Askep Acs Sumitro.docx

  • Uploaded by: D'rRu Juanry
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Acs Sumitro.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,558
  • Pages: 38
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Acute Coronary Syndrome (ACS) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung setiap 4 detik dan satu stroke setiap 5 detik. Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria. Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis. Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang

utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA

menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan

berkaitan

dengan

adanya

proses

inflamasi,

trombosis,

vasokonstriksi

dan

mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS,

1

Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Klien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Paradigma pengobatan atau strategi terapi medis penderita SKA berubah dan mengalami kemajuan pesat dengan adanya hasil-hasil penelitian mengenai patogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut mencakup terapi untuk mengendalikan faktor risiko (terpenting statin untuk dislipidemia, obat antihipertensi terutama obat ACE-I, obat penghambat reseptor A-II), obat-obat baru antitrombotik, gagal jantung, dan aritmia. Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan penderita SKA. Agar standar dan strategi pengobatan serta penatalaksanaan klien SKA berlangsung secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, maka perlu adanya suatusistem dan/atau mekanisme yang secara terus menerus memonitor dan memantau terapi obat yang diterima klien. Hal tersebut di atas menunjukkan, penatalaksanaan PJK memerlukan suatu pendekatan yang holistik, baik dalam upaya pencegahan maupun pengobatan. Serta pelayanan yang terpadu dan berkelanjutan antara sistem dan atau subsistem pelayan yang terdapat disuatu rumah sakit seperti aspek Pelayanan Medik (Medical Care), Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care), dan Asuhan Keperawatan (Nursing Care). Untuk itulah perlu adanya bekal pengetahuan praktis yang cukup bagi apoteker untuk dapat berperan dalam menangani klien PJK dengan baik dari sisi kefarmasian bersama-sama dengan tim kesehatan lainnya. Pengetahuan praktis seperti itu perlu diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu kefarmasian dan kedokteran. Pelaksanaan

secara

optimal

Asuhan

Kefarmasian

(Pharmaceutical

Care)

dalam

penatalaksanaan klien PJK, yang meliputi manajemen DRPs adalah pilihan yang tepat dan strategis. Dalam upaya menunjang klinisi bekerjasama untuk mencapai dan menjamin proses terapi medis yang optimal atau proses pengobatan berjalan sesuai dengan standar pelayanan profesi dan kode etik yang telah ditetapkan. Manajemen DRPs adalah suatu proses yang meliputi semua fungsi yang perlu untuk menjamin terapi obat kepada klien yang aman, afektif dan ekonomis yang dilaksanakan secara terus menerus. Manajemen DRPs terdiri dari fungsi utamanya adalah: mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan DRPs baik yang potensial maupun aktual, mengatasi DRPs yang aktual dan mencegah terjadinya DRPs yang potensial. Implikasi dari manajemen DRPs terjadi optimalisasi peran apoteker dalam proses sakit dan sehatnya seorang klien. Terjalin atau terciptanya komunikasi antara apoteker dengan penderita serta dengan anggota

2

tim perawatan kesehatan klien, yang kesemuanya ini adalah semata-mata bagi kepentingan vital klien. Penekanan kepentingan ini direfleksikan dalam komunikasi bersama. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Penulis mengetahui gambaran umum tentang penyakit Acute Coronary Syndrome penatalaksanaannya. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengertian Acute Coronary Syndrome; b. Mengetahui etiologi Acute Coronary Syndrome; c. Mengetahui tanda dan gejala Acute Coronary Syndrome; d. Mengetahui sistem organ yang terkait Acute Coronary Syndrome; e. Mengetahui patofisiologi penyakit Acute Coronary Syndrome f. Mengetahui Pemeriksaan diagnostik pada Acute Coronary Syndrome; g. Mengetahui diagnosa serta intervensi yang dibutuhkan klien dengan Acute Coronary Syndrome; h. Melakukan Evaluasi SOAP Keperawatan pada pasien Acute Coronary Syndrome C. Metode Penulisan Metode penulisan untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis menggunakan beberapa metode yaitu autoanamnesa, alloanamnesa, Rekam Medis, dan Studi Pustaka D. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I

:

Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II

:

Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pemeriksaan penunjang, discharge planning, 11 pola gordon konsep asuhan keperawatan tujuan kriteria hasil, intervensi dan rasional

BAB III

:

Laporan kasus terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi

BAB IV

:

Pembahasan yang terdiri dari perbandingan jurnal dengan teori dan Praktek lapangan yang ditemukan

BAB V

:

Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

Daftar Pustaka

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Medik 1. a.Definisi Acute Coronary Syndrom (ACS) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. ACS adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Acute coronary syndrom merupakan satu syndrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

b. Klasifikasi Berat/ ringannya Acute Coronary Syndrom menurut Braunwald adalah: 1) Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari. 2) Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat. 3) Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam. Secara Klinis: 1) Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas. 2) Kelas B: Primer. 3) Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.

4

2. Anatomi Dan Fisiologi 1) Definisi jantung Jantung adalah sebuah organ berotot yang memiliki empat ruang yang terletak dirongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum (tulang dada). Mekanisme kerjanya mirip dengan pompa untuk memberikan tekanan pada pembuluh darah agar darah dapat senantiasa mengalir di dalam tubuh. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan. 2) Bentuk dan ukuran jantung Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular (otot), apex (pucak) dan basis cordis (dasar jantung), atrium (serambi) kanan dan kiri serta ventikel (bilik) kanan dan kiri. Ukuran jantung masing-masing berurutan panjang, lebar, dan tebalnya ialah 12 cm, 8-9 cm, dan 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau setara dengan 200-425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan kanan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantara kedua paru (pulmo) dan berada ditengah rongga dada (thoraks). 3) Lapisan jantung

Jantung memiliki tiga lapisan dan masing-masing lapisan memiliki fungsi yang berbeda, diantaranya yaitu: a. Perikardium, merupakan selaput-selaput yang mengitari jantung yang terdiri atas dua lapisan, yaitu: 1. Perikardium parietalis (lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru). 2. Perikardium visceralis (lapisan permukaan dari jantung yang disebut epikardium). 3. Diantara kedua lapisan diatas, terdapat 50 cc cairan perikardium yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadinya gesekan antara perikardium dan epikardium yang timbul akibat gerak jantung saat memompa b. Miokardium, merupakan lapisan tengah (lapisan inti) dari jantung dan paling tebal serta terdiri dari otot-otot jantung. Fungsinya ialah kontraksi jantung; c. Endokardium, merupakan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel.

5

4) Ruang jantung

Jantung terdiri atas empat ruang yaitu atrium dextra (serambi kanan), atrium sinistra (kiri), ventrikel dextra (bilik kanan), dan ventrikel sinistra. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Berikut ini fungsi masing-masing ruang yang ada pada jantung: 1. Serambi (atrium) kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen (O2) dari seluruh tubuh. 2. Serambi (atrium) kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. 3. Bilik (ventrikel) kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. 4. Bilik (ventrikel) kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen (O2) keseluruh tubuh. Pada masing-masing bagian jantung, atrium dan ventrikel dipisahkan oleh suatu sekat/septum. Kedua atrium dipisahkan oleh suatu sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter ventrikulorum).

6

5) Katup jantung

Diantara serambi (atrium) kanan dan bilik (ventrikel) kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup (valvula) trikuspidalis, sedangkan pada serambi (atrium) kiri dan bilik (ventrikel) kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral/ bikuspidalis. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari serambi ke bilik. a. Katup Trikuspid Katup trikuspid berada diantara serambi (atrium) dan bilik (ventrikel) kanan serta terdiri atas tiga daun katup. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari serambi kanan menuju bilik kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya darah menuju serambi kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi bilik (ventrikel). b. Katup Pulmonal Setelah katup trikuspidalis tertutup, darah akan mengalir dari dalam bilik (ventrikel) kanan melalui trunkus pulmonalis. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari tiga daun katup yang akan terbuka bila bilik kanan bertkontraksi dan menutup bila bilik kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari bilik kanan menuju arteri pulmonalis. c. Katup Bikuspid Katup bikuspid dikenal juga dengan sebutan katup mitral dan terdiri dari dua daun katup. Katup ini berperan dalam pengaturan aliran darah dari serambi kiri menuju bilik kiri. Sama halnya dengan katup trikuspidalis, katup ini akan menutup saat bilik (ventrikel) berkontraksi.

7

d. Katup Aorta Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Ketika bilik (ventrikel) kiri berkontraksi maka katup ini akan membuka, sehingga darah akan mengalir ke seluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup saat bilik (ventrikel) kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam bilik (ventrikel) kiri. 6) Pembuluh darah yang mendarahi jantung 1. Arteri Merupakan pembuluh darah yang bertugas membawa darah menjauhi jantung. Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali arteri pulmonalis yang membawa darah menuju paru untuk di bersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang ada dalam tubuh adalah aorta, yang keluar langsungdari ventrikel kiri jantung. Aorta yang keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta ascendens. Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan yaitu arcus aorta sebelum melanjutkan diri sebagai aorta desendens. Arcus aorta memiliki tiga percabangan yaitu: a. Arteri brachiocephalic / arteri anonyma. Arteri ini akan bercabang menjadi arteri carotis communis dextra, arteri subclavia dextra dan arteri thyroidea ima ( yang mendarahi kelenjar thyroid bagian inferior) b. Arteri carotis communis sinistra c. Arteri subclavia sinistra 2. Aorta dan cabang-cabangnya Setiap arteri carotis dan communis (baik dextra maupun sinistra) akan bercabang menjadi arteri carotis interna (yang mendarahi otak) dan arteri carotis externa (yang mendarahi wajah, mulut, rahang dan leher) sedangkan setiap arteri subclavia (baik dextra dan sinistra) akan bercabang antara lain menjadi arteri vertebralis (mendarahi otak dan medula spinalis) kedua arteri vertebralis (dextra dan sinistra) akan menyatu menjadi arteri-arteri spinal yg segmental, dan sebelum naik ke otak akan membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris lalu bercabang menjadi arteri cerebralis posterior dan beranastomosis dengan arteri communicating posterior dan arteri cerebralis anterior membentuk circullus willisi yg khas di otak. Arteri subclavia sendiri tetap berjalan ke ekstremitas atas sebagian aksilaris dan mempercabangkan arteri subscapularis, yang mana akan mempercabangkan arteri circumflexa scapulae. Selain itu, arteri subclavia juga akan bercabang menjadi mammaria interna(memperdarahi dinding dada depan dan kelenjar susu) arteri thyrocervicalis dan arteri costocervical. Cabang dari arteri thyrocervical adalah arteri thyroidea inferior yang mendarahi kelenjar thyroid, arteri suprascapular (arteri transversa scapulae) dan arteri transversa colli (arteri transversa cervical). Perdarahan arteri ekstremitas atas di suplai oleh arteri aksilaris, yang merupakan cabang dari arteri subclavia (baik dextra maupun sinistra) arteri aksilaris ini akan melanjutkan diri sebagai brachialis di sisi ventral lengan atas, selanjutnya pada 8

fossa cubiti akan bercabang menjadi arteri radialis (berjalan dari sisi lateral lengan bawah, sering di gunakan untuk mengukur tekanan darah dan dapat di raba pada anatomical snuffbox) dan arteri ulnaris (berjalan di sisi medial lengan bawah). 3. Arteri radialis terutama akan membentuk arkus volaris profundus, sedangkan arteri ulnaris terutama akan membentuk arkus volaris superfisialis, yang mana kedua arkus tersebut akan mendarahi daerah tangan dan jari-jari. 4. Arcusvolaris. Perdarahan ekstremitas bawah di supai oleh arteri femoralis yang merupakan kelnajutan dari arteri iliaka eksterna (suatu cabang arteri iliaka communis, cabang terminal dari aorta abdominalis). Selanjutnya arteri femoralis sendiri tetap berlanjut menjadi arteri poplitea. Arteri profunda femoris, sedangkan arteri femoralis sendiri tetap berlanjut menjadi arteri poplitea. Arteri profunda femoris sendiri memiliki empat cabang arteri perfontrantes. Selain itu juga terdapat arteri circumflexa femoris lateral dan arteri circumflexa femoris medial yg merupakan percabangan dari arteri profunda femoris. 5. Arteri femoralis Akan bercabang menjadi arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior. Arteri tibialis anterior akan berlanjut ke dorsum pedis menjadi arteri dorsalis pedis yang dapat di raba di antara digiti 1 dan 2, arteri tibialis posterior akan membentuk cabang arteri fibular/ peronial, dan arteri tibialis posterior pedis sendiri tetap berjalan hingga ke daerah plantar pedis dan bercabang menjadi arteri plantaris medial dan arteri plantaris lateral ke duanya akan membentuk arcus plantaris yang mendarahi telapak kaki. Sedangkan di daerah gluteus, terdapat arteri gluteus superior, arteri gluteus inferior dan arteri pudenda interna. Ke tiganya merupakan percabangan dari arteri iliaca internal. Pendarahan arteri organ – organ visera. Pendarahan organ – organ visera di suplai oleh aorta abdominalis, suatu terusan dari aorta descendens. Cabang – cabang dari aorta abdominalis tersebut adalah : arteri phrenicus inferior, arteri coeliaca, arteri mesenterica superior, arteri suprarenal media, arteri renalis, arteri gonadal (arteri ovarica/arteri testicular), arteri lumbar, arteri mesenterica inferior, arteri sacral mediana, dan arteri iliaca komunis, organ-organ dalam seperti hati, lambung, dan limpa disuplai oleh arteri coeliaca, kelenjar anak ginjal disuplai oleh arteri suprarenal media, ginjal disuplai oleh arteri renalis, intestinum disuplai oleh arteri mesenterica seperior dan inferior. 6. Vena Vena merupakan pembuluh yang mengalirkan darah dari sistemik kembali ke jantung (atrium dextra), kecuali vena pulmonalis yang berasal dari paru menuju atrium sinistra. Semua vena-vena sistemik akan bermuara pada vena cava superior dan vena cava inferior. Pendarahan vena yang ada di kepala seperti vena emisari dan vena fasialis sebagian akan bermuara pada vena jugularis interna sebagian lagi pada vena jugularis 9

eksterna. Nantinya vena jugularis eksterna akan bermuara vena subclavia, dimana vena subclavia akan beranastomosis

dengan vena jugularis interna membentuk vena

brachiocephalica. terdapat dua vena brachiocephalica, masing-masing dextra dan sinistra. Keduanya akan menyatu sebagai vena cava superior. 7. Vena jugularis Pendarahan vena ekstremitas atas vena-vena yang ada di tangan, seperti vena intercapitular, vena digiti palmaris dan vena metacarpal dorsalis akan bermuara pada vena cephalica dan vena basilica dilengan bawah. Dari distal ke proksimal, keduan vena ini akan mengalami percabangan dan penyatuan membentuk vena mediana cephalica, vena mediana basilica, vena mediana cubiti, vena mediana profunda dan vena mediana antebrachi sebelum mencapai regio cubiti. Setelah regio cubiti, vena-vena tersebut kembali membentuk vena cephalica dan vena basilica. Vena basilica akan bersatu dengan vena brachialis (yang merupakan pertemuan vena radialis dan vena ulnaris) membentuk vena aksilaris di mana nantinya vena cephalivca juga akan menyatu dengannya (vena aksilaris). Vena aksilaris akan terus berjalan menuju jantung sebagai vena subclavia lalu beranastomosis dengan vema jugularis interna dan eksterna (dari kepala) membentuk vena brachiocephalica untuk selanjutnya masuk ke atrium dextra sebagai vena cava superior. 8. Arcus vena dorsalis yang berda di daerah dorsum pedis akan naik melalui vena saphena magna dibagian anterior medial tungkai bawah. Vena saphena magna tersebut akan bermuara di vena femoralis. Sedangkan vena saphena parva yang berasal dari bagian posterior tungkai bawah akan bermuara pada vena poplitea dan berakhir di vena femoralis. Vena tibialis anterior dan vena tibialis posterior juga bermuara pada vena poplitea. Dari vena femoralis, akan berlanjut ke vena iliaca externa lalu menuju vena iliaca communis dan selanjutnya vena cava inferior. Selain itu terdapat juga vena glutea superior, vena glutea inferior dan vena pundenda interna dan daerah gluteus, yang bermuara ke vena iliaca interna. Vena-vena yang keluar dari organ visera, seperti vena hepatica (organ lambung, pankreas, usus halus dan kolon), vena suprarenal, vena renalis (ginjal), vena lumbar dan vena testicular akan bermuara ke vena cava inferior. 7) Klasifikasi dan mekanisme sirkulasi darah di jantung Sirkulasi dalam tubuh manusia dibagi menjadi 2: Sirkulasi Sistemik dan Sirkulasi Pulmonal. Sirkulasi Sistemik ialah sirkulasi yang menyuplai darah ke seluruh tubuh kecuali paru-paru, sedangkan Sirkulasi Pulmonal ialah sirkulasi yang menyuplai darah ke paru untuk mengadakan pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida. Proses Sirkulasi Sistemik diawali dengan aliran darah dari seluruh jaringan tubuh menuju Vena Cava Superior dan Vena Cava Inferior, melalui Vena tersebut darah akan masuk ke dalam Atrium Kanan Jantung lalu melewati katub tricuspid dan masuk ke dalam Ventrikel Kanan Jantung. Proses selanjutnya diikuti dengan Sirkulasi Pulmonal, darah yang telah 10

tertampung di dalam ventrikel kanan tadi akan dipompa menuju paru melewati Arteri Pulmonalis. Di dalam jaringan paru inilah akan terjadi proses difusi gas, yaitu pertukaran antara gas oksigen dengan karbondioksida, di mana karbondioksida akan dilepaskan untuk dihembuskan keluar tubuh melalui exhalasi (menghembuskan napas) dan oksigen yang diperoleh dari inhalasi (menarik napas) akan diikat oleh erythrocyte/sel darah merah untuk disebarkan ke sel-sel tubuh. Proses selanjutnya diikuti dengan Sirkulasi Sistemik lagi, di mana darah dari dalam paru (kaya akan oksigen) akan keluar dari paru dan masuk ke dalam Atrium Kiri Jantung melalui Vena Pulmonalis, kemudian darah tersebut akan melewati katub mitral dan masuk ke dalam Ventrikel Kiri Jantung. Darah yang tertampung dalam ventrikel kiri tadi akan dipompa ke aorta (arteri terbesar pada tubuh manusia) untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Darah yang telah mengalir dalam arteri akan mengalami difusi gas pada target organ dan proses tersebut terjadi di dalam struktur pembuluh darah kapiler yang terdapat pada target organ. Setelah mengalami difusi gas dalam kapiler, darah akan memasuki venule (vena kecil) yang selanjutnya akan terus mengalir ke vena-vena tubuh hingga tertampung kembali ke Vena Cava dan proses yang telah saya jelaskan di awal tadi akan terulang kembali. Begitu seterusnya karena proses ini tidak akan pernah berhenti selama manusia hidup.

3. Etiologi a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. d. Infeksi pada pembuluh darah. Faktor predisposisi terjadinya ACS : a. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan) b. Stress c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat

4. Patofisiologi Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, 11

akan cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis. Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma. Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan Infark. Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard). Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark)

12

5. Manifestasi Klinik Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan meliputi berikut: a. Nyeri dada atau tekanan b. Berkeringat c. Dispnea d. Mual, muntah e. Pusing atau kelemahan mendadak f. Kelelahan g. Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu atau lengan. h. Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering, parah, atau berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan tidak menanggapi beristirahat.

6. Pemeriksaan Penunjang 1. Biomarker Jantung: Troponin T dan Troponin I Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I: a. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin. b. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin. 2. EKG (T Inverted dan ST Depresi) Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

13

3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi a. Area Gangguan b. Fraksi Ejeksi Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal. c. Angiografi koroner (Coronari angiografi) Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent. 7. Penatalaksanaan Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang sudah diberi Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit dada. Terapi Medikamentosa: a. Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker (dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. KI : asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia). Antagonis kalsium b. Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika seumur hidup. Dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg/hari), Tiklopidin (obat lini kedua jika pasien tidak tahan aspirin. Tapi pemakaiannya mulai ditinggalkan setelah ada klopidogrel), Klopidogrel (ESO < tiklopidon. Dosis dimulai 300mg/hari dan selanjutnya 75mg/hari), Glikoprotein IIb/IIIa inhibitor (yaitu ; absiksimab, eptifibatid, tirofiban) c. Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low Molecular Weight Heparin (LMWH) d. Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan pembekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4. e. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu dipertimbangkan pada pasien denga iskemi berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Tindakan Khusus a. EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada unstable angina 4% EKGnya normal. b. Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya 14

negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi, karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar. c. Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis unstable angina secara langsung. Tapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung menandakan prognosis kurang baik. d. Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif sampai dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. 8. Komplikasi a. Aritmia b. Kematian mendadak c. Syock kardiogenik d. Gagal jantung e. Emboli paru f. Ruptur septum ventikuler g. Ruptur muskulus papilaris h. Aneurisma ventrikel 9. Discharge Planning a. Anjurkan kepada klien untuk menjaga pola makan yang sehat, sebaiknya hindari makanan yang diolah dengan cara digoreng dalam banyak minyak, sebaiknya olah makanan dengan cara direbus atau dikukus, jika harus mengolah makanan dengan cara menggoreng, sebaiknya menggunakan minyak zaitun dari pada menggunakan minyak goreng biasa, sebab minyak zaitun mempunyai kandungan lemak yang rendah. Hindari makanan yang mengandung kolesterol dan lemak tinggi misalnya seafood, daging merah, kacang-kacangan, gorengan. b. Anjurkan klien untuk berhenti merokok c. Anjurkan klien untuk mengurangi stress d. Anjurkan klien untuk sering control tekanan darah e. Anjurkan klien untuk melakukan olahraga secara teratur f. Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat BAB. 10. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 11 pola gordon a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan  Klien dengan Acs sering disebabkan oleh pola hidup yang tidak teratur, seperti makan makanan yang mengandung tinggi lemak, olahraga yang tidak teratur,

15

kebiasaan merokok, istirahat yang tidak teratur, mengkonsumsi gula dan garam yang berlebih.  Klien tidak tau tentang penyebab penyakit, tanda dan gejala, pencegahan penyakit ACS. b. Pola Nutrisi Metabolik Klien dengan Acs mengalami mual muntah tidak napsu makan, dikarenakan sesak napas yang dialaminya, minum dibatasi dikarenakan jika banyak minum klien tambah sesak,kecenderungan klien mengalami dehidrasi. c. Pola Eliminasi Klien dengan Acs sering mengalami konstipasi karena aktifitasnya tidak terlalu banyak, jika banyak beraktifitas klien sesak, BAK cenderung sedikit karena dehidrasi. d. Pola Aktifitas dan Latihan Klien dengan Acs mengalami kelemahan dan hambatan beraktifitas karena sesak aktifitas banyak dibantu orang lain. e. Pola Tidur dan istirahat Klien dengan Acs mengalami kesulitan tidur dikarenakan sesak, posisi tidur setengah duduk dikarenakan sesak, klien juga sering terbangun karena sesak. f. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif Klien dengan Acs tidak ada keluhan pada proses penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran hanya keluhan nyeri dada sangat hebat saat klien beraktifitas. g. Pola Persepsi dan Konsep diri Klien dengan Acs mengalami kecemasan saat penyakitnya kambuh. h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama Klien dengan Acs tidak mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain. Perannya terganggu krna penyakitnya. i. Pola Reproduksi dan Seksualitas Klien dengan Acs tidak mengalami gangguan pada alat Reproduksi tetapi mengalami gangguan pada seksualitas dikarenakan sesak. j. Pola Mekanisme Koping dan toleransi terhadap stress Klien dengan Acs sering mengalami stress karena penyakitnya tidak kunjung sembuh-sembuh, kadang mengalami keputusasaan k. Pola sistem dan Kepercayaan Klien dengan Acs mengalami kesulitan dalam berdoa dikarenakan sesak.

16

2. Diagnosa Keperawatan, Tujuan+kriteria hasil, intervensi keperawatan dan Rasional No 1.

Diagnosa keperawatan Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung

Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 7 jam diharap curah jantung normal dengan kreteria: 1. Nyeri angina tidak ada 2. Klien dapat beraktivitas. 3. Tanda vital dalam batas normal. 4. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 5. Tidak ada penurunan kesadaran

1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi, durasi) R : klien dengan ACS memilik karakteristik nyeri yang khas, sehingga tindakan keperawatan dan diagnosa yang akan ditegakkan berbeda. 2. Catat adanya disritmia jantung R : dokumentasi ditujukan sebagai bukti tertulis dalam tindakan keperawatan tentang kondisi dan tindakan yang telah diberikan kepada klien 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output R : penurunan cardiac output akan sangat berpengaruh terhadap sistemik tubuh, mencatat itu sangat berguna dalam memberikan pengarahan dalam melakukan tindakan keperawatan 4. Monitor status respirasi untuk gejala gagal jantung R : status respirasi yang buruk bisa saja disebabkan oleh edma paru dan ini erat kaitannya dengan terjadinya gagal jantung 5. Instruksikan kepada klien tentang pentingnya menginformasikan jika terdapat ketidaknyamanan pada dada. R : penanganan dan pengobatan yang tepat oleh perawat dan tenaga medis. 6. Kaji toleransi klien terhadap aktivitas terhadap perubahan; nafas pendek, nyeri, palpitasi, pusing. R : keterbatasan klien yang diakibatkan penyakit yang diderita klien dapat ditegakkan grade dari suatu gangguan klien. 7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi) R : sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia dapat ditingkatkan melalui pemberian kanula nasal/masker. Obat yang digunakan untuk volume sekuncup dalam memperbaiki kontraktilitas dan kongestif. 17

8. Pantau dan catat efek terapeutik / efek samping selama pemberian kalsium antagonis, beta bloker dan nitrat R : efek samping terapeutik yang ditimbulkan bisa saja membahayakan klien 9. Kolaborasi dengan medik pemberian kalsium antagonis R : kebutuhan klien atas pengobatannya dapat dipenuhi. 2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik, penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard).

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 7 jam diharap nyeri berkurang/hilang dengan kreteria: 1. Klien dapat mengekspresi 2. kan bahwa nyeri berkurang / hilang. 3. Tanda vital dalam batas normal. 4. Klien dapat mendemonstra 5. sikan teknik relaksasi untuk meningkatkan kenyamanan. 6. Klien dapat mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi factor tersebut. 7. Klien dapat beristirahat

1. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi R : nyeri yang akut/kronis dapat diklasifikasikan sesuai dengan tools pengkajian nyeri yang dilakukan pada klien. 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal R: nyeri yang dialami klien dapat mengakibatakan rasa tidak nyaman saat aktivitas dan perlu perhatikan perubahan dari klien. 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri. R : komunikasi terapeutik tentang nyeri yang dirasakan klien dapat tersampaikan dengan baik. 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial) R : pengalaman nyeri dapat mempengaruhi fisiologis tubuh klien dan rasa tidak nyaman saat nyeri itu muncul dan dirasakan klien. 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan. R : faktor yang dapat memperburuk nyeri yang dialami klien dapat membantu klien mengenali rasa nyeri yang dialami. 6. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap 18

3.

ketidaknyamanan dari prosedur R : informasi yang jelas sangat penting dalam menyampaikan ke klien dengan jelas tentang kondisi yang dialami klien. 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien (suhu ruangan, cahaya dan suara) R : lingkungan yang nyaman dapat membuat klien merasa nyaman dan nyeri terasa berkurang. 8. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery, relaksasi) R : Relaksasi dapat membuat otot tubuh menjadi lebih baik dan tidak tegang yang dapat mengurangi nyeri klien. 9. Kolaborasi dengan medik pemberian analgesic R : analgetik berperan dalam sintetis mediator nyeri, dengan cara mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai Aktivitas intervensi selama 3 dengan kondisi. berhubungan x 24 jam diharapkan R : Aktivitas yang terlalu berat dan tindakan dengan klien toleransi yang tidak sesuai dengan kondisi klien ketidakseimbangan terhadap aktivitas dapat memperburuk toleransi terhadap antara suplai dan yang dilakukan latihan. kebutuhan oksigen dengan KH: 2. Bantu klien untuk melakukan 1. Saturasi O2 saat aktivitas/latihan fisik secara teratur. aktivitas dalam R : aktivitas/latihan fisik yang tidak teratur batas normal dapat memicu sesak nafas. (95-100%) 3. Monitor status emosional, fisik dan social 2. Nadi saat serta spiritual klien terhadap aktivitas dalam latihan/aktivitas. batas normal R : setiap perkembangan yang muncul (60-100x/mnt) 3. RR saat aktivitas segera setelah terapi aktivitas dapat dipantau dalam batas dengan baik. normal (124. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat 20x/mnt) istirahat dan aktivitas (bila memungkinkan 4. Tekanan darah dengan tes toleransi latihan). systole saat R : Hasil EKG yang baik dapat memberikan aktivitas dalam gambaran yang akurat mengenai konduksi batas normal (100-120mmHg) jantung selama istirahat maupun aktivitas. 5. Tekanan darah 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk diastole saat merencanakan , monitoring program aktivitas dalam aktivitasi klien. batas normal R :setiap aspek klien terhadap terapi latihan (60-80mmHg) yang dierencanakan dapat dikaji dan 19

6. Hasil EKG dalam batas normal

dievaluasi ulang melalui monitoring program aktivitas. 6. Kolaborasi dengan medik dalam pemberian obat antihipertensi, obat-obatan digitalis, diuretic dan vasodilator. R : pemberian obat antihipertensi, diuretic dan vasodilator dapat menstabilkan tekanan darah, mengoreksi kegagalan kontraksi jantung dan mengeluarkan kelebihan cairan.

20

BAB III TINJAUAN KASUS

Tanggal Masuk

: 17 Oktober 2018

Tanggal Pengkajian

: 20 Oktober 2018

Diagnosa Medik

: Acute Coronary Syndrome

A. Riwayat kesehatan 1. a. Identitas Klien : RM

: 14 88 50

Nama Klien

: Ny. S

Umur

: 53 tahun

Tanggal Lahir

: 27 September 1965

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Gajah Mada

Pendidikan

: Tamat Sekolah Dasar (SD)

Pekerjaan

: Mengurus Rumah Tangga dan Petani

Tanggungan

: JKN KIS

b. Identitas penanggungjawab : Nama : Ny. S Pekerjaan : Karyawan swasta Hubungan dengan Klien : Anak klien 2.

Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu

3.

Keluhan Penyertaan : Klien mengatakan sesak nafas, mual, muntah, keringat dingin.

4.

Alasan masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri mejalar ke belakang / pundak.

5.

Riwayat penyakit sekarang : ± sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk RS, saat membersihkan rumah klien tiba – tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, mual muntah ± 5 kali, lalu oleh keluarganya klien dibawa ke UGD RS Fatima ketapang pada tanggal 17 Oktober 2018 pukul : 22.00 dengan hasil TTV di UGD TD: 100/70 mmHg, HR : 108 x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu : 37,0oC SpO2 : 98 %. Klien masuk ICU setelah mendapat perawatan di ruang Agustinus dengan diagnosa medis ACS, TD: 80 /40 mmHg, HR : 130 x/menit, RR : 32 x/menit, suhu : 37,9oC, SpO2: 96% dengan hemodinamik tidak stabil maka klien dirawat di ICU dari DPJP klien. Pada saat masuk ICU Keadaan 21

umum klien sakit berat, kesadaran composmentis GCS E:4 M:6 V:5. Klien terpasang O2 dengan non-rebreating masker 8liter/menit, terpasang syringe pump dopamine 1 ampul 50cc D5% denganrate 3cc/jam, terpasang infus RL 42 cc/jam pada tangan kanan. Saat dikaji TTV klien yaitu: TD 81/48 mmHg, Nadi 120 x/menit, Pernafasan 38x/menit, Suhu 35,8 o Celcius, Saturasi Oksigen 98%. 6.

Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengatakan punya penyakit Diabetes sejak 10 tahun yang lalu.

7.

Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien mengatakan ibu kandungnya menderita penyakit Diabetes Melitus

B.

Kajian Keperawatan : Pengkajian 11 pola Gordon a.

Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan. Sebelum Sakit : Klien mengatakan tidak pernah olahraga, hanya melakukan kegiatan rumah tangga sehari-hari, sering makan makanan berlemak, kontrol kesehatan di Puskesmas jika sakit. Sakit jantung saat klien merasakan nyeri dada saat melakukan aktivitas. Saat Sakit : Klien mengatakan tidak dapat olahraga, tidak dapat melakukan kegiatan di rumah, tidak tahu dengan penyakit, penyebab, tanda gejala, dan pencegahannya. Klien merasa kurangnya aktivitas karena nyeri dada yang dirasakan DO : ADL klien dibantu

b.

Pola Nutrisi Metabolik Sebelum Sakit : Klien mengatakan makan tiga kali dalam sehari habis satu porsi, tidak mual, tidak muntah, minum air putih empat sampai enam gelas dalam sehari. Klien suka makan roti Saat Sakit : Klien mengatakan nafsu makannya menurun, makan tiga kali sehari hanya dua sampai tiga sendok makan, minum air putih hanya satu sampai dua gelas sehari, ada mual dan muntah. DO : Klien tampak tidak menghabiskan makanannya dan muntah 2 kali

c.

Pola Eliminasi Sebelum Sakit : Klien mengatakan buang air besar satu kali dalam sehari lembek, tidak ada darah, tidak ada lendir dan buang air kecil 5 – 6 kali dalam sehari, kurang jernih, tidak ada keluhan nyeri saat buang air besar dan buang air kecil. Saat Sakit:

22

Klien mengatakan belum ada buang air besar sejak dari rumah sampai selama masuk rumah sakit, buang air kecil 3-4 kali sehari hanya sedikit. DO : BAB (-), BAK (+) d.

Pola Aktifitas dan Latihan Sebelum Sakit : Klien mengatakan tidak ada kelemahan fisik, beraktifitas secara mandiri aktifitas sehari-hari mengurus rumah tangga masak, bersih-bersih rumah, berkebun, tidak ada sesak saat beraktifitas. Saat Sakit: Klien mengatakan sehari-hari hanya baring ditempat tidur, sesak saat beraktivitas aktivitas di bantu keluarga dan perawat, dada terasa nyeri menjalar kebelakang. DO : Klien terlihat lemah dan sesak hanya terbaring, terpasang oksigen 4 liter/ menit

e.

Pola Tidur dan Istirahat Sebelum Sakit : Klien mengatakan tidur malam selama 8 jam tidak ada gangguan saat tidunya nyeyak. Saat Sakit: Klien mengatakan tidur malam hanya 5-6 jam dan klien sering terbangun. Klien jarang tidur siang dan merasa tidak nyaman jika nyeri muncul. DO : klien tidak tidur siang

f.

Pola Persepsi Sensori dan Kognitif Sebelum Sakit : Klien mengatakan tidak ada gangguan pada penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman, tidak ada nyeri pada bagian tubuh. Saat aktivitas kadang klien merasa kesemutan pada kaki. Saat Sakit: Klien mengatakan tidak ada gangguan pada penglihatan tetapi gangguan pada indra penciuman dan peraba klien sudah berkurang fungsinya, merasa nyeri pada dada sebelah kiri menjalar kebelakang dengan skala 6 dan nafas terasa sesak, nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu. DO : tampak meringis kesakitan berkeringat dingin TD : 108/61 mmHg, HR : 112 x/menit, RR : 29 x/menit, SpO2 : 97 %, suhu : 37,4oC

g.

Pola Persepsi dan konsep diri Sebelum Sakit : Klien mengatakan dirinya adalah ibu rumah tangga/seorang istri, pekerjaan petani dan mengurus rumah tangga.klien merasa senang saat bertemu dan berbicara dengan tetangganya. 23

Saat Sakit: Klien mengatakan tidak dapat bekerja, merasa cemas dengan penyakit yang diderita. DO : klien dirawat di ruang ICU h.

Pola Peran dan Hubungan dengan sesama Sebelum Sakit : Klien mengatakan hubungan dengan kerabat,

keluarga tetangga baik sering

mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar seperti mengikuti kegiatan pengajian di lingkungan tempat tinggalnya. Saat Sakit: Klien mengatakan hubungan dengan kerabat, keluarga tetangga baik, tetangganya sering menjenguk dirinya saat dirumah dan di Rumah Sakit. Klien mengatakan sedih tidak dapat bekerja lagi. DO : klien terbaring ditempat tidur dirawat di ICU i.

Pola Reproduksi – Seksualitas Sebelum Sakit : Klien mengatakan tidak menggunakan kb lagi Saat Sakit: DO : klien mempunyai 5 orang anak

j.

Pola Mekanismen Koping dan Toleransi Terhadap Stress Sebelum Sakit : Klien mengatakan kadang-kadang stress bila ada masalah rumah tangga, saat stress klien bercerita dengan anaknya Saat Sakit: Klien mengatakan tidak tenang saat mengetahui penyakit yang dideritanya.

k.

Pola Sistem Nilai dan Kepercayaan Sebelum Sakit : Klien mengatakan sholat di rumah kadang di mesjid Saat Sakit: Klien mengatakan tidak bisa ibadah di Mesjid karna sakit, hanya berdoa di tempat tidur.

1.

Pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital a. Keadaan umum : Klien tampak sakit berat. b. Kesadaran : Compos Mentis. c. GCS : 15 d. TTV .TD : 81 / 46 mmhg, HR: 112 x/ Menit, SpO2: 96%, S: 36,2oC, RR : 31 x/menit

24

Head to toe : 1. Dada Jantung Inspeksi

: Tidak tampak ictus cordis

Palpasi

: ictus ada di Spatium Intercostal V di sebelah medial linea Midklavikularis sinistra.

Perkusi

: batas jantung kanan atas : Spatium Intercostal II linea para sternalis dextra, kanan bawah : Spatium Intercostal IV linea para sternalis dextra, kiri atas Spatium Intercostal II linea para sternalis sinistra, kiri bawah Spatium Intercostal IV linea sedio clavikularis sinistra.

Auskultasi

: BJ reguler

Paru-paru Inspeksi

: bentuk dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada retraksi dada

Palpasi

: Fokal fremitus (+) kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: vesikuler, tidak terdengar suara nafas tambahan

2. Abdomen Inspeksi

: antara kuadran kanan, kiri, atas dan bawah simetris.

Auskultasi

: bising usus 11 kali/ menit

Palpasi

: teraba skibala pada 4 kuadran

Perkusi

: timpani

3. Ekstremitas Inspeksi

: antara kedua kaki dan tangan simetris, jari lengkap, tidak ada deformitas, akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema.

Palpasi

: tugor kulit elastis, capillary refill ≤ 3 detik,

Kekuatan otot :

2.

5

5

5

5

Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Kamis, 18/10/2018

SGOT SGPT Natrium Kalium HBs Ag Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV

676 619 20.600 4.21

0 -50 0 – 50 135 – 147 3.5 – 5.0 Negatif 3.8 – 10.6 4.4 – 5.9

U/L U/L mEq/L mEq/L 10^3/ul 10^6/ul 25

MCH MCHC Trombosit Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit GDS Ureum Kreatinin Kolesterol Trigliserida LDL kolesterol HDL kolesterol

11.2 35.6 84.6 28.5 33.7 295.000 48.1 2.2 196 81 -

13.2 – 17.3 40 -52 80 – 100 26 – 34 32 – 36 150 – 440 0 – 1.0 2.0 - 4.0 50 – 70 25 – 40 2.0 – 8.0 70 – 105 15 -39 0.9 – 1.3 0 – 200 0 - 150 <130 33 - 55

g/dl % fL pg g/dl 10^3/ul % % % % % mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

b. Pemeriksaan EKG Hasil tgl 18/10/2018 : terdapat T inverted pada lead I, III dan avf. ST Elevasi pada V3 – V6, HR: 120 x/menit. c. Pemeriksaan Thoraks ( Foto Thoraks) 1. Tampak adanya pembesaran jantung 2. Tidak tampak adanya kelainan paru 3.

Therapi No

Tanggal

Nama Therapi

Dosis

1

20 oktober 2018

Ranitidine

2x50 mg

2

20 oktober 2018

Pantoprazole

1x40 mg

3

20 oktober 2018

Ondancentron

3x4 mg

4

20 oktober 2018

Tomit

1 amp/8 jam

5

20 oktober 2018

Antrain

1 amp/8 jam

6

20 oktober 2018

Miozidin

2x35

7

20 oktober 2018

Ulasafat sirup

3x10 cc

8

20 oktober 2018

Rebamipide

3x100 mg

9

20 oktober 2018

Domperidone

3x10 mg

10

20 oktober 2018

Clopidogrel

1x75 mg

11

20 oktober 2018

Thrombo Aspilet

1x80 mg

12

20 oktober 2018

ISDN

5 mg ½ tab/6 jam (SL)

13

20 oktober 2018

Concor

2,5 mg 1x1/2 tab

14

20 oktober 2018

Cavicur

3x1 tab

15

20 oktober 2018

Opilax Sirup

3x10 cc

26

C. Analisa Data No 1.

Data DS: DO : TD : 81/46 mmhg

Masalah

Etiologi

Penurunan curah

Perubahan

jantung

Kontraktilitas Otot

HR : 112 x/menit

Jantung

SPO2 : 96 % RR : 33 x/menit 2.

DS : Klien mengatakan nyeri ulu hati

Nyeri Akut

Iskemi jaringan

sejak 2 hari yang lalu,Klien mengatakan

skunder terhadap

nyeri dada sebelah kiri menjalar ke

sumbatan artery

belakang skala nyeri 6

koroner

DO : Klien tampak meringis kesakitan, berkeringat dingin TD : 81/46 mmhg HR : 112 x/menit SPO2 : 96 % RR : 33 x/menit 3

DS:

Intoleransi aktivitas

Kurangnya suplay

Klien mengatakan aktifitas sehari-

oksigen pada sel-sel

hari hanya baring ditempat tidur,

otot miokard

sesak saat beraktifitas aktifitas di bantu keluarga dan perawat, dada terasa nyeri menjalar kebelakang.

DS : Klien terlihat lemah dan sesak hanya terbaring, terpasang oksigen 4 liter/ menit

E. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas otot jantung yang ditandai dengan Klien mengatakan nyeri ulu hati dan nyeri dada sebelah kiriTD : 81/46 mmHg, HR : 112 x/menit., SPO2 : 96 %, RR : 33 x/menit 2. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan artery coroner yang ditanda dengan Klien mengatakan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu,Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke belakang skala nyeri 6Klien tampak meringis kesakitan, berkeringat dingin, TD : 81/46 mmHg, HR : 112 x/menit, SPO2 : 96 %, RR : 33 x/menit 27

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen pada sel-sel otot miokard yang ditandai dengan Klien mengatakan aktifitas sehari-hari hanya baring ditempat tidur, sesak saat beraktifitas aktifitas di bantu keluarga dan perawat, dada terasa nyeri menjalar kebelakang, Klien terlihat lemah dan sesak hanya terbaring, terpasang oksigen 4 liter/ menit.

28

E. Intervenssi Keperawatan

No 1

Diagnosa keperawatan, dan Data ( DS dan DO )

Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas otot jantung DS: DO : TD : 81/46 mmHg, HR : 112 x/menit, SpO2 : 96 %, RR : 33 x/menit

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi, durasi) selama 3 x 7 jam diharap curah jantung R : klien dengan ACS memilik karakteristik nyeri yang khas, sehingga tindakan keperawatan dan normal dengan kreteria: diagnosa yang akan ditegakkan berbeda. 1. Nyeri angina tidak ada - Klien dapat 2. Catat adanya disritmia jantung beraktivitas. R : dokumentasi ditujukan sebagai bukti tertulis dalam tindakan keperawatan tentang kondisi dan 2. Tanda vital dalam batas normal. tindakan yang telah diberikan kepada klien 3. Tidak ada edema paru, perifer, dan 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output tidak ada asites R : penurunan cardiac output akan sangat berpengaruh terhadap sistemik tubuh, mencatat itu 4. Tidak ada penurunan kesadaran sangat berguna dalam memberikan pengarahan dalam melakukan tindakan keperawatan 4. Monitor status respirasi untuk gejala gagal jantung R : status respirasi yang buruk bisa saja disebabkan oleh edma paru dan ini erat kaitannya dengan terjadinya gagal jantung 5. Instruksikan kepada klien tentang pentingnya menginformasikan jika terdapat ketidaknyamanan pada dada. R : penanganan dan pengobatan yang tepat oleh perawat dan tenaga medis. 6. Kaji toleransi klien terhadap aktivitas terhadap perubahan; nafas pendek, nyeri, palpitasi, pusing. R : keterbatasan klien yang diakibatkan penyakit yang diderita klien dapat ditegakkan grade dari suatu gangguan klien. 7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi) R : sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia dapat ditingkatkan melalui pemberian kanula nasal/masker. Obat yang digunakan untuk volume sekuncup dalam memperbaiki kontraktilitas dan kongestif. 8. Pantau dan catat efek terapeutik / efek samping selama pemberian kalsium antagonis, beta bloker dan nitrat 29

R : efek samping terapeutik yang ditimbulkan bisa saja membahayakan klien 9. Kolaborasi dengan medik pemberian kalsium antagonis R : kebutuhan klien atas pengobatannya dapat dipenuhi. 2.

Nyeri berhubungan dengan iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner. DS : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke belakang skala nyeri 6 DO : Klien tampak meringis kesakitan, berkeringat dingin TD : 81/46 mmhg HR : 112 x/menit SpO2 : 96 % RR : 33 x/menit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, selama 3 x 7 jam diharap nyeri intensitas nyeri dan faktor presipitasi berkurang/hilang dengan kriteria: R : nyeri yang akut/kronis dapat diklasifikasikan sesuai dengan tools pengkajian nyeri yang 1. Klien dapat mengekspresikan dilakukan pada klien. bahwa nyeri berkurang/hilang. 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal 2. Tanda vital dalam batas normal. R: nyeri yang dialami klien dapat mengakibatakan rasa tidak nyaman saat aktivitas dan perlu 3. Klien dapat mendemonstrasikan perhatikan perubahan dari klien. teknik relaksasi untuk 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman nyeri dan penerimaan meningkatkan kenyamana. klien terhadap respon nyeri. 4. Klien dapat mengenali faktor R : komunikasi terapeutik tentang nyeri yang dirasakan klien dapat tersampaikan dengan baik. penyebab dan menggunakan 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup( napsu makan, tidur, tindakan untuk memodifikasi faktor aktivitas,mood, hubungan sosial) tersebut. R : pengalaman nyeri dapat mempengaruhi fisiologis tubuh klien dan rasa tidak nyaman saat nyeri 5. Klien dapat beristirahat itu muncul dan dirasakan klien. 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan. R : faktor yang dapat memperburuk nyeri yang dialami klien dapat membantu klien mengenali rasa nyeri yang dialami. 6. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur R : informasi yang jelas sangat penting dalam menyampaikan ke klien dengan jelas tentang kondisi yang dialami klien. 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien (suhu ruangan, cahaya dan suara) R : lingkungan yang nyaman dapat membuat klien merasa nyaman dan nyeri terasa berkurang. 30

3

Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen pada sel-sel otot miokard DS: Klien mengatakan aktifitas sehari-hari hanya baring ditempat tidur, sesak saat beraktifitas aktifitas di bantu keluarga dan perawat, dada terasa nyeri menjalar kebelakang. DS : Klien terlihat lemah dan sesak hanya terbaring, terpasang oksigen 4 liter/ menit

8. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery, relaksasi) R : Relaksasi dapat membuat otot tubuh menjadi lebih baik dan tidak tegang yang dapat mengurangi nyeri klien. 9. Kolaborasi dengan medik pemberian analgesic R : analgetik berperan dalam sintetis mediator nyeri, dengan cara mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX. Setelah dilakukan intervensi selama 3 1. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi. x 24 jam diharapkan kondisi klien R : Aktivitas yang terlalu berat dan tindakan yang tidak sesuai dengan kondisi klien dapat stabil saat aktivitas dengan KH: memperburuk toleransi terhadap latihan. 1. Saturasi O2 saat aktivitas dalam 2. Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur. batas normal (95-100%) R : aktivitas/latihan fisik yang tidak teratur dapat memicu sesak nafas. 2. Nadi saat aktivitas dalam batas 3. Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien terhadap latihan/aktivitas. normal (60-100x/menit) R : setiap perkembangan yang muncul segera setelah terapi aktivitas dapat dipantau dengan baik. 3. RR saat aktivitas dalam batas 4. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas (bila memungkinkan dengan tes normal (12-20x/menit) toleransi latihan). 4. Tekanan darah systole saat aktivitas R : Hasil EKG yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai konduksi jantung dalam batas normal (100-120 mmHg) selama istirahat maupun aktivitas. 5. Tekanan darah diastole saat 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan , monitoring program aktivitasi klien. aktivitas dalam batas normal (60-80 R :setiap aspek klien terhadap terapi latihan yang dierencanakan dapat dikaji dan dievaluasi ulang mmHg) melalui monitoring program aktivitas. 6. Hasil EKG dalambatas normal 6. Kolaborasi dengan medik dalam pemberian obat antihipertensi, obat-obatan digitalis, diuretic dan 7. Fatigue Level vasodilator. 1. Tidak Nampak kelelahan R : pemberian obat antihipertensi, diuretic dan vasodilator dapat menstabilkan tekanan darah, 2. Tidak Nampak lesu 3. Tidak ada penurunan nafsu mengoreksi kegagalan kontraksi jantung dan mengeluarkan kelebihan cairan. makan 4. Tidak ada sakit kepala 5. Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal

31

F. Implementasi dan Evaluasi No Diagnosa Keperawatan Implementasi dan Respon Hasil 1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan Jam 08.00 wib memonitor TTV Klien : kontraktilitas otot jantung Hasil : TD:80/50 mmhg, HR : 128 DS: x/menit, SpO2: 90% , RR: 38 x/menit DO : TD : 81/46 mmhg Respon : klien tampak mengerti saat di HR : 112 x/menit jelaskan tentang pemeriksan TTV SpO2 : 96 % Jam 08.05 memberikan oksigen kepada RR : 33 x/menit klien. Hasil : 4 liter/menit Respon : sesak klien tampak berkurang setelah diberikan oksigen. Jam 08.10 wib, memasukan terapi injeksi dan oral. Hasil : ISDN 5 mg ( SL ), curcuma 1 tab, Furosemide 20 mg/iv Respon : Klien tampak mengerti saat di jelaskan tentang manfaat kegunaan obat tersebut 2 Nyeri berhubungan dengan iskemi jaringn Jam. 09.00 wib Mengobservasi TTV : sekunder terhadap sumbatan arteri koroner. TD : 80/50 mmhg, HR : 128 x/menit, DS : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri SpO2 : 90 %, RR: 38 x/menit, suhu : menjalar ke belakang skala nyeri 6, Klien 36,4 °C RR : 27 x/menit mengatakan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang Jam 09.05 wib. Mengkaji skala nyeri lalu Hasil : skala nyeri 5 DO : Klien tampak meringis kesakitan, Respon : Klien tampak meringis berkeringat dingin kesakitan Jam. 09.10. Mengajarkan tehnik Relaxasi nafas dalam. Hasil : skala nyeri 4. Respon : Kllien melakukan apa yang di instruksikan perawat, melakukan tekhnik Relaksasi nafas dalam. Jam. 10.00 wib. Memberikan terapi oral

Evaluasi (SOAP) Jam. 12.30 S: O : Klien tampak tenang, TTV : TD : 96/50 mmHg, HR : 105 x/menit, SpO2 : 96 %, RR : 30 x/menit, suhu : 36,4 °C. A : Masalah penurunan curah jantung belum teratasi P : Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dilanjutkan

Jam. 12.30 wib S : Klien mengatakan nyeri dada berkurang Skala nyeri 3 O : Klien tampak tenang TTV : 96/50 mmhg, HR: 105 x/menit, RR : 30 x/menit, suhu : 36,4 °C, aktivitas klien dibantu sebagian. A : Masalah nyeri teratasi sebagian P : Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dilanjutkan

Nama Sumitro

Sumitro

32

3

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen pada sel-sel otot miokard DS: Klien mengatakan aktifitas sehari-hari hanya baring ditempat tidur, sesak saat beraktifitas aktifitas di bantu keluarga dan perawat, dada terasa nyeri menjalar kebelakang. DS : Klien terlihat lemah dan sesak hanya terbaring, terpasang oksigen 4 liter/ menit

Concor 2,5 mg ½ tab, Aspilet 80 mg, Clopidogrel 75mg. Hasil : Nyeri dada skala 4 Respon : Klien mengerti saat di jelaskan manfaat dan kegunaan obat tersebut, obat dapat diminum dengan baik oleh klien. Jam. 11.00 wib Memonitor saturasi oksigen. Hasil : SpO2 : 98 % Respon : saturasi oksigen klien baik Jam. 11.05 wib. Memantau kedalaman frekuensi irama napas klien Hasil : RR : 30 x/menit, Retraksi dada ada Respon : Klien tampak sesak Jam. 11.08. Menganjurkan klien untuk bed rest Hasil : Klien tidak turun dari tempat tidur Respon : Klien mengikuti anjuran dari perawat Jam. 11.10 wib. Membantu ADL klien Hasil : ADL (toileting, bathing ) klien terbantu

S : Kien mengatakan sesak berkurang, badan masih lemah O : Klien Tampak lemah, SpO2 : 100 % terpasang oksigen 4 liter/menit A : Intoleransi aktifitas teratasi sebagian P : Intervensi No. 1,2,3,4,5,6

Sumitro

Respon : Klien mau dibantu oleh perawat.

33

G. Discharge Planning 1. Menganjurkan kepada klien untuk menjaga pola makan yang sehat, sebaiknya hindari makanan yang diolah dengan cara digoreng didalam banyak minyak, jika menggoreng sebaiknya menggunakan minyak zaitun daripada menggunakan minyak goreng biasa, sebab minyak zaitun memiliki kandungan lemak yang rendah, hindari makanan yang mengandung kolesterol dan lemak tinggi seperti seafood sebab seafood mengandung kolesterol yang tinggi 2. Mengajurkan klien untuk berhenti merokok karena nikotin yang terkandung dalam rokok mengakibatkan darah menjadi kental sehingga aliran darah tidak lancar yang mempengaruhi tekanan darah. Serta nikotin dapat mempengaruhi fungsi paru-paru menjadi terganggu 3. Menganjurkan klien untuk mengurangi stress karean saat mengalami stress akut (stress dalam waktu singkat, seperti karena terjebak macet di jalan), detak jantung akan meningkat, serta pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung akan melebar. Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh dan meningkatkan tekanan darah. Pada saat stres, darah perlu dialirkan dengan cepat ke seluruh tubuh (terutama otak dan hati) untuk membantu menyediakan energi bagi tubuh.Juga, saat mengalami stres kronis (stres dalam jangka waktu lama), detak jantung akan meningkat secara konsisten. Tekanan darah dan kadar hormon stres juga akan meningkat secara berkelanjutan. Sehingga, stres kronis dapat meningkatkan risiko terkena hipertensi, serangan jantung, atau stroke. 4. Menganjurkan klien untuk melakukan olaraga secara teratur sebab dengan melakukan olahraga secara teratur dapat menjaga kesehatan tubuh mengurangi risiko terkena penyakit. 5. Menganjurkan klien untuk tidak berteran / mengejan saat BAB karena dengan mengejan, kotoran akan lebih mudah keluar. Cara mengejan biasanya dengan mengkontraksikan otototot perut sehingga tekanan didalam perut meningkat. Peningkatan tekanan didalam perut ini dapat mengakibatkan aliran darah ke jantung melambat, sehingga secara tidak langsung jantung menjadi kekurangan darah. Karena kekurangan inilah kondisi jantung bisa sewaktu waktu berubah menjadi serangan jantung yang mengakibatkan kematian.

34

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian Pengkajian pada Ny. S dengan ACS, yang di rawat di ruang ICU RS Fatima yang di laksanakan tanggal 20 Oktober 2018, di lakukan dengan wawancara langsung pada klien. Melakukan observasi dan pemeriksaan fisik langsung pada klien, membaca catatan medis dan catatan keperawatan pada status. Pengkajian pada klien di lakukan mengacu pada teori, data yang di dapat tidak jauh berbeda dengan teori. Dalam pelaksanaan pengkajian mendapat kemudahan karena klien sangat kooperatif. Hal ini dapat di tunjukan dengan kesedian klien menjawab pertanyaan dan mengikuti saran yang diberikan. Pemeriksaan penunjang yang di dapatkan dari hasil laboratorium. Pada saat pengkajian penulis menemukan keluhan yaitu nyeri dada, perut kembung, mual. Klien terlihat meringis kesakitan, lemah dan klien hanya makan sedikit. Secara teori keluhannya seperti nyeri dada, nyeri saat beristirahat, dada terasa panas, nyeri dada sebelah kiri menyebar ke punggung kiri, nyeri seperti di tusuk-tusuk atau tertimpa benda berat dan terasa sesak. Jadi keluhannya hampir sama dengan teori yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan tindakan keperawatan. (Nursalam. 2012) Setelah membandingkan diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus Ny. S dengan ACS dan konsep teori yang ada, ternyata ada tiga diagnosa yang muncul pada landasan teori dan memiliki kesamaan dengan kasus yang di angkat yaitu : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas otot jantung. 2. Nyeri berhubungan dengan iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen pada sel-sel otot miokard. Jika adanya perbedaan dari diagnosa teori dan pengkajian ini terjadi karena berat ringannya penyakit yang di derita, serta penggobatan dan perawatan yang telah di terima pada Ny. S. Selain itu pada diagnosa yang diangkat sesuai dengan kondisi klien yang sebenarnya, sehingga apabila data hasil pengkajian yang di dapatkan dari klien tidak mendukung untuk menegakkan suatu diagnosa, maka diagnosa tersebut tidak akan ditegakkan.

35

C. Perencanaan Di tahap perencanaan menentukan tujuan dan rencana tindakan. Tujuan yang memiliki kriteria spesifik, dapat di ukur, dapat di capai, realitas dan sesuai dengan waktu. Rencana tindakan yang di rumuskan di sesuaikan dengan teori dari masing-masing diagnosa dan mengacu pada diagnosa klien dengan ACS. Rencana tindakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan klien Ny. S dan kondisi RS serta minimnya waktu perawatan yang di berikan dalam perawatan pada Ny. S tidak semua perencanaan secara teori di susun dalam perencanaan suatu tindakan kepada klien, hal ini di sesuaikan dengan tingkat kemampuan klien, fasilitas sarana dan prasarana di RS serta pertimbangan waktu sehingga perencanaan di buat atau di susun sedemikian rupa, agar betul-betul dapat di laksanakan pada klien.

D. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, selalu menjelaskan tujuan prosedur tindakan yang akan di lakukan. Dalam pelaksanaan selalu melibatkan klien dan keluarga agar keluarga klien dapat mengerti dan dapat membantu klien guna mempercepat kesembuhannya, dan setiap tindakan yang di berikan mendapatkan respon dan hasil sehingga bisa mengetahui tindakan selanjutnya yang mau di berikan. Beberapa tindakan keperawatan yang di lakukan diantaranya adalah berupa motivasi baik kepada klien maupun keluarganya. Dalam melaksanakan intervensi kepada klien tidak mengalami kesulitan karena adanya kerja sama antara perawat dan klien. Adapun kesulitan yang di rasakan adalah waktu perawatan yang terbatas karena sesuai dengan jam dinas yaitu pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Pada pelaksanaan ini semua sesuai tindakan yang sudah di rencanakan sebelumnya. Kemudian tindakan yang sudah di lakukan di dokumentasikan di catatan keperawatan.

E. Evaluasi Evaluasi adalah salah satu alat untuk mengukur perlakuan atau tindakan keperawatan kepada klien di mana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang di lihat dan setiap selesai melakukan implementasi yang di buat setiap hari. Sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil di buat sesuai dengan tujuan yang mengacu pada kriteria hasil yang di harapkan. Komponen yang di lakukan dalam tahap ini adalah evaluasi formatif (proses) dan evaluasi sumatif (hasil). Evaluasi ini menentukan keberhasilan atau tindakannya suatu masalah keperawatan yang di nyatakan secara sebyektif dan objektif. Kemudian data di analis, jika masalah dapat teratasi maka intervensi di hentikan, tetapi jika masalah belum teratasi maka intervensi di lanjutkan sesuai waktu yang di tentukan atau di rencanaka. Tahap evaluasi yang di gunakan mendapatkan data tersebut berdasarkan dari analisa perawat yang merawat Ny. S.

36

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan Akut Cronary Syndrome

merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan

penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya Nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah, dan kebanyakan dari penderita AMI/STEMI akan mengalami kematian.

B. Saran Semoga apa yang saya sajikan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik bagi klien. Saya sadar bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga saya berharap agar makalah ini menjadi motivasi bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik sehingga menambah wawasan bagi semua. Saya juga berharap agar aplikasi perawatan klien dengan Akut Cronary Syndrome dapat di laksanakan sesuai dengan tata laksana dalam perawatan pasien.

37

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika ___________. Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndorme. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012 di http://nursingbegin.com/askep-acs/ ___________. Konsep Teori Acute Cronary Syndorme. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/ Carpenito, 2010 Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC Kapitaselekta Kedokteran. 2012. Jakarta: Media Aeskulapius FKUI Artiani, Ria. 2010. Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta, EGC.

pada Pasien dengan Ganguan Sistem

Gemari, 2011. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

38

Related Documents

Askep Acs Sumitro.docx
June 2020 18
Acs
June 2020 13
Acs-ilham.ppt
May 2020 39
Acs 55
August 2019 25
Acs Referat.docx
June 2020 15

More Documents from ""