BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Informasi yang diterima
otak sekitar 95% masuk melalui panca indera penglihatan tersebut. Episkleritis merupakan kondisi inflamasi yang dapat sembuh sendiri yang terjadi dibagian episklera dan bersifat jinak1. Episkleritis dapat terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan2,3. Puncak insiden episkleritis pada wanita terutama pada dekade keempat dan kelima sedikit lebih tipis dibandingkan pada pria3. Penyakit ini jarang dialami oleh anak-anak maupun dewasa muda4. Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi untuk sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga berfungsi sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan akan bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera3. Episkleritis biasanya ringan, dapat sembuh sendiri, dan penyakit yang sering kambuh.Kebanyakan kasus episkleritis merupakan idiopatik, meskipun hampir sepertiga kejadiankasus ini disebabkan oleh penyakit sistemik yang mendasari. Beberapa kasus dapatdiakibatkan oleh reksi inflamasi eksogen5,6,7. Berdasarkan judul
latar
belakang
tersebut,
maka
penulis
mengangkat
referatepiskleritis sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan
penyakit episkleritis.
1
1.2.
Tujuan Referat ini dibuat untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di RSUD
Solok, dan juga sebagai bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui dan memahami lebih jauh tentang Episkleritis.
1.3.
Manfaat Agar referat ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran,
menambah ilmu pengetahuan dan agar pembaca lebih memahami tentang Episkleritis.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hakekat Indra Penglihatan
2.1.1
Anatomi Bola mata
Bola mata atau orbita terletak didalam cavum orbita. Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida berdinding empat yang berkonvergensi ke arah belakang. Dinding medial orbita kanan dan kiri terletak pararel dan dipisahkan oleh nasal. Atap orbita terutama terdiri atas os. frontalis. Dinding lateral terdiri atas os. Frontal, os. Zigomatikum, ala magna os sphenoid. Dasar orbita terdiri dari os. Zigomatikum, os. Maksila, os. Palatina. Dinding medial atau dibagian nasal terdiri dari os. Maksila, os. Lakrimal, os ethmoid. 10
Gambar 2.1 Penampang Anterior Cavum Orbita
Anatomi mata bagian luar terdiri dari supersilia, palpebra superior dan palbebra inferior, serta silia superior dan inferior yang terletak pada tepi palpebra.
3
Gambar 2.2 anatomi mata bagian luar
Anatomi bola mata dari luar kedalam yaitu :11,12 1) Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata dan permukaan anterior sklera. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu konjungtiva tarsal (yang melekat pada permukaan dalam palpebra), konjungtiva bulbi (yang melekat pada bola mata atau menutupi sklera) dan konjungtiva fornix ( peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi). 2) Kornea merupakan selaput bening mata yang tembus oleh cahaya. Terdiri atas 5 lapisan yaitu : epitel, membrana bowman, stroma, membrana descemet, dan endotel. 3) Camera Occuli anterior merupakan ruangan yang berisikan aquous humor 4) Iris merupakan lanjutan dari corpus cilliaris ke anterior 5) Pupil celah yang terletak ditengah-tengah iris berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. 6) Camera occuli posterior merupakan ruangan yang berisikan aquous humor
4
7) Lensa suatu struktue bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan sempurna. Lensa digantung oleh zonula zinii pada corpus cilliaris. berfungsi dalam menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama akomodasi 8) Corpus viterus adalah
badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua per tiga dari volume dan berat mata, berisi air 99%, sisanya 1% meliputi kolagen dan asam hialuronat sehingga mirip gel yang membantu mempertahankan bentuk mata 9) Retina merupakan jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, membentang ke depan dan berakhir di tepi ora serrata, mengandung fotoreseptor. Retina memiliki 10 lapisan yang terdiri dari lapisan membrana limitan interna, lapisan serat saraf, lapisan sel ganlion, lapisan fleksiformis interna, lapisan inti dalam, lapisan fleksiformis eksterna, lapisan inti luar, lapisan membrana limitan luar, lapisan fotoreseptor dan lapisan pigmen retina. Sedikit ke lateral dari sumbu tengah pada retina terdapat makula lutea, fovea sentralis yang berbentuk seperti cekungan. Apabila cahaya jatuh ditempat ini maka kita dapat melihat dengan jelas karena disana terdapat banyak sel rod dan sel cone. 10) Choroid adalah segmen posterior uvea, diiantara retina dan sklera. 11) Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, jaringan padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di sebelah posterior.
5
Gambar 2.3 anatomi bola mata
yang termasuk media refraksi dari anatomi mata adalah : 1. Kornea 2. Aquous humor ( kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior) 3. Lensa 4. Corpus viterus
2.1.2
Mekanisme melihat Ketika sinar masuk kedalam mata, terjadilah proses penglihatan yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pembiasan, tahap sintesa fotokimia, tahap pengiriman sinyal sensoris dan tahap persepsi di pusat penglihatan. Tahap pembiasan terjadi di kornea COA, COP, lensa, corpus viterus, dimana titik hasil pembiasan tergantung pada panjang sumbu bola mata. Sedangkan proses fotokimia terjadi pada fovea di makula lutea. Proses kimia yang terjadi akan merangsang dan menimbulkan impuls listrik potensial. Selanjutnya impuls listrik ini akan diantar oleh serabut saraf ke
6
pusat penglihatan di otak untuk diproses sehingga terjadi persepsi penglihatan. Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot siliaris akan berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2011). 9 2.2 Episkleritis 2.2.1
Definisi
Episkleritis merupakan reaksi radang pada episklera, yaitu jaringan ikat vaskular yang terletak di antara konjungtiva dan permukaan sklera. Penyakit ini termasuk dalam kelompok “mata merah dengan penglihatan normal”. 2,8
Gambar 1. Episkleritis
7
2.2.2
Epidemiologi
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5.1 Pada anakanakepiskleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa,30 penyertanya,
%
kasus
berhubungan
dengan
penyakit inflamasi saluran
penyakit
cerna, infeksi
jaringan
ikat
herpes, gout, dan
vaskulitis. Penyakit sistemikbiasanya jarang pada anak-anak. 3
2.2.3
Etiologi
Hingga sekarang para dokter masih belum dapat mengetahui penyebab pasti dari episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu berhubungan dengan terjadinya epikleritis. Kondisi – kondisi tersebut adalah penyakit yang mempengaruhi tulang, tulang rawan, tendon atau jaringan ikat lain dari tubuh, seperti: Rheumatoid arthritis Lupus ( Systemic Lupus Erythematosus) Tuberkulosis
2.2.4
Patofisiologi Episkleritis merupakan peradangan yang mengenai episklera, yakni
lapisan tipis jaringan ikat vaskuler yang menutupi sklera. Kelainan ini cenderung terjadi pada orang muda, khasnya pada dekade ketiga atau keempat kehidupan,
8
mengenai wanita tiga kali lebih seringdibanding pria. Bersifat unilateral pada duapertiga kasus. Kekambuhan sering terjadi dan penyebabnya tidak diketahui. Kelainan lokal atau sitemik terkait misalnya rosasea okular, atopi, gout, infeksi atau penyakit kolagen vaskuler dijumpai pada sepertiga populasi pasien. Episkleritis menunjukkan respon inflamasi yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas mungkin berperan. Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya collagen vaskular disease, penyakitinfeksi, penyebab tidak diketahui, dan beberapa penyebab yang jarang. Collagen
vasculardisease:
Polyarteritis
nodosa,
seronegative
spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid. Penyakitinfeksi misalnya Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan syphilis, viruses termasukherpes, fungi, parasites. Penyakit yang tidak diketahui : Gout, Atopy, Foreign bodies,Chemicals. Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia, Paraproteinemia,Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome, dermatomyositis, Wiskott-Aldrich
syndrome,Adrenal
xanthogranuloma,
Progressive
cortical
hemifacial
insufficiency,
atrophy,Insect
bite
Necrobiotic granuloma,
malpositioned jones tube, following transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens1.
9
2.2.5
Klasifikasi
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular.
Tipe yang paling sering dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi moderatehingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat kemerahanyang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema episklera. Tiapserangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan penyakit sistemik. Pada anakkecil jarang kambuh dan jarang berhubungan dengan penyakit sistemik. Beberapapasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi. Faktorpresipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress danperubahan hormonal.
Pasien dengan nodular episcleritis mengalami serangan yanglebih lama, berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungandengan artritis rematoid, 7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atauherpes simplex dan 3% dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan infeksi sekelilingnya1,3,4.
2.2.6
Gejala Klinis
Mata merah merupakan gejala utama atau satu-satunya Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan
10
Keluhan penyerta lain, misalnya: rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair. Keluhan-keluhan tersebut bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Bila keluhan dirasakan amat parah, maka perlu dipikirkan diagnosis lain 1. Keluhan biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada mata yang sama atau bergantian 2. Keluhan biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan 3. Dapat ditemukan gejala-gejala terkait penyakit dasar, di antaranya: tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, alergi (misal: eritema nodosum), atau dermatitis kontak.
2.2.7
Cara Penegakan Diagnosis Gejala episkleritis meliputi kemerahan dan iritasi ringan atau rasa tidak
nyaman.Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang berlangsung akut, seringkalibersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan tidak nyeri, kemerahan, nyeri sepertiditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dandisertai perasaan ada yang mengganjal. Pemeriksaan mata memperlihatkan injeksi episklera, yang bersifat nodural, sektoral,atau difus. Tidak tampak peradangan atau edema pada sklera dibawahnya, keratitis danuveitis jarang menyertai. Diagnosa konjungtivitis disingkirkan dengan tidak adanya injeksi konjungtiva sekret.
Tanda
objektif
dapat
ditemukan
palpebralis
kelopak
ataupun
mata bengkak,
11
konjungtiva bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva. Apabila pasien
mengalami
episkleritis
nodular,
pasien
mungkinmemiliki satu atau lebih benjolan kecil atau benjolan pada bawahnya putih mata. Pasien mungkin merasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata. Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna merahmuda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera, konjungtivadiatasnya dan kapsula tenon di bawahnya. 4 2.2.8 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 8 Episkleritis terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simpel. Secara umum, tanda dari episkleritis adalah: 1. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran dengan senter, tampak warna pink seperti daging salmon, sedangkan pada skleritis warnanya lebih gelap dan keunguan. 2. Kemerahan pada episkleritis disebabkan oleh kongesti pleksus episklera superfisial dan konjungtival, yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di dalamnya. Dengan demikian, pada episkleritis, penetesan Fenil Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan; sesuatu yang tidak terjadi pada skleritis. 3. Pada episkleritis nodular, ditemukan nodul kemerahan berbatas tegas dibawah konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul ditekan dengan kapas atau melalui kelopak mata yang dipejamkan di atasnya, akan timbul rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. 4. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal. 12
5. Dapat ditemukan mata yang berair, dengan sekret yang jernih dan encer. Bila sekret tebal, kental, dan berair, perlu dipikirkan diagnosis lain. 6. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin mendasari timbulnya episkleritis, seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Kelainan sistemik umumnya lebih sering menimbulkan episkleritis nodular daripada simpel.
Cara membedakan episkleritis dengan skleritis adalah dengan melakukan tes Fenil Efrin 2,5% (tetes mata), yang merupakan vasokonstriktor. Pada episkleritis, penetesan Fenil Efrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching / memucat); sedangkan pada skleritis kemerahan menetap. a. Episklerisis sederhana Gambaran
yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan
gambaranyang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya sembuh spontan dalam1-2 minggu.
13
b. Episkleritis Noduler Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif danbiasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama. Pemeriksaan dengan Slit Lamp yangtidak menunjukkan peningkatan permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwasklera tidak membengkak. Pada kasus rekuren, lamela
sklera
sehinggga
superfisial
menyebabkan
dapatmembentuk sklera
tampak
garis
yang
paralel
lebihtranslusen. Gambaran
seperti ini jangan disalah diagnosa dengan penipisan sclera.
2.2.9
Diagnosis Banding 8
Konjungtivitis Disingkirkan
dengan
adanyaketerlibatan
sifat
konjungtiva
episkleritis
yang
palpebra. Pada
lokal
dan
konjungtivitis
tidak ditandai
denganadanya sekret dan tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsalinferior. Skleritis Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler .untukmendeteksi
keterlibatan
sklera
dalam
dan
membedakannya
denganepiskleritis, konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawahsinar matahari
(jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan
epinefrin1:1000 atau fenilefrin 10% yang menimbulkan konstriksi pleksus vaskularepisklera superfisial dan konjungtiva. Iritis Pada iritis ditemukan adanya sel dan ”flare” pada kamera okuli anterior. 14
2.2.10 Penatalaksanaan8 1. Non-medikamentosa o
Bila terdapat riwayat yang jelas mengenai paparan zat eksogen, misalnya alergen atau iritan, maka perlu dilakukan avoidance untuk mengurangi progresifitas gejala dan mencegah rekurensi.
o
Bila terdapat gejala sensitifitas terhadap cahaya, penggunaan kacamata hitam dapat membantu.
2. Medikamentosa o
Episkleritis simpel biasanya tidak membutuhkan pengobatan khusus.
o
Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air mata buatan.
o
Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular dapat diatasi dengan
tetes
mata
kortikosteroid,
misalnya:
Prednisolon
0,5%,
Deksametason 0,1%, atau Betametason 0,1%. o
Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat topikal, dapat diberikan anti-inflamasi nonsteroid(NSAID), misalnya Ibuprofen.
3. Konseling dan Edukasi Dokter perlu memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya, serta memberikan reassurance dan informasi yang relevan, di antaranya tentang natur penyakit yang ringan, umumnya selflimited, dan halhal yang pasien dapat lakukan untuk menyembuhkan penyakitnya.
15
2.2.11 Prognosis 1. Umumnya kelainan ini sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun kekambuhan dapat terjadi selama bertahun-tahun 4 2. Pada kebanyakan kasus perjalanan penyakit dipersingkat dengan pengobatan yang baik
7
16
BAB III KESIMPULAN
Episklera adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari seratserat jaringan ikat yang membentuk dinding
putih mata yang kuat. Sklera
dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva. Kelainan ini idiopatik pada sebagian besar kasus, namun dalam kasus tertentu mungkin ada hubungan dengan beberapa penyakit sistemik yang mendasari seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik, tuberkulosis penyakit radang usus, asam urat, herpes zoster atau sifilis. Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 1-2 minggu, Diagnosa banding pada episkleritis meliputi konjungtivitis, skleritis, dan iritis.
17
Daftar Pustaka
1. Roy
Hampton,
Episcleritis
in
Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm 2. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 5th Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. ButterworthHeinemann. 3. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy 5th
Edition pp. 125-126. Philadelphia.
2002.Lippincott Williams & Wilkins 4. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170171. Jakarta. 2000. Widya Medika. 5. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 4th Edition pp. 151-2. Great Britain. 1999. ButterworthHeinemann. 6. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3rd Edition pp133-134. United States of America. 1999. Lippincott Williams & Wilkins 7. FeinbergEdward,EpiscleritisinHttp://www.pennhealthj.com/ency/article/0 01019.htm. 8. http://ppkdokter2014.blogspot.com/2016/10/episkleritis.html?=1 9. Hayatillah
A.
Prevalensi
Miopia
dan
Faktor-Faktor
yang
Menpengaruhinya pada Mahasiswa program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. 2011;
18
10. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. kelima. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 11-12 p. 11. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2009. 5-15 p. 12. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. kelima. Jakarta: Badan Penerbi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 1--12 p.
19