Nilai amal Oleh : H.Mas’oed Abidin Nilai amal kita, besar atau kecil, terletak dalam niat yang menjadi motif untuk melakukannya.Tinggi atau rendahnya nilai hasil yang dicapai sesuai pula dengan tinggi atau rendahnya mutu niat orang yang mengejar hasil itu. Amal kita yang sudah-sudah dan yang akan datang akan kering dan hampa, sekiranya amal lahirnya kita lakukan, tetapi tujuan nawaitu-nya kita anjak terabaikan. Semoga di jauhkan Allah jualah kita semua dan keluarga kita dari kehilangan nawaitu di tengah jalan, Amin ! Ada satu tugas mulia yang sering terabaikan. Yaitu senang memberikan nasehat dan cepat merubah sikap. Tugas mulia ini dilaksanakan dalam kerangka “tawashii bil haqqi, tawashii bis-shabri”. Suka atas nasehat dan suka merubah keadaan jika melihat sesuatu keganjilan (kemungkaran), adalah bukti suatu kadar keimanan. Karena itu, andaikata ada kelihatan di antara keluarga-keluarga kita tanda-tanda akan kehilangan nawaitu-nya, dan mulai tampak gejala-gejala berubahnya niat di tengah jalan, maka kewajiban kita adalah lekas-lekas memanggilnya kembali, agar umat jangan berserak, atau sampai terseret hanyut oleh arus pengejaran benda-benda yang bertaburan semata-mata. Umat akan berserak cerai berai, hanya tersebab memperebutkan barang material yang terserak, dan mengabaikan kesatuan (ukhuwah). Persaudaraan ukhuwah seiman dan sebangsa adalah satu-satunya alat mempersatu. Menjauh dari jalan-jalan yang di rintiskan oleh Allah, akan berujung kepada menjauhnya nikmat Allah itu.. Bila hal-hal yang menyebabkan kufur nikmat semacam itu (dengan cara memperkokoh ukhuwah), lekas-lekas dapat dipintasi, Insya Allah umat akan masuk shaf kembali. Sungguhpun, keadaan masing-masing berbeda, namun masing-masing kita mesti berupaya merebut keberkatan dan kemurahan Ilahi. Sehingga kita akan turut merasakan kebahagiaan yang tertinggi, bila kita dapat merasakan bukti hidup, “ saciok bak ayam sa danciang bak basi”, dengan kerelaan berjalan dijalan Allah. Tak ada bahagia dalam kekenyangan sepanjang malam, bila sijiran setiap akan tidur diiringi lapar. Karena itu, apa yang diucapkan oleh lidah dan tergores dalam hati kita masing-masing, senantiasa akan membimbing kita kepada nawaitu dalam amal dan perbuatan, yang ditujukan kepada keridhaan Allah jua, dengan memulai dari rintisan qalbu, sebagai landasan ibadah rohani. Puasa Ramadhan, mengajarkan kipada kita peduli derngan lingkungan. B i s m i l l a h ! Dari sini kita mulai berpuasa Ramadhan tahun ini ! Semakin diperdalam, semakin nampak persoalan-persoalan yang dihadapi, semakin terasa kesulitan yang harus dilalui. Kehilir serengkuh dayung kemudik sehentak galah. Semuanya mestinya di lalui dengan memanfaatkan berbagai pengalaman berharga yang mahal, yang telah kita sirami dengan keringat dan air mata, sehingga dengan demikian itu tumbuhlah dalam hati ; “rasa berpantang putus asa, bertawakkal dalam melakukan kewajiban sepenuh hati, dengan tekad tidak terhenti sebelum sampai, yang ditujukan kepada keridhaan Allah jua”.