Amal Jama’i
Pernahkah kita perhatikan bagaimana semut
membuat
sarat
dengan
sarangnya,
ibrah,
Subhanallah
mereka
bergerak
bergerombol dari suatu tempat yang jauh pulang dengan membawa bongkahan tanah untuk di tumpuk di satu tempat yang telah mereka
tetapkan
bermukimnya,
sebagai
setelah
mengambil
tanah
meletakkan
bongkahan
begitu
itu
dan
seterusnya
tempat
kembali pulang
tanah sampai
lagi untuk
tersebut, akhirnya
terbangun sebuah sarang yang besar ibarat gunung
tempat
mereka
bermukim.
Fenomena diatas menjadi pelajaran kauniyah yang
sebenarnya
ingin
Allah
tunjukkan
kepada kita para manusia, bahwa mimpi besar akan sangat mudah di bangun bila ada kerjasama
dalam
meraihnya,
kerjasama
itulah yang sering kita sebut amal jama’i. Suatu panjang
pagi
lebar
saya
dengan
berkomunikasi seorang
al
akh
mengenai kondisi dakwah kampus, hingga saya berkesempatan bertanya masalah apa yang paling berat antum hadapi, al akh tersebut serta merta menjawab amal jama’i masih belum terbangun mas. Ikwahfillah ada problematika yang sebenarnya bagi kita terlalu klise untuk dibahas di forum – forum syuro atau pertemuan – pertemuan lainnya, entah apakah karena sejak zaman dahulu masalahnya sudah itu dan sampai sekarang juga masih tetap sama, sehingga problem klise
tersebut
akhirnya
terkikis
dengan
keinginan untuk memodernisasikan dakwah di yang telah lebih cepat masuk di ranah khidami. Amal
jama’i
merupakan
nuansa
fundamentalis, bukan hanya slogan ataupun
sekedar aksi, namun itulah ruh dari sebuah pergerakan, motivasi bagi perjuangan, dan nyawa dari tandzim dakwah, tidak akan lekang apalagi hilang atau di tinggalkan walaupun dakwah ini telah masuk pada mihwar yang paling tinggi sekalipun, tetap sebuah amal jama’i menjadi warisan tak ternilai yang harus selalu di konservasi keberadaannya,
namun
unik
memang
masalah yang satu ini, entah rasanya seperti berjalan di dalam labirin, sulit sekali mencari way out, bagaimana agar masalah ini dapat di atasi, saya kemudian teringat dengan tentara, mereka di latih dengan latihan yang sangat
keras,
di
tempa
mentalnya,
di
gembleng habis – habisan, makan bersama, tidur
bersama,
mandi
bersama
hingga
semuanya dilakukan secara bersama, dari situ kemudian tumbuh rasa kebersamaan diantara
mereka,
yang
kebersamaan
itu
kemudian memunculkan kerjasama. lantas
saya berfikir apa harus seperti tentara untuk membangun amal jama’i, hati saya tertawa kecil, teringat ketika daurah di kampus hanya di bentak sedikit besok sudah tidak muncul lagi di sekre, gimana kalau lebih dari itu, hmmm… Butuh kerja keras untuk membangun amal jama’i, kerja keras karena ada banyak hati dan otak di dalam amal jama’i, andai saja semua otak dan hati itu produksinya sama
maka
mungkin
lebih
mudah
mengarahkannya, namun realita ternyata walaupun sama – sama hati dan otak tapi produksinya macam – macam, ada yang produksi kerupuk, roti, tempe, batu, dan lain sebagainya, mungkin inilah yang disebut seni, seni bagaimana menata hati, menata berbagai macam produksi hati tadi menjadi kekuatan yang dahsyat, Subhanallah, satu lagi pelajaran di berikan Allah kepada kita, bayangkan bila semua hati produksinya roti,
atau
semua
otak
poduksinya
krupuk,
mungkin kita hanya mengenal roti atau krupuk saja, tapi Allah takdirkan hambaNya dengan
berbagai
karakteristik
ternyata
bukan untuk melemahkan kita, namun untuk semakin menguatkan kita, menjadikan kita semakin komplit, masing – masing karakter saling
mengisi
menguatkan
kekurangan
kelebihan,
dan
jadi
saling
sebenarnya
bukan keragaman karakter yang membuat amal jama’i tidak berjalan, namun niat dan motivasi
yang
membuat
mereka
usang
dimakan oleh peradaban hedonis yang lebih menjunjung membuat
ketinggian satu
infirodhi,
sama
lain
yang
berusaha
menunjukkan kelas, tingkatan, dan level masing – masing, lebih aneh lagi ternyata aktor dan aktris yang bermain dalam film infirodhi
adalah
mendapat lingkarannya.
madah
mereka amal
yang jama’i
telah di
Niat dan motivasi adalah dua senyawa yang memiliki chemistry erat, motivasi awal akan
membangun
niat,
niatlah
yang
kemudian mengiringi perjalanan amal, bila motivasi
sudah
terlanjur
kocar
kacir
di
hantam derasnya badai syahwat dan ujub maka
Insya
Allah
memakai
topeng
amalnya,
topeng
buruknya
wajah
Beberapa
niat ikhlas
asli
tingkah
yang
niat,
ini
berusaha
dalam
ikhlas
tahun
mengamati
akan
menutupi
Astagfirullah.
saya
laku
setiap
mencoba
para
aktivis
kampus, sejak masuk dalam kepengurusan salah satu lembaga kemahasiswaan di S1 hingga
berlanjut
pada
dakwah
pasca,
ternyata tidak terdapat kontradiksi antara masalah dakwah di tataran S1 maupun di tingkat
pasca,
hampir
serupa
hanya
medannya saja yang membuat pasca sedikit lebih “elit” elegant dan sulit maksudnya, elegant di sini saya interprestasikan bila
dilihat dari sudut pandang hierarki atau jenjang, S2 lebih tinggi dan biasanya mereka yang ada di tingkat ini sudah memiliki pengetahuan dan pandangan yang lebih mendalam, sedangkan sulit lebih bersifat relative,
karena
para
ADK
di
S1
pun
mengatakan dakwah di tingkat S1 juga sulit, untuk pribadi
itu
sulit disini untuk
kesulitannya,
cenderung
kepada
menterjemahkan
kadar
fenomena
yang
unik
dan
menggelitik adalah fenomena ikhwan atau akhwat
“jago”,
dikatakan
jago
karena
mereka ibarat jagoan, yang serba bisa, serba faham dan serba sibuk, namun ternyata setelah di telisik rata – rata implementasinya lebih banyak menyumbang do’a dan bicara, tipe seperti ini punya ciri – cirri khusus, namun perlu untuk saya katakana diawal bahwa cirri ini bukanlah mutlak namun sering terjadi, sehingga kita tidak boleh serta merta menjudgement ketika ada ikhwan atau
akhwat yang punya cirri seperti ini, cirri yang pertama adalah setiap pendapatnya harus di dengar dan di setujui, bila tidak maka akan nada yang ngambek dan tidak mau lagi menyampaikan pendapat, ciri kedua adalah bila pendapatnya diterima dan berhasil maka tak henti – henti ia mengungkapkan di hadapan
orang
tingkatnya, pendapat berhasil
ciri syuro
maka
lain
khususnya
ketiga yang dia
adik
adalah
ketika
diterapkan
tidak
yang
paling
dulu
menimpali, kenapa dulu tidak pakai usulan saya, keempat type seperti ini biasanya jarang
ingin
menerima
amanah
besar
dengan banyak alas an mulai dari tidak sanggup hingga tidak punya waktu, atau dari alas an keluarga hingga alas an tugas akhir dan lain sebagainya. Disini saya ingin sekali menegaskan kepada antum kader kampus khususnya, bahwa tidak ada peradaban yang sanggup ditegakkan sendiri, butuh banyak
orang
yang
sanggup
bekerja
beriringan,
bersama dan harmonis, berjalan dalam satu koridor jama’ah yang telah di putuskan untuk mencapai tujuan bersama, karena proses membangun pengorbanan
peradaban besar,
itu
butuh
pengorbanan
yang
mustahil hanya mampu di tebus dengan satu orang pejuang, namun ribuan pejuang. Itulah amal jama’i, konsep toleransi dan kerjasama yang telah Allah ajarkan kepada kita melalui makhluknya yang lain, strategi natural yang membebaskan kita dari ujub,
riya,
takabbur
dengan
berbagai
pengorbanan infirodhi yang hanya akan sia – sia tersebut, konsep yang paling ampuh namun paling susah di terapkan, metode terbaik yang diberikan Allah untuk dijalankan oleh orang – orang terbaik pula yang menjadi pilihannya, wallahualam