Artikel Sikap Sosial (windy Pertiwi 1604858).docx

  • Uploaded by: Windy Pertiwi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Sikap Sosial (windy Pertiwi 1604858).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,137
  • Pages: 24
PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL SISWA

ARTIKEL diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Sosial Pendidikan

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Juntika, M. Pd. Dr. Mamat Supriatna, M. Pd.

Oleh Windy Pertiwi NIM. 1604858

PROGRAM STUDI PEDAGOGIK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2016

PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL SISWA

WINDY PERTIWI 1604858 [email protected]

ABSTRAK Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang diharapkan dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia tinggal, oleh karenanya pendidikan memiliki peran membentuk siswa yang nantinya dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya masing-masing dengan salah satunya memiliki sikap yang dapat diterima oleh masyarakat. Untuk melancarkan hidup bersama harus sanggup menyesuaikan diri terhadap sekelilingnya, remaja awal sebagaimana warga masyarakat pada umumnya harus mengadakan penyesuaian diri. Seseorang dikatakan dapat melakukan penyesuaian diri apabila orang tersebut dapat masuk dan diterima dalam masyarakat tersebut, untuk dapat diterima dalam masyarakat salah satunya yaitu dengan memiliki sikap yang sesuai dengan masyarakat. Pada hakikatnya seorang individu mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi, dan bakatnya untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi yang sempurna atau mapan. Pendidikan merupakan keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku yang bernilai dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, pengembangan tersebut harus ditanamkan pada siswa untuk mewujudkan pribadi yang memiliki sikap sosial sehingga mampu menyesuaikan dirinya dalam lingkungan masyarakat. Dalam rangka mengembangkan sikap sosial pada siswa, hal itu tidak dapat dilakukan dalam satu waktu. Membentuk sikap sosial seorang anak diperlukan waktu yang berkelanjutan sehingga karakter yang diinginkan dalam sikap siswa dapat terbina dengan baik. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kata Kunci: Sikap Sosial, Siswa

A. PENDAHULUAN 1. Dasar Pemikiran Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang diharapkan dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia tinggal, oleh karenanya pendidikan memiliki peran membentuk siswa yang nantinya dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya masing-masing dengan salah satunya memiliki sikap yang dapat diterima oleh masyarakat. Untuk melancarkan hidup bersama harus sanggup menyesuaikan diri terhadap sekelilingnya, remaja awal sebagaimana warga masyarakat pada umumnya harus mengadakan penyesuaian diri. Seseorang dikatakan dapat melakukan penyesuaian diri apabila orang tersebut dapat masuk dan diterima dalam masyarakat tersebut, untuk dapat diterima dalam masyarakat salah satunya yaitu dengan memiliki sikap yang sesuai dengan masyarakat. Pada hakikatnya seorang individu mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi, dan bakatnya untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi yang sempurna atau mapan. Pendidikan merupakan keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku yang bernilai dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, pengembangan tersebut harus ditanamkan pada siswa untuk mewujudkan pribadi yang memiliki sikap sosial sehingga mampu menyesuaikan dirinya dalam lingkungan masyarakat. Dalam rangka mengembangkan sikap sosial pada siswa, hal itu tidak dapat dilakukan dalam satu waktu. Membentuk sikap sosial seorang anak diperlukan waktu yang berkelanjutan sehingga karakter yang diinginkan dalam sikap siswa dapat terbina dengan baik. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Baron, R. A. dan Byrne, D. (2004) bahwa para psikolog sosial memandang sikap sebagai sesuatu yang penting bukan hanya karena sikap itu sulit diubah. Mereka menempatkan studi tentang sikap sebagai isu

sentral dalam bidang psikologi sosial untuk beberapa alasan berikut ini. Pertama, sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial kita, meskipun sikap tersebut tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak (overt). Sikap sebagai evaluasi terhadap dunia di sekitar kita, mewakili aspek kognisi sosial yang sangat mendasar. Kecenderungan untuk mengevaluasi stimuli sebagai sesuatu yang positif atau negatif – sesuatu yang kita sukai atau tidak sukai – tampaknya merupakan sebuah langkah awal dalam usaha kita untuk memahami dunia sosial. Tampak pula bahwa sikap terjadi dengan segera dan pasti, bahkan sebelum kita berusaha memahami arti dari stimuli tersebur atau mengintegrasikan sikap tersebut dengan pengalaman yang kita miliki sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sikap sunggguh merefleksikan sebuah fondasi yang penting dan awal dari pemikiran sosial. Kedua, sikap sebagai hal yang penting karena, sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku kita. Hal ini terutama terjadi saat sikap yang dimiliki kuat dan mantap. Misalnya, jika seorang siswa menyukai pelajaran matematika, mungkin siswa tersebut akan belajar matematika dengan tekun dan sungguh-sungguh. Maka memahami sikap seseorang dapat membantu kita untuk memprediksikan tingkah laku orang tersebut dalam konteks luas. Selain sikap terhadap suatu objek, kita juga memiliki sikap pada orang-orang tertentu – contohnya, kita dapat memiliki sikap suka atau tidak suka pada seseorang. Singkatnya, sikap yang kita miliki terhadap orang lain dapat memainkan peran penting dalam hubungan kita dengan orang-orang ini. Untuk berbagai alasan inilah, sikap telah menjadi konsep utama dalam psikologi sosial sejak awal perkembangannya. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan masalahmasalah sebagai berikut. a. Apa bentuk-bentuk sikap sosial? b. Apa komponen sikap sosial?

c. Apa faktor pembentukan sikap sosial? d. Bagaimana upaya pengembangan sikap sosial? B. TINJAUAN TEORETIK TENTANG SIKAP SOSIAL 1. Definisi Sikap Mar’at (1984) menjelaskan pandangannya mengenai sikap, yaitu sebagai berikut. 1. Bahwa sikap dapat merupakan suatu kondisioning dan dibentuk; 2. Dapat timbul konflik dalam memiliki kesediaan bertindak; 3. Memiliki fungsi yang berarti bahwa sikap merupakan fungsi bagi manusia dalam arah tindakannya; 4. Sikap adalah konsisten dengan komponen kognisi. Adapun Sarwono, S. W dan Meinarno, E. A. (2014) mengatakan bahwa sikap adalah suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek. Senada dengan pendapat tersebut, Azwar (2012) mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respons. Kemudian menurut Arifin, B. S (2015) bahwa sikap adalah kesadaran individu untuk bertindak dalam menanggapi objek dan terbentuk berdasarkan pengalamannya. Sedangkan menurut Baron, R. A. dan Byrne, D. (2004) bahwa sikap adalah evaluasi dari aspek dunia sosial dimana pun. Sering kali sikap kita ambivalen-mengevaluasi objek sikap baik secara positif maupun negatif. Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang definisi sikap, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan

atau

kesediaan

seseorang berupa perbuatan untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap suatu objek.

2. Perbandingan Teori Sikap dan Perubahannya Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan yang paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan. Menurut Mar’at (1984) ada tiga teori sikap dan perubahannya, yaitu sebagai berikut. a. Teori Stimulus Respons dan Reinforment (Hosland-Janis-Kelley) Teori ini dititikberatkan pada proses pengertian, yang mana banyak menyangkut komponen kognisi. Pada taraf ini diharapkan adanya wawasan pengertian dan konsep berpikir. Di sini dapat dilihat bahwa pada teori Stimulus-Response lebih diutamakan masalah kognisi dan diabaikan komponen afeksi. Sedangkan komponen konasi tergantung pada imbalan dan hukuman sebagai akibat dari penguatan rangsang. Di dalam pendekatan melalui teori stimulus respons dan reinforment ini, diutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi adalah penting untuk dapat berubahnya komponen kognisi. b. Teori Pertimbangan Sosial (Sherif & Hovland) Pada teori ini diutamakan masalah-masalah: 1) Penerimaan dan penolakan. 2) Keputusan/pertimbangan yang diharapkan. Teori ini lebih bersifat eksperimental dengan membandingkan skala reference (skala acuan) dan konsep individu. Yang kemudian terbentuk konsep individu tersebut untuk diharapkan adanya keputusan sosial yang disesuaikan dengan kepuasan individu tersebut. c. Teori Keseimbangan 1) Teori Keseimbangan dari Heider Heider dalam konsepnya menitikberatkan pada suatu hubungan antar individu dengan lingkungannya berdasarkan dua komponen:

a) Komponen kognisi (unit forming relationship) b) Komponen afeksi (the liking relationship) Dari kedua komponen ini yang diutamakan adalah afeksi yang menentukan apakah adanya keseimbangan antara individu dan lingkungan. Hal ini dinyatakan dalam kesatuan hubungan perasaan kebersamaan, dan jika keseimbangan terdapat perasaan tidak senang. 2) Teori Osgood dan Tannenbaum Teori ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori Heider yang terutama diarahkan pada segi “Congruity” (keharmonisan dalam hubungan). Komponen kognisi merupakan suatu hal yang penting, jika individu dapat mengubah frame of reference. Sedangkan komponen konasi merupakan kegiatan yang penting di dalam kebijaksanaan dalam mengatasi konsep frame of reference yang salah. Faktor komunikasi dan isi komunikasi merupakan kegiatan yang menentukan dalam mengubah rangka ajuan ini melalui komponen afeksi seseorang. Teori Osgood ini hanya mengarah segi keharmonisan dalam hubungan yang akhirnya memperkuat komponen afeksi. 3) Teori Festinger tentang Ketidaksesuaian Kognisi Teori ini menitikberatkan pada komponen kognisi. Festinger beranggapan bahwa terjadinya ketidaksesuaian disebabkan karena individu mempunyai dua kognisi. Dengan mengubah kedua kognisi ini menjadi tidak bertentangan, maka akan tercipta situasi yang harmonis. Komponen afeksi dan komponen konasi praktis tidak dibahas. 4) Teori Reactance (Bereaksi) Teori ini merupakan kelanjutan dari teori ketidaksesuaian kognitif dan inti dari teori ini adalah individu “memilih secara bebas”; jadi hal ini menyangkut komponen konasi. Kelemahan teori Festinger dalam komponen konasinya diatasi oleh reactance yang oleh Brehm

dianggap bahwa adanya ketidaksesuaian yang disebabkan karena pilihan manusia dibatasi sehingga sikapnya dapat berubah. Dengan diberikan pilihan secara lebih terbuka dan bebas maka sikap akan dapat berubah. Teori ini kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan lebih menekankan pada aspek individu yang memiliki kebebasan untuk memenuhi kebutuhannya. 5) Teori Fungsi Teori ini lebih menitikberatkan pada kebutuhan manusia melalui sosialisasi. Komponen kognisi, afeksi, dan konasi menjadi satu di dalam menentukan kebutuhan manusia yang selanjutnya perlu mendapatkan saluran. Pandangannya lebih bersifat “pemenuhan kepuasan diri”. Komponen kognisi hanya sekedar memberikan informasi mengenai obyek yang dibutuhkannya. Sedangkan komponen afeksi menunjukkan suatu nilai ekspresif dan komponen konasi berperan dalam pengambilan keputusan dan penyesuaian tingkah laku. Ketiga komponen ini bercampur baur, yang menentukan kebutuhan akan fungsi-fungsi hidup manusia. 3. Trend Penelitian tentang Sikap Sosial Dalam 10 tahun terakhir banyak kajian penelitian mengenai sikap sosial

mulai

dari

teori,

konstruksi,

pengukuran

sampai

dengan

pengembangannya. Dalam artikel ini akan disebutkan tiga penelitian tentang sikap sosial, yaitu sebagai berikut. Pertama, penelitian oleh Utami, H. D (2011) dengan judul “Penanaman Sikap Sosial Melalui Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V”. Objek dalam penelitian ini adalah sikap sosial siswa melalui pembelajaran IPS. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif (kualitatif deskriptif). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang penanaman sikap sosial melalui pembelajaran IPS dan sebagai bahan masukan dalam

memberikan ide atau gagasan pada pendidik agar memperhatikan kemampuan sikap sosial siswa dalam belajar. Kedua, penelitian oleh Penelitian oleh Widoretno, E. (2015) dengan judul “Pengembangan Sikap Sosial Sebagai Pendidikan Karakter pada Ekstrakurikuler Kepramukaan di SMP Negeri 9 Semarang”. Objek dalam penelitian ini adalah jenis karakter sikap sosial siswa yang dikembangkan pada kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan konseptual terhadap pengembangan sikap sosial dalam ekstrakurikuler kepramukaan dan guru diharapkan lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sikap dan perilaku siswa. Ketiga, penelitian oleh Rufaida, S. D. (2013) dengan judul “Pengembangan Sikap Sosial Siswa Menggunakan Pendekatan PAKEM pada Pembelajaran IPS Kelas VB SD Negeri Mangiran, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul”. Objek dalam penelitian ini adalah sikap sosial siswa pada pembelajaran IPS. Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitian ino diharapkan guru mampu memahami hubungan siswa yang satu dengan yang lain dan menambah wawasan guru akan keterampilan pembelajaran yang digunakan seperti pendekatan PAKEM untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPS. C. PEMBAHASAN Manusia adalah makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya. Sikap merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial. Sikap yang ada pada seseorang akan membawa warna dan corak pada tindakan, baik menerima maupun menolak dalam menanggapi sesuatu hal yang ada diluar dirinya. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan definisi sikap, teori perbandingan tentang sikap dan penelitian tentang sikap sosial yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Maka pada bagian ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai sikap sosial, meliputi bentuk-bentuk sikap sosial, komponen-

komponen sikap, faktor pembentukan sikap, dan upaya pengembangan sikap sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk Sikap Sosial Dalam pergaulan sehari-hari, tidak pernah terlepas dari apa yang dinamakan beraktivitas, dari kenyataan inilah setiap orang bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perkembangan masing-masing individu tersebut. Dengan demikian, setiap orang harus mampu berinteraksi dan memiliki kepedulian terhadap orang lain. Adapun bentuk-bentuk sikap sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. a. Sikap Positif Menurut Nawawi (2000) dijelaskan bahwa “Bentuk sikap sosial yang positf seseorang yaitu berupa tenggang rasa, kerjasama, dan solidaritas”. Selanjutnya menurut Soetjipto dan Sjafioedin (1994) dijelaskan bahwa “Sikap sosial dapat dilihat dari adanya kerjasama, sikap tenggang rasa, dan solidaritas”. Dari kedua pendapat tersebut, maka tidak ada perbedaan yang mendasar dimana yang termasuk dalam bentuk sikap sosial adalah aspek kerjasama, aspek solidaritas, dan aspek tenggang rasa. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat dari masing-masing bentuk-bentuk sikap sosial tersebut. 1) Aspek Kerjasama Kerjasama merupakan suatu hubungan saling bantu membantu dari orang-orang atau kelompok orang dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Ahmadi (2000) dijelaskan bahwa “Kerjasama adalah kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan kerja bersama-sama menuju suatu tujuan”. Dengan demikian sikap kerjasama adalah merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya dalam

Depdikbud (2001) dijelaskan bahwa “Ciri-ciri orang yang mampu bekerjasama dengan orang lain adalah berperan dalam berbagi kegiatan gotong royong tidak membiarkan teman atau keluarga mengalami suatu masalah secara sendiri dan bersikap mengutamakan hidup bersama berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah”. 2) Aspek Solidaritas Solidaritas mempunyai arti adanya kecenderungan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan keadaan orang lain. Solidaritas dapat diartikan sebagi kecenderungan dalam bertindak terhadap seseorang

yang

mengalami

suatu

masalah

yakni

berupa

memperhatikan keadaan orang tersebut. Dengan demikian solidaritas merupakan salah satu bentuk sikap sosial yang dapat dilakukan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan orang lain terutama seseorang yang mengalami suatu masalah. 3) Aspek Tenggang Rasa Menurut Ahmadi (2000) dijelaskan bahwa “Tenggang rasa adalah seseorang yang selalu menjaga perasaan orang lain dalam aktifitasnya sehari-hari”. Selanjutnya dalam Depdikbud (2001) dijelaskan bahwa “Sikap tenggang rasa dapat dilihat dari adanya saling menghargai satu sama lain, menghindari sikap masa bodoh, tidak menggangu orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain, dalam bertutur kata tidak menyinggung perasaan orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain dalam pergaulan dan sebagainya”. Dengan demikian jelaslah bahwa tenggang rasa adalah perwujudan sikap dan prilaku seseorang dalam menjaga, menghargai dan menghormati orang lain. b. Sikap negatif Bentuk-bentuk sikap sosial seseorang yang negatif antara lain:

1) Egoisme yaitu suatu bentuk sikap dimana seseorang merasa dirinya adalah yang paling unggul atas segalanya dan tidak ada orang atau benda apapun yang mampu menjadi pesaingnya. 2) Prasangka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain. 3) Rasisme, yaitu suatu sikap yang didasarkan pada kepercayaan bahwa suatu ciri yang dapat diamati dan dianggap diwarisi seperti warna kulit merupakan suatu tanda perihal inferioritas yang membenarkan perlakuan diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut. 4) Rasialisme, yaitu suatu penerapan sikap diskriminasi terhadap kelompok ras lain. Misalnya diskriminasi ras yang pernah terjadi di Afrika Selatan. 5) Stereotip, yaitu citra kaku mengenai suatu ras atau budaya yang dianut tanpa memerhatikan kebenaran citra tersebut. Misalnya, stereotip masyarakat Jawa adalah lemah lembut dan lamban dalam melakukan sesuatu. Stereotip tersebut tidak selalu benar, karena tidak semua orang Jawa memiliki sifat tersebut. (Ahmadi, 2007). 2. Komponen Sikap Sosial Menurut Mar’at (1984) ada 3 komponen sikap, yaitu sebagai berikut. a. Komponen kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep. b. Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional. c. Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Ketiga komponen sikap tersebut saling berkaitan satu sama lain. Komponen kognisi berhubungan dengan keyakinan/kepercayaan seseorang mengenai objek sikap. Kepercayaan terhadap sesuatu sebagai objek sikap akan mempolapikirkan seseorang, artinya objek sikap dalam hal ini sangat berperan sekali dalam tugas yang diembannya. Komponen afeksi yang menyangkut emosional banyak

ditentukan oleh kepercayaan. Bila seseorang telah memandang negatif terhadap oranng lain, maka akan merasa malas dan hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Komponen konasi dalam sikap menunjukan kecendrungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan sikapnya terhadap orang lain. Bila seseorang merasa tidak suka terhadap orang lain, maka wajar bila orang tersebut enggan menyapa dan berkomunikasi dengan orang tersebut. Antara komponen kognitif, afektif dan kecendrungan itu tidak dapat dipisahkan karena merupakan suatu kesatuan yang selaras, saling berhubungan dan berpadu satu sama lainnya menyebabkan dinamika yang cukup kompleks dan dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku individu. 3. Faktor Pembentukan Sikap Sosial Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosional. Berikut akan diuraiakan peranan masing-masing faktor tersebut dalam membentuk sikap manusia. 1. Pengalaman Pribadi Menurut Azwar (2012) untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

Penelitian oleh Fabrigar et al (dalam Ramdhani, 2009) menyatakan bahwa jumlah informasi atau luasnya knowledge yang dimiliki individu sebelumnya mengenai objek sikap menentukan kekuatan perubahan sikap yang dialami individu. Oskamp (dalam Ramdhani, 2009)

juga

mengungkapkan dua aspek yang secara khusus memberi sumbangan dalam membentuk sikap; pertama adalah peristiwa yang memberikan kesan kuat pada individu (salient incident), yaitu peristiwa traumatik yang merubah secara drastis kehidupan individu, misalnya kehilangan anggota tubuh karena kecelakaan. Kedua yaitu munculnya objek secara berulangulang (repeated exposure). 2. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Menurut Ali (2000), seseorang tumbuh dan berkembang sesuai dengan rangkaian interaksi antar perorangan dalam kehidupannya di dalam keluarga, dengan teman sebaya, teman akrab atau pernikahan, melalui contoh-contoh yang bersifat formal dan informal yang berlangsung relatif cukup lama. Interaksi antar perorangan ataupun kelompok akan berpengaruh besar terhadap komponen kognitif, afektif, dan konatif seseorang. Begitu juga dengan sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting seperti orang tua, teman sebaya maupun guru (Azwar, 2012). Sikap dapat dipelajari melalui imitasi. Orang meniru orang lain, terutama jika orang lain itu merupakan orang yang kuat dan penting (Sears D. O., Freedman J, L., dan Peplau L. A., 1985). Salah satu sumber penting yang jelas-jelas membentuk sikap kita adalah kita mengadopsi sikap tersebut dari orang lain melalui proses pembelajaran sosial (social learning). Pembelajaran sosial merupakan suatu proses dimana kita mengadopsi informasi baru, tingkah laku atau sikap dari orang lain (Baron, R. A. dan Byrne, D., 2004). Dengan kata lain, banyak pandangan

kita dibentuk saat kita berinteraksi dengan orang lain atau hanya dengan mengobservasi tingkah laku mereka. Sikap dapat terbentuk bahkan ketika orang tua tidak bermaksud untuk mewariskan pandangan tertentu pada anak mereka. Proses ini disebut pembelajaran melalui observasi (observational learning) yang terjadi ketika individu mempelajari bentuk tingkah laku atau pemikiran baru hanya dengan mengobservasi tingkah laku orang lain (Baron R. A. dan Byrne, D. 2004) Sikap anak cenderung cocok dengan sikap orang tua mereka (Calhoun J. F. dan Acocella J. R., 1990). Senada dengan Ali (2000) mengatakan bahwa sikap dan perilaku anak relatif lebih dominan diwarnai oleh sikap dan perilaku orang tuanya. Sikap orang tua akan dijadikan role model bagi anak-anaknya (Ramdhani, 2009). Peran orang tua sebagai orang yang paling dekat dengan anak-anaknya terutama yang berkenaan dengan sikap, perhatian, dorongan, dan reaksi dalam mendidik dan membesarkan anaknya dapat membentuk sikap anak-anaknya. Dari orang tualah anak atau para remaja belajar tentang nilai dan norma-norma yang membentuk dan menentukan sikap anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak cenderung mewarisi sikap orang tua mereka, tetapi anak remaja dan menjelang dewasa lebih dipengaruhi teman sebaya mereka (Calhoun J. F. dan Acocella J. R, 1990). Dalam masa remaja, kelompok teman sebaya cenderung mengganti keluarga sebagai kelompok acuan individu yaitu, kelompok yang normanya kita jadikan alat untuk menilai diri sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang tua dan teman sebaya berpengaruh besar dalam membentuk dan merubah sikap seseorang. 3. Pengaruh Kebudayaan Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Seperti yang diungkapkan Azwar (2012) bahwa

kebudayaan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. Contoh lain apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan pribadi. 4. Media Massa Menurut Azwar (2012) berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal yang dimuat oleh media memberikan landasan bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Televisi khususnya dianggap memiliki pengaruh sangat besar terhadap sikap (Calhoun J. F. dan Acocella J. R., 1990). Berbagai riset menunjukkan bahwa foto model yang tampil di media masa membangun sikap masyarakat bahwa tubuh langsing tinggi adalah yang terbaik bagi seorang wanita (Ramdhani, 2009). 5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Institusi berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. Menurut Azwar (2012) apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam keadaan seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi faktor yang menentukan sikap. 6. Pengaruh Faktor Emosional

Menurut Azwar (2012) suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego dapat bersifat sementara atau pun menetap (persisten/tahan lama). Mencontohkan bentuk sikap yang didasari emosi adalah prasangka. Prasangka seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada orang-orang frustasi. Selain faktor-faktor pembentukan sikap yang sudah diuraikan oleh para ahli di atas, ada pula menurut Sobur, A. (2003) berbagai faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap, yaitu sebagai berikut. 1. Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama 2.

Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau anti terhadap gejala tertentu.

3. Pengalaman baik atau buruk yang dialaminya. 4. Hasil peniruan terhadap sikap lain (secara sadar atau tidak sadar). 4. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap sosial yang sudah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat dijelaskan lebih khusus mengenai upaya guru dalam pengembangan sikap sosial siswa, yaitu sebagai berikut. Menurut Utami, H. D (2011) dalam penelitiannya bahwa upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menanamkan sikap sosial siswa antara lain dengan memberikan bimbingan, mendidik, mengarahkan serta mencontohkan kepada siswa sikap sosial yang baik dari seorang guru, contohnya jika guru menginginkan siswa memiliki sikap disiplin, maka guru harus memberi contoh dengan disiplin pula misalnya datang ke sekolah tepat waktu. Guru juga bisa menanamkan nilai-nilai positif yang akan didapat jika siswa memiliki sikap sosial dalam diri, contohnya pentingnya sikap tolong menolong dengan sesama teman karena dengan saling tolong-menolong akan mendapatkan manfaat, seperti dapat meringankan beban orang yang telah

siswa tolong, akan terjalin tali silaturahmi, sehingga dengan upaya-upaya itu siswa bisa lebih termotivasi untuk memiliki sikap yang baik. Begitupun cara yang guru lakukan dalam menanamkan sikap sosial siswa di dalam pembelajaran IPS yaitu guru mempersiapkan RPP, media dan materi yang akan dibahas. Kemudian pada saat mengajar guru selalu memberikan kalimat-kalimat positif yang bisa menumbuhkan rasa sikap sosial siswa, dan ketika guru menjelaskan sebuah materi pelajaran guru selalu mengkaitkannya dengan sikap-sikap sosial yang harus ditanamkan dalam diri siswa. Dalam belajar IPS, siswa banyak mendapatkan pelajaran dan masukan tentang sikap sosial yang harus siswa miliki. Materi yang terdapat dalam pelajaran IPS sudah terkait dengan sikap sosial misalnya materi tentang keragaman

suku

bangsa

dan

budaya

di

Indonesia,

perjuangan

mempertahankan kemerdekaan, dan lain-lain. Guru hanya mengembangkan kembali materi tersebut dengan rangkaian kata-kata guru agar siswa mengerti, memahami, semangat serta rasa sikap sosialnya akan tumbuh dengan sendirinya dalam diri siswa. Dengan

memberikan

semangat

dan

kalimat-kalimat

di

awal

pembelajaran IPS, guru bisa memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa bisa berpikir dan meresapi apa yang dikatakan oleh guru. Terbentuklah di dalam hati dan diri siswa mengenai sikap sosial yang guru tanamkan, sehingga

siswa

akan

terbiasa

dan

mempunyai

keinginan

untuk

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Selain itu, guru juga selalu memberikan contoh sikap yang baik ketika dalam kegiatan belajar mengajar IPS di kelas. Contohnya, saat diadakan kerja kelompok di kelas guru selalu menanamkan sikap kepada siswa bahwa di dalam mengerjakan tugas kelompok harus ada komunikasi yang baik antara anggota dan ketua kelompok, harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat antar teman, harus saling tolong menolong jika ada kesulitan. Begitu pun dengan guru, guru harus bisa menunjukkan

sikap yang baik terhadap siswa seperti, jika ada siswa yang masih belum mengerti tentang materi yang guru sampaikan, maka guru menolong siswa dengan cara menanyakan kepada siswa bagian mana yang belum siswa mengerti kemudian guru jelaskan kembali sampai siswa mengerti. Adapun penelitian menurut Widoretno, E. (2015) bahwa dalam hal ini siswa sedang dalam proses menuju kedewasaan yang mana diharapkan setiap siswa dapat memiliki sikap yang sesuai dengan karakter yang ditanamkan, namun tidak semua siswa dapat memiliki sikap tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya upaya dari pihak sekolah dalam rangka melakukan pengembangan terhadap siswa untuk dapat memiliki sikap yang sesuai dengan karakter yang ditanamkan. Upaya pengembangan tersebut dilakukan dalam kegiatan

intrakurikuler

dan

ekstrakurikuler,

salah

satu

kegiatan

ekstrakurikuler yang salah satunya bertujuan melakukan pengembangan sikap sosial sebagai pendidikan karakter pada siswa yaitu ekstrakurikuler kepramukaan. Dalam kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan ini, peserta didik dapat melatih diri untuk dapat mengembangkan sikap yang dimilikinya sesuai dengan karakter yang ditanamkan oleh pendidik yang nantinya digunakan dalam lingkungan masyarakat. Ekstrakurikuler ini memberikan pengetahuan bagi peserta didik bagaimana dapat mengembangkan sikap-sikap yang nantinya diterima dalam masyarakat. Akan tetapi dengan dilaksanakannya kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan ini tidak serta merta seluruh peserta didik dapat langsung memiliki sikap sosial yang diharapkan, masih didapati beberapa peserta didik yang belum memiliki sikap yang nantinya diterima dimasyarakat. Kemudian menurut Rufaida, S. D (2013) dalam penelitiannya bahwa siswa harus merasa senang dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan mengembangkan sikap sosial yang dimiliki terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan memilih pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan siswa untuk berkembang dan saling berinteraksi salah satunya dengan pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Pendekatan PAKEM merupakan pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan PAKEM membuat siswa tidak merasa bosan untuk mengikuti proses pembelajaran dan siswa dapat saling berinteraksi dengan semua teman sekelasnya. Pendekatan PAKEM membuat siswa belajar dengan cara bermain sehingga terjadi interaksi dengan teman satu kelas, menggunakan berbagai media, perangkat, dan lain-lain. Hal tersebut dapat menimbulkan kesenangan belajar pada siswa yang berdampak pada pengembangan sikap sosial siswa. Dengan demikian antara pendekatan PAKEM dengan sikap sosial siswa mempunyai hubungan yang erat, karena pendekatan PAKEM dapat berpengaruh dalam membangkitkan semangat dan terjalinnya suatu interaksi siswa dalam pembelajaran. Diharapkan proses pembelajaran akan efektif dan pada akhirnya dapat mengembangkan sikap sosial siswa. Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan sikap sosial seperti saling menghargai, tolong menolong, rasa setia kawan, bekerja sama, disiplin, jujur memang harus ditanamkan sejak dini. Guru harus berupaya untuk mengarahkan dan memberikan contoh yang baik kepada siswa dan guru harus memiliki sikap tersebut agar siswa bisa mencontoh sikap dan perilaku gurunya sehingga siswa bisa meniru sikap dan perilaku guru tersebut. D. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 1. Kesimpulan Berdasarkan sebelumnya,

maka

tinjauan

teoretik

dan

dapat

disimpulkan

pembahasan

bahwa

sikap

pada

bagian

sadalah

suatu

kecenderungan atau kesediaan seseorang berupa perbuatan untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap suatu objek. Dalam kehidupan bermasyarakat,

tentunya kita sebagai manusia tidak jauh dari berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Kita dapat menilai seseorang dari perilakunya, melihat apa yang dilakukan individu tersebut terhadap individu lainnya. Maka dari itu, perilakunya terwujud dalam bentuk sikap sosial, baik positif maupun negatif. Komponen sikap terbagi menjadi tiga macam yaitu, komponen kognitif, komponen afektif, komponen perilaku. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Terbentuknya suatu sikap banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional. Sikap sosial dapat menunjukkan pernyataan bagaimana pribadi seseorang tersebut. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Sehingga sikap sosial juga tidak terlepas dalam kajian psikologi sosial. Dengan memahami konsep yang ada dalam psikologi sosial, kita bisa mengetahui karakter suatu masyarakat. Sehingga ketika muncul sebuah konflik di tengah masyarakat akan mudah ditemukan solusi sebagai jalan tengah dari permasalahan yang ada tersebut. 2. Implikasi a. Implikasi Teoritis Secara teori, penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap siswa sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap siswa secara individual. Oleh karena itu, sangat penting bagi para guru untuk memahami dan mengkaji lebih dalam tentang sikap ini baik secara kepustakaan maupun melalui kegiatan-kegiatan seminar atau pelatihan lainnya. Hendaknya setiap guru juga mengetahui kecenderungan sikap yang dimiliki oleh setiap siswa, agar guru tahu bagaimana ia harus bersikap, dan mampu meneliti

perubahan sikap yang terjadi sebagai hasil dari proses belajar yang dialami oleh siswanya. Bagi yang akan melakukan penelitian, banyak hal yang dapat dikaji dari sikap sosial. Misalnya, perbedaan sikap sosial siswa yang berada di sekolah alam dan sekolah konvensional, pengaruh pola asuh orang tua terhadap sikap sosial anak, dan pengembangan sikap sosial pada anak Lembaga Permasyarakatan (LAPAS). b. Implikasi Praksis Selama proses pembelajaran, banyak sekali kegiatan siswa yang dapat diamati oleh guru dan kemudian diberikan penilaian terhadapnya. Tergantung tujuan awal penilaian yang hendak diperoleh guru, salah satu hal yang dapat dinilai yaitu pada aspek sikap siswa. Setiap individu memiliki berbagai macam respon terhadap kegiatan belajar yang sedang diikutinya. Penilaian ketercapain kompetensi sikap siswa menjadi sangat penting dengan mengacu pada indikator. Oleh karena itu, indikator hendaknya disusun secara jelas dan terstruktur. Dalam konteks penilaian sikap, indikator merupakan tanda-tanda yang muncul dari siswa dan dapat diamati oleh observer. Disamping itu, tentunya guru mengharapkan bentuk sikap positif siswa yang dapat muncul dalam proses pembelajaran. Maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan sikap positif pada siswa, yaitu: 1) Memberikan contoh sikap yang positif seperti peduli, tenggang rasa, bertanggung jawab, dan sebagainya. 2) Memberikan pengarahan pada siswa untuk selalu menaati aturan yang ada. 3) Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan atau kompetisi untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka.

E. REFERENSI Ahmadi, Abu. (2000). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Ahmadi, Abu. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Ali, M. (2000). Sikap, Intensi, dan Perilaku Asimilasi Siswa (Perspektif Psikologi Sosial). Makalah. Pontianak: FKIP UNTAN. Arifin, B. S. (2015). Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia. Azwar, S. (2012). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R. A. dan Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. (1990). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press. Depdikbud. (2001). Pedoman Pembinaan Program Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka. Mar’at. (1984). Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nawawi, H. (2000). Interaksi Sosial. Jakarta: Gunung Agung. Sarwono, S. W dan Meinarno, E. A. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Sears, D. O., Freedman, J. L., dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum: Bandung: Pustaka Setia. Soetjipto dan Sjafioedin. (1994). Metodologi Ilmu Sosial. Jakarta. Ramdhani, N. (2009). Pembentukan dan Perubahan Sikap. [Online]. Diakses dari: http:/neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/09/bab2a1attitude.pdf. Rufaida, S. D. (2013). Pengembangan Sikap Sosial Siswa Menggunakan Pendekatan PAKEM pada Pembelajaran IPS Kelas VB SD Negeri Mangiran, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Skripsi. [Online]. Diakses dari:

http://eprints.uny.ac.id/15615/1/SISKA%20DIFKI%20RUFAIDA,%20NIM% 2009108244052,%20PGSD.pdf. Utami, H. D. (2011). Penanaman Sikap Sosial Melalui Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V (Studi Kualitatif di SDN Telaga Asih 04 Cikarang Barat). Skripsi. [Online]. Diakses dari: https://auroralubna.files.wordpress.com/2012/02/siap-bakar-helma.pdf. Widoretno, E. (2015). Pengembangan Sikap Sosial Sebagai Pendidikan Karakter pada Ekstrakurikuler Kepramukaan

di SMP Negeri 9 Semarang. Skripsi.

[Online]. Diakses dari: http://lib.unnes.ac.id/20385/1/3301411087-S.pdf.

Related Documents


More Documents from "bagas perdana"