang dikatakan pasien tentang nyeri adalah tidak pada pernyataan verbal. Perawat harus mengkaji prilaku non verbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri.
2.
Waspada terhadap pasien yang menyembunyikan nyeri saat terjadi nyeri • Banyak pasien yang menyangkal nyeri yang sedang dialaminya karena takut dengan perawatan / pengobatan. • Perawat harus jeli terhadap bahasa tubuh pasien. • Perawat yang melihat prilaku pasien yang menyembunyikan nyeri harus menggali bersama pasien mengenai penyebabnya.
KATEGORI NYERI Nyeri dibagi dalam 2 kategori, yaitu : 1. Nyeri Akut • Awitan : timbulnya mendadak. • Tujuan : mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi • Intensitas : ringan s.d. berat • Durasi : durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) • Respon otonom: Konsisten dengan respons stress simpatis Frekuensi jantung meningkat Volume sekuncup meningkat TD meningkat Dilatasi pupil meningkat Tegangan otot meningkat Motilitas gastrointestinal menurun Aliran saliva menurun (mulut kering)
• Komponen psikologis: ansietas • Contoh : nyeri bedah, trauma. Efek membahayakan dari nyeri akut : Nyeri akut dapat menimbulkan : • Ketidaknyamanan • Gangguan sist. pulmonary, kardivaskular, gastrointestinal, endokrin dan immunologic. • Respon stress: meningkatnya laju metabolisme, curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan produksi kortisoll dan meningkatnya retensi cairan. • Pasien dengan nyeri hebat dan stress yang berkaitan dengan nyeri dapat tidak mempu untuk napas dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitasi menurun.
2. Nyeri Kronik • Tujuan : • Awitan : terus menerus atau intermiten • Intensitas : ringan s.d. berat • Durasi : 6 bulan atau lebih • Respon otonom : tidak terdapat respon otonom • Komponen psikologis: depresi, mudah marah, menarik diri dari minat dunia luar, menarik diri dari persahabatan. • Respon jenis lainnya: tidur terganggu, libido menurun, napsu makan menurun. • Contoh : Nyeri kanker, arthritis, neuralgia trigeminal. Efek Membahayakan Dari Nyeri kronik: • Nyeri kronik dapat menyebabkan supresi fungsi imun shg meningkatkan pertumbuhan tumor. • Sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan melakukan hub. interpersonal s.d. memenuhi kebut. pribadi.
• Dalam penggunaan opioid akan cenderung ketagihan dan menurunkan ambang batas nyeri PERSEPSI NYERI MEKANISME NEUROFISIOLOGIK NYERI • Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. • Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai System Nosiseptif. • Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalamai intensitas nyeri yang sama. • Suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada lain waktu. Eg : Nyeri akibat arthritis konis dan nyeri pasca operasi sering terasa lebih parah pada malam hari.
TRANSMISI NYERI 1. Reseptor Nyeri (Nosiseptor) Yaitu ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimuli bisa berupa : mekanik, termal, kimia. Sendi, otot skelet, fasia, tendon dan kornea juga mempunyai reseptor nyeri yang mempunyai potensi untuk mentransmisikan stimuli yang menyebabkan nyeri. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local, sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Pelepasan histamine dari sel-sel mast
Vasodilatasi Serabut kutaneus terletak lebih kea rah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebrata sisterm syara dan organ internal yang lebih besar. Nyeri sering disertai efek vasomotor, otonom & visceral Bila stimuli kuat pada serabut cabang visceral dapat mengakibatkan vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan dgn serabut tsb. NYERI ALIH 2. Mediator Kimia dari Nyeri Sejumlah substansi yang sensitivitas ujung2 syaraf /
mempengaruhi reseptor nyeri
dilepaskan ke jaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi nyeri meliputi : 1. Histamine 2. Bradikinin 3. Asetilkolin 4. Substansi Prostaglandin
Endorfin dan Enkafalin merupakan substansi (zat kimiawi) endogen yang berstruktur serupa dengan opiod berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri.
Serabut interneural inhibitori yang mengandung enkafalin terutama diaktifkan melalui aktifitas dari : 1. Serabut Perifer Non Nosiseptor yaitu serabut yang tidak mentransmisikan stimuli nyeri, yang berada pada tempat reseptor yang sama dengan reseptor nyeri atau nosiseptor. 2. Serabut Desenden Berkumpul bersama dalam suatu system yang disebut descending control. Enkefalin dan endorphin diduga menghambat impuls nyeri dgn memblok transmisi impuls ini didlm otak dan medulla spinalis.
Keberadaan enkefalin dan endorphin menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli nyeri yang sama.
Kadar endorphin beragam berbeda2 diantara individu Individu endorphin yang banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan sebaliknya KORNU DORSALIS DAN JARAS ASENDEN
SISTEM KONTROL DESENDEN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN TTG NYERI Alat pengkajian nyeri harus memenuhi criteria : 1. Mudah dimengerti dan digunakan. 2. memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien 3. Mudah dinilai 4. Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Deskripsi Verbal tentang Nyeri : Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Pengkajian mengenai nyeri menyangkut : 1. Intensitas nyeri Pasien diminta untuk membuat tingatan nyeri pada skala verbal.
Ada 3 macam skala intensitas nyeri : a. Deskripsi Sederhana
Menggunakan skala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin dilakukan jika pasien serius atau dalam nyeri yang hebat atau baru saja mengalami pembedahan.
b. Nyeri Numerik 0 – 10
c. Skala Analog Visual (VAS) Pasien diminta untuk menunjuk titk pada garis yang menunjukan letak nyeri di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri menandakan tidak nyeri, ujung kanan menunjukan nyeri berat. Untuk menilai hasilnya, sebuah penggaris dibuat pasien pada garis dari “tidak nyeri” diukur dan ditulis dalam cm. Gambar
2. Karakteristik Nyeri Menyangkut : Letak Durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb) Irama : terus menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas nyeri. Kualitas nyeri : seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet.’ 3. Faktor-faktor yang meredakan nyeri Misalnya membatasi bergerak, istirahat, obatobat bebas dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyeri.
4. Efek nyeri terhadap ADL : Tidur, napsu makan, konsentrasi, interaksi dgn orang lain, gerakan fisik, bekerja & gerakan yang santai. 5.
Kekhawatiran individu tentang nyeri : Beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.
MENGKAJI RESPONS FISIOLOGIK DAN PERILAKU TERHADAP NYERI mengkaji indikasi fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit, jika tidak mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada; namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri. Banyak pemberi perawatan kesehatan lebih mengenal nyeri akut disbanding nyeri kronis.
Akibatnya
Pemberi perawatan kesehatan yang tidak mengenal respon fisiologis dan perilaku nyeri dapat menanyakan keberadaan nyeri pasien dengan tenang melaporkan nyeri berat atau pada pasien yang tidur nyenyak dengan cepat sebelum atau setelah melaporkan nyeri berat.
Tidak semua pasien dengan nyeri berat menampakan tanda-tanda fisiologis atau perilaku dari nyeri. Tidak ada tanda-tanda ini tidak harus membuat perawat menyimpulkan bahwa nyeri tidak ada; keberadaan dari tanda-tanda ini tidak selalu berarti bahwa pasien mengalami nyeri.
1. Indikator Fisiologis
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indicator nyeri yang lebih akurat disbanding laporan verbal pasien. Respon involunter ini seperti – meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat dan berkeringat – adalah indicator rangsangan system saraf otonom, bukan nyeri.
Frekuensi jantung pasien dapat menurun dalam berespons terhadap nyeri akut dan meningkat hanya setelah nyerinya hilang (Moltner, Holel dan Strain, 1990).
Pasien yang mengalami nyeri akut yang hebat mungkin tidak menunjukkan frekuensi pernafasan yang meningkat, tetapi akan menahan napasnya. .
Respon fisiologik harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu.
Karena reaksi fisiologik yang dalam terhadap nyeri tidak dapat dipertahankan selama bermingguminggu atau bertahun-tahun atau bahkan beberapa jam, pasien biasanya berespon secara berbeda terhadap nyeri akut dan nyeri kronis.
Pasien dengan nyeri kronis yang sangat dalam dapat tidak menunjukkan perubahan fisiologik. Meskipun perubahan fisiologik yang berkaitan dengan respon stress dapat terjadi pada beberapa orang dengan nyeri akut, perubahan seperti itu tidak selalu terjadi; lebih jauh lagi,
perubahan tersebut dengan nyeri kronis.
kurang
mungkin
terjadi
2. Respon Perilaku Terhadap Nyeri. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup a. Perilaku verbal b. Ekspresi Wajah c. Gerakan tubuh d. Kontak fisik dengan orang lain e. Perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat : a. Menangis b. Merintih c. Merengut d. Tidak menggerakkan bagian tubuh e. Mengepal f. Menarik diri
Orang dapat menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang.
Suara dari radio atau televisi dapat sangat menjengkelkan bagi orang yang sedang nyeri.
Perilaku ini sangat beragam dari waktu ke waktu.
Meskipun respon perilaku pasien dapat menjadi indikasi pertama bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respon perilaku seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri kecuali dalam situasi yang tidak lazim dimana pengukuran tidak memungkinkan (mis, orang tersebut menderita retardasi mentasl yang berat atau tidak sadar).
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis jika perilaku demikian merupakan respon normal terhadap nyeri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON SESEORANG TERHADAP NYERI a. Pengalaman Masa Lalu Dengan Nyeri
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri. Individu yang telah berhasil dalam meminimalkan efek nyeri kronik pada kehidupannya harus didorong ketimbang dipatahkan semangatnya dari koping dengan cara ini
Individu yang mempunyai pengalaman multiple dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialami, maka makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan.
Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat.
Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut mengetahui hanya seberapa berat nyeri ini dapat terjadi. Sebaliknya, individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri itu.
Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya.
Individu yang mengalami nyeri selama berbulanbulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri dan depresi.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan
terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik. b. Ansietas Dan Nyeri Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Sebagai contoh
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi dari metastasis. Dalam kasus ini ansietas dapat mengakibatkan peningkatan nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara actual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Contoh Seorang ibu yang dirawat dengan komplikasi akibat kolesistektomi dan cemas tentang anakanaknya dapat mencerpa lebih sedikit nyeri ketika ansietas mengenai anak-anaknya meningkat.
Pengunaan rutin medikasi antiansietas untuk mengatiasi ansietas pada seseorang dengan nyeri dapat membuat orang tidak melaporkan nyeri karena sedasi yang berlebihan dan dapat merusak kemampuan pasien untuk melakukan nafas dalam, turun dari tempat tidur dan kerja sama dengan rencana pemulihan.
Secara umum, cara yang lebih efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada nyeri ketimbang ansietas. c. Budaya Dan Nyeri Budaya dan etnik mempunyai pengaruh terhadap bentuk respon seseorang terhadap nyeri tetapi tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale,1990).
Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar mereka respon nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima.
Sebagai contoh Anak dapat belajar bahwa cedera akibat olah raga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cedera akibat kecelakaan motor.yang lainnya mengajarkan anak stimuli apa yang diperkirakan akan menimbulkan nyeri dan respon perilaku apa yang diterima. Keyakinan ini beragam dari satu budaya dengan budaya lainnya; karena orang dari budaya yang berbeda yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkannya atau
bersepon terhadap nyeri tersebut dengan cara yang sama. Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti meringis atau menangis yang berlebihan; mencari Perda nyeri dengan segera dan meberikan deskripsi lengkap entang nyeri. Harapan budaya pasien mungkin saja menerima orang untuk meringis atau menangis ketika merasa
nyeri, untuk menolak tindakan pereda nyeri yang tidak menyembuhkan penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti “tidak tertahankan” dalam menggambarkann nyeri. Pasien dari latar belakang budaya lainnya bisa bertingkah secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri dengan suara keras. Perawat harus beraksi terhadap persepsi nyeri pasien dan bukan pada perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya. Banyak sikap dan perilaku yang lain – seperti keinginan pasien untuk menerima kunjungan atau ingin sendiri atau sikap yang ditunjukan kepda diagnosis – dapat beragam daru satu budaya dengan budaya lainnya.
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Namun demikia, sama pentingnya untuk menghindari menyamaratakan pasien secara budaya. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien d. Usia Dan Nyeri Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas.
Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bersepon orang yang berusia lebih muda.
Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (mis, diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, analgesic dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri.
Bila diberikan analgesic pascaoperatif, lansia menunjukkan keberhasilan peredaan nyeri dengan dosis opioid yang lebih kecil (Giuffre dkk,1991) Meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Diperkirakan lebih dari 85 % dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan Yang lainnya tidak mencari perawatan, karena merasa takut nyerri tersebut menandakan penyakit yang seriur atau mereka takut kehilangan control.
e. Efek Plasebo Terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif. Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorphin dalam system control desenden. Efek ini merupakan respon fisiologis sejati yang dapat diputarbalikan oleh nalokson, suatu antagonis narkotik. Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan kefektifan medikasi atau intervensi lainnya.
Sering kali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang kefektifan intervensi, makin efektif inntervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hamper pasti akan mengalami pereedaan nyeri disbanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien-perawatyang positif dapat juga menjadi peran yang mat penting dalam meningkatkan efek placebo. Karena kesalahan persepsi tentang placebo dan efek placebo, prinsip-prinsip dan petunjukpetunjuk berikut selalu diingat : 1. Efek placebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak mengalami nyeri; sebaiknya, adalah suatu respon fisiologis yng nyata.
2.
3.
4.
Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan garis depan. Respon positif terhadap placebo yaitu menurunkan nyeri, jangan pernah diinterprestasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri yang dialami pasien tidak nyata. Pasien jangan pernah diberikan suatu placebo (pil gula) sebagai suatu pengganti analgesic. Meskipun placebo dapat menghasilkan analgesia, pasien yangmenerima placebo dapat melaporkan nyerinya hilang atau mereka mengatakan merasakan sedikit lebih baik agar tidak mengecewakan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Perawat membantu meredakan nyeri dengan memberikan intervensi penghilang nyeri (termasuk pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis),
mengkaji kefektifan intervensi tersebut, memantuau terhadap efek yang merugikan dan berperan sebagai advokat pasien apabila intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam meredakan nyeri. Perawat bertindak sebagai educator bagi pasien dan keluarganya untuk memampukan mereka dalam menangani sendiri intervensi yang diharuskan bilamana memungkinkan. MENGIDENTIFIKASI TUJUAN UNTUK PENATALAKSANAN NYERI Informasi yang diperoleh perawat melalui pengkajian pasien digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan menangani nyeri. Tujuan yang diidentifikasi didiskusikan atau divalidasi bersama pasien. Bagi beberapa pasien, tujuan dapat merupakan peredaan nyeri total.
Namun begitu bagi banyak orang harapan ini tidak realistic. Tujuan lainnya dapat mencakup penurunan intensitas, durasi atau frekuensi dari nyeri dan menurunkan efek-efek negative nyeri yang ada pada pasien. Sebagai contoh, nyeri dapat berakibat negative yaitu menurunkan napsu makan atau mengganggu tidur dan dengan demikian menghambat penyembuhan dari penyakit akut. Pada kasus tersebut tujuan penatalaksanaan adalah dapat tidur dengan nyenyak dan mendapat nutrisi yang adekuat. Nyeri kronis dapat menurunkan kualitas hidup individu dengan mengganggu kerja dan hubungan interpersonal. Dengan demikian, tujuannya dapat menurunkan kehilangan waktu untuk bekerja atau meningkatkan kualitas hubungan interpersonal.
Untuk menentukan tujuan, perlu mempertimbangkan banyak factor seperti : 1. Beratnya nyeri sesuai penilaian pasien 2. antisipasi efek yang membahayakan dari nyeri.pasien “beresiko tinggi “ berada pada resiko yang lebih tinggi terhadap efek membahayakan dari nyeri disbanding pasien sehat yang lebih muda. 3. Durasi nyeri yang diantisipasi Tujuan untuk pasien mungkin dapat dicapaimelalui farmakologik atau nonfarmakologik , noninvasive. Dalam tahap penyakit akut, pasien mungkin tidak mampu untuk ikut serta secara aktif dalam tindakan pereda nyeri Jadi sejalan dengan kemajuan pasien melalui tahap pemulihan, tujuannya dapat berupa peningkatan penggunaan penatalaksanaan mandiri tindakan pereda nyeri.
HUBUNGAN PERAWAT-PASIEN DAN PENYULUHAN PASIEN Dua tindakan keperawatan yang menjadi dasar dari semua penatalaksanaan nyeri lainnya adalah 1. Hubungan perawat-klien 2. Penyuluhan pada pasien tentang nyeri dan cara meredakannya. Aktivitas ini dapat menurunkan nyeri saat tidak adanya tindakan pereda nyeri lainnya. Hubungan perawat-pasien yang positif penting dalam komunikasi dan penyuluhan yang efektif. Kepercayaan adalah suatu elemen penting dalam hu ungan ini. Menunjukkan kepada pasien tentang keyakinan perawat bahwa pasien menderita nyeri sering membantu mengurangi ansietas. Untuk mengatakan pada pasien, “saya mengerti anda mengalami nyeri” sering akan membuat pasien tenang.
Kadang kala, pasien yang takut bahwa tidak seorangpun yang percaya laporannya mengani nyeri akan tenang ketika ia mengetahui bahwa perawat dapat dipercaya bahwa ia benar-benar mengalami nyeri, Perawat juga memberikan informasi melalui penyuluhan pasien tentang bagaimana nyeri dapat dikontrol. Pasien diinformasikan ,sebagai contoh, bahwa nyeri harus dilaporkan dalam tahapan yang sagant dini. Bila pasien menunggu terlalu lama untuk melaporkan nyerinya, nyeri dapat menjadi demikian hebat sehingga sulit untuk diredakan. Hubungan perawat-pasien yang positif dan penyuluhan merupakan kunci vdari penatalaksanaan analgesia pada pasien yang mengalami nyeri karena komunikasi yang terbuka
dan kerjasama pasien penting untuk keberhasilannya. Penyuluhan sama pentingnya karena pasien atau keluarga mungkin bertanggungjawab terhadap penanganan nyeri di rumah dan mencegah serta menangani efek samping. MEMBERIKAN PERAWATAN FISIK Pasien dengan nyeri mungkin tidak mampu untuk ikut serta dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang lazim atau untuk melakukan perawatan diri yang lazim. Karenanya, penting artinya untuk membantu individu yang nyerinya menggangu perawatan diri untuk menjalankan aktivitas ini. Pasien sering lebih nyaman saat kebutuhan fisik dan perawatan dirinya terpenuhidan upaya telah dibuat untuk memastikan posisinya senyaman mungkin.
Baju yang bersih dan mengganti linen tempat tidur sejalan dengan upaya untuk membuat pasien merasa segar.(mis menyikat gigi, menyisir rambut) sering meningkatkan tingkat kenyamanan dan meningkatkan keefektifan tindakan pereda nyeri. Pemberi perawatan fisik pada pasien juga memberikan kesempatan pada perawat untuk melakukan pengkajian secara lengkap dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin memperberat rasa tidak nyaman dan nyeri pada pasien. Sentuhan fisik yang sesuai dan lembut selama merawat dapat menenangkan dan menyenangkan.
MENANGANI ANSIETAS YANG BERHUBUNGAN DENGAN NYERI. Ansietas dapat mempengaruhi respons pasien terhadap nyeri. Pasien yang mengantisipasi nyeri dapat menjadi lebih cemas. Mengajarkan pasien tentang sifat dari pengalaman nyeri yang akan dialami dan cara-cara yang ada untuk menurunkan nyeri sering menurunkan ansietas. Orang yang mengalami nyeri akan menggunakan strategi yang dipelajari sebelumnya untuk mengurangi nyeri. Pembelajaran tentang tindakan pereda nyeri dapat mengurangi ancaman nyeri dan memberikan individu indera kendali. Apa yang dijelaskan tentang tindakan-tindakan pereda nyeri akan tersedia dan keefektifannya dapat juga mempengaruhi ansietas.
Ansietas pasien mungkin diturunkan dengan cara menjelaskan yang menunjukkan tingkat pereda nyeri yang dapat diperkirakan dari setiap tindakan. Sebagai contoh, pasien yang sebelumnya telah diinformasikan bahwa suatu intervensi todak dapat meredakan nyeri secara menyeluruh lebih sedikit kemungkinannya untuk menjadi cemas ketika nyeri mencapai tingkatan tertentu masih dirasakan. Ansietas yang diakibatkan oleh antisipasi nyeri atau pengalaman nyeri itu sendiri sering dapat diatasi secara efektif dengan membina hubungan dengan pasien dan melaluipenyuluhan pasien. Pasien yang cemas tentang nyeri, mungkin kurang mentoleransi nyeri. Hal ini selanjutnya dapat meningkatkan tingkat ansietas lebih lanjut.
Penting artinya untuk menghentikan proses ini untuk mencegah peningkatan nyeri dan ansietas. Nyeri tingkat rendah lebih mudah untuk diturunkan atau dikontrol dibanding dengan tingkat yang lebih berat. Konsekuensinya, tindakan pereda nyeri harus digunakan sebelum nyeri menjadi lebih parah. Banyak pasien merasa yakin bahwa mereka tidak boleh meminta tindakan pereda nyeri sampaui tidak mampu lagi untuk mentoleransi nyerinya, membuatnya sulit bagi medikasi untuk memberikan peredaan. Karenanya, pereda atau control nyeri akan lebih berhasil bila tindakan pereda nyeri digunakan sebelum nyeri menjadi tidak tertahan lagi.
STRATEGI PENATALAKSANAAN NYERI Menurunkan nyeri sampai tingkat “yang dapat ditoleransi “ pernah dianggap sebagai tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, pasien yang menggambarkan nyerinya telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan tidur dann jelas tertekan karena nyeri yang dialaminya. Dengan mengingat efek membahayakan nyeri dan pentalaksanaan nyeri yang tidak adekuat, tujuan yang hanya membuat nyeri dapat ditoleransi telah digantikan oleh tujuan menghilangkan nyeri. Strategi penatalakasanaan nyeri mencakup: a. Intervensi Non farmakologis. b. Intervensi farmakologis Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan.
a. Intervensi Non Farmakologi Distraksi Relaksasi Stimulasi kulit Imajinasi terbimbing b. Intervensi Farmakologi Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utma lainnya dan pasien. Obat-obat tertentu untuk penatalaksanaan nyeri mungkin diresepkan atau kateter epidural mungkin dipasang untuk memberikan dosis awal. PENGKAJIAN SEBELUM MEMBERIKAN ANALGESIA
Sebelum memberikan obat-obatan apa saja, pasien ditanyakan tentang alergi terhadap medikasi dan sifat dari segala respon alergi sebelumnya. Alergi sejati atau respon anafilaktik terhadap opioid merupakan hal yang tidak lazim. Deskripsi pasien tentang respon atau reaksi harus didokumentasikan dan dilaporkan sebelum medikasi diberikan. Obat-obat tertentu atau kondisi dapat mempengaruhi keefektifan analgesia atau metabolisme dan akskresi medikasi analgesuia. Sebelum memberikan preparat analgesic untuk meredakan nyeri, perawat harus mengkaji status terakhir pasien, termasuk intensitas nyeri, perubahan-perubahan dalam intensitas nyeri setelah dosis medikasi sebelumnya dan efek-efek samping medikasi.
ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN NYERI 1. Dermatom Bagian tubuh yang dipasok oleh suatu pasang ganglia radiks dorsalis. 2. Nosiseptor Serabut saraf yang mentranmisikan nyeri 3. Non nosiseptor Serabut saraf yang tidak bisa mentransmisikan nyeri. 4. Ambang nyeri Stimulus yang paling kecil yang akan menyebabkan nyeri. 5. Toleransi nyeri Intensitas maksimum atau durasi nyeri yang individu ingin untuk dapat ditahan