Anak-anak, Hantu Dan Kita

  • Uploaded by: Indonesiana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anak-anak, Hantu Dan Kita as PDF for free.

More details

  • Words: 461
  • Pages: 1
Anak-anak, Hantu dan Kita Tersebutlah sekerumun warga di sebuah kompleks perumahan yang tengah dibuat bingung oleh keranda. Di mana gerangan ranjang mayat itu harus diletakkan? "Di kuburan," kata seorang warga. Semua setuju, sampai seorang pamong desa melontarkan fakta baru. "Akan rusak oleh panas dan hujan," katanya. "Kita buatkan perlindungan, semacam rumah-rumahan," usul warga. "Pemilik kuburan akan keberatan. Kita cuma penyewa," jawab sang pamong. Semua terdiam, sampai seorang lain lagi nyeletuk: "Di masjid!" Usul yang disambut gembira, walau kemudian harus berbuntut panjang, nyaris menyerupai pertengkaran. ''Yang setuju kaget, saling tak seimbang. dekat sebagai

pasti rumahnya jauh dari masjid!'' kata seorang yang lain. Semua pandang dan akhirnya saling hitung. Benar juga. Jumlah mereka memang Maka muncullah dua kelompok baru, si jauh sebagai mayoritas dan si minoritas.

Kelompok ini segera membelah diri secara otomatis, membentuk koloni baru atas nama perasaan senasib sepenanggungan. ''Masjid akan jadi angker,'' kata yang satu. ''Anak-anak akan ketakutan, masjid akan sepi dari kegiatan,'' kata yang lain. ''Keranda biasa bergerak sendiri jika akan ada orang mati.'' ''Saya yang paling rugi. Pasaran rumah saya akan merosot jika dijual,'' timpal yang lain bersahutsahutan. Dalam waktu singkat, kelompok dekat masjid ini siap mengibarkan bendera sebagai pihak yang teraniaya. Sungguh, reaksi yang tak pernah diduga dan harus disikapi secara waspada. Maka datanglah kompromi pertama. ''Kenapa masjid? Karena ia adalah fasilitas umum,'' kata si jauh berhati-hati, bergaya persuasi. Argumentasi ini hampir disetujui jika saja si dekat telah memutuskan untuk menyerah. Tapi sebutan ''fasilitas umum'' itu malah memercikkan inspirasi baru. ''Jika batasannya cuma fasilitas umum, kita punya taman, punya balai RW di dekat rumah sampean. Lebih ideal buat tempat keranda!'' Usul ini lagi-lagi membuka perdebatan baru. Karena warga di dekat taman dan balai RW mulai tersinggung. ''Fasilitas umum tak cuma itu. Masih ada gardu jaga!'' Dan lontaran ini memicu ide berikutnya. ''Berarti ada empat fasilitas umum. Bagi saja keranda itu menjadi empat bagian untuk disimpan di empat tempat!''. ''Itu masih kurang adil, karena beban cuma terkonsentrasi di fasilitas umum. Sebar ke semua wilayah RT.'' ''Itu masih belum adil. Kasihan yang jadi RT. Bagi sebanyak rumah warga. Toh orang-orang di rumah itu juga bakal mati!'' Akibat usul penghabisan ini sungguh dramatik. Semua warga membisu. Usul ini hebat tapi membingungkan. Ia gampang disetujui tapi sulit dijalankan. Akhirnya denga suara serak, menyerupai orang putus asa, pamong desa menutup pertemuan dengan pesan: ''Harus sudah disepakati sebelum di antara kita ada yang mati.'' Pertemuan pun bubar. Hingga tulisan ini diturunkan, keranda itu masih berada entah di mana. Sementara anak-anak yang dikhawatirkan akan menderita itu terlihat asyik berlarilari riang. Serba tak peduli dan asyik menikmati dunianya sendiri. Bisa jadi mereka takut hantu, tapi ketakutan itu, kita pula yang mengajarkan. Maka terhadap keranda itu, bukan anak-anak benar, tapi kita pula yang ketakutan. Ya, betapa anak-anak sering menjadi perisai bagi kekalutan orang tuanya. (03) (PrieGS/)

Related Documents

Anak-anak, Hantu Dan Kita
November 2019 31
Hantu
April 2020 31
Hantu
October 2019 31
Mercon Dan Kita
November 2019 27
Kita Dan Hawa Nafsu
April 2020 29

More Documents from ""

Teman Masa Kecilku
November 2019 40
Diplomasi Kopiah
November 2019 37
Buatan Indonesia
November 2019 53
Nasihat Dari Cd Porno
November 2019 40
Andai Aku Engkau Percayai
November 2019 43