Artikel Korupsi

  • Uploaded by: tika137
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Korupsi as PDF for free.

More details

  • Words: 875
  • Pages: 3
Tema: Berjamaah Lawan Korupsi Judul: Lawan Korupsi dengan Mental “Transmaju” Indonesia merupakan negara

berkembang, apalagi

telah

diberlakukannya

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, pencapaian ini tidak menjamin Indonesia akan meniti karir menjadi negara maju. Banyak faktor penghambat, salah satunya adalah pola pemerintahan khususnya di ranah kelembagaan (legislatif, eksekutif, & yudikatif) yang tidak jujur. Sebagai warga masyarakat yang ingin melihat negaranya maju tentunya memiliki harapan akan terciptanya pemerintahan yang tidak hanya demokratis, tetapi juga bersih, adil, dan bebas dari korupsi. Sayang seribu sayang karena harapan tersebut tidak pernah terwujud. Negara memang menerapkan sistem demokratis, tetapi tidak bersih, adil, apalagi bebas dari korupsi. Justru korupsi merupakan hal yang popular di abad 21 ini. Hal ini dibuktikan dengan tidak ada hari tanpa laporan mengenai kasus korupsi. Di televisi, radio, koran, dan media online (internet) selalu memunculkan kasus korupsi. Bahkan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wartawan tidak pernah absen hadir meliput mengenai hal apa lagi yang dikorupsi, siapa lagi tersangka yang muncul, berapa jumlah uang yang diambil dan sebagainya. Kondisi ini tentu sangat memperihatinkan. Di saat negara tengah berjuang untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya, justru ada pihak-pihak yang dengan teganya merampas uang demi kepentingan nafsu hedonisnya. Korupsi dalam kajian ilmu psikologi merupakan suatu perilaku. Perilaku korupsi ini terkait dengan pelanggaran hukum yang menyalahgunakan wewenang atas kekuasaan demi memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Sedihnya lagi karena perilaku korupsi di Indonesia ini justru polanya tidak soliter alias berjamaah dalam satu institusi yang sama. Jadi, pihak-pihak yang mengetahui adanya tindakan korupsi bukannya bertindak jujur dengan melaporkan kepada pihak berwajib, justru malah ikut melakukan tindakan yang sama dengan kunci masing-masing pihak melakukan koalisi, yakni tahu sama tahu tetapi sama-sama tutup mulut. Menarik untuk disimpulkan bahwa mungkin akar dari perilaku korupsi ini adalah karena tidak adanya kejujuran dan rasa malu yang dimiliki oleh warga Indonesia. Ketidakjujuran ini bukan hanya berlaku bagi pemegang kekuasaan atau jabatan, tetapi juga hampir semua warga negara Indonesia. Perilaku tidak jujur ini sangat memprihatinkan karena justru diedukasikan secara tidak sadar kepada generasi muda.

Di Indonesia perilaku tidak jujur dapat dijumpai dimana saja dan kapan saja serta dilakukan oleh siapa saja. Contoh kecil misalnya saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru, banyak pihak-pihak khususnya orang tua yang sibuk mencari cara agar anaknya bisa lulus seleksi meskipun harus dengan menyogok. Saat Ujian Nasional, kembali lagi ada pihak-pihak yang sibuk mencari kunci jawaban atau bocoran soal, lagi-lagi dengan menyogok. Bicara sogok-menyogok tentunya ada pelaku (menyogok) dan yang disogok. Perilaku orang tua dan pihak-pihak tertentu yang seperti ini secara tidak sadar memberikan edukasi yang salah bagi anak-anaknya. Anak yang melihat perilaku orang disekitarnya akan belajar bahwa untuk mendapatkan keinginan ternyata bisa dilakukan dengan cara yang sebenarnya salah tetapi seolah benar karena dilakukan oleh orang terdekatnya. Belum lagi saat telah diterima di sekolah atau di universitas, karena telah terbiasa mendapatkan keinginan dengan cara yang salah maka tidak menutup kemungkinan saat mengerjakan tugas atau ujian anak-anak akan berusaha agar dapat nilai yang bagus dengan menyontek dan melakukan plagiat. Pepatah mengatakan ala bisa karena biasa. Jika perilaku ini dilakukan terusmenerus maka akan menjadi kebiasaan sampai saat tumbuh dewasa. Individu yang tidak jujur, saat mendapatkan wewenang dan kekuasaan untuk memegang suatu jabatan, besar kemungkinan dalam pelaksanaan tugasnya ada indikasi ketidakjujuran di dalamnya. Contohnya saja melakukan korupsi. Apalagi jika saat proses mendapatkan jabatan tidak dilakukan dengan jalan yang jujur alias menyogok. Ditambah lagi uang yang digunakan untuk menyogok cukup besar. Satu-satunya jalan yang digunakan untuk mengembalikan uang adalah dengan gali lobang tutup lobang alias melakukan korupsi untuk menutupi kekurangan uang yang telah dikorbankan saat menyogok. Selain kejujuran, budaya malu juga sangat mendukung perilaku korupsi. Hal ini dapat dilihat dari koruptor yang tidak punya rasa malu mengambil hak orang lain, menganggap diri berhak memakai uang rakyat seenak hati dan tidak menyesal sama sekali. Meminta penegak hukum melakukan hukuman untuk menimbulkan efek jera juga sudah tidak mempan lagi karena justru penegak hukum juga ikut-ikutan tidak jujur. Jadi, jika ada yang perlu dilakukan untuk melawan korupsi ini adalah dengan memberantas bibit-bibit perilaku tidak jujur dan membiasakan untuk jujur serta melestarikan budaya malu dari dini, yakni saat individu masih anak-anak. Hal yang perlu dilakukan oleh orang tua, guru atau masyarakat adalah melatih anak untuk

mendapatkan keinginannya dengan cara yang jujur tanpa ada unsur kolusi, nepotisme apalagi korupsi. Sejak dini anak sebaiknya diajarkan bahwa mengambil hak orang lain, baik sekecil atau hal sepele apapun itu adalah perilaku yang salah dan tidak tahu malu. Sikap jujur dan malu ini perlu dibudayakan agar menjadi terbiasa sampai dewasa, sehingga saat di dunia kerja mereka tidak melakukan perbuatan tidak jujur apalagi korupsi. Selain memelihara budaya jujur dan malu, cara terbaik untuk melawan korupsi adalah dengan melakukan sistem pemerintahan yang transparan. Artinya, segala bentuk transaksi dan interaksi yang terjadi di pemerintahan harus dilaporkan secara detail dan terbuka termasuk pada proses penegakan hukum. Penggunaan sistem transparan ini memungkinkan jika tidak akan ada pihak yang berani untuk melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme karena segala bentuk tugas jabatannya diawasi secara ketat dan dilihat secara langsung. Tugas kita sebagai warga negara adalah berjamaah mengawasi sistem ini dengan begitu kita dapat berjamaah mencegah tindakan korupsi. Jadi, seperti yang dikatakan oleh Jokowi-JK bahwa kalau ingin memperbaiki bangsa, maka harus dengan cara revolusi mental. Menurut penulis, salah satu revolusi mental yang dapat dilakukan adalah revolusi untuk membudidayakan transmaju, yakni menjalankan pemerintahan yang transparan, malu, dan jujur.

Related Documents

Artikel Korupsi
October 2019 27
Korupsi
June 2020 36
Korupsi
June 2020 37
Korupsi Transaktif.docx
December 2019 37
Inpres_05_2004 Korupsi
April 2020 34

More Documents from "R. Khairil Adi S.Hut"

Artikel Korupsi
October 2019 27