Askep-hipertensi.docx

  • Uploaded by: Ari Afif Hudri
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep-hipertensi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,706
  • Pages: 58
TUGAS KMB I PART 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III 1. 2. 3. 4. 5. 6.

RIDHA SISWANTI RIZKA RAHMI SALMA DONA SUARNIDA WIWIT HARDIANI EKA PUSLINA

SEKOLAH TINGGI ILMIU KESEHATAN PERINTIS BUKIT TINGGI 2019 1

2

BAB I TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan diratarata. B. Etiologi Hipertensi 1. Stress atau perasaan tertekan. Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis. Peningkatan saraf simpatis dapat menaikan tekanan darah secara intermiten

(tidak

menentu).

Stress

yang

berkepanjangan

dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi

3

dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001). 2. Kegemukan (Obesitas). Perubahan struktur dan fungsi vaskuler berhubungan dengan patogenesis hipertensi pada obesitas. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli melaporkan terjadinya penurunan komplians arteri, penurunan distensibilitas dan penurunan fungsi endotel pada penderita obes dibandingkan kontrol. Meskipun data tersebut menjelaskan potensi hipertensi pada obesitas, tetapi mekanisme terjadinya hipertensi pada obesitas masih belum jelas diketahui (Subardja, 2004). 3. Kebiasaan merokok. Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah meningkat karena jantung

4

dipaksa memompa lebih cepat untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh (Astawan, 2002). 4. Kurang berolahraga. Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuat aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002 ). 5. Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia). Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Dunitz, 2001). 6. Konsumsi berlebihan garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume

5

sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir,2002).

C. Anatomi fisiologi sistem sirkulasi 1. Jantung a. Anatomi Fisiologi jantung

Gambar 2.1 Anatomi Janung (Sloane, 1994) 1) Dinding jantung Dinding jantung tersusun dari tiga lapisan, yaitu : a) Epikardium Epikardium tersusun dari lapisan sel-sel mesothelial yang berada di atas jaringan ikat.

6

b) Miokardium Miokardium terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi untuk memompa darah. c) Endokardium endokardium tersusun dari lapisan endothelial yang terletak di atas jaringan ikat. 2) Ruang Jantung Ruang jantung terdiri dari 4 bagian, yaitu : a) Atrium kanan Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru yang dibawa oleh vena kava superior, inferior, dan sinus koroner. Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. b) Atrium kiri Atrium kiri terletak di bagian superior kiri janrung, berukuran lebih kecil dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari 4 vena pulmonalis yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri memiliki dinding yang tipis dan bertekanan rendah.

7

c) Ventrikel kanan Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantung. Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan mengalir melewati jalur yang pendek ke paru-paru. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis. d) Ventrikel kiri Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru. Ventrikel kiri memiliki otot-otot yang tebal dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Ventrikel kanan dan kiri berfungsi untuk mendorong darah ke luar jantung menuju aorta dan arteri pulmonalis yang membawa darah meninggalkan jantung. e)

Katup jantung (1) Katup atrioventrikularis Katup trikuspidalis dan Katup mitralis

8

(2) Katup semilunaris Katup aorta dan Katup pulmonalis Keempat katup jantung ini berfungsi untuk mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung.

2. Anatomi fisiologi pembuluh darah

Anatomi pembuluh darah (Sherwood, 2003).

9

Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh. Berikut bagian-bagian darah pembuluh darah : a. Arteri Arteri terdiri dari beberapa bagian yaitu : Arteri Kepala dan Leher, arteri vertebralis, arteri basilaris, arteri subklavia: terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang dari arkus aorta, arteri Rongga perut terdiri dari : arteri seliaka, A. splinika, A. mesenterika superior, A. renalis, A. spermatika dan Ovarika, A. mesenterika Inferior dan A. marginalis dan arteri dinding Abdomen b. Aorta Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma, turun ke abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian yaitu aorta asenden, arkus aorta dan aorta desenden. Aorta asenden mempunyai cabang yaitu aorta torakalis dan aorta abdominalis. Aorta adalah pembuluh arteri utama yang berfungsi menghubungkan jantung dengan semua organ utama tubuh (otak, perut, ginjal, dll). c. Vena Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa darah dari alat-alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena

10

pulmonalis. Pembuluh darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu, Vena ke jantung meliputi : Vena cava superior, inferior dan pulmonalis, vena yang bermuara pada vena cava superior yaitu vena aurikularis posterior, vena

retromadibularis,

vena

jugularis

eksterna

posterior,

vena

supraskapularis, vena jugularis anterior, Vena kulit kepala : vena troklearis dan vena supraorbitalis, vena temporalis superfisialis, aurikularis posterior dan oksipitalis, Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa fasialis, Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika, Vena tonsil dan palatum, vena punggung, vena yang bermuara pada vena cava interior, anastomisis portal sistemik, Vena dinding pelvis, vena anggota gerak atas dan vena anggota gerak bawah. Vena berfungsi membawa darah kembali ke atrium jantung. d. Kapiler Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh rambut. Kapiler terdiri dari: 1. Kapiler arteri 2. Kapiler vena Kapiler darah berfungsi sebagai medium untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk mengangkat bahan buangan (Black, J. M. & Hawks, J. H. 2005).

11

D. Patofisiologi hipertensi Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (Corwin, 2001). Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah

secara

akut

yang

disebabkan

oleh

gangguan

sirkulasi

dan

mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Corwin, 2001). Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme : 1. Curah jantung dan tahanan perifer Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan

12

resistensi vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Williams et al, 1998). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Murni, 2011). Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible. (Gray et al, 2005). Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah

13

natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan tinggi garam (Chris at al, 2010) Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Wibowo, 2011). 2). Sistem renin-angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin

14

disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di paruparu. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu: a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi

15

NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah. 3). Sistem saraf simpatis Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol.

Sistem

saraf

otonom

memiliki

peran

penting

dalam

mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan natrium.

16

Kelebihan

natrium

menyebabkan

vasokonstriksi

yang

mengubah

pergerakan kalsium otot polos (Anggi, 2010). 4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer (Anggi, 2010).

17

patofisiologi hipertensi (Williams & Wilkins; 1998).

E. Manifestsi klinis Sebagian

besar

manifestasi

klinis

timbul

setelah

mengalami

hipertensi bertahun-tahun, dan berupa : 1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi 3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus

18

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler F. Klasifikasi hipertensi : a. Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru prehipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah.

19

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO / ISH Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Hipertensi berat

≥ 180

≥ 110

Hipertensi sedang Hipertensi ringan

160-179 140-159

100-109 90-99

Hipertensi perbatasan

140-149

90-94

Hipertensi sistolik perbatasan Hipertensi sistolik terisolasi Normotensi

140-149

< 90

> 140

< 90

Optimal

< 140

< 90

< 120

< 80

Dikutip dari: Mansjoer, dkk, Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media, 2001.

b. Berdasarkan Etiologinya Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 : 1. Hipertensi Primer atau Esensial Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah

hipertensi

yang

tidak

diketahui

etiologinya/penyebabnya. Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer. 2. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya. Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga

20

penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur hidup yang sering kali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal. 3. Krisis Hipertensi Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target organ. Hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi yaitu ≥ 180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi. 4. Hipertensi emergensi (darurat) Ditandai dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. 5. Hipertensi urgensi (mendesak) Hipertensi mendesak ditandai dengan tekanan darah diastolik >120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. Tekanan darah harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang tidak terang dan tekanan darah diukur kembali dalam 30 menit.

21

G. Tes diagnostik Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari: Tes darah rutin yang terdiri dari : a. Glukosa darah (sebaiknya puasa) : normal pada hipertensi essensial, pada kasus hipertensi yang menyerang organ ginjal, hasil gula darah puasa meningkat diatas 150 mg/dl. b. Kolesterol LDL dan HDL serum : meningkat diatas 45 mg/dl c. Urinalisis : tidak mengalami gangguan terkecuali pada pasien dengan hiperensi sekunder mengalami gangguan pada pola eliminasi urin. d. Elektrokardiogram : Normal, pada kasus komplikasi yang menyerang organ jantung,

hasil

EKG

menunjukkan

adanya

pembesaran

jantung.

(Yogiantoro, 2006). H. Penatalaksanaan medis 1. Penatalaksanaan farmakologis a. Terapi Tunggal Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan kurang darah

22

sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah sasaran<140/90 mmHg. b. Terapi Kombinasi Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat yang dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau mengurangi efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan kombinasi dua obat direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (≥ 20 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan ≥ 10 mmHg untuk tekanan darah diastolik). Contohnya kombinasi obat hipertensi adalah : ACE inhibitor – kalsium antagonis, ACE inhibitor – diuretik, ACE inhibitor – beta bloker, beta bloker– diuretik, beta bloker – kalsium antagonis.

2. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet) Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup (Yogiantoro, 2006).

23

I. Komplikasi Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut: a. Stroke Pada penderita hipertensi dapat mengakibatkan stroke yang merupakan stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. b. Penyakit jantung koroner Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya factor – factor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. c. Gagal jantung Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk menderita gagal jantung dari pada penderita

24

tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa decade. d. Hipertrofi ventrikel kiri Hipertrofi

ventrikel

kiri

terjadi

sebagai

respon

kompensasi

terhadap peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard. e. Penyakit vaskular Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke. f. Retinopati Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinalfalmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg,

25

kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol – arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena rusaknya retina. g. Kerusakan ginjal Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri – ginjal kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria.

K. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan hipertensi a) Identitas Nama, umur (lebih sering terjadi pada pasien umur 45 tahun keatas), jenis kelamin (sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan), tanggal masuk, agama, pendidikan, kultur, alamat, tanggal pengkajian, tanggal masuk Rumah Sakit, nomor register medik, diagnosa medik, Dx medik.

26

b) Keluhan Utama Pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, pada kasus hipertensi berat pasien dapat merasakan nyeri pada tungkai serta dispnea. c) Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Pasien biasanya mengatakan sakit pada daerah kepala, pusing, mata berkunang-kunang nafsu makan berkurang, pada sebagian kasus hipertensi berat pasien merasakan dyspnea dan adanya penggunaan otot bantu pernafasan. 2) Riwayat kesehatan masa lalu Pasien

biasanya

memiliki

kebiasaan

merokok,

dan

sering

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam dan kolestrol, pasien memiliki riwayat obesitas dengan kurangnya pola aktivitas sehari-hari, pada sebagian kasus hipertensi sekunder pasien memiliki riwayat penyakit lain yang menyertai penyakit hipertensi seperti penyakit ginjal dan DM serta penyakit jantung. 3) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien dengan hipertensi, memiliki riwayat kesehatan keluarga yang terkena hipertensi dan adanya penyakit keturunan yang dapat menyebabkan seseorang menderita hipertensi sekunder.

27

d) Riwayat Psikososial Riwayat psikososial pasien terdiri dari : Pada pasien dengan hipertensi ringan pasien hampir tidak mengalami gangguan psikososial, berbeda pada pasien dengan hipertensi berat yang lebih memberikan efek pada kondisi psikososial pasien yang berupa adanya perubahan kepribadian pada pasien berupa pasien menjadi ansietas, depresi, euphoria dan marah kronis. Dalam hal ini, hipertensi berat juga dapat memberikan dampak kepada keluarga dimana secara langsung pasien tidak dapat bekerja dan berakivitas mandiri serta pasien perlu mendapatkan perawatan dirumah sakit yang dapat membebani keuangan keluarga. e) Riwayat spiritual Nilai keagamaan pada pasien dengan hipertensi ringan biasanya dalam keadaan baik dikarenakan pada pasien ini seluruh sistem organ masih berfungsi dengan baik, dalam beberapa kasus seperti hipertensi sekunder dan hipertensi berat, kebanyakan pasien menjadi depresi dan mengalami gangguan spiritual. f) ADL 1. Nurisi Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium sperti makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah,

28

perubahan berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik. 2. Eliminasi Biasanya pada pasieen dengn hipertensi tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang target organ seperti ginjal dan akan mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin. 3. Personal hygine Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada proses personal hyginenya, dalam beberapa kasus pada pasien dengan hipertensi berat dengn komplikasi mengakibatkan pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan personal hyginenya, contihnya pada pasien dengan stoke yang menyerang organ otak mengaakibatkan pasien mengalami kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat melakukan pola aktivitas personal hygine dengan mandiri. 4. Istirahat tidur Aktivitas istirahat pada hipertensi ringan, aktivitas pasien dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi berat terjadinya kelelahan fisik, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma jantung dan takipnea.

29

g. Review of system (Doengoes, 1999). 1. Pemeriksaan fisik umum Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang normal atau melebihi indek masa tubuh, berat badan normal, tekanan darah >140/100 mmhg, nadi >100 x/menit, frekuensi nafas 16-20 x/menit pada hipertensi berat terjadi pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, suhu tubuh 36,2-37 C pada hipertensi berat suhu tubuh dapat menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, Keadaan umum pasien compos mentis pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi dapat mengakibatkan pasien mengalami gangguan kesadaran dan sampai pada koma, contohnya stroke hemoragik 2. Sistem pengelihatan Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan yang baik, pada kasus hipertensi berat pasien mengalami pengelihatan kabur dan dapat terjadinya anemis pada konjungtiva. 3. Sistem pendengaran Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan.

30

4. Sistem wicara Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada sistem wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi bicara dan orientasi bicara. 5. Sistem pernafasan Secara umu baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan irama teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi berat pasien mengalami gangguan sistem pernafasan seperti takipne, dyspnea dan ortopnea, adanya distress pernafasan/ penggunaan otot otot pernafasan pada hipertensi berat, frekuensi pernafasan > 20x/menit Dengan irama pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk dan terdapat sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan jalan nafas dan terdapat bunyi mengi. 6. Sistem kardiovaskuler a. Sirkulasi perifer Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan hipertensi ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi 60-100 x/menit, irama teratur. Pada kasus hipertensi berat frekuensi nadi pasien dapat mencapai > 100 x/menit, irama tidak teratur dan lemah, TD > 140/100 mmhg, terjadinya distensi vena jugularis dan pasien mengalami hipotermi, Warna kulit pucat

31

(sianosis). Udema terjadi dengan hipertensi sekunder dari ginjal, pada hipertensi berat, kecepatan pengisihan kapiler dapat menurun sehingga capilarirefil > 3 detik. b. Sirkulasi jantung Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan normal dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan terdapat bunyi jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada pada kasus hipertensi sekunder dengan komplikasi kelainan jantung. 7. Sistem hematologi Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat yang ditandai

dengan

keadaan

mengakibatkan stroke

umum

pucat,

perdarahan

dikarenakan obstruksi

yang

dan pecahnya

pembuluh darah. 8. Sistem syaraf pusat Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat kesadaran dapat dapat menurun menjadi koma, refleks fisiologi meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi, serta refleks patologis negative. 9. Sistem pencernaan Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ pada

32

abdomen mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah abdomen. 10. Sistem Endokrin Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada sistem endokrin. 11. Sistem urogenital Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang menyerang

organ

ginjal

sehingga

menyebabkan

terjadinya

gangguan pola berkemih yang sering terjadi pada malam hari. 12. Sistem integument Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya udema pada hipertensi sekunder di daerah ekstremitas. 13. Sistem muskulo skeletal Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ada sistem musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami Kesulitan dalam bergerak dan kelemahan otot. 2. Diagnosa keperawatan a. Pola nafas tidak efekif berhubungan dengan hiperventilasi b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular serebral c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat

33

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium oleh ginjal e. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia jaringan f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Nanda, NIC NOC, 2010).

34

BAB II TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Tanggal Pengkajian pasien 9 maret 2019 diruang kenanga Kelas II dengan Diangnosa medis hipertensi dan AKI. Tanggal Masuk rumah sakit 9 maret 2019 dengan nomor register 8233 1. Idenitas klien Paien dengan nama Ny. I jenis kelamin perempuan, usia 34 tahun beragama islam, riwayat pendidikan terakhir SMA dan pekerjaan wiraswasta. Alamat pasien Ny. I Arga makmur dengan status sudah menikah 2. Riwayat keperawatan a. Keluhan

utama

:

pasien

mengatakan

nyeri

kepala.

Pengkajian

dilakukan pada tanggal 90 maret 2019 jam 13.00 Wib b. Riwayat kesehatan sekarang : Pasien mengatakan nyeri pada bagian kepala. susah untuk makan, meriang, demam naik turun, pasien tampak meriang. Keadaan nyeri dapat dikategorikan sebagai berikut, dengan P: peningkatan tekanan intrakranial, Q : nyeri seperti dituuk-tusuk R : di daerah kepala pada bagian frontal dan pada bagian tengkuk, S : 3, T : lebih kurang 5 menit. Pasien mengalami mual dan diikuti dengan keadaan pasien yang sulit untuk bergerak, hal ini dapat dilihat dari kemampuan pasien tidak dapat mempertahankan posisi berdiri dalam waktu lama.

35

Pasien memiliki oedema pada area tangan dan saat pengkajian didapatkan hasil TTV pasien : TD : 160/90 mmhg, T : 36,9 C, N : 78x/menit, dan RR : 22 x/menit c. Riwayat kesehatan masa lalu : pasien pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan lupus dan pasien juga memiliki riwaya penyakit ginjal. d. Riwaya kesehatan keluarga : Bagan 3.1

Keterangan : : Laki-Laki : Perempuan : Lk / Pr Meninggal : Menikah

------ : tinggal serumah : pasien I (Pasien)

36

e. Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang menjadi faktor resiko terjadinya penyakit pada pasien I. f. Riwayat psikososial 1. Adakah orang terdekat dengan pasien : Ada, istri pasien 2. Pola komunikasi : Baik, pasien memiliki komunikasi yang baik dengan istri dan keluargaa besar pasien 3. Dampak penyakit pasien pada keluarga : dampak penyakit pasien pada keluarga adalah dapat dilihat dari sisi aktivitas keluarga yang terganggu akibat menjaga pasien dirumah sakit dan berdampak pula dari sisi ekonomi keluarga pasien dimana pasien merupakan kepala rumah tangga dan juga merupakan tulang punggu keuarga. 4. Mekanisme koping terhadap stress : Dibantu keluarga 5. Sistem kepercayaan : Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : tidak ada g. Kondisi Lingkungan Rumah : Kondisi lingkungan rumah pasien baikdan tidak memiliki hubungan dengan kondisi atau penyakit yang diderita pasien saat ini. 3. Pola kebiasaan a. Pola nutrisi Pasien I mengatakan pola kebiasaan pasien dirumah dan dirumah sakit yang diantaranya adalah pola nutrisi : makan 2 x sehari dirumah dengan porsi makan tidak dihabiskan dirumah sakit pasien belum dapat dikaji pola

37

asupan nurisinya dikarenakan pasien baru masuk ruangan. Di rumah, pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat sebelum makan sedangkan di rumah sakit pasien dianjurkan untuk meminum obat hipertensi dan obat-obatan sebelum makan yang diantaranya adalah ambroxol 15 mg, amlodipin 100 mg, Caco3 50 gram. Pada pasien I memiliki diet khusus untuk konsumsi makanan dirumah sakit yang berbeda dengan pola kebiasaan nutrisi pasien dirumah yang tidak terkonntrol.dalam mengkonsumsi makanan pasien tidak menggunakan ala bantu makan NGT. b. Pola eliminasi Pasien mengatakan frekuensi BAK dirumah sakit adalah 4 x sehari dengan warna urin kuning dan jumlah urin yang keluar sediki dan tidak ada keluhan nyeri pada saat mengeluarkan urin, berbeda dengan frekuaensi BAK dirumah lebih kurang 2 x sehari dan pengeluaran urin sedikit dengan warna urin kuning dan tidak ada keluhan saat mengeluarkan urin. Dalam pengeluaran BAB pada pasien I dirumah pasien mengalami kesulitan dalam pengeluaran BAB ketika dirumah sakitdengan frekuensi 1x atau tidak sama sekali dengan konsistensi feses padat, berbeda dengan keadaan pasien sebelum masuk rumah sakit, dimana frekuensi pengeluaran feses dirumah 2 x sehari dengan konsisensi padat dan tidak ada keluhan ketika BAB.

38

c. Personal hygine kebiasaan kebersihan diri pribadi pasien dirumah sakit dengan frekuensi mandi 1 x sehari, menggosok gigi 1 x sehari dan mencuci rambut 1 x sehari dan hal tersebut dilakukan dengan dibantu oleh keluarga pasien dalam menyiapkan peralatan mandi kebersiha diri pasien sedangkan ketika dirumah pasien melakukan aktivitas kebersihan diri secara mandiri dengan frekuensi mandi 2 x sehari dan menggosok gigi serta mencuci rambut 2 x sehari. d. Pola istirahat tidur Tidak ada perbedaan pola tidur dirumah dan dirumah dakit bagi pasien dimana waktu tidur dirumah dan dirumah sakit pada pasien I dam yaitu 68 jam dengan tidak adanya keluhan saat tidur. e. Pola aktivitas Dirumah sakit pasien memiliki kesulitan dalam melakukan aktivitas yang berat, pasien dapat melakukan aktivitas mandiri dalam kegiatan yang ringan seperti personal hygine, ketika dirumah pasien biasanya melakukan pekerjaan yang berat sendiri seperti menguruh warung manisan dirumah dengan dibantu oleh suami I. f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Pasien I tidak merokok, tetapi dalam keadaan pola konsumsi makanan pasien dirumah tidak terkontrol dan menjadi faktor resiko penyakit yang diderita pasien saat ini.

39

4. Pengkajian fisik a. Pemeriksaan fisik umum Ketika dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien Y pada tanggal 25-112014 didapakan hasil berat badan pasien 56 kg dengan tinggi badan 153 CM dan tekanan darah pasien 160/90 mmhg, nadi pasien 78x/menit. Frekuensi nafas pasien 20 x/menit suhu tubuh pasien dalam batas normal dengan 36,9 C dan kesadaran pasien kompos mentis. b. Sistem pengelihatan Posisi mata klien I simetris antara kiri dan kanan dengan kelopak mata normal, konjungiva pasien ananemis serta pupil pasien berespon terhadap cahaya, fungsi pengelihatan pasien baik c. Sistem pendengaran Keadaan daun telinga pasien simetris antara kiri dan kanan dengan kondisi telinga tengah sedikit kotor, tidak terdapatnya cairan dalam telinga dengan fungsi pendengaran pasien baik. Tidak terdapat gangguan keseimbangan pada psien I. d. Sistem wicara Pasien ketika ditanyai seputar identitasnya pasien dapat menjawab dengan baik dan tidak mengalami gangguan dalam menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

40

e. Sistem pernafasan Keadaan jalan nafas pasien baik, tidak mengalami sumbatan dari cairan dan benda padat, tidak adanya penggunaan otot bantu nafas pada pasien dengan frekuensi pernafasan 20 x/menit dengan irama teratur dan kedalaman pernafasan normal. Pasien juga mengalami batuk tampa seputum, tidak adanya darah ketika pasien batuk dan suara nafas klien vaskuler. f. Sistem kardiovaskuler Frekuensi nadi pasien 78 x/mnt dengan irama regular dan lemah dengan tekanan darah 160/90 mmhg, tidak terdapatnya distensi vena jugularis dengan temperatur kulit 36,9 C. warna kulit gelap dengan adanya edema pada ekstremitas bawah dengan kapilarirefil pasien < 3 detik. g. Sirkulasi jantung pasien yang diperiksa oleh penulis yaitu kecepatan denyut apical teratur dengan bunyi jantung S1, S2 normal dengan irama teratur dan pasien tidak mengalami nyeri dada. h. Sistem hematologi Dalam sistem hematologi pasien pucat tetapi tidak mengalami perdarahan, i. Sistem syaraf pusat Pasien I mengalami nyeri atau pusing kepala dengan kualitas nyeri seperti tertusuk benda tajam dan region nyeri di daerah frontal kepala dengan skala nyeri 4 dan durasi waktu terjadinya nyeri lebih kurang 5 menit.

41

Tingkat kesadaran pasien kompos mentis dengan nilai GCS adalah 15 menit, reflex fisiologis pasien yang terdiri dari biceps dan triceps secara berturut turut adalh fleksi dan ekstensi dan tidak adanya refleks patologis yang terjadi. j. Sistem pencernaan Keadaan sistem pencernaan pasien baik dengan keadaan mulut pasien yang berupa gigi utuh serta keadaan lidah bersih, pasien tidak mengalami muntah serta tidak mengalami nyeri pada bagian abdomen, konsistensi feses padat dan ketika dilakukan palpasi pada bagian abdomen tidak terabanya pembesaran hepar dan keadaan abdomen kembung k. Sistem Endokrin Ketika dilakukan pemeriksaan fisik pada bagian sistem endokrin, didapatkan hasil tidak adnya pembesaran kelenjar tiroid dan tidak adanya bau keton pada nafas serta tidak terdapatnya luka gangren l.

Sistem urogenital terdapatnya perubahan pola kemih yang ditandai dengan 4 x sehari dalam BAK dengan warna urin kuning dan tidak adanya distensi kandung kemih, tidak adanya keluhan sakit pinggang pada pasien I.

m. Sistem integument keadaan turgor kulit pasien baik dengan warna kulit gelap dan keadaan kulit terdapat luka tidak ada dan gatal-gatal pada kuli tidak ada serta kondisi kuli pasien baik. Tidak adanya kelainan pada kulit dan terjadinya

42

udem pada daerah kulit yang terpasan infus dan pada daerah ekstremitas atas dan bawah, keadaan tekstur rambut pasien baik dan kebersihan rambut pasien baik. n. Sistem muskulo skeletal pasien mengalami gangguan kesulitan dalam bergerak dikarenakan keadaan pasie yang lemah, yang ditandai dengan pasien sering berbaring di tempa tidur dan sulit untuk melakukan kegiatan yang berat. l. Data penunjang 25-11-2014 : 00:52 Tabel 3.1 No

Yang diperiksa

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

1.

GDS

101

70-120

Mg/dl

2.

Ureum

35

20-40

Mg/dl

3.

Creatin

1,6

0,5-1,2

Gr/dl

4.

Hematocrit

32

Gr/dl

5.

Hb

11,6

6.

Leukosit

11.600

Lk:37-47% Pr : 40-54 % Lk:13,00-18,0 Pr : 12,0-16,0 4000-10.000

7.

Trombosit

470.000

150.000-400.000

Sel/mm3

Gr/dl Mm3

43

B. Penatalaksanaan Infus RL = 20 tts/menit, Drip ondan/kolop 1 ampul Glukosa 10% 30 tts/menit 1. Obat Parenteral Tabel 3.2 No

Obat

Dosis

1.

Ranitidin

25 mg/ml 2x1 ampul

2.

Ceftriaxone

10 mg/ml 2x1 ampul

3. 4.

Furosemide Ketorolac

10 mg/ml 1x1 ampul 10 mg/ml 3x1 ampul

4.

Ondan

10 mg/ml 3x1 ampul

25-11-14 09.00 21.00 09.00 12.00 12.00

26-11-14 09.00 21.00 09.00 21.00 12.00 12.00 20.00 12.00 20.00

27-11-14 12.00 24.00 12.00 24.00 12.00 12.00 20.00 04.00 12.00 20.00 04.00

2. Obat oral Tabel 3.3 No 1. 2.

Obat Amlodipin As. Folat

Dosis 100 mg/ml 1x1 tablet 1 mg 3x1 tablet

25-11-14

3.

Caco3

50 gr 3x1 tablet

09.00 14.00

4.

Ambrokol

15 mg 3x1 tablet

09.00 14.00

09.00 14.00

26-11-14 21.00 06.00 12.00 17.00 06.00 12.00 17.00

27-11-14 21.00 06.00 12.00 17.00 06.00 12.00 17.00

06.00 12.00 17.00

06.00 12.00 17.00

44

Analisa data Tabel 3.4 No Data penunjang 1.

DS : Pasien mengatakan pusing dan nyeri pada daerah kepala dengan P : Peningkatan tekanan intrakranial Q : seperti ditusuk-tusuk R : Di daerah kepala S:3 T : 5 menit DO : Pasien terkadang meringis TTV : N : 78 x / menit TD : 160/90 mmhg P : 20x/menit S : 36,9 C Diagnosa medis : Hipertensi + AKI

2.

DS: Pasien mengatakan mual muntah dan tidak nafsu makan

Etiologi

Masalah

Peningkatantekanan intra kranial

Nyeri akut

Intake dan output tidakadekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DO: Lidah pasien tampak kotor Makan 3xsehari dengan porsi tidak habis. Pasien tampak lemah

3.

DS : Pasien mengatakan lemah sulit untuk bangun dan berjalan DO : Pasien dibantu dalam berjalan ke kamar mandi oleh keluarga Tonus otot pasien lemah Pola aktifitas pasien di rumah sakir buruk.

Kelemahan dalam beraktiitas

Intoleransi aktifitas

45

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d peningkatan vaskularitas cerebral 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat 3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik

C. PERENCANAAN N Diagnosa o 1 Nyeri akut berhubunga n dengan agen cidera biologi

NOC Indikator Pengendalian Nyeri: 1: Tidak pernah 2: Jarang 3: Kadang-kadang 4: Sering 5: Selalu

NIC

Rasional

Manajemen Nyeri : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui perkembangan secara komprehensif termasuk nyeri dan tanda-tanda nyeri lokasi, karakteristik, durasi, sehingga dapat menentukan frekuensi, kualitas dan faktor intervensi selanjutnya presipitasi 2. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri 3. Menumbuhkan sikap saling percaya 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Outcomes: 3. Gunakan teknik komunikasi 1. Mengenali terapeutik untuk mengetahui 4. Dukungan yang cukup dapat awitan nyeri pengalaman nyeri pasien menurunkan reaksi nyeri 2. Menggunakan pasien tindakan 4. Bantu pasien dan keluarga 5. Menurukan rasa nyeri pasien pencegahan untuk mencari dan menemukan 3. Melaporkan dukungan 6. Dapat menurukan tingkat nyeri nyeri dapat 5. Kontrol lingkungan yang dapat pasien dikendalikan mempengaruhi nyeri seperti 7. Mengetahui perkembangan suhu ruangan, pencahayaan nyeri dan menentukan Indikator Tingkat dan kebisingan intervensi selanjutnya Nyeri: 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri 8. Menurunkan ketegangan otot, 1: Sangat berat sendi dan melancarkan 2: Berat 7. Kaji tipe dan sumber nyeri peredaran darah sehingga dapat untuk menentukan intervensi mengurangi nyeri 3: Sedang 9. Analgetik berfungsi sebagai 4: Ringan 8. Ajarkan tentang teknik non depresan system syaraf pusat 5: Tidak ada farmakologi sehingga mengurangi atau menghilangkan nyeri Outcomes: 10. Istirahat yang cukup dapat 1. Ekspresi nyeri 9. Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri

46

N Diagnosa o

NOC

NIC

pada wajah mengurangi nyeri 2. Gelisah atau ketegangan otot 3. Durasi episode 10. Tingkatkan istirahat nyeri 4. Merintih dan menangis 5. Gelisah 11. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Rasional 11. Pasien tidak merasa cemas dan takut sebab-sebab nyeri

12. Menghindari kesalahan dalam pemberian obat

12. Ikuti lima benar obat

13. Memastikan tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat 14. Informasi yang tepat membantu dalam keefektifan intervensi

13. Verifikasiresepatau obatsebelum memberikanobat

15. Memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan kemandirian pasien

Medication Management

14. Monitortanda-tanda acuan dalam vitaldanlaboratoriumnilaisebel 16. Sebagai pemberian dosis obat yang um pemberianobat, yang tepat sesuai 15. Bantupasien dalamminum 17. Menghindari kesalahan dalam pemberian obat obat 18. Menghindari adanya kemerahan, gatal-gatal dan efek lain dari konsumsi obat Penatalaksanaan Analgesik : yang salah 16. Tentukan lokasi, karakteristik, 19. Mengurangi nyeri yang kualitas, dan derajat nyeri dirasakan sehingga dapat sebelum pemberian obat menentukan intervensi 17. Cek instruksi dokter tentang selanjutnya jenis obat, dosis, dan 20. Mengetahui perubahan status frekuensi kesehatan setelah pemberian obat 18. Cek riwayat alergi 21. Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan

47

N Diagnosa o

NIC

NOC

Rasional pilihan/ keefektifan intervensi

19. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 20. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

21. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2 ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunga n dengan intake yang tidak adekuat

Indikator Status Manajemen Nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan Gizi: 1: Tidak adekuat 2: Sedikit adekuat 3: Cukup adekuat 4: Adekuat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi 5: Sangat adekuat untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang Outcomes: dibutuhkan pasien. 1. Makanan oral, pemberian 3. Anjurkan pasien untuk makanan lewat meningkatkan intake Fe slang, atau 4. Anjurkan pasien untuk nutrisi meningkatkan protein dan parenteral total vitamin C 2. Asupan cairan 5. Berikan substansi gula oral atau IV 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7.

8.

9.

1.

2.

3. 4.

Mengetahui intake masukan pasien dan menentukan intervensi yang sesuai Meningkatkan keseimbangan nutrisi yang adekuat Meningkatkan kesehatan pasien Dapat meningkatkan intake yang adekuat

5.

Meningkatkan

6.

Mempermudah melancarkan defekasi

7.

gula

darah

Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan status kesehatan Berikan makanan yang 8. Mempertahankan nutrisi terpilih ( sudah pasien yang adekuat dikonsultasikan dengan ahli 9. Mepertahankan gizi) keseimbangan nutisi Ajarkan pasien bagaimana 10. Pengetahuan yang cukup membuat catatan makanan dapat meningkatkan motivasi harian. pasien Monitor jumlah nutrisi dan 11. Menjaga kebutuhan nutrisi

48

N Diagnosa o

NOC

NIC

Rasional

kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 12. Meningkatkan 11. Kaji kemampuan pasien keseimbangan nutrisi untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan 13. Penurunan berat badan menunjukkan kebutuhan Monitoring Nutrisi 12. BB pasien dalam batas nutrisi yang tidak adekuat normal 14. Aktivitas yang baik dapat meningkat intake masukan 13. Monitor adanya penurunan nutrisi berat badan 15. Lingkungan yang nyaman meningkatkan nafsu makan 14. Monitor tipe dan jumlah 16. Kulit kering menunjukkan aktivitas yang biasa kurangnya cairan dalam dilakukan tubuh 17. Menentukan intervensi lebih 15. Monitor lingkungan selama lanjut makan 18. Mual muntah menurunkan pemasukan dann 16. Monitor kulit kering dan memerlukan intervensi perubahan pigmentasi 19. Meningkatkan pemasukan oral 17. Monitor turgor kulit 20. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi 18. Monitor mual dan muntah

19. Monitor makanan kesukaan

3 Intoleransi aktivitas Berhubung an dengan : Kelemahan fisik

20. Monitor kalori dan intake nuntrisi NOC : NIC : Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan 1. Kesulitan dalam bergerak 1: tergantung,tidak klien dalam melakukan berdampak pada tonus otot bisa berpartisipasi aktivitas pasien 2: memerlukan 2. Kaji adanya faktor yang bantuan dan menyebabkan kelelahan 2. Faktor eksternal dan internal penjagaan berpengaruh terhadap faktor 3:memerlukan 3. Monitor nutrisi dan sumber kelelahan pada pasien bantuan 4:sedikit energi yang adekuat mandiri dengan 3. Nutrisi yang adekuat membantu

49

N Diagnosa o

NOC penjagaan 5: mandiri

Outcomes: 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri 3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat

NIC

Rasional

dalam memberikan suplay energy tambahan pada pasien 4. Monitor pasien akan adanya dalam beraktivitas kelelahan fisik dan emosi 4. Faktor emosi dapat secara berlebihan menyebabkan terkurasnya energy yang berlebih terutama dari sisi psikologis pasien 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap 5. Aktivitas yang ditandai dengan aktivitas (takikardi, disritmia, respon patologis dari sesak nafas, diaporesis, pucat, kardiovaskuler menandakan perubahan hemodinamik) adanya kelemahan fisik yang 6. Monitor pola tidur dan lamanya patologik tidur/istirahat pasien 6. Tingkat tirah baring yang tinggi berpengaruh terhadap energy 7. Kolaborasikan dengan Tenaga yang dimiliki pasien untuk Rehabilitasi Medik dalam beraktivitas merencanakan progran terapi 7. Program terapi yang adekuat yang tepat. memberikan dampak 8. Bantu klien untuk tercapainya rehabilitasi medis mengidentifikasi aktivitas yang baik yang mampu dilakukan 8. Aktivitas yang ringan dan dapat dilakukan pasien merupakan 9. Bantu untuk memilih aktivitas terapi awal untuk latihan fisik konsisten yang sesuai dengan pasien kemampuan fisik, psikologi 9. Terapi aktivitas fisik yang baik dan sosial. memberikan dampak yang baik 10. Bantu untuk mengidentifikasi terhadap latihan fisik pada dan mendapatkan sumber pasien yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 10. Indentifikasi dini 11. Bantu untuk mendpatkan alat memberikan informasi yang bantuan aktivitas seperti kursi tepat terhadap tindakan keperawatan yang akan datang roda, kruk 11. Alat bantu mempermudah untuk membantu pasien dalam 12.Bantu untuk mengidentifikasi melatih aktivitas fisik aktivitas yang disukai 12. Aktivitas yang disukai pasien memudahkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik 13. Bantu klien untuk membuat 13. Jadwal latihan yang jadwal latihan diwaktu luang teratur mempermudah latihan

50

N Diagnosa o

NOC

NIC

Rasional

14. Bantu pasien/keluarga untuk yang efektif pada pasien mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 14. Identifikasi dini terhadap kelemahan fisik pada pasien 15. Sediakan penguatan positif membantu menemukan terapi bagi yang aktif beraktivitas yang tepat pada pasien 15. Penguatan positif yang adekuat berpengaruh terhadap pemberian motivasi dalam beraktifitas optimal 16. Motivasi dan penguatan yang baik berpengaruh terhadap 17. Monitor respon fisik, emosi, dorongan pasien mengikuti sosial dan spiritual terapi fisik yang akan dilakukan 17. Respon fisik yang pasif menandakan keadaan fisik pasien lemah dan harus dilakukan tindakan keperawatan 16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

D. IMPLEMENTASI Nama Pasien : Ny. I

Dx. Medis

: Hipertensi, AKI

Umur

Ruangan

: Kenanga

: 25 tahun

51

N O 1.

Hari/ tanggal Sabtu 9 maret 2019

NO. Implementasi Diagnosa I 1. Mengkaji nyeri pada pasien

2. Mengkaji TTV pasien

Respon hasil 1. Pasien mengatakan nyeri, nyeri dengan sekala 3 di daerah kepala, nyeri seperti ditusuk tusuk dengan durasi 3 menit 2. TTV : TD : 160/90 mmhg T : 36,9 C N : 78 x/menit RR : 20 x/menit 3. Pasien tampak meringis

3. Mengobservasi respon non verbal terhadap nyeri 4. Pasien dapt melakukan teknik nafas 4. Mengajarkan tehnik dalam nafas dalam 5. Pasien dapat melakukan teknik 5. Mengajarkan tehnik distraksi distraksi 6. Obat keterolak 1 ampul berhasil 6. Kalaborasi pemberian diberikan analgesic keterolak 1 ampul 2.

II

1. Mengkaji masukan nutrisi pasien

1. Pasien mendapatkan masukan nutrisi dari infus, air putih dan makanan 2. Pasien mengerti dan melakukan instruksi perawat 3. Makanan pasien tersedia sesuai keadaan pasien

2. Menganjurkan pasien untuk menghabiskan makanan 3. Mengkalaborasikan pemberian makanan 4. Obat ondan 1 ampul berhasil rendah garam pada diberikan ahli gizi 4. Mengkalaborasikan 5. RL 10 % dalam 20 tts/mnt berhasil obat untuk diberikan mengurangi mual muntah (ondan 1 6. BB : 57 Kg ampul) 5. Memberikan RL 10 %

3.

III

1. Pasien berbaring di tempa tidur 6. Memonitor penurunan berat badan pasien 2. Pasien tidak menghabiskan porsi makanan 1. Mengkaji respon 3. Pasien mengerti tentang anjuran pasien terhadap tirah baring aktivitas

Paraf

52

2. Memonitor nutrisi dan sumber energi 4. Pasien mengerti untuk melakukan yang adekuat aktivitas yang ringan dan dapat 3. Melakukan instruksi dilakuka tirah baring pada pasien 4. Memberikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas

53

CATATAN PERKEMBANGAN Nama Pasien : Tn. I Umur

: 34 tahun

Dx. Medis Ruangan

: Hipertensi, AKI : Kenanga

No 1

Diagnosa Evaluasi Nyeri akut S : pasien mengatakan nyeri berkurang berhubungan O : TD 150/100 mmhg, Nadi 84 x/mnt, RR 21 x/mnt, T dengan 36,8 C dengan keadaan nyeri P : peningkatan peningkatan tekanan intra kranial, Q : seperti tertusuk tusuk vascular benda tajam, R : daerah kepala, S : 4, T : 5 menit, serebral. pasien tampak rileks, pasien menggunakan teknik non farmakologi dalam mengatasi nyeri. A : nyeri berkurang, indikator tingkat nyeri ringan. P : Intervensi dihentikan

2

Nutrisi S : pasien mengatakan mual berkurang, porsi makan kurang dari habis kebutuhan O : Mual muntah berkurang, porsi makan habis, tubuh BB 58 Kg, turgor kulit baik, konjungtiva ananemis berhubungan pemberian makanan melalui oral, asupan cairan dengan melalui oran dan IV. intake A : indikator status gizi pasien dalam keadaan cukup inadekuat adekuat. P : Intervensi dihentikan

3

Intoleransi S : Pasien mengatakan tubuh masih lemah aktivitas O : Pasien dapat berpartisipasi dalam aktifitas fisik berhubungan tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR, pasien dengan melakukan aktivitas yang dapat dilakukan seperti kelemahan personal hygine dan berjalan disekitar ruangan, fisik. pola aktifitas dan keseimbangan pasien dalam keadaan baik. A : pasien dapat melakukan aktivitas ringan secara mandiri, P : Intervensi dilanjutkan oleh keluarga di masyarakat no 3.

Paraf

54

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Bersarkan data diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan penulis dalam asuhan keperawatan ini sesuai dengan teori. Beberapa tanda gejala dari peyakit hipertensi ditemukan saat pengkajian baik anamnesa maupun pengkajian fisik. Hipertensi pada kasus Ny. I adalah hipertensi ringan atau sekunder dan disebabkan oleh komplikasi penyakit ginjal yang dideritanya. 2. Diagnosa yang muncul pada Tn. Y dengan hipertensi sudah tepat menurut NANDA NIC NOC, yaitu nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vascular serebral, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 3. Perencanaan pada kasus ini telah dibuat sesuai dengan rencana keperawatn berdasarkan NANDA NIC NOC. Perencanaan keperawatan pada Tn. Y telah disusun menurut diagnosa yang muncul pada kasus Tn. Y. 4. Implementasi yang dilakukan sudah efektif dan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tidak ada tindakan pada Tn. Y pada implementasi yang tidak dapat dilakukan.

55

5. Evaluasi pada kasus Tn. Y dengan hipertensi yang terdiri dari 3 diagnosa dimana pada diagnosa nyeri dalam waktu 3 hari belum mampu untuk menghilangkan nyeri pada Tn. Y, pada masalah keperawatan nutrisi dan intoleransi aktivias dapat teratasi dalam 3 hari pemberian asuhan keperawatan. Evaluasi sudah didokumentasikan dalam bentuk catatan perkembangan serta perencanaan lanjutan berupa discharge planning sudah dilakukan. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang diharapkan dapat bermanfaat: 1. Perawat Memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan hipertensi diharapkan perawat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan sistematis dengan mengikut sertakan klien dan keluarga, sehingga dapat mempermudah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. 2. Rumah Sakit Rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap klien dengan memberikan asuhan keperawatan yang menggunakan tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Rumah sakit sebaiknya menyediakan atau memberikan peningkatan pendidikan kesehatan kepada pasien melalui

56

keluarga terlebih pendidikan kesehatan tentang hipertensi.

Pada kasus

hipertensi, hendaknya rumah sakit menyediakan unit tersendiri untuk mengontrol penyakit hipertensi baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. 3. Institusi pendidikan. a. Institusi pendidikan dimana mahasiswa keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dilapangan hendaknya diberikan bimbingan dan pengawasan dari pihak tenaga kependidikan sehingga mahasiswa mendapatkan pengalaman dan dapat lebih menerapkan ilmu yang dalam melakukan tindakan keperawatan khususnya penyakit hipertensi dan asuhan keperawatannya. b. Institusi pendidikan dapat menambah dan melengkapi buku-buku tentang asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi untuk dapat menunjang penyusunan Karya Tulis Ilmiah. 4. Pasien dan keluarga Pasien dan keluarga hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan terutama penanganan pada kasus hipertensi melalui pendidikan kesehatan berupa penyuluhan ataupun mencari informasi kesehatan melalui media elektronik. Keluarga hendaknya juga dapat memberikan dorongan terhadapa pasien dengan hipertensi untuk dapat melakukan diit yang perlu dilakukan pada pasien dengan hipertensi

57

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Barry, L.C. 2004, Implementing the New Guidelinees for Hypertension : JNC VII, ADA, WHA-ISH, J Manag Care Pharm.,10 (5):18-25 Subardja, D. (2004) Obesitas Primer Pada Anak. Bandung : PT Kiblat Buku Utama. Yogiantoro M. (2006). “Hipertensi Esensial” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Jakarta: FK UI. Sloane, E., 1994. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Jones and Bartlett Publisher, Inc, USA. Sherwood, L. 2003. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), (Alih Bahasa 1 Made Kriase), Jakarta: EGC. Black, J.M, Hawks J.H, 2006, Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positive Outcomes (8 Edition), Philadelpia: WB. Saunders Company Corwin, Elizabeth J., 2001. Buku Saku PatofisiologI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; hal 356 Gray, et al., 2005. Hipertensi. Lecturer Notes Kardiologi, Edisi ke-4, Jakarta: Erlangga Joanne, C. Mc. Closkey dan Bulechek, Gloria M. 2014. Nursing Intervention classification (Nic). Edisi 2. St Louis : Mosby. Johnson, et al. 2014. Nursing oucomes classification, (Noc), Edisi 2. St. Louis : Mosby. Dongeoes, dkk. 2010. Nursing care plans, guidelines for individualizing client care across the life span. I group press Co., Ltd : Thailand

58

Kaplan M. Norman. Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension: Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland USA: Williams & Wilkins; 1998. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Judha, M. 2012. Teori Pengukuran Nyeri. Yogyakarta : Nuha Medika Potter, P. A. Perry, A. G., 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses Keperawatan dan Praktek, Vol. 1 E/4. Jakarta : EGC E.J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi Jakarta : EGC

More Documents from "Ari Afif Hudri"

Lhp.docx
November 2019 9
Lp Ekg.docx
October 2019 14
May 2020 6
Ranwal Bab 6.docx
November 2019 13
Askep-hipertensi.docx
October 2019 13