Agung-sepsis.docx

  • Uploaded by: EvinPuji
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Agung-sepsis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,464
  • Pages: 15
Referat

SEPSIS BERDASARKAN SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN 2016

Oleh : Agung Prasetio, S.Ked NIM : 71 2017 067

Pembimbing : dr. Adi Chandra, Sp. An., M.Biomed

BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2018

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

SEPSIS BERDASARKAN SURVIVING SEPSIS CAMPAIGN 2016 Oleh: Agung Prasetio, S.Ked 71 2017 067

Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Anestesi di RSUD Palembang BARI

Palembang, Maret 2018 Pembimbing

dr. Adi Chandra, Sp. An., M.Biomed

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sepsis berdasarkan Surviving Sepsis Campaign 2016” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. dr. Adi Chandra, Sp. An., M.Biomed, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat. 2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Maret 2018

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................ iv BAB I

BAB II

PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2

Tujuan .................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Definisi Sepsis ..................................................................... 3

2.2

Epidemiologi Sepsis ............................................................ 3

2.3

Etiologi Sepsis ..................................................................... 4

2.4

Patofisiologi Sepsis .............................................................. 5

2.5

Diagnosis Sepsis ................................................................ 5

2.6

Laboratorium Sepsis............................................................. 6

2.7

Surviving Sepsis Campaign 2016 ........................................ 6

BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 oleh Mc. Pherson et al. (2013) menyatakan bahwa 1 dari 20 kematian yang terjadi di Inggris diakibatkan oleh sepsis, dengan prevalensi kejadian sebesar 5,5% untuk wanita dan 4,8% untuk pria. Angka kejadian sepsis yang dilaporkan di Amerika tercatat 750.000 setiap tahunnya dan kematian sekitar 2% kasus terkait dengan kejadian severe sepsis (Angus & Poll, 2013). Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi. Walaupun kejadian sepsis ditandai dengan adanya infeksi namun tidak selamanya terdapat bakteremia. Kejadian tersebut dimungkinkan karena adanya endotoksin maupun eksotoksin di dalam darah sedangkan bakterinya berada di dalam jaringan (Guntur, 2008). Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya yang dilakukan di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012 mengenai profil penderita sepsis akibat bakteri penghasil extended-spectrum beta lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis karena bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata kejadian sebesar 47,27 kasus per tahunnya. Penelitian tersebut melaporkan bahwa 27,08% kasus adalah sepsis berat, 14,58% syok sepsis dan 53,33% kasus adalah kasus sepsis (Irawan et al., 2012). Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram positif yang menghasilkan eksotoksin, bakteri gram negatif yang menghasilkan endotoksin, virus maupun jamur. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif. Sebuah studi epidemiologi melaporkan bahwa dari 14.000 pasien sepsis yang dirawat di intensive care unit (ICU) di

75 negara disebutkan bahwa severe sepsis yang disebabkan karena gram negatif sebesar 62% kasus, gram positif sebesar 47% kasus dan 19% kasus disebabkan karena jamur (Vincent et al., 2009).

1.2 Tujuan Untuk mengetahui dan membahas bagaimana penanganan sepsis menurut Surviving Sepsis Campaign 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi sepsis Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ (Martin, 2003). Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg (Chamberlain dan Agnus, 2008)

2.2 Epidemiologi Sepsis Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar 80% kasus sepsis berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 1990-an terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab yang tidak terkait. Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 penduduk) sepsis atau syok septik per tahun di Amerika Serikat (Martin, 2003).

Dari tahun 1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis terjadi di rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini adalah pasien rawat inap tersebut (Riyanto, 2002).

2.3 Etiologi Sepsis Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi (Agnus, 2001) Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur (Chamberlain, 2008). Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis (Chamberlain, 2008) Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru,

saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu: 1. Infeksi paru-paru (pneumonia) 2. Flu (influenza) 3. Appendiksitis 4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis) 5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius) 6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit 7. Infeksi pasca operasi 8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi (Napitupulu, 2010).

2.4 Patofisiologi Sepsis Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi (Agnua, 2001).

2.5 Diagnosis Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari buffy coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen darah, urin, dan cairan serebrospinal sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi kulit yang terlihat harus dikultur dan

dilakukan

pemeriksaan

apus

untuk

menentukan

organisme.

Pemeriksaan hitung sel darah, hitung trombosit, waktu protrombin dan tromboplastin parsial, kadar fibrinogen serta D-dimer, analisis gas darah,

profil ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan. Anak yang menderita harus dirawat di ruang rawat intensif yang mampu melakukan pemantauan secara intensif serta kontinu diukur tekanan vena sentral, tekanan darah, dan cardiac output (Indonesia Society of Intensive Care Unit, 2012). Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk mempertimbangkan sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tandatanda vasodilatasi perifer, shock dan perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan. Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan syok septik, yaitu curah jantung meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang rendah. Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan, dan reaktan fase akut mungkin mengindikasikan sepsis (JM Siner, 2009).

2.6 Laboratorium Hasil

laboratorium

sering

ditemukan

asidosis

metabolik,

trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi (Indonesia Society of Intensive Care Unit, 2012).

2.7 Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2016 SSC menawarkan klarifikasi atas implikasi baru definisi dan panduan untuk rumah sakit dan praktisi. Banyak organisasi, termasuk

badan pengatur dan rumah sakit, berfokus pada program peningkatan kualitas sepsis. Saran berikut ini dimaksudkan untuk menempatkan publikasi

terbaru

dari

definisi

konsensus

dalam

konteks

untuk

memfasilitasi kesuksesan skrining sepsis, untuk identifikasi awal dan pengobatan yang telah menjadi ciri dari upaya peningkatan kualitas SSC yang terkait dengan peningkatan kelangsungan hidup selama dekade sebelumnya. Untuk rumah sakit yang telah siap untuk transisi, skrining untuk identifikasi awal dan pengobatan pasien dengan sepsis (sebelumnya disebut sepsis berat) harus dilanjutkan pada dasarnya seperti yang telah direkomendasikan sebelumnya oleh SSC.

Langkah 1: Skrining dan Manajemen Infeksi

Langkah pertama yang tepat dalam penyaringan harus identifikasi infeksi. Rumah sakit harus terus menggunakan tanda dan gejala infeksi untuk mempromosikan identifikasi dini pasien dengan infeksi yang dicurigai atau dikonfirmasi. Pada pasien yang diidentifikasi terinfeksi, manajemen harus mulai dengan mendapatkan darah dan pemberian antibiotik yang sesuai, dan secara bersamaan mendapatkan hasil laboratorium untuk mengevaluasi pasien untuk disfungsi organ terkait infeksi.

Langkah 2: Skrining untuk Disfungsi Organ dan Manajemen Sepsis (sebelumnya disebut Sepsis Berat)

Pasien dengan sepsis (sebelumnya disebut sepsis berat) harus tetap diidentifikasi dengan kriteria disfungsi organ yang sama (termasuk tingkat laktat lebih dari 2 mmol / L). Disfungsi organ juga dapat diidentifikasi di masa mendatang dengan menggunakan Penilaian Kegagalan Organ Sepsis Terkait (qSOFA). Yang penting, bukti dua dari tiga elemen qSOFA (status mental yang berubah, laju pernapasan lebih dari atau sama dengan 22

napas / menit dan tekanan darah sistol kurang dari atau sama dengan 100 mm Hg) pada pasien yang telah disaring positif untuk infeksi dapat digunakan sebagai layar sekunder untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk kerusakan klinis. Ketiga elemen qSOFA ini ditentukan melalui analisis model berbasis data untuk memprediksi kemunduran. Praktisi harus mempertimbangkan pemantauan yang lebih ketat terhadap pasien berisiko ini. Jika disfungsi organ diidentifikasi, memastikan bahwa elemen bundel tiga jam telah dimulai terus menjadi prioritas. Misalnya, pasien dengan disfungsi organ memerlukan kultur darah jika hanya kultur nondarah yang sebelumnya telah diperoleh dan pemberian antibiotik spektrum luas jika hanya antibiotik spektrum sempit yang sebelumnya telah diberikan.

Langkah 3: Identifikasi dan Manajemen Hipotensi Awal

Pada pasien yang memiliki infeksi dan hipotensi atau tingkat laktat lebih dari atau sama dengan 4 mmol / L, menyediakan 30 mL / kg kristaloid dengan penilaian ulang dari respon volume atau perfusi jaringan harus dilaksanakan. Unsur-unsur perawatan enam jam harus diselesaikan. Untuk bundel enam jam, tingkat laktat berulang juga dianjurkan jika tingkat laktat awal lebih besar dari 2 mmol / L.

Klarifikasi qSOFA untuk Praktisi Sepsis-3

memperkenalkan

qSOFA

sebagai

alat

untuk

mengidentifikasi pasien yang berisiko sepsis dengan risiko kematian rumah sakit yang lebih tinggi atau unit perawatan intensif jangka panjang (ICU) tinggal baik di dalam maupun di luar unit perawatan kritis. QSOFA tidak mendefinisikan sepsis (tetapi keberadaan dua kriteria qSOFA adalah prediktor dari kedua peningkatan mortalitas dan tetap ICU lebih dari tiga hari pada pasien non-ICU) Seperti biasa, rumah sakit harus bersiap untuk perubahan besar

yang dapat mengubah pertimbangan fiskal. Rumah sakit harus mengembangkan rencana rinci dan mendidik dokter dan staf keperawatan mereka dan departemen pengkodean mereka untuk memastikan bahwa pengkode mereka secara akurat menangkap pengertian definisi baru. Di negara-negara yang secara resmi mendefinisikan langkah-langkah sepsis nasional, seperti Inggris dan Amerika Serikat, rumah sakit juga harus membuat rencana terperinci dan mendidik staf departemen yang berkualitas

untuk

membuat

bagan

abstrak

dan

menerjemahkan

nomenklatur baru ke dalam bahasa yang kompatibel dengan ukuran kualitas nasional, yang biasanya menggunakan terminologi yang lebih lama.

BAB III KESIMPULAN

1. Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflammatory response 2.

3. 4.

5.

6.

syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi. Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental. Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari buffy coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Langkah penanganan sepsis: Langkah 1: Skrining dan Manajemen Infeksi Langkah 2: Skrining untuk Disfungsi Organ dan Manajemen Sepsis (sebelumnya disebut Sepsis Berat) Langkah 3: Identifikasi dan Manajemen Hipotensi Awal

DAFTAR PUSTAKA

Agnus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J and Pinsky MR. Epidemiology of severe sepsis in the United States: analysis of incidence, outcome and associated cost of care. Crit Care Med, 2001; 29(7): 1303-10. Chamberlain NR. Septic Shock Gene Identified. 22nd January. Available at http://www.suite101.com/article.cfm/micribi ology/14842. Accessed on 15th November 2008. Indonesia Society of Intensive Care Unit. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU dan HCU (oneline), www.perdici.org/guidelines/ [cited 2012- 10-14] Martin GS, Mannino DM, Eaton S and Moss M. The epidemiology of sepsis in the United States from 1979 through 2000. N Engl J Med, [internet] [cited 2012 feb 16 ; 348: 1546-1554], available from : PubMed, 2003. JM, Siner. Sepsis Definitions, Epidemiology, Etiology and Pathogenesis. Critical Care Severe Sepsis and Septic Shock CME PCCSU. 2009 sep;vol.23:2-6 Napitupulu H. Sepsis . Anastesia & Critical Care. 2010 Sep;vol.28(3):50-56. Riyanto B. Infeksi gram positif, ancaman baru dibidang infeksi rumah sakit. Dalam: Padmomartomo FS, editor. Peningkatan profesionalisme dokter dibidang penyakit dalam guna mengantisipasi era globalisasi. Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 2002: 237-42.

More Documents from "EvinPuji"