Analisis Pendekatan Kebijakan di Negara Belanda
Profil Negara Belanda
Nama Negara
: Kerajaan Belanda / Kingdom of the Netherlands
Ibukota
: Amsterdam
Letak Geografis
: Eropa Barat
Luas Wilayah
: 41.543 km2
Perbatasan
: Jerman (timur), Belgia (Selatan, Laut Utara (barat dan
utara) Organisasi Federasi/Wilayah : 12 Provinsi, 430 Pemerintah kota (gemeenten) Penduduk
: 16,847,007 jiwa ( july 2011)
Bnetuk Negara
: Kerajaan
Bentuk Pemerintahan
: Monarki Konstitusional
Kepala Negara
: Ratu Beatrix
Kepala Pemerintahan
: Perdana Menteri Mark Rutte
Parlemen
: Sistem Parlementer 2 kamar
Bahasa Nasional
: Belanda
Lagu Kebangsaan
: Het Wilhelmus
Hari Nasional
: 30 April
Agama
: Katolik Roma (30%), Reformis (11%), Calivinist (4%)
Mata Uang
: Euro
Kondisi Geografis
Belanda terletak di Eropa Barat. Dibatasi oleh Belgia di bagian selatan, Jerman di bagian timur dan utara, dan North Sea di sepanjang pantai barat. Luas Negara ini adalah 42.508 kilometer persegi, yang terdiri dari daratan seluas 33.889 kilometer persegi dan air seluas 7.643 kilometer persegi. Negara ini terletak di persimpangan 3 sungai utama di Eropa, yaitu sungai Rhine, sungai Meuse, dan sungai Schelde. Belanda masih memiliki dua koloni, yaitu Aruba dan the Netherlands Antilles (keduanya terletak di Karibia). Arah angin yang utama di Belanda ialah barat daya, yang menyebabkan iklim kepulauan yang sederhana, dengan musim panas yang dingin, dan musim sejuk yang sederhana.
Struktur Pemerintahan Sejarah negara Belanda merupakan bagian dari sejarah Eropa secara keseluruhan. Pada tahun 1579 terbentuk Union of Utrecth oleh 7 provinsi di bagian utara dan kemudian memisahkan diri kerajaan Spanyol pada masa Raja Philip pada tahun 1581. Berdasakan Perjanjian Westphalia 1648, republik ini diakui secara internasional dan memiliki parlemen satu kamar,
yaitu Staten General yang berisi perwakilan provinsi dan hanya
bertanggungjawab untuk urusan luar negeri seperti hubungan luar negeri, angkatan laut, angkatan darat, dan perdagangan luar negeri dan keuangan. Kekuasaan dipegang oleh seorang standhouders sebagai gubernur dan komandan militer. Saat ini Belanda merupakan negara monaki konstitusional. Belanda juga merupakan negara dengan sistem demokrasi parlementer yang juga menganut trias politica, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Untuk legislatif, di Belanda ada parlemen bikameral yang terbentuk sejak amandemen konstitusi tahun 1815 yang pada saat itu Eerste Kamer diangkat oleh Raja dan Tweede Kamer dipilih oleh Provincial Councils yang mewakili para bangsawan di daerah tersebut dan pemilik tanah. Sekarang, Eerste Kamer dipilih oleh Provincial Councils,sedangkan Tweede Kamer dipilih langsung melalui pemilu. Parlemen (Staten Generaal) terdiri dari Eerste Kamer (First Chamber) yang terdiri dari 75 anggota, dipilih oleh anggota dari ke dua belas Provincial Councils dan sebuah Tweede Kamer (Second Chamber) yang terdiri dari 150 anggota. Keduanya menjadi satu kesatuan pada saat melakukan joint session. Eerste Kamer dan Tweede Kamer memiliki kekuasaan di bidang legislasi, pengawasan pemerintahan dan kekuasaan lainnya, namun dengan beberapa perbedaan fungsi dan
kewenangan
yang
dimilikinya.
Masing-masing
kamar
dapat
melakukan
sidang
pleno, committee, atau joint session. Eerste Kamer atau bisa juga disebut dengan Senate memiliki kekuasaan legislasi berupa pemberian keputusan menerima atau menolak rancangan undang-undang, termasuk memberikan persetujuan terhadap perjanjian internasional, tanpa hak untuk mengajukan atau melakukan perubaan, kecuali dalam joint session. Kekuasaan di bidang pengawasan pemerintahan berupa mengajukan pertanyaan secara lisan maupun tertulis yang akan dijawab secara tertulis, dan melakukan penyelidikan. Kekuasaan Tweede Kamer atau bisa juga disebut dengan House of Representatives yang tidak dimiliki oleh Eerste Kamer diantaranya adalah di bidang legislasi yaitu mengajukan dan menerima terlebih dahulu rancangan yang diajukan oleh pemerintah serta dapat melakukan perubahan, mendapatkan jawaban secara lisan atas pertanyaan yang diajukan, mengajukan perubahan kebijakan umum dan budget, serta kekuasaan untuk menominasi pejabat publik, yaitu MA, State Council, General Chambers of Audit, dan Ombudsman Nasional Untuk cabang eksekutifnya, ada Ratu Beatrix sebagai kepala negara. Beliau disini hanya sebagai pembentuk pemerintahan, seperti menunjuk perdana menteri dan juga membentuk kabinet menteri, namun tidak ikut campur dalam pembuatan kebijakan. Ratu hanya meratifikasi suatu kebijakan agar kebijakan itu bisa berlaku. Aktor selanjutnya, ada perdana menteri, yang saat ini dijabat oleh Mark Rutte, sebagai kepala pemerintahan. Kemudian ada Dewan Menteri yang ditunjuk oleh Ratu. Dewan inilah yang bertugas untuk membuat kebijakan. Untuk yudikatifnya, ada Supreme Court (Mahkamah Agung) atau disebut juga Hoge Raad, sebagai pengadilan tertinggi di Belanda dalam urusan sipil, kriminal, dan perpajakan. Selain itu ada ordinary courts yang terbagi atas 19 pengadilan distrik dan lima pengadilan banding.
Analisa Pendekatan Kebijakan Dengan sistem pemerintahan negara Belanda dapat dianalisa bahwa Pendekatan teori kebijakann publik dari negara belanda adalah kebijakan Institusionalisme. Kebijakan Institusionalisme sendiri merupakan kebijakan dimana studi kebijakan tersebut berdasarkan pendekatan formal terhadap peranan institusi pemerintahan yang terkait dalam formulasi dan implementasi suatu kebijakan.
Negara belanda dapat dikatakan atau termasuk kedalam pendekatan teori kebijakan publik Institusionalisme karena kebijakan publik yang ada di negara belanda dibuat oleh para lembaga institusi yang memiliki wewenang dalam mengatur negaranya. Wewenang tersebut dimiliki oleh lembaga eksekutif yang terdiri dari seorang Ratu sebagai kepala negara yang dapat secara langsung menunjuk perdana menteri dan kabinet menteri, kemudian ada Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan dan Dewan Menteri yang di tunjuk oleh ratu secara langsung untuk membuat kebijakan. Contoh kebijakan di Negara Belanda 1. Kebijakan Towards the Electronic Government. Kebijakan ini merupakan elaborasi lebih lanjut dari garis utama yang di tetapkan dalam program Modernizing Government Programe dan agenda TIK nasional. Kebijakan ini juga merupakan suatu kebijakan dari pelaksanaan penerapan E-Government di belanda. 2. Kebijakan E-Procurement Desentralisasi. Kebijakan ini juga merupakan bagian dari pelaksanaan Penerapan E-Government di Belanda. kebijakan E-procurenment Desentralisasi di belanda memiliki tujuan untuk mencapai E-Procurenment yang lebih baik dalam pemerintah, mendukung pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengadaan setiap hari, dan menawarkan platform untuk semua otoritas kontraktor untuk berbagai masalah yang dihadapi dan mendiskusikan solusi yang diterapkan.
2 kebijakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan pelaksanaan penerapan EGovernment di Belanda, Dengan adanya pengembangan framework bagi beberapa Pemerintahan mengenai pengembangan 6 bagian area inti pemerintahan dan juga termasuk projek contoh di daerah umum yang dirancang sedemikian rupa untuk memberikan kesempatan bagi Belanda untuk menjadi pemimpin di dunia Informasi dan Teknologi Komunikasi. Adapun kerangka hukum yang dibangun untuk menyediakan infrastruktur E-Government yaitu : -
Undang-undang tentang akses publik terhadap informasi pemerintah (mod. 2005).
-
Undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi (2000).
-
Undang-undang tentang hukum administrasi, dalam modifikasi tertentu dengan tindakan pada administrasi elektronik lalu lintas (mod. 2004).
-
Undang-undang tentang tanda tangan elektronik (2003).
2 kebijakan tersebut termasuk kedalam kebijakan Institusionalisme karena dibuat oleh institusi pemerintah untuk mengembangkan 6 bagian area inti pemerintahan dan mewujudkan belanda untuk menjadi pemimpin di dunia Informasi dan Teknologi Komunikasi serta memberikan jalan bagi pemerintah Belanda dalam memaksimalkan penggunaan Informasi dan Teknologi untuk memberikan jasa umum yang lebih baik dan efektif bagi penduduknya dan juga bisnis, yang dimana juga telah mengurangi biaya bagi pemerintah Belanda dalam memberikan jasa tersebut bagi penduduknya. 3. Kebijakan “Drugs Policy” suatu kebijakan untuk melegalkan penggunaan obat-obat narkotika untuk personal dan memberikan suatu pertimbangan knowledge dengan memberikan standar mengenai konsumsi narkotika yang aman bagi manusia. Dengan penerapan kebijakan tersebut Belanda memberikan suatu label bahwa penggunaan obat-obat berbahaya sebagai suatu masalah umum yang terimplikasi pada kesehatan dan masalah sosial yang berada di bawah kontrol karena adanya legalisasi pemerintah. Dengan penerapan kebijakan ini, pada tahun 1980-an konsumsi narkotika menjadi suatu hal yang dianggap lazim dan legal dalam masyarakat Belanda. Tujuan realisasi kebijakan ini salah satunya adalah untuk melindungi anak muda agar tidak terjebak narkotika dalam kadar bahaya yang tinggi yang diistilahkan sebagai hard drug. Karena secara nyata peredaran drug tersebut ada dalam masyarakat dan berdekatan dengan dunia anak muda, jadi apabila tidak ada legalisasi konsumsi untuk mereka maka dikhawatirkan anak muda akan berusaha mencari narkotika melalui illicit market yang secara nyata akan lebih berbahaya. Pemerintah melegalkan konsumsi soft drug dengan mengijinkan perdagangan barang-barang ini pada coffeshop-coffeshop dan youth club yang bonafit tentunya terdapat batasan usia untuk mengonsumsi drug ini. Dengan kebijaksanaan ini pemerintah Belanda percaya jika seorang anak muda yang ingin menggunakan soft drug akan lebih baik apabila dia tidak berada pada suatu kawasan yang mengekspos tentang kriminalisasi hard drug. Selain itu dengan memberikan toleransi terhadap penggunaan soft drug untuk penggunaan secara personal akan secara otomatis memberikan diferensiasi terhadap konsumen hard drug dan soft drug yang pada akhirnya akan membentuk hambatan sosial untuk transisi dari soft ke hard drug.
parameter yang telah ditetapkan sistem internasional melalui EU (European Union) dan UN (United Nation) juga telah menunjukkan support terhadap kebijakan Belanda untuk melanjutkan regulasi yang berorientasi pada pencegahan dan pengurangan bahaya. Kebijakan yang diadopsi dalam kasus ini adalah tetap memberlakukan petunjuk Public Prosecutions Departement dibawah Opium Act yang mengatur tentang legalisasi soft drug tetapi dengan melakukan penyempurnaan lebih lanjut dengan mengenalkan regulasi-regulasi administratif yang baru. Berikut ini ketentuan legalisasi narkotika yang telah disepakati :
Setiap warga negara hanya diperkenankan menanam maksimal lima batang ganja untuk dikonsumsi sendiri. Apabila penanaman melebihi ketentuan akan dianggap sebagai kasus kriminal.
Kopi ganja yang dijual tidak boleh memiliki konsentrasi zat psikoaktif THC di atas 15 persen. Pelanggaran atas ketentuan ini akan mendapat sanksi kriminal dan penutupan coffeeshop.
Adanya rencana larangan wisatawan mengunjungi kota dengan sajian kopi ganja yang mulai diberlakukan Mei 2012. Hal ini untuk menghindari adanya “drug tourism”.
Kebijakan Drugs Policy merupakan kebijakan menggunakan pendekatan teori Political system dimana teori ini menganggap kebijakan publik sebagai respon sistem politik terhadap permintaan yang muncul dalam masyarakat lingkungannya. Terdapat input dari lingkungan berupa permintaan (demands) dan dukungan (support). Dukungan ini dapat dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum, membayar pajak dan sebagainya.
Drugs Policy termasuk kedalam teori Political System karena terdapat permintaan dari lingkungannya dimana masyarakat belanda mengganggap lazim terhadap pengguna narkoba di kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah membuat kebijakan dengan memberikan toleransi terhadap penggunaan narkoba dengan pengetahuan dan batasan-batasan tertentu mengenai pemakaian narkotika. Dan kebijakan itu mendapatkan dukungan dari sistem internasional melalui EU (European Union) dan UN (United Nation) terhadap kebijakan Belanda untuk
melanjutkan regulasi yang berorientasi pada pencegahan dan pengurangan bahaya dari narkoba itu sendiri.
4. Kebijakan EE (Environmental Education) dan LSD (Learning for Sustainable Development). Kebijakan ini merupakan kebijakan pemerintah Belanda dalam program pembangunan berkelanjutan dengan memberikan pergeseran terhadap pendekatan instrumental dengan menggunakan pendidikan sebagai cara untuk mengubah perilaku seseorang ke arah keterlibatan sipil yaitu, menciptakan ruang dan mendukung masyarakat
dalam mengambil tanggung jawab terhadap cara hidup yang lebih
berkelanjutan. Keefektifan Environmental Education di Belanda pernah diuji oleh Netherlands Environmental Assessment Agency. Hasil uji mengungkapkan bahwa instrumen pendidikan dapat sedikit meningkatkan keberlanjutan dalam aktivitas masyarakat.
Kebijakan EE dan LSD termasuk kedalam teori Institusionalisme karena kebijakan ini di buat oleh pemerintah Belanda dan sudah di uji oleh Netherlands Environmental Assessment Agency untuk mengembangkan program pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan pendidikan untuk mengubah perilaku seseorang ke arah keterlibatan sipil.
Daftar Pustaka http://mycomparativepolitics.blogspot.com/2011/11/pembuatan-kebijakan-di-belanda.html https://dedeandreas.blogspot.com/2017/06/elite-theory-institusionalisme-group_7.html http://rendyr.blog.binusian.org/2014/04/13/pelaksanaan-egovernment-di-belanda-papersebelum-uts/ https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=93 https://www.kompasiana.com/birgitanelsye/5926adae8623bdfb1d4b332a/pendekatan-dalamkebijakan-pendidikan-lingkungan-untuk-pembangunan-yang-berkelanjutan?page=all