See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/330512133
ASKEP PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM Presentation · January 2019 DOI: 10.13140/RG.2.2.15999.46247
CITATIONS
READS
0
1,047
1 author: Harsismanto harsismanto Universitas Muhammadiyah Bengkulu 5 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
pengaruh jenis kelamin dengan kemampuan belajar siswa SD View project
All content following this page was uploaded by Harsismanto harsismanto on 21 January 2019. The user has requested enhancement of the downloaded file.
MATERI PENDAMPING BAHAN AJAR ASKEP PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
Dosen Pengampu : Ns. Harsismanto J., S.Kep., M.Kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU 2018
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya, shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Penyusun
mengharapkan
penulisan
makalah
ini
dapat
menambah
pengetahuan serta informasi bagi pembaca mengenai judul tersebut. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada orang tua, dosen pembimbing, teman-teman, unit perpustakaan kampus, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kritik serta saran yang bersifat membangun sangat harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik.
Bengkulu,
Desember 2018
Kelompok 5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure ) ,ialah perubahan aktivitas motorik dan / behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012) Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi kejang yang terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis ,biasanya selama 2-3 hari, dan antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu tubuh.pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegahan di anggap kontroveri karena kurang efektif dan pengaruh efek samping yang tak dikehendaki .jika deam 0
(38,5 c atau lebih ) untuk mencegah terjadinya kejang dapat diberi antipiretik. Prognosis untuk fungsi neurologic adalah sangat baik. (Widagdo,2012) Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosialspiritual, ( Medula, 2013) Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat (tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. (IDAI, 2014). B. Tujuan 1. Tujuan umum: Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak. 2. Tujuan khusus: Untuk mengetahui; a.
Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b.
Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c.
Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d.
Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e.
Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f.
Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g.
Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h.
Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan o
suhu 38 C. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan lakilaki (Judha & Rahil, 2011).
B. Etiologi Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009). Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering (Jessica 2011). C. Klasifikasi Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang demam sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %),dan kejang sistomik ( 5 %) . kejang demam sederhana (simple febris convulsion )biasanya terdapat pada anak umur 6 0
bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥39 C kejang bersifat umum dan tonik klinik ,umunya berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang sampai 15 menit ,pada akhir demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat normal dan demam ukan disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit lain dari otak. (Widagdo,2012) Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion ) dengan sifat berupa lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi daam 24 jam atau terdapat kejang fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan(pos-tistal period ) umur pasien ,status neurogik dan sifat demam adalah sama degan pada kejang demam sederhana Kejang demam sistomatik atau symptomatic febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah
sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami kelainanneurologi atau penyakit akut. (Widagdo,2012)
D. Patofisiologi Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2007).
A. PATHWAY
Sumber: https://www.google.com/search?q=PATOFISIOLOGI+KEJANG+DEMAM&safe=strict&client=o
pera&hs=4zZ&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiq0q6hocDfAhULuo8KHe7JDBQ Q_AUIDigB&biw=1326&bih=627#imgrc=wmDIFkut1kaWnM:
E. Manifestasi klinik Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam : a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C. b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan. c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran) Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain: 1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun. 2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja ). 4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan. 6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan 7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali. Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)
F. Penatalaksanaan 1.
Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas. Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
Circulation : nilai denyut nadi
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental lainnya Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU: A : sadar (alert) V : memberikan reaksi pada suara (voice) P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah : a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat kejang b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
Buka seluruh pakaian klien
Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya e) Observasi ketat tanda-tanda vital f)
Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka : a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. c. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya. d. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi. Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain: 1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis ratarata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler. 2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. 3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan. 4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari. 5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian). 6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul
setiap
6
jam
sampai
keadaan
membaik.Posisi
kepala
hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus) 7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian)
hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian. 8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent,
pemeriksaan
penunjang
lain
untuk
mengetahui
jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam. 9. Terapi obat-obatan Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara intensif untuk penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama untuk kasus anak dengan kejang ialah secara simultan mengatasi kejang (simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer (kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Tetapi yang lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan indikasi. (Widagdo, 2012) Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang dalam keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan kesehatan, ialah. 1. Memposisikan anak secara lateral decubitus 2. Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran nafas tetap terbuka 3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang sedang mengalami kejang 4. Menjaga agar lidah tidak tergigit 5. Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat untuk penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2012) Menurut (Widagdo, 2012) Obat-obat anti konvulsi yang dapat diberikan atas indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisis termasuk penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah: a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal
untuk status epileptikus. • Clonazepam • Nitrazepam • Clobazam • Carbamazepine • Ethosuximide • Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonik-klonik primer atau sekunder, kejang parsial, dan status epileptikus. • Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial kompleks sebagai obat tambahan. • Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada terapi kejang kompleks refrakter dengan atau tanpa generalisasi. • Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai antikolvulsan dengan spectrum luas, termasuk kejang umum tonik-klonik, kejang absans, dan kejang mioklonik. • Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis tuberosa, dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus kejang yang kurang respons terhadap pemberian antikolvunsan lain. • Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan dengan carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada terapi kejang parsial, tidak untuk absans. • Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum diketahui, diberikan untuk tambahan pengobatan pada kejang parsial dan kejang mioklonik. • ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan sama efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang kriptogenetik dan simtomatik Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah karbohidrat, dan pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan protein. Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak respons terhadap pengobatan, pada kasus dengan kejang yang persisten atau dengan kejang yang frekuen dan tidak berhasil diatasi dengan sedikitnya 3 macam obat antikolvunsan, adalah merupakan kasus yang perlu dipertimbangan mendapat terapi pembedahan. (Widagdo,2012)
Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara intermiten dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan listrik secara intermiten dapat dilakukan dengan menanam pacemaker sebagai stimulator dibawah kulit pada bagian atas dada kiri yang diikat pada kabel yang ditempatkan dileher. (Widagdo,2012) Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada kasus kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan untuk mengatasi gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak rewel dan tidak tenang. (Widagdo,2012) a. Acetaminophen b. Ibuprofen Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi infeksi sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang dipergunakan adalah sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara lain yaitu: 1. Ampicillin 2. Oxacillin 3. Cefotaxim 4. Ceftriaxone Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit primernya seperti pada defisiensi ACTH atau defisiensi hormone adrenal. (Widagdo,2012) Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan memperbaiki dan mempertahankan keadaan umum pasien seoptimal mungkin termasuk memberikan kecukupan akan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit, inhalasi oksigen, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam perawatan secara regular maupun intensif. (Widagdo,2012)
G. KOMPLIKASI Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus. d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas. e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.
H. Pemeriksaan penunjang Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang
meliputi
pemeriksaan
laboratorium
,fungsi
lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015) a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin, pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR ) terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015) b. Fungsi lumbal Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai penurunan kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku kuduk,kejang lama,gjala infeksi,paresis,peningkatan sel darah putih ,atau pada kaus yang tidak didapatkan factor pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah
fungsi lumbal yang pertama yang memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila didapatkan kelainan neurlogis fokal dan peningkatan tekanan intracranial ,dilanjutkan melakuka pemeriksaan ct-scan kepala berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi, (Antonius, 2015) The American Academy of pediatrics merekmendasikan bahwa pemeriksaan fungsi lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama disertaia demam pada anak usis dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada .pada anak usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi intracranial ( meningitis ), (Antonius, 2015) c. Elektroensefalografi Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral EEG . beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain degan epilepsy berat mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang normal. Sensitivitas EGG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang menunjukkan kelainan EGG yang khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, daapat berupa gelombang paku tajam dengan /gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal maupun frontal. (Antonius, 2015) Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan EGG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang normal atau memperhatikan kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat ant epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015) d. Pencitraan neurologis Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal dan riwayat keganasan. (Antonius, 2015)
Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak . MRI dipertimangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus temporalis,perkembangan terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan. (Antonius, 2015) Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi: a. Darah a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl) b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan predisposisi kejang d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl) e) Natrium (N 135-144 meq/dl) b. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,pendarahan penyebab kejang c. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal. f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Paula Krisanty (2008 : 223) : 1. Riwayat Kesehatan : a.
Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b.
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c.
Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
d.
Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah : A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpulsinpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa
detik,
tetapi
akibat
yang
ditimbulkannya
dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Tindakan yang dilakukan : - Semua pakaian ketat dibuka - Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen - Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. - Inefektifan jalan nafas tidak terjadi - Jalan nafas bersih dari sumbatan - RR dalam batas normal - Suara nafas vesikuler B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan : - Mengatasi kejang secepat mungkin - Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen - RR dalam batas normal - Tidak terjadi asfiksia - Tidak terjadi hipoxia C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. Tindakan yang dilakukan : - Mengatasi kejang secepat mungkin - Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : - Semua pakaian ketat dibuka - Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen - Tidak terjadi gangguan peredaran darah - Tidak terjadi hipoxia - Tidak terjadi kejang - RR dalam batas normal a.
Tanda-tanda vital
b.
Status hidrasi
c.
Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d.
Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
e.
Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f.
Adanya kelemahan dan keletihan
g.
Adanya kejang
h.
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan a.
Tingkat perkembangan anak terganggu
b.
Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c.
Akibat hospitalisasi
d.
Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e.
Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga a.
Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b.
Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c.
Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d.
Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) : a.
Fungsi lumbal
b.
Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c.
Bila perlu : CT-scan dan EEG
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam : 1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang 2. Defisit volume cairan bd kondisi demam 3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak 5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan
kebutuhan
pengobatan
bd
kurangnya
informasi C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil : NOC : Pengendalian Resiko a. Pengetahuan tentang resiko b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko c. Monitor kemasan personal d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak 2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil : a. Turgor kulit membaik b. Membran mukosa lembab c. Fontanel rata d. Nadi normal sesuai usia e. Intake dan output seimbang 3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma NOC : Themoregulation a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu c. Monitor tanda –tanda hipertensi d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi e. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil : NOC : status sirkulasi NIC : monitor TTV: a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate b. catat adanya fluktuasi TD c. monitor jumlah dan irama jantung d. monitor bunyi jantung e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri a. monitor tingkat kesadran b. monitor tingkat orientasi c. monitor status TTV d. monitor GCS 5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien NOC : knowledge ; diease proses a.
Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
b.
Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c.
Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat D. EVALUASI Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah. Komponen tahapan evaluasi : a) Pencapaian kriteria hasil Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan. b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses keperawatan. 1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu. 2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua 3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga 4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat. 5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
BAB IV KASUS A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama
: An. R
Tempat, tanggal lahir
: Sukabumi, 13 Agustus 2011
Umur
: 2 tahun 8 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Diagnasa medis
: Kejang Demam
No. RM
: 429607
Tanggal masuk
: 16 Juni 2014 pukul 15.06 Wib
Tanggal di kaji
: 17 Juni 2014
Identitas orangtua/penanggung jawab Nama
: Ny. T
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Alamat
: Bantar muncang RT 05 RW 06
Sekarwangi, Cibadak B. Primemary survey
Airway :
Look
: Tidak adanya sumbatan jalan nafas ,hidung dan
mulut tampak bersih
Listen : Tidak ada suara tambahan
Feel Breathing :
: Adanya hembusan nafas ,Respirasi rate 32x/menit
Look
: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
Listen
: Suara nafas vesikuler
Feel
: Adanya hembusan nafas, Respirasi rate 32x/menit
Circulation :
Adanya peningkatan suhu tubuh
Nadi 110x/menit
Disability :
Kesadaran
GCS Exposure :
: Compos Metris : E4M5V5
Kepala
Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih, distribusi rambut merata, warna hitam, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
benjolan,ubun-ubun tampak cekung. Mata Bentuk mata simetris, konjungtiva an anemis, sclera putih, distribusi bulu mata dan alis mata merata, pupil mengecil pada
saat diberi cahaya, kelopak mata tidak cekung. Hidung Bentuk hidung simetris, tampak bersih,tidak ada nyeri tekan,
tidak ada peradangan. Mulut dan tenggorokan Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering , lidah bersih tidak
kotor. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri,
gerakan bebas. Telinga Bentuk simetris kiri dan kanan, dapat mendengar saat perawat atau keluarga memanggil, tes wiber dan rinne (+), tidak ada nyeri tekan, telinga bersih.
Dada/thorak Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, pola nafas teratur, pergerakan dada simetris kiri dan kanan, S1 dan S2 tidak ada suara tambahan.
Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada kembung, tidak terdapat nyeri tekan, kebersihan kulit terjaga, turgor kulit < 2 detik, bising usus 12x/menit.
Genitourania Berjenis kelamin laki-laki, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri. Ekstremitas atas dan bawah Bentuk simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, CRT < 2 detik, terdapat refleks plantar, kekuatan otot ektremitas atas 5/5, ekstremitas nawah 5/5,akral teraba hangat.
2. Keluhan Utama Ibu klien mengeluhkan anaknya panas tinggi (39C) 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Ibu klien mengatakan anaknya panas tinggi, suhu badan pada saat pertama dirawat 39C, panas turun pada saat pagi hari dan meningkat pada sore dan malam. Sebelum dibawa kerumah sakit 3 jam sebelumnya ibu telah memberikan sirup paracetamol yang ia beli di apotik terdekat di rumahnya ,dan memberikan kompres hangat pada dahi anaknya. Pada saat panas tinggi diserti dengan kejang-kejang dengan waktu kurang lebih 5 menit. b. Riwayat penyakit dahulu Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya blum pernah memiliki riwayat penyakit yang sama dan belum pernah dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga Pada saat dilakukan pengkajian ibu klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan klien, baik penyakit bawaan ataupun turunan. d. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Purtumbuhan dan perkembangan klien sesuia dengan umurnya. e. Riwayat imunisasi Pada saat lahir klien imunisasi HB1 kali, DPT 2 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, HB 2 dan 3 pada usia 2, 3 bulan, BCG 1 kali pada usia 1 bulan, polio 4 kali pada usia 1, 2, 3, dan 4 bulan, dancampak pada usia 9 bulan 4. Pola kebiasaan sehari-hari No.
Kebiasaan sehari-hari
Sebelum sakit
Saat sakit
1.
Pola Nutrisi : a. Frekuensi
3x sehari
3x sehari
b. Jenis
Nasi, lauk pauk
Bubur, lauk pauk,
c. Porsi
1 porsi habis
buah
d. Keluhan
Tidak ada keluhan
1 porsi habis Tidak ada keluhan
2.
Pola Eleminasi : Eleminasi Urin a. Frekuensi
Tidak tentu
Tidak tentu
b. Jumlah
Tidak tentu
Tidak tentu
c. Bau
Khas urine (pesing)
Khas urine (pesing)
d. Warna
Kuning jernih
Kuning
a. Frekuensi
2x sehari
2x sehari
b. Jumlah
Padat, berampas
Lembek, berampas
c. Bau
Khas feses
Khas feses
d. Keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Eleminasi Alvi
3.
Pola istirahat tidur : a. Jumlah jam tidur 2 jam siang
6-8 jam
b. Jumlah jam tidur Di bimbing untuk malam c. Pengantar tidur
berdoa
Tidak tentu 5-6 jam Di bimbing untuk berdoa
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
d. Keluhan 4.
Pola personal hygiene :
2x sehari
Di lap air hangat
a. Mandi
2x sehari
Tidak tentu
b. Mengganti
Belum diajarkan
Delum di ajarkan
pakaian
Ketergantungan
Ketergantungan
penuh
penuh
c. Toileting d. Tingkat ketergntungan 5. Pemeriksaan Fisik a. Status kesehatan umum
: -klien tampak lemah dan wajah pucat -Mukosa bibir kering -Akral teraba hangat
infus line WIDA 2A Kesadaran
: Compos Metris
Tanda-tanda vital
: Suhu 39c Nadi 110x/menit Respirasi rate 32x/menit Tekanan darah : Tidak terkaji
b. Antropometi Berat badan sebelum sakit 14 kg, saat sakit 15 kg Tinggi badan
: 94 cm
Lingkar kepala
: 49 cm
Lingkar dada
: 46 cm
LILA
: 14 cm
c. Kepala Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih, distribusi rambut merata, warna hitam, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan,ubun-ubun tampak cekung. d. Mata Bentuk mata simetris, konjungtiva an anemis, sclera putih, distribusi bulu mata dan alis mata merata, pupil mengecil pada saat diberi cahaya, kelopak mata tidak cekung. e. Hidung Bentuk hidung simetris, tampak bersih,tidak ada nyeri tekan, tidak ada peradangan. f. Mulut dan tenggorokan Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering , lidah bersih tidak kotor. g. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri, gerakan bebas. h. Telinga Bentuk simetris kiri dan kanan, dapat mendengar saat perawat atau keluarga memanggil, tes wiber dan rinne (+), tidak ada nyeri tekan, telinga bersih. i. Dada/thorak Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, pola nafas teratur, pergerakan dada simetris kiri dan kanan, S1 dan S2 suara tambahan.
tidak
ada
j. Abdomen Bentuk abdomen simetris, tidak ada kembung, tidak terdapat nyeri tekan, kebersihan kulit terjaga, turgor kulit < 2 detik, bising usus 12x/menit. k. Genitourania Berjenis kelamin laki-laki, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri. l. Ekstremitas atas dan bawah Bentuk simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, CRT < 2 detik, terdapat refleks plantar, kekuatan otot ektremitas atas 5/5, ekstremitas nawah 5/5,akral teraba hangat. 6. Data psikologi anak Klien dapat memberikan respon tersenyum atau menangis kepada perawat atau keluarganya. 7. Pemeriksaan penunjang Tanggal/hari
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Senin, 16/6/2014
HB
12,2 Gr%
L : 13 - 16
Leukosit
13.200 mm3
4.000 - 11.000
Trombosit
324.000 mm3
150.000 -
Hemaktrokit
36%
400.000 40 - 45
8. Pengobatan / therapy WIDA 2A 16 tpm Paracetamol 3 x 1 via oral
Diazepam 2,7 mg via IV digunakan bila anak kejang Cefotaxime 2 x 66 mg via IV
C. Analisa Data No. 1.
Data DS : Ibu klien mengatakan anaknya
Etiologi Proses infeksi
Hipertermi
panas tinggi
Merangsang
DO : Teraba panas, suhu
hipotalamus
39c,wajah tampak pucat
,akral teraba hangat.
Masalah
Penagturan suhu tubuh terganggu Penaikan suhu tubuh
2.
DS : Ibu klien
Kejang
mengatakan anaknya
demam dan disertai
Kerja otot tidak
dengan kejang-kejang. DO : Kejang berlangsung lamanya kurang lebih 5 menit
Resiko cidera berulang
terkendali Dapat terjadi trauma Resiko cidera berulang
3.
DS : Ibu klien mengatakan kurang paham dengan penyakit anaknya DO : Keluarga sering
Hipertemi Kurang pemajanan informasi
bertanya tentang
Kurang pengetahuan
pengobatan dan
tentang penyakit
perawatan penyakit anaknya
Kecemasan orangtua
Kurangnya pengetahuan dan kecemasan orangtua terhadap penyakit.
D. Diagnosa Keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi 2. Resiko ceidera berulang berhubungan dengan kejang 3. Kecemasan orangtua berhubungan dengan pengetahuan terhapat penyakit E. Intervensi / Perencanaan Tgl
No.
PERENCANAAN Tujuan
DX 20/1 2/18
1.
Setelah
Intervensi 2. Berikan
keperawatan 3x24 jam
selama klien
turun,Kriteria hasil : Suhu
1. Mengetahui
kompres
hangat yang
suhu
tubuh
klien
masalah 3. Ajarkan
panas
-
Rasional
dilakukan 1. Observasi TTV
tindakan
-
Ttd
kompres 2. Kompres benar pada
keluarga
dapat
menyebabkan
tubuh 4. Anjurkan
kepada
dalam
batas
keluarga
normal
36,5-
klien
perpakaian
37c
yang
mudah
TTV normal
menyerap keringat
untuk
5. Anjurkan anak agar tidak
memakai
selimut
fase
dilatasi
sehingga dapat menurunkan suhu tubuh 3. Keluaarga dapat
mandiri
dalam melakukan
6. Kolaborasi dokter
hangat
dengan
kompres
pemberian
sehingga
antipiretik cairan Infus
dan
pencegahan awal terjadinya kejang demam 4. Memberikan rasa
nyaman
dan
tidak
merangsang terjadinya peningkatan suhu tubuh 5. Antipiretik
dan
pemberian cairan Iv dapat menurunkan panas tubuh. 20/1 2/18
2.
Setelah
dilakukan 1. Observasi tingkat
tindakan
resiko cidera klien
keperawatan 3x24jam
selama 2. Kontrol masalah
lingkungan
pada
kebisingan
resiko cedera
klien tidak terjadi . Kriteria hasil : -
cidera
melakukan aktifitas -
dari
3. Pasang side
keluarga
rail
untuk
menemani pasien
GCS
pada keluarga dan
E4V5M6
pengunjung adanya
Klien
perubahan
status
bisa
kesehatan
dan
melakukan
penyebab penyakit.
aktifitas sesuai pertumbuhan dan perkembanga
resiko cidera kebutuhan
yang
tidak
bisa
dilakukan
5. Berikan penjelasan
sudah
awal
2. Memenuhi
tidak 4. Anganjurkan dalam
gejala terjadinya
tempat tidur
Klien
1. Mengetahui
secara mandiri 3. Meminimalkan resiko cidera
nnya 20/1 2/18
3.
Setelah
dilakukan 1. Kaji
tindakan keperawatan
pengetahuan 1. Mengetahui
orangtua selama
3x24jam
tentang
penyakit anaknya 2. Beri dukunga pada
kebutuhan keluarga
akan
pengetahuan
pengetahuan
keluarga
bahwa
keluarga bertambah
anaknya
akan
mengurangi
Kriteria hasil :
sembuh
jika
kecemasan
Kecemasan orangtua
disiplin
berkurang
melakukan
harapan,
perawatan
menurunkan
Keluarga paham
dapat
tentang 3. Beri
penyakit anaknya
sehingga
dapat
dalam 2. Memberikan
kesempatan
pada
keluarga
kecemasan, mentaati
untuk
anjuran
mengungkapkan
pengobatan
perasaannya 4. Beri
3. Mengurangi
pendidikan
kesehatan
tenatng
perawatan
yang
diberikan
beban psikologi dan menyalurkan aspek emosional secara
efektif
dan cepat 4. Dapat meningkatkan pengetahuan orangtua sehingga mengurangi kecemasan
F. Implementasi dan Evaluasi DX. 1.
Tgl/jam
Implementasi
Evaluasi
20/12/18
1. mengobservasi TTV
10.30
mencakup suhu, nadi, mengatakan respirasi
rate,
2.
O
3.
suhu
:
klien
tampak
Suhu
39c,
RR
mengajararkan 32x/menit,
kompres
N
hangat yang 110x/menit,
ebnar pada keluarga 12.15
klien
memberikan rewel
kompres hangat 11.40
ibu
:
dan tubuh anaknya panas
tekanan darah 11.30
S
Ttd/nama
TD
110/80 mmHg
4. memberi
tahu agar IV terpasang
dikaki
klien tidak
dipakaikan sebelah kanan
WIDA
selimut
dan
pakaian 2A 16 tpm
yang tebal
A
: masalah
belum
5. berkolaborasi dalam teratasi pemberian
antipiretik P
dan pemberian
:
intervensi
cairan dilanjutkan
IV 2.
10. 40
1. Mengobservasi tingkat
2. Mengontrol lingkungan kebisingan
11.30
ibu
:
klien
resiko cidera mengatakan anaknya
klien 11.10
S
masih rewel O
: kesadaran
klien
dari compos metris,
GCS
E4M5V5, klien dapat
3. Memasang side rail menjawab pertanyaan tempat tidur
yang
ditanyakan oleh
perawat
dan
keluarganya 11.40
4. Menganjurkan
A
: masalah
belum
keluarga
untuk teratasi
menemani pasien 12.00
P
5. Memberikan penjelasan
:
intervensi di
lanjutkan pada
keluarga
dan
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan
dan
penyebab penyakit. 3.
09.00 09.25
1.mengkaji
S
:
ibu
klien
pengetahuan
orangtua mengatakan
kurang
tentang
penyakit paham
tentang
anaknya
penyakit anaknya
2. memberi dukungan
O
kepada keluarga bahwa
menanyakan
anaknya akan jika
disiplin
: keluarga sering
sembuh pengobatan dalam perawatan
mengikuti perawatan
tentang dan penyakit
anaknya A : masalah
teratasi
sebagian P
:
dilanjutkan
Intervensi
DAFTAR PUSTAKA Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta :Sagung Seto. Antonius. Dkk. 2015. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. Krisanty P. Dkk (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Jakarta :Trans info Media Arif Mansjoer. dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta:Media Aesculapius Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka belajar. Hotimah. 2010. Angka Kejadian Kejang Demam di RSUD dr. Saiful Anwar Malang, periode Januari-Desember 2008. Diakses 15 Desember 2015 Behrman. RE & RM. Kliegman 2010. Nelson Esensi Pediatri edisi 4. Jakarta: EGC Riandita. A 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demamdengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Medika Muda. http://eprints.undip.ac.id/37333/. diakeses pada tanggal 20 Desember 2018
View publication stats