Akhlak Mulia Seorang Muslim
Ditulis oleh Muhammad Mirza dari kajian Ustadz Abu Haidar, Jumat 19 October 2012 – KBRI muscat Oman Topik ini sangat penting untuk kita ketahui dan amalkan karena sesuai sabda Nabi dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik, “Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”, yang menggambarkan betapa pentingnya memiliki akhlak yang baik. Pada bagian awal akan dikemukakan mengenai Tasydir atau stimulant, yaitu agar kita terdorong untuk memiliki akhlaq yang mulia, karena mungkin kita belum terdorong dikarenakan belum mengetahui hebatnya memiliki akhlak mulia dan berbagai keuntungan lainnya. Faktor pendorong yang pertama adalah bahwa akhlak yang mulia akan dicintai dan dipuji oleh Allah. Seperti sabda Rasul, riwayat At Thabrani, dengan sanad shahih, pada kitab Al Jami, dikatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci akhlak yang buruk”. Juga dalam hadits lain, Nabi bersabda dengan lafadz yang berbeda, “Sesungguhnya Allah itu maha dermawan dan mencintai kedermawanan, dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci keburukan ahklak”. Nabi sebagai sosok manusia yang paling mulia akhlaknya, sampai selalu berdoa untuk meminta kebaikan akhlak, seperti sebuah doa dari riwayat Imam Muslim, ْ َل َّ اه ِدنِي اَللَّ ُه ْ ن ْ َاِل، ْ َ خالَقَِّ ِِل ْ َ ل َّ ِِل ْ سيِ ِّ َئهَا َعنِِّي وَا, ْ َسيِ ِّ َئهَا َعنِِّي ي َ ح َ ح َ َل َ َّم َِّ س َّ سنِهَا ي َْه ِدي َّ ِت إ ََّ أَ ْن. ف َّْ ص ِر َّ ف َُّ ص ِر َ َّ ل ْ َ َّ ِت إ َّ أن. “Ya Allah tunjukan aku kepada sebaik-baik akhlak, karena tidak ada yang dapat menunjukinya selain Engkau, dan palingkan aku dari keburukan akhlak, karena tidak ada yang dapat memalingkannya kecuali Engkau”. Riwayat lain dari Imam Tabhrani, juga ada doa lain yang biasa dibaca oleh Nabi SAW: َ خالَقَِّ ُم ْن َّ ك أَ ُع ْو َُّذ إِنِ ِّي اَللَّ ُه ْ ِّ ل ْاِل ْ َ و َْاِل َ ْدوَا َِّء و َْاِل َّم ََّ ِن ب َّْ كرَاتَِّ ِم َِّ هوَا َِّء و َْاِل َ ْعمَا
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, dan amalan-amalan yang munkar, hawa nafsu, dan penyakit-penyakit.” Artinya kalau Nabi berlindung dari sesuatu, maka sesuatu itu berarti buruk di sisi Allah & Nabi. Point yang kedua dari memiliki akhlak yang mulia adalah bahwa pahala dari akhlak yang baik, besarnya sama dengan pahala Shalat Tahajud & Shaum sunnah di siang hari, dan kita ketahui bahwa pahala kedua ibadah itu besar bila dilaksanakan. Maka memiliki akhlak yang mulia akan dibalas dengan pahala yang besarnya sama pahala kedua ibadah di atas. Hal ini dijelaskan di dalam sebuah Hadits seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan juga Tabhrani, dengan sanad yang shahih, artinya, “Seorang muslim yang Musaddat (artinya sederhana dalam beribadah, simple, hanya melakukan yang wajib dan ibadah sunnah kadang ditingggalkan, karena meninggalkan ibadah Sunnah tidak berdosa), bisa mencapai derajat Showwam (yaitu orang yang rajin mengerjakan Shaum sunnah di siang hari) dan Qowwam ( yaitu rajin mengerjakan Sholat malam), dikeranakan kemulian tabiatnya dan tinggi akhlaqnya. Derajat itu tinggi karena banyak pahala, oleh karenanya Nabi mengatakan bahwa pahala juga bisa disebut sebagai ketinggian derajat. Berdasarkan hal tersebut, maka kita bisa melihat betapa banyak pahala dari Allah untuk orang yang mempunyai akhlak yang baik. Dijelaskan dalam suatu hadist, dari Abu Ya’la, sabda Nabi, yang artinya, “Sesungguhnya Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan kebaikannya akan sampai pada derajat shaum dan zakat”. Maksudnya adalah, pahala dari ketinggian akhlak akan sama dengan pahala orang yang rajin melaksanakan shaum sunnah dan zakat. Faktor pendorong yang ketiga adalah, bahwa memiliki akhlak yang baik merupakan tanda nyata dari kecintaan seseorang kepada Allah & Rasul-Nya, sedangkan akhlak yang buruk tidak mungkin mencintai Allah dan Rasul. Kecintaan ini harus dapat dibuktikan akhlak yang baik. Seperti sebuah Hadits Nabi, dari Abdurrahman bin al Harits, yang artinya, “Kami saat itu sedang berada di samping Nabi, dan beliau meminta air dan kemudian berwudhu dari tempat air tadi, lalu kami berebutan menampung air bekas wudhu Nabi tadi kemudian mengusapkannya ke wajah dan tubuh kami, lalu Nabi bertanya, apa yang mendorong kalian melakukan hal ini? kami menjawab, karena kecintaan kami kepada Allah dan Rasul-Nya. Lalu Nabi bersabda bila kalian ingin agar Allah dan Rasul mencintai kalian, maka yang pertama adalah tunaikan amanat, jujur dalam berbicara, dan berbuat baiklah kepada orang yang bertetangga kepada kalian. Ketiga hal ini adalah merupakan akhlak mulia. Maka akhlak adalah perwujudan nyata dari cinta kita kepada Allah dan Rasul dan sebaliknya, Allah dan Rasul akan mencintai kita. Nabi juga berwasiat secara khusus kepada salah seorang Sahabat yang sangat dekat, yaitu Muadz bin Jabal, ketika akan pergi untuk memenuhi perintah Nabi, dan wasiat Nabi adalah, “Bertakwalah kepada Allah dimanapun berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan karena kebaikan akan menghapuskan keburukan, dan berakhlaklah kepada manusia dengan baik, maka akan dicintai Allah dan Rasul-Nya”. Faktor yang keempat, bahwa akhlak adalah indikator keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, maka semakin mulia akhaknya, karena sesuai sabda Nabi, “Sesungguhnya Mukmin
yang paling sempurna imannya, adalah yang paling mulia akhlaknya”, karena itu keimanan tidak bisa dilepaskan dari akhlak. Juga dari hadits Nabi yang lain, “Siapa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memulikan tamu, memuliakan tetangga, dan berkata baik atau diam”, ini semua adalah akhlak dan ini bukti bahwa akhlak adalah indikator keimanan sesorang. Memang Iman terdapat dalam hati, karena merupakan keyakinan, tapi dapat dilihat inidkatornya, yaitu berupa akhlak, yang dapat dilihat dari seseorang. Sama seperti tangki bensin dalam kendaraan motor, kita tidak bisa melihat dari luar apakah kendaraan tersebut terisi bensin atau tidak, namun kita dapat mengetahuinya dari jarum indikator, yang akan menunjukan penuh atau kosong. Demikian pula Iman indikatornya adalah akhlak, makin sempurna iman, semakin mulia akhlaknya. Pendorong kelima agar kita memiliki akhlak yang baik, karena dapat menyebabkan pelakunya dicintai Rasul dan kelak kedudukannya akan dekat dengan Nabi pada hari kiamat nanti. Dan kita ketahui bahwa kedudukan Nabi pada hari akhirat nanti akan tinggi. Orang dengan akhlak yang baik, akan mempunyai kedudukan yang tinggi, sepert sabda Nabi, dan perkataan Nabi bukan dari karena perkiraan Nabi atau Nabi meraba-raba, akan tetapi wahyu dari Allah. Nabi tidak pernah berkata dengan hawa nafsu, perkataan Nabi selalu bersumber dari wahyu Allah. Allah berfirman mengenai hal ini dan untuk menjamin sekaligus ancaman untuk Nabi di Al Qur’an Surah Al Haq, ayat 44-48, bahwa seandainya Nabi mengada-ada sebagian perkataan dan mengatasnamakan Allah, maka Allah akan memutuskan urat leher Nabi dengan cara dipegang, sehingga tidak mungkin ada yang dapat menolongnya. Namun sejarah berbicara bahwa sampai Nabi meninggal, tidak ada tanda-tanda putus urat leher, dan ini bukti bahwa Nabi selalu berbicara tanpa hawa nafsu, tapi merupakan wahyu Allah. Apalagi kita yang mengadaadakan amalan dan berkata ini dari Allah, maka dosanya sangatlah besar, nanti akan dibalas di akhirat, oleh karenanya kita harus berhati-hati. Dan kembali kepada sabda Nabi bahwa orang yang berakhlak mulia, akan dicintai dan dekat kedudukannya dengan Nabi, seperti diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dengan sanad hasan, pada kitab Al Jami, nabi bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian, dan yang paling dekat kedudukannya dengan aku pada hari kiamat nanti, yaitu orang yang mempunyai akhlak yang mulia dan sebaliknya, ada 3 golongan orang yang paling dibenci Nabi juga akan memiliki kedudukan yang paling jauh dari Nabi, yaitu yang pertama al tsartsarun, atau orang yang cerewet, memiliki banyak perkataan namun tidak bermakna. Yang kedua adalah al mutasadiqun, yakni orang yang memaanjangkan berbicaranya kepada manusia dengan cara dibaguskan hanya sekedar untuk memancing pujian dari manusia. Dan yang ketiga, adalah al mutayafiqun, yaitu orang yang sombong”. Ketiga sifat ini adalah gambaran keburukan akhlak. Dan hal ini sangat dibenci dan akan memiliki kedudukan yang jauh dari Nabi pada hari kiamat nanti. Point keenam yang mendorong kita untuk memiliki akhlak yang mulia adalah hal ini akan membuat timbangan kebaikan kita di akhirat nanti jauh lebih berat, dan terberat dari amalan-amalan lain. Di hari akhirat nanti akan ada timbangan, dan kita wajib mengimaninya, karena sesuai dengan firman Allah, bahwa, “timbangan di akhirat nanti benar/haq dan pasti ada”. Ada 3 hal yang akan ditimbang, yang pertama adalah pahala dari amal-amal baik kita, yang nanti akan menjelma, menjadi apa tidak dijelaskan. Ibnu Abas menyatakan, semua pahala dari amal hamba nanti di akhirat akan berwujud. Yang kedua yang akan ditimbang adalah buku
catatan amal, sebagaimana sebuah hadits, bahwa Allah akan membentangkan 99 buku, hadits Imam Bukhari, yang berisi kesalahan-kesalahan hamba di dunia, yang satu buku besarnya sebesar jauh mata memandang. Nanti setiap hamba akan ditanya untuk pengakuan dosa yang diperbuat di dunia, dan semua dosa yang disebutkan akan diakui oleh hamba itu, sampai dia yakin akan binasa karena azab Allah. Kemudian Allah akan bertanya, apakah hamba tadi mempunyai udzur atau kebaikan untuk menghapus semua dosa tadi, dijawab tidak ada, padahal ada. Maka akan dikeluarkan sebuah kartu berisi kalimat Syahadat, lalu disimpan kartu tadi di salah satu daun timbangan, dan daun timbangan yang lain menyimpa ke-99 jilid buku, yang tebal dan besar, ternyata lebih berat kartu tadi. Dan yang ketiga yang akan ditimbang adalah berat badan kita. Berat atau ringannya badan seseorang di akhirat, tidak ditentukan oleh bobotnya di dunia. Bila badan di dunia kecil, tapi selalu ibadah maka timbangannya akan berat. Seperti Hadits Riwayat Anas bin Malik, ketika Nabi dan para Sahabat melihat Abdullah bin Mas’ud, naik ke pohon kurma, ketika melihat betisnya yang kecil, mereka kaget, karena di bawah ratarata ukuran betis orang. Maka Nabipun bersabda setelah melihat itu, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad di genggaman-Nya, berat betis Abdullah bin Mas’ud nanti timbangannya akan lebih berat dari berat gunung Uhud, di akhirat nanti”. Hadits lain dari imam Muslim, bahwa nanti ada seorang laki-laki yang gemuk dan besar, yang akan ditimbang nanti di akhirat, dan beratnya ternyata lebih ringan dari sehelai sayap nyamuk karena secara fisik berat, namun karena tidak dipakai ibadah maka akan lebih ringan. Bila timbangan kebaikan kita lebih berat, seperti dijelaskan dalam Al Quran, orang yang berat timbangan amal baiknya, maka akan beruntung, bila sebaliknya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Jadi selamat tidaknya hamba diakhirat, akan ditentukan oleh timbangan amal baik, apakah berat atau tidak dan kebaikan-kebaikan bisa menghapus dosa-dosa kita. Dan salah satu yang bisa menyebabkan timbangan kita sangat berat nanti adalah akhlak mulia. Seperti dinyatakan dalam sebuah Hadits, riwayat imam Tirmidzi, dengan sanad hasan shohih, dalam kitab Dhohih al Jami, sabda Nabi yang artinya, “tidak ada seusuatu pun yang lebih berat timbangannya dibanding akhlak yang baik dan Allah membenci akhlak yang keji dan kasar”. Point ketujuh, dengan akhlak yang baik, adalah penyebab terbesar orang masuk surga. Seperti hadits dari Abu Hurairah, riwayat al Tirmizi, ketika Rasul ditanya oleh para Sahabat, yang menjadikan penyebab orang masuk surga, yaitu takwa kepada Allah, dan memiliki akhlak yang baik, sedangkan penyebab yang buruk yang menyebabkan sesorang masuk neraka, yaitu mulut dan alfaraj. Kemudian diperjelas dalam hadits lain, riwayat imam Ahmad, Rasulullah bersabda, dengan sanad yang shahih, “Jaminkan 6 perkara pada dirimu, akan aku jamin kamu akan masuk surga. Pertama, jujurlah bila kalian berbicara, kedua, penuhilah bila kalian berjanji, ketiga, laksanakan bila kalian diamanati, keempat, pelihara faraj-farajmu (baik itu memelihara dari zina atau dari menampakkannya kepada orang), kelima, tundukan pandanganmu, dan yang keenam, tahan tangan kalian dari memukul orang atau menyakiti orang lain. Enam perkara ini seluruhnya menyangkut akhlak. Maka memiliki akhlak yang mulia, memiliki keutamaan sangat banyak dan sebaliknya orang yang berakhlak buruk akan banyak kerugiannya. Pertama, akan dibenci oleh Allah seperti dijelaskan di atas, kedua dibenci Rasul dan kedudukannya jauh di akhirat nanti juga telah dikemukakan pada hadits Nabi di atas, serta yang ketiga, akhlak yang buruk, dapat menggugurkan pahala kebaikan yang telah kita kerjakan serta mendapat tambahan dosa yang
banyak. Dan Nabi mengatakan orang seperti ini sebagai orang yang bangkrut di akhirat kelak. Seperti dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi bertanya kepada para Sahabat, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut di hari kiamat nanti?” Sahabat mengira makna kata bangkrut ini berkaitan dengan dunia jual beli/bisnis, lalu dijawab oleh Sahabat bahwa orang yang bangkrut sebagai orang yang tidak mempunyai harta atau kekayaan atau rugi dalam urusan jualbeli. Nabi menjelaskan bahwa maksud dari kata bangkrut tadi, adalah orang yang nanti pada hari kiamat membawa pahala sholat, shaum, zakat, tapi karena banyak melakukan kedholiman terhadap orang lain dan mempunyai akhlak yg buruk, pahala tersebut menjadi terhapus. Lebih lanjut Nabi menjelaskan, orang yang tadi mencela, memukul, menghina, menuduh, orang lain, maka pahala orang tadi akan diambil orang-orang yang didholimi tadi, dan kelamaan akan habis, serta ditambah dengan akibat lainnya, yaitu dosa orang yang didzolimi tadi dilimpahkan kepada orang tersebut. Oleh karena itu akhlak yang buruk akan menghancurkan kebaikan dan menambah dosa. Lalu bagaimana kita bersikap terhadap orang yang mendzholimi kita? Sikap kita seharusnya adalah kedzholiman orang lain tidak perlu dibalas, tidak perlu sedih, dan sakit hati, karena yang sebenarnya kita dalam posisi beruntung. Mengapa? Karena dengan orang mendhalimi kita, sama dengan memberikan pahala orang tadi, dan dosa kita di limpahkan kepadanya. Maka kita tidak perlu sakit hati dan kecewa, karena kedzholiman ini akan langsung dibalas oleh Allah. Setelah kita mengetahui keuntungan dan kerugian, maka tidak ada pilihan lain bagi kita memiliki akhlak yang baik dan menghindari akhlak yang buruk, maka doa Nabi, “Ya Allah tunjukan saya akhlak yang baik, karena hanya Engkau yang bisa menunjukannya, dan palingkan dari keburukan akhlak, karena hanya Engkau yang bisa memalingkannya”. Nabi selalu berlindung dari keburukan akhlak dengan doa tadi, apalagi kita sebagai Mukmin yang mempunyai banyak kelemahan, dan ini kita harus menyadarinya. Point kedua, bagaimana caranya agar kita memiliki akhlak yang baik, yaitu dengan cara memperkuat iman, memperhebat ibadah kita. Karena harus selalu kita ingat bahwa indikator keimanan, adalah dengan memiliki akhlak yang baik. Al Quran dan Hadits telah banyak menjelaskan keterkaitan ini. Seperti diterangkan dalam Al Quran, Surah Al Maun, mengenai keburukan akhlak, yang merupakan indikator rendahnya iman, artinya, “Tidaklah engkau perhatikan orang yang mendustakan agama, yaitu yang suka menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang-orang miskin”. Allah membandingkan, mengqiyaskan, sebuah amalan buruk dengan penyimpangan akidah, contohnya ketika memberi bantuan kepada orang lain, tapi dibarengi dengan mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepada yang diberi, ini juga salah satu akhlak yang buruk. Atau contoh lain seperti mengungkit-ungkit pemberian dengan cara menyakiti, dimana Nabi bersabda, bahwa nanti di hari kiamat ada 3 golongan manusia yang tidak diajak bicara, tidak diperhatikan, tidak disucikan, dan akan diazab oleh Allah, yaitu salah satunya Al Mannan, artinya adalah orang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya. Keburukan akhlak ini disamakan oleh Allah dengan sifat Riya,yaitu sifat yang melaksanakan ibadah karena ingin dipuji orang lain. Riya ini salah satu bentuk penyimpangan akidah, dan yang mengetahui apakah
dia Riya atau tidak hanya orang yang melakukannya. Riya disebut syirik kecil, karena ini penyimpangan tauhid, yaitu beribadah dengan tidak meniatkannya karena Allah. Surah QS Al Baqarah 264, ْ َِاِلَ َذىَّ ب ْ ق َكال َّ ِذي و َ ن َ ال ين َّأَيُّهَا يَا ََّ ل آ َم ُنوا الَّ ِذ ََّ طلُوا َِِّّ م َُّ ه ُين ِف َُّ ََل ال َّناسَِّ ِرئَا ََّء مَال ََّ ن و َُّ اّلل ُي ْؤ ِم َِّ َّ ِب ِ صد ََقاتِ ُكم تُ ْب َ َّ ْ خ َّر و ْ ه َّ ِ ِّم َ ل َف َ ه ص َْفوَانَّ َك َ ما َِّ َاليَ ْو م َُّ ُم َثل َِّ م َث َِّ ه تُرَابَّ َعلَ ْي َُّ َه وَابِلَّ َفأصَاب َُّ ل ص َْل ًدا َف َتر ََك َّ ون ََّ يءَّ َعلَىَّ ي َْق ِد ُر ْ ش ِ ِ اْل ْ ْ َّ َ َ َ َّللا ك س ُبوا َُّ ل و ََّ م ي َْه ِدي ََّ ين ال َق ْو ََّ الكافِ ِر Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang kafir. Nabi juga bersabda, “Demi Allah tidak beriman dan diucapkan Nabi sampai 3 kali, maka para Sahabatpun bertanya siapakah mereka? Dijawab Nabi, yaitu orang yang suka mengganggu tetangga, dan ini juga salah satu contoh akhlak yang buruk, dan ini berarti orang tersebut tidak beriman. Karena itulah bila kita memiliki akhlak yang mulia dengan memperbaiki keimanan kita dan memperkuat tauhid kita. Demikian juga ibadah dengan kita yang lakukan. Coba kita lihat ayat Al Quran yang menjelaskan efek positif Sholat, Allah bersabda, di surah Al Mukminun, bahwa Sungguh bahagia orang-orang Mukmin, yaitu orang yang Khusyu dalam Sholatnya. Efek dari sholat yang Khusyu’, orang tersebut setelah melaksanakan Sholatnya, pasti akan mempunyai akhlak mulia. Dalam surah Al Ankabut ayat 45, “Sesungguhnya Sholat itu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, dan ini adalah buah dari Sholat yang khusyu’, yaitu keburukan akhlak akan terhapus. Bila tidak, maka dikatakan sebagai orang yang lalai dalam Sholatnya dan akan dimasukan ke dalam Wail, yaitu bagian dari neraka jahanam bagian lembahnya, yang merupakan bagian terbawah dari dasar neraka. Ulama mengatakan, ini sebagai Rahmat dari Allah, segal puji bagi Allah, karena yang akan dimasukan ke dalam Wail bukanlah orang yang lalai dalam Sholatnya, tetapi orang yang lalai setelah melaksanakan Sholat. Karena mungkin banyak orang yang tidak khusyu’ pada saat menunaikan Sholat, tetapi berubah akhlaknya setelah Sholat. Namun yang ditujukan pada ayat ini adalah seseorang ketika sebelum menunaikan Sholat melakukan keburukan, dan setelah sholat tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar. Penjelasan dari keji itu adalah perbuatan dosa yang merugikan diri kita, contohnya mabuk, berzina, judi, yang hal ini tidaklah merugikan orang lain. Sedangkan Mungkar, adalah perbuatan dosa yang menguntungkan diri sendiri tetapi membuat orang lain rugi, seperto maling, merampok, membunuh. Maka perbuatan mungkar harus dicegah karena dapat merugikan org lain. Sedangkan perbuatan yang keji juga mungkar, atau Fahsya wal Mungkar, contohnya, adalah merokok. Merugikan diri sendiri, karena merusak kesehatan, karena banyak penyakit yang akan diitmbulkan, sampai-sampai pemerintah mewajibkan menuliskan efek buruk dari rokok di kemasan rokok, namun tetap saja orang
melakukannya. Juga merugikan orang lain, asap dari rook tadi akan terhisap oleh perokok pasif dan lebih rentan bahayanya dari perokok aktif. Contoh yang lain misalnya ada makanan yang dimakan dapat menimbulkan bau mulut, dan Nabi melarang orang yang makan bawang tidak boleh mendekat ke Mesjid bila belum membersihkannya. Dikatakan Mahkruh karena bau yang ditimbulkannya, karena juga mengganggu para malaikat, para malaikat itu akan terganggu terhadapa hal apa saja yang membuat manusia terganggu. Salah saru kiat meraih kekhysuan Sholat adalah dengan sikat gigi, karena dikatakan dalam sebuah hadits, pada saat kita Sholat mulut malaikat akan bersentuhan dengan mulut orang itu dan setiap ayatnya akan ditelan oleh malaikat, bila mulut kita berbau maka dapat dibayangkan. Contoh lain lagi adalah di dalam sholat, Nabi melarang kita mengganggu orang lain dlm Sholat, misalnya bacaan yang terlalu dikeraskan, pada saat Tahajud dan ada orang yang sedang tidur di samping kita, atau pada Sholat masing-masing namun dengan saling mengerakan suara, dan ini adalah hadits Nabi, shahih imam Abu Dawud.Sholat mendidik orang untuk berakhlak mulia, demikian juga dengan ibadaha Haji dan Shaum. Misalnya ketika Shaum, dikatakan dalam hadits Nabi, seseorang yang sedang Shaum jangan berbuat Rofas, tidak boleh mendzholimi orang dan tidak boleh fasik. Bila Shaum kita disertai ucapan dan perbuatan yang sia-sia, maka shaumnya ditolak. Ibadah Haji, juga membentuk akhlak yang mulia, karena dikatakan dalam Al Baqarah, Siapa yang berhaji jangan berbuat rofas, fasik, dan jidal selama haji. Sehingga ada iming-iming, dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim, Siapa yang berhaji dan tidak berbuat rofas dan fasik, maka dia akan kembali ke rumahnya seperti bayi yang baru lahir, asal selama haji meninggalkan keburukan akhlak. Maka ibadah yang dilakukan bermuara untuk berahklak mulia, bila sebaliknya, tetap berahklak buruk, maka ibadahnya ditolak Allah. Ini menunjukan keterkaitan ibadah dan akhlak, seerat iman dan akhlak. Marilah kita perdalam akidah, luruskan tauhid dan permantap ibadah.
AKHLAK TERPUJI : KERJA KERAS, TEKUN, ULET, DAN TELITI Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Akidah Akhlaq
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hidup adalah sebuah perjuangan. Tanpa adanya usaha untuk berjuang maka manusia tidak akan bisa bertahan untuk hidup. Untuk itu manusia haruslah berjuang sekuat tenaga untuk memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Dalam pada itu berjuangmemiliki makna yang cukup luas. Di dalamnya terkandung nilai-nilai untuk bekerja keras, tekun, ulet dan teliti. Tanpa adanya unsur-unsur itu apa yang kita harapkan dan cita-citakan belum tentu akan tercapai. Dengan bekerja keras dan tekun akan muncul sikap optimis dalam diri seseorang untuk menggapai cita-citanya. Dengan adanya sifat ulet, manusia tidak akan mudah goyah dan putus asa dalam menerjakan apa yang ia lakukan. Tidak mudah putus semangat apabila dala melakukan pekerjaannya mengalami hambatan atau bahkan kegagalan. Dalam melakukan pekerjaan unsur teliti juga tidak boleh lepas dari dirinya. Dengan sikap teliti maka apabila ada kesalahan atau kekurangan bisa segera di carikan solusinya. Sehingga sebuah pekerjaaan dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan uraian ini kami bermaksud untuk membahas bagaimana halnya kerja keras, tekun, ulet dan dan teliti dalam kehidpan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah yang dimaksud kerja keras, tekun, ulet dan teliti? 2. Bagaimana implementasinya dalam kehidupan? 1.3 Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui tentang kerja keras, tekun, ulet, teliti. 2. Mengetahui implementasi kerja keras, tekun, ulet dan teliti dalam kehidupan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kerja Keras, Tekun, Ulet, Dan Teliti Kerja keras, tekun, ulet, dan teliti merupakan empat sikap terpuji yang perlu dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan kesuksesan dalam hidupnya. Keempat sifat tersebut harus dilakukan secara
integral sebab antara yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Kerja keras, tekun, ulet dan teliti adalah kunci dalam mencapai kesuksesan dan tujuan yang dicita-citakan manusia. Dengan kerja keras semua pekerjaan bisa cepat selesai. Dan disertai dengan ketekunan, ulet dan teliti sebuah pekerjaan bisa terselesaikan dengan cepat, rapi dan maksimal sesuai yang diharapkan. Tanpa adanya sifat-sifat tadi dalam menjalani sebuah pekerjaan maka manusia akan cepat merasa putus asa dan mudah menyerah. Tidak merasa puas dan bahkan bisa menjadi orang yang pesimis. Untuk itu maka manusia dituntut untuk selalu memiliki dan menjaga sifat-sifat tersebut diatas. Agar dalam menjalani kehidupan dan melakukan pekerjaan tetap menjadi orang yang selalu optimis dan berpikiran positif. Dengan begitu semua apa yang dicita-citakan oleh manusia akan terwujud dengan baik.
A. Kerja keras 1)
Konsep kerja keras Kerja berarti berusaha atau berjuang dengan keras berarti sungguh-sungguh. Bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu cita-cita. Bekerja keras tidak mesti “banting tulang” dengan mengeluarkan tenaga secara fisik, akan tetapi sikap bekerja keras juga dapat dilakukan dengan berpikir sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaannya. Kerja keras yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal) kepada Allah SWT baik untuk kepentingan dunia dan akhirat. Firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash “ 77) Dengan demikian, sikap kerja keras dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rezeki, dan menjalankan tugas sesuai dengan profesi masing-masing.
Pentingnya bekerja keras ini tersirat dalam firman Allah surat al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya:
“ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. “ Selain itu, Allah juga berfirman dalam surat at-Taubah/9 ayat 105 yang artinya:
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. “ Ayat di atas mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah di muka bumi ini. Kemudian pada surat atTaubah di atas mengisyaratkan bahwa kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan maksimal kita dan hal itu akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Orang yang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta segala isinya diperuntukkan bagi manusia. Namun, untuk memperoleh manfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras. Beliau menegaskan bahwa makanan yang paling baik adalah yang berasal dari hasil keringat sendiri. Sabdanya: ُّ َط َعا ًما ق َ ٌع ِن النَّ ِبي ِ قَا َل َما أ َ َك َل أ َ َحد َي هللاِ دَ ُاودُ َكان َ ط َخي ًْرا مِ ْن أ َ ْن َيأ ْ ُك َل مِ ْن َ ُع ْنه َ ُي هللا ِ ب َر َ س ْع ِد َي ْك ِر َ ِ ع َمل َ ع ِن اْل َم ْقدَا ِد ب ِْن َّ َِ َيدَ ْي ِه َو ِإ َّن نَ ِب َ ض (ع َم ِل َي ِد ِه (رواه البخارى َ َيأ ْ ُك ُل مِ ْن Artinya: Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang melebihi makanan yang berasal dari buah tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari hasil tangannya sendir. Perintah untuk bekerja keras juga terdapat dalam firman Allah QS. Al-Insyiqoq ayat 6 yang artinya:
“Wahai manusia sesungguhnya kamu harus bekerja keras (secara sungguh-sungguh) menuju keredaan Tuhanmu”.
Jadi semua umat Islam harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu pula yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sejak kecil hingga akhir hayatnya. Misalnya ketika ia mengembala biri-biri serta berniaga hingga ke negeri Syam dengan penuh semangat dan jujur. Begitu pula para sahabat memberikan keteladanan bekerja keras, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lainnya. Mereka memiliki semangat kerja keras yang tinggi baik dalam berusaha maupun berdakwah menegakkan agama Allah. Harta yang mereka peroleh dari usaha yang kerja keras mereka gunakan untuk menyantuni fakir miskin dan kepentingan agama Islam. Rasulullah SAW juga memberikan penghargaan bagi orang yang bekerja keras. Suatu ketika Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh. Agar semangat kerja keras selalu ada dalam diri, maka hendaknya kita beranggapan akan hidup selamanya. Namun dalam hal ibadah khusus, seperti shalat, hendaknya kita beranggapan bahwa seolaholah kita akan mati esok hari sehingga kita bisa beribadah dengan khusyu’. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah SAW: غدًا َ ُْش اَبَدًا َوا ْع َم ْل ِآلخِ َرتِكَ َكأ َ َّنكَ ت َ ُم ْوت ُ اِ ْع َم ْل ِلدُ ْنيَاكَ َكأَنَّكَ ت َ ِعي Artinya: “bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah engkau hidup selama-lamanya; dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok hari”. (H.R. Ibnu Asakir). Semua manusia yang hidup di dunia ini mempunyai jasmani dan rohani yang keduanya saling membutuhkan antara satu dan lainnya. Kebutuhan jasmani berupa makanan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan kebutuhan rohani berupa pengtahuan yang bermanfaat, dan nasihat yang sesuai dengan kebutuhan rohani. Semuanya itu dapat diraih apabila kita mau berusaha dengan sungguhsungguh, maka Allah akan memberikan rizqi kepada makhluk-Nya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Q.S Ar-Ra’du: 11) Rasulullah pernah bersabda “amal duniawi yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan hidupnya dan usaha yang dikerjakan untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarga termasuk ibadah serta sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT”. Semua orang yang bekerja dapat menjadikan pekerjaan dan segala aktivitasnya sebagai ibadah asalkan mereka berpegang pada ketentuan berikut: a. Harus menyesuaikan semua pekerjaannya dengan aturan agama yang berlaku dalam ajaran Islam b. Sebelum melakukan pekerjaan hendaknya memulainya dengan niat yang suci dan hati yang tulus c. Setiap pekerjaan hendaklah dilakukan dengan baik dan benar.
2) Hikmah Bekerja Keras Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena banyak himah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap lingkungannya. Di antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun keterampilan.
2.
Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin.
3.
Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
4.
Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan.
5.
Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi.
6.
Mampu hidup layak.
7.
Sukses meraih cita-cita
8.
Mendapat pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian dari ibadah.
3. Membiasakan perilaku kerja keras Untuk dapat memilki sikap kerja keras, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Selalu menyadari bahwa hasil yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia daripada menerima pemberian orang lain. 2. Islam memuji sikap kerja keras dan mencela meminta-minta (kecuali jika terpaksa). 3. Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain dengan mengharapkan bantuannya. 4. Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada meminta.[1]
B. Tekun 1) Konsep tentang Tekun Tekun artinya berkeras hati, teguh pada pendirian, rajin, giat, sungguh-sungguh dan terusmenerus dalam bekerja meskipun mengalami kesulitan, hambatan, dan rintangan. Sifat tekun ini diwujudkan dalam semangat yang berkesinambungan dan tidak kendur walaupun banyak rintangan yang menghadang. Sebagai seorang pelajar, harus tekun dalam belajar. Ketekunan itu bisa diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh dan terus-menerus. contohnya belajar setiap malam, bukan belajar hanya ketika dekat waktu ujian. Begitu juga dalam beribadah, kita harus senantiasa berzikir kepada Allah baik dalam keadaan sempit maupun ketika lapang. Jika sifat tekun telah menjadi bagian diri kita, maka kita akan terampil dan mampuni dalam bidang yang kita tekuni. Sebagai seorang mukmin, kita harus menekuni bidang kita masing-masing. Hal ini tersirat dalam surat al-Isra’/17 ayat 84. ًس ِبيال َ قُ ْل كُ ٌّل يَ ْع َم ُل َ علَى شَا ِكلَتِ ِه فَ َربُّ ُك ْم أ َ ْعلَ ُم ِب َم ْن ه َُو أ َ ْهدَى Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. Dengan demikian sifat tekun menjadi salah satu modal untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang dicita-citakan. Hal itu pula yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam mensyi’arkan agama Islam. Ia melakukan dakwah secara terus-menerus kepada keluarga dan masyarakat di sekitarnya agar mentauhidkan Allah SWT. Ia juga melakukan pembinaan yang kontiniu kepada sahabat-sahabatnya untuk mempelajari al-Qur’an dan siap berdakwah kepada orang-orang di sekitar mereka dengan cara yang santun dan baik. Dengan kerja keras dan ketekunan mereka, Islam telah berjaya di jazirah Arab ketika itu dan menyebar ke berbagai daerah tanpa adanya paksaan.
Semua manusia yang lahir di muka bumi pasti dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Tidak ada satu pun manusia ahir di dunia ini dalam keadaan pandai atau pintar. Dengan bertambahnya usia dari hari ke hari, minggu dan tahun, akal dapat berfikir sebagaimana fungsinya yang telah diberikan Allah. Alla berfirman:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78) Sifat tekun ini dapat pula dilihat dari berbagai kisah orang-orang terdahulu yang shaleh lagi sukses dalam menjalani kehidupannya. Salah satu di antaranya adalah seorang ulama kenamaan yang bernama Ibnu Hajar. Awalnya dia adalah seorang anak yang merasa bodoh. Ia sulit menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Suatu ketika ia melihat batu kecil yang terletak di tepi sungai. Ia mengamati batu kecil itu berlobang/lekuk. Sementara air menetas dari atas dan jatuh tepat di lobang batu kecil tersebut. Ia pun sadar ternyata batu yang keras itu bisa berlobang hanya karena air yang secara terus menerus menetes, walaupun hanya setetes demi setetes. Kemudian, beliau berpikir, meskipun ia merasa bodoh, tetapi jika belajar dengan tekun, terus-menerus, niscaya akan menjadi pintar. Akhirnya ia belajar lebih tekun lagi sehingga ia menjadi ulama terkemuka. Karena ketekunannya dalam belajar terinspirasi dari batu kecil di tepi sungai itu, maka ia pun diberi nama Ibn Hajar, yang artinya “anak batu”. Masih banyak kisah sukses yang dialami oleh orang-orang ternama akibat ketekunannya dalam meraih cita-cita. Oleh karena itu, sebagai seorang mukmin, tekunlah dalam berusaha baik untuk urusan duniawi terutama dalam urusan ukhrawi. Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan, maka perubahan ke arah yang lebih baik akan sulit untuk diraih. Perhatikan dan pahamilah firman Allah di bawah ini: ِإ َّن ّللاَ الَ يُغ َِي ُر َما ِبقَ ْو ٍم َحتَّى يُغ َِي ُرواْ َما ِبأ َ ْنفُ ِس ِه ْم Artinya: ... Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...(Qs. Ar-Ra’du/13: 11)
2) Hikmah Tekun
Di antara hikmah tekun adalah sebagai berikut: a. Menghasilkan apa yang diusahakan b. Selalu berusaha agar berhasil c. Melatih diri untuk siap menghadapi berbagai rintangan dan cobaan dalam kehidupan ini. d. Membentuk pribadi yang dinamis dan kreatif dalam berkarya. e. Bersyukur jika usahanya berhasil f.
Memperoleh pahala karena bersikap tekun itu melaksanakan ajaran Islam
C. Ulet 1)
Konsep tentang Ulet Ulet berarti tahan uji, tidak mudah putus asa dan menyerah jika menemui rintangan dan hambatan yang disertai kemauan kerja keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Meskipun ia gagal dalam suatu urusan, tetapi ia tidak mengeluh, tidak bersedih, dan tidak pula berputus asa sehingga ia akan tetap berusaha dan mencoba lagi untuk mencapai yang diinginkannya. Baginya, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Mengenai berputus asa ini, Allah melarangnya dalam surat Az-Zumar/39 ayat 53:
“ Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ Jadi, orang yang ulet tidak akan pesimis dalam hidupnya. Ia selalu optimis dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Meskipun sikap ulet memerlukan sikap yang optimis, tidak boleh pula optimis yang berlebihan, sebab hal itu dapat menimbulkan kesombongan. Oleh karena itu, sikap ulet hendaknya diiringi dengan sifat tawakal kepada Allah SWT. Berhasil tidaknya usaha yang kita lakukan tidak terlepas dari kehendak dan kekuasaan Allah. Perhatikan pula firman Allah berikut ini. َعلَى ّللاِ إِ َّن ّللاَ يُحِ بُّ ْال ُمت ََو ِكلِين َ عزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل َ فَإِذَا
Artinya: Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159) Sikap ulet juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika bekerja pada Khadijah. Beliau tidak menghiraukan musim panas atau dingin. Dia pantang menyerah, tidak berputus asa, dan ulet dalam memperdagangkan dagangan majikannya ke berbagai tempat dan pasar. Tidak hanya di kota Mekkah, tetapi sampai ke luar Mekah, seperti Yaman, Madinah, Kufah dan Basrah. Begitu pula dalam berdakwah. Meskipun ia dan para sahabat diteror oleh orang-orang kafir Quraisy, tetapi ia tidak pernah menyerah dan berputus asa untuk menyampaikan dakwah kepada mereka sehingga orang-orang yang menentangnya menjadi sahabat yang setia, seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Salid, Abu Sufyan, dan sebagainya.
2) Hikmah Ulet Di antara hikmah ulet adalah: a. Memperoleh kesuksesan atas apa yang ia usahakan b. Optimis dalam bekerja c. Menumbuhkan semangat untuk selalu berusaha d. Tidak putus asa meskipun usahanya belum berhasil e. Mendapat pahala karena bersikap ulet melaksanakan ajaran Islam. D. Teliti 1) Konsep Tentang Teliti Teliti adalah cermat atau seksama,[2] berhati-hati, penuh perhitungan dalam berpikir dan bertindak, serta tidak tergesa-gesa dan tidak ceroboh dalam melaksanakan pekerjaan. Sikap ketelitian sangat dibutuhkan dalam mencapai hasil yang maksimal. Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk bersikap teliti dalam setiap pekerjaan. Allah tidak menyukai makhluknya yang bekerja dengan tergesa-gesa karena bisa menimbulkan kesalahan dan kegagalan dalam mencapai suatu tujuan. Allah SWT berfirman:
ون َ سانُ مِ ْن َ ع َج ٍل َ اْلن ِ ُسأ ُ ِري ُك ْم آيَاتِي فَ َال ت َ ْست َ ْع ِجل ِ ْ َُخلِق Artinya: Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Qs. Al-Anbiya’/21: 37) Oleh karena itu bekerjalah dengan hati-hati dan jauhilah bekerja yang tergesa-gesa. Rasulullah SAW bersabda: َ ش ْي َّ ا َ ْلعَ َجلَةُ مِ نَ ال ِان َوالتَّأَنِ ْي مِ نَ هللا ِ ط Artinya: Tergesa-gesa itu berasal dari syetan dan berhati-hati dari Allah. (H.R. Tirmidzi). Sifat teliti juga dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Misalnya ketika menyikapi perlakuan kasar orang-orang kafir Quraisy terhadap umat Islam yang ada di Mekah, sementara nabi telah hijrah ke Madinah. Ketika itu para sahabat meminta nabi agar segera berperang melawan kezaliman kafir Quraisy. Tetapi nabi tidak tergesa-gesa. Untuk beberapa saat ia menunggu petunjuk dan perintah dari Allah lalu ia bicarakan dengan para sahabatnya tentang strategi apa yang dilakukan. Berkat ketelitian dan usaha keras dari nabi dan para sahabat, perang Badar yang tidak seimbang itu (313 orang tentara Islam melawan 1000 tentara kafir Quraisy) akhirnya dimenangkan umat Islam. Dengan demikian, berupayalah dengan kerja keras, tekun, ulet, dan teliti sehingga hasil yang kita peroleh mengalami peningkatan dan akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Pahami dan perhatikanlah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
( َم ْن َكانَ َي ْو ُمهُ َخي ًْرا مِ ْن أ َ ْم ِس ِه فَ ُه َو َرا ِب ٌح َو َم ْن َكانَ َي ْو ُمهُ مِ ثْ َل أ َ ْم ِس ِه فَ ُه َو َم ْغب ُْو ٌن َو َم ْن َكانَ َي ْو ُمهُ ش ًَّرا مِ ْن أ َ ْم ِس ِه فَ ُه َو َم ْلعُ ْو ٌن (رواه الحاكم Artinya: Barangsiapa amal usahanya lebih baik dari hari kemarin maka orang itu termasuk yang beruntung; jika amal usahanya sama dengan yang kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi; dan jika amal usahanya lebih buruk dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang terlaknat. (H.R. al-Hakim).
2) Hikmah Teliti Di antara hikmah sikap teliti adalah sebagai berikut:
a. Bekerja penuh dengan keyakinan b. Memperoleh hasil yang memuaskan c. Menghindari kesalahan dan kekeliriun dalam melakukan pekerjaan d. Hasil usaha dapat dipertanggungjawabkan secara profesional e. Memudahkan untuk memperoleh kesuksesan f.
Terhindar dari penyeselan akibat dari kegagalan yang disebabkan ketergesa-gesaan
2.2 Implementasi Kerja Keras, Tekun, Ulet dan Teliti Kerja keras tekun, ulet dan teliti saling berhubungan satu sama lain karena suatu usaha atau tujuan tertentu yang sudah dilakukan dengan kerja keras tanpa adanya ketekunan, keuletan, dan ketelitian tidak akakn tercapai secara maksimal. Berikut adalah contoh yanng menunjukkan perilaku kerja keras, tekun, ulet dan teliti. 1. Menyadari bahwa rizki yang diberikan Allah tidak datang dengan tiba-tiba tanpa usaha. 2. Tidak bersifat malas dan mengeluh terhadap suatu pekerjaan karena akan mempengaruhi etos kerja yang sudah dibangun. 3. Tidak suka menunda-nunda pekerjaan yang dapat dilakukan dengan tepat. 4. Tidak cepat merasa puas hanya pada suatu pekerjaan yang digeluti. 5. Berusaha peduli terhadap suatu pekerjaan meskipun pekerjaan tersebut tidak disukai. 6. Berusaha mengerjakan segala sesuatu dengan penuh rasa tanggung jawab. 7. Berniat sungguh-sungguh untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. 8. Tetap optimis dan tidak mudah putus asa apabila menemukan suatu kegagalan. 9. Melakukan suatu pekerjaan dengan pertimbangan yang matang. 10. Melakukan pekerjaan tidak hanya dengan fisik /tenaga, tetapi juga dengan hati dan pikiran yang positif. Setiap orang pasti memiliki kebutuhan. Akan tetapi, kebutuhan yang harus dipenuhi secara sungguh-sungguh dan bersifat pokok disebut kebutuhan primer. Contohnya adalah pangan, sandang dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kita harus kerja keras dengan penuh ketekunan, keuletan dan ketelitian. Tanpa kerja keras, kita tidak mungkin memperoleh apa yang kita inginkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Najm ayat 39-41yang artinya:
Dan bahkan manusia hanya memperoleh apa yang diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (Q.S. an-Najm/53: 39-41) Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia hanya akan memperoleh apa yang diusahakannya. Usaha itulah yang akan dinilai di hadapan Allah swt. Oleh sebab itu, Allah melarang kita untuk bermalas-malasan, tidak mau berusaha, dan menggantungkan hidup kepadaa orang lain. Hindarilah sikap mengambil jalan pintas untuk meraih keberhasilan, seperti korupsi, kolusi dan manipulasi. Sikap ini merupakan sikap yang tidak terpuji dan merusak budaya bangsa. Untuk memahami contoh sikap kerja keras, tekun, ulet dan teliti, mari kita perhatikan cerita berikut ini. Pak Fauzan tinggal di kompleks perumahan. Ia seorang yang kurang mampu, tetapi ia pandai mengaji. Pekerjaannya adalah berjualan es keliling. Sejak pagi hingga siang, ia menjajakan esnya. Sehabis Ashar, ia membantu ustadz mengajar anak-anak TPA di masjid. Ia melakukan semua pekerjaannya tanpa mengeluh dan menjalaninya dengan senang hati. Ia meracik bahan-bahan untuk es jualannya dengan teliti. Tidak heran jika es yang dibuatnya terasa enak. Ia dengan tekun menjajakan es keluar masuk kampong. Karena keuletannya, ia mampu menjalankan usahanya secara terus-menerus dan usahanya semakin bertambah besar. Akhirnya, ia mampu menyewa sebuah kios di lokasi yang sangat strategis. Setelah itu, usahanya bertambah maju. Ia mampu menggaji beberapa orang karyawan. Beberapa tahun kemudian, ia mampu membeli sebidang tanah dan mendirikan rumah makan. Pak Fauzan berhasil berkat kerja keras, ketekunan, keuletan dan ketelitiannya. 2.3 Manfaat Kerja Keras, Tekun, Ulet dan Teliti Sikap kerja keras, tekun, ulet dan teliti akan membawa keberhasilan dalam segala usaha. Jika hal itu dilaksanakan seorang murid, ia akan memperoleh prestasi yang tinggi. Jika dilaksanakan seorang karyawan, ia akan memperoleh karier dan jabatan yang baik. Jika dilaksanakan seorang pemimpin, ia akan menjadi pemimpin yang berhasil dan dicintai rakyatnya.
Berikut ini adalah ayat al-Qur’an dan hadis yang menerangkan pentingnya kerja keras, tekun, ulet dan teliti dalam melaksanakan usaha. “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”. (Q.S. al-Insyirah/94: 7-8) Dan sebuah hadis yang artinya kurang lebih sebagai berikut. “Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi. (H.R. Ibnu Asyakir).
BAB III PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dari uraian demikian, kesimpulannya adalah : 1. Kerja keras, tekun, ulet dan teliti merupakan akhlak Terpuji yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi seorang pelajar dalam prose pendidikan. 2. Akhlak terpuji tersebut tidak hanya butuk pemahaman konsep akan tetapi juga diimplementasikan atau diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, terutama sebagai umat muslim dalam mencetak prestasi bagi dunia peradaban Islam. 3. Akhlak Terpuji tersebut merupakan refleksi dari bebrapa sifat-sifat atau akhlak terpuji yang merupakan kepribadian Rasulullah saw. Yang perlu kita teladani.
DAFTAR PUSTAKA
Alfat, dkk. 2003. Aqidah Akhlak. Semarang: PT. Toha Putra
Ibrahim dan Darsono. 2009. Membangun Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Multahim, dkk. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Yudistira Tim Penulis. 2009. Materi Inti dan Soal Jawab Pendidikan Agama Islam. Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Yunsirno. 2010. Keajaiban Belajar. Pontianak: Pustaka Jenius Publishing