Agama Dakwah Rasulullah Jihan.docx

  • Uploaded by: Jihan Agustin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Agama Dakwah Rasulullah Jihan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,842
  • Pages: 16
Tugas Agama Sejarah Dakwah Rasulullah di Madinah

Oleh: Nama : Jihan Agustin Kelas : X Mipa 1

Tahun Pelajaran 2015/2016

SEJARAH DAKWAH RASULULLAH 1. Dakwah Rasulullah SAW Pada Periode Mekkah

Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.

2. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW Sebagai Rasul

Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah. Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an. Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah AlMudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia. Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.

3. Ajaran Islam Periode Mekah

Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut: a. Keesaan Allah SWT b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan c. Kesucian jiwa d. Persaudaraan dan Persatuan Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah : Agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut: 1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).

Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah: ۞ Abdul Amar dari Bani Zuhrah ۞ Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris ۞ Utsman bin Affan ۞ Zubair bin Awam ۞ Sa’ad bin Abu Waqqas ۞ Thalhah bin Ubaidillah. Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal). 2. Dakwah secara terang-terangan Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216. Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut: 1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah. 2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa. Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M). Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain: ۞ Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar. ۞ Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus. ۞ Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah. Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib. 3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni: 1. Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya. 2. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.

3. Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka. 4. Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala. Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain: ۞ Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan. ۞ Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala. Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M. Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi. Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita). 2. Dakwah Rasulullah SAW pada periode Medinah Pada abad ke-5 sejarah dakwah Rasulullah SAW. Di Mekah, bangsa Quraisy dengan segala upaya berusaha melumpuhkan gerakan Muhammad SAW. Hal ini dibuktikan dengan pemboikotan terhadap Bani Hasyiim dan Bani Muthalib (keluarga besar Muhammad SAW.). beberapa pemboikotan tersebut antara lain : a. Memutuskan hubungan perkawinan. b. Memutuskan hubungan jual beli. c. Memutuskan hubungan ziarah-menziarahi. d. Tidak ada tolong menolong. Pemboikotan itu tertulis di atas selembar sahitah atau plakat yang digantungkan di Kakbah dan tidak akan dicabut sebelum Muhammad SAW. Menghentikan gerakannya. Selama tiga tahun lamanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib menderita kemiskinan akibat pemboikotan itu. Banyak pengikut Rasulullah yang menyingkir ke luar kota Mekah untuk mempertahankan hidup untuk menyelamatkan diriUjian bagi Rasulullah SAW. Juga bertambah berat dengan wafatnyadua orang yang sangat dicintainya, yaitu pamannya, Abu Thalib dalam usia 87 tahun dan istrinya, yaitu Khadijah. Peristiwa tersebut yang terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian (620 M) dalam sejarah disebut Amul Huzni (tahun kesedihan atau tahun duka cita). Dengan meninggalnya dua tokoh tersebut orang Quraisy makin berani dan leluasa mengganggu dan menghalangi Rasulullah SAW. Mereka berani melempar kotoran ke punggung Nabi, bahkan Beliau hampir meninggal karena ada orang yang hendak mencekiknya. Nabi Muhammad SAW. Merasakan bahwa dakwah di Mekah tidak lagi sesuai sebagai pusat dakwah Islam. Oleh karena itu, Beliau bersama Zaid bin Haritsah pergi hijrah ke Thaif untuk berdakwah. Ajaran Rasulullah itu ditolak dengan

kasar. Bahkan mereka pun mengusir, menyoraki dan mengejar Rasulullah sambil di lempari dengan batu. Saat itu Rasulullah SAW. Sempat berlindung di bawah kebun anggur di kebun Utba dan Syaiba (anak Rabia). Meski demikian terluka, Rasulullah SAW. tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Kesulitan dan hambatan yang terus-menerus menimpa Muhammad SAW. Dan pengikutnya dihadapi dengan sabar dan tawakal. Saat mengahadapi ujian yang berat dan tingkat perjuangan sudah berada pada puncaknya, Rasulullah SAW. di perintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani Isra dan Mi’raj dari Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina, dan selanjutnya naik ke langit hingga ke Sidratul Muntaha (QS Al-Isra/17:1). Kejadian Isra dan Mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M) di tempuh dalam waktu satu malam. Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan mi’raj antar lain sebagai berikut. 1. Karunia dan keistimewaan tersendiri bagi Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah diberikan Allah SWT. Kepada manusia dan nabi-nabi sebelumnya. 2. Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan Beliau sebagai rasul untuk terus menyerukan agama Allah SWT kepada seluruh umat manusia. 3. Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri sejauh mana mereka beriman dan percaya kepada kejadian yang menakjubkan itu yang hanya ditempuh dalam waktu semalam. Peristiwa ini dijadikan olok-olok oleh kaum Quraisy dan menuduh Nabi Muhammad SAW. Sudah gila. Meski demikian, ada orang yang beriman atau percaya terhadap kejadian ini, yaitu Abu Bakar sehingga nama Beliau ditambahkan dengan gelar As Sidik.

Arti Hijrah Hijrah berasal dari bahasa arab “ ‫ ”هِجْ َرة‬yang artinya: (1) pindah, menjauhi atau menghindari. (2) Kerasnya sesuatu (‫ ;)الهاجرة الهجير الهجر‬berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras). Secara bahasa “Hijrah” itu adalah Menjauhi sesuatu dengan sangat keras karena adanya ketidak setujuaan dan kebencian Istilah hijrah biasa dipakai dalam Islam dengan pengertian meninggalkan suatu negeri yang tidak begitu aman menuju negeri lain yang lebih aman, demi keselamatan dalam menjalan agama. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Munawar Khalif, seorang pakar hadis dan penulis biografi Rasulullah SAW, beliau membagi pengertian hijrah dalam 3 pengertian, antara lain: 1) Pindah dari negeri orang kafir atau musyrik ke negeri orang Islam, seperti terjadi pada diri Rasulullah dan para muhajirin yang meninggalkan Mekkah menuju Madinah, tempat kaum Anshar yang telah menyatakan keislamannya, 2) Mengasingkan diri dari bergaul dengan orang kafir atau musyrik yang berlaku kejam dan suka menyebarkan fitnah ke tempat yang aman, seperti yang diperintahkan Rasululullah kepada para sahabat untuk berhijrah dari Mekkah ke Habasyah (Etiopia), 3) Pindah dari kebiasaan mengerjakan perbuatan mungkar (buruk) kepada kebiasaan mengerjakan perbuatan makruf (baik).

Tujuan hijrah

 

Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Agar mendapat keamanan dan kebebasan dalam beribadah serta berda'wah (QS. An Nahl, 16:41-42)

Peperangan yang dihadapi Rasulullah SAW : 1. Perang Mu’tah Peperangan ini tercatat di dalam sejarah sebagai sebuah peperangan besar, di mana tentara Islam yang berjumlah 3.000 orang melawan 200.000 tentara Romawi Nasrani. Sekalipun demikian dahsyatnya peperangan Mu’tah, sahabat yang mati syahid hanya 12 orang, dan mereka memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendakwahi dan memerangi manusia hingga mereka mengikrarkan kalimat tauhid. Maka kemuliaan bagi yang mengikuti agamanya dan kehinaan bagi yang menyelisihinya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwah dari kerabatnya yang terdekat dari kabilah Quraisy lalu bangsa Arab secara umum dan siapa saja yang dekat atau datang kepadanya dari berbagai penjuru, maka demikian pula beliau memerangi musuh pertama yang terdekat yaitu kafir Quraisy para penyembah berhala kemudian bagnsa Arab di sekitar Mekah dan Madinah dan lainnya lalu ahli kitab dari bangsa Yahudi di Madinah dan sekitarnya. Dan sekarang tiba saatnya untuk memerangi bangsa Romawi yang beragama Nasrani dan nanti akan tiba gilirannya memerangi kaum Majusi para penyembah api dan seluruh umat kafir hingga agama Allah tinggi dan jaya di permukaan bumi, di atas semua agama sekalipun orang-orang kafir benci dengan kemenangan Islam. Inilah Islam dan inilah jihad yang merahmati umat manusia dan tidak membiarkan mereka berlarut-larut dalam laknat Allah dengan tetap dalam kekafiran, tetapi Islam mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik dan kufur kepada cahaya Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah takjub dengan orang-orang yang masuk surga dalam keadaan diikat rantai besi.” (HR. Bukhari). Maksudnya bahwa mereka tertawan oleh tentara Islam lalu diikat dengan rantai besi kemudian digiring ke negeri Islam dan akhirnya mereka masuk Islam sehingga berbahagia dengan surga. Dan termasuk hikmah ilahiyyah tatkala orang-orang kafir dari berbagai bangsa tidak bersatu padu dalam satu waktu untuk menyerang kaum muslimin. Tatkala kafir Quraisy memerangi kaum muslimin, maka bangsa Arab lainnya diam menunggu hasil dari Quraisy. Ketika seluruh bangsa Arab dan Yahudi bersekutu memerangi kaum muslimin, maka umat Nasrani diam menunggu hasil peperangan tersebut. Demikian pula tatkala umat Islam berperang melawan Romawi, maka bangsa Persia Majusi diam menunggu hasil peperangan ini hingga semua bangsa dan semua agama ditundukkan oleh kaum muslimin. Firman Allah: ‫للاه َو َكفَى َخي ًْرا‬ ُ َُ‫ل ْال همؤْ ِم ِنين‬ َُ ‫ْال ِقتَا‬ “Dan Allah memelihara kaum muslimin dari peperangan.” (QS. Al Ahzab: 25) Pada sekitar abad ke-7 hingga ke-11, terjadi beberapa seri perang yang melibatkan Muslim Arab dengan kerajaan Romawi Timur atau yang disebut juga dengan kerajaan Byzantine. Peperangan besar ini terjadi ketika ekspedisi Muslim yang ada di bawah pimpinan Rashidun dan kekhalifahan Umayyad baru saja dimulai pada awal abad ke-7, dan dilanjutkan oleh penerusnya hingga pertengahan abad ke-

11. Salah satu perang ini merupakan perang besar yang dikenal dengan nama perang Mu’tah. Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi sendiri dimulai pada tahun 8 Hijriah (sekitar tahun 629 Masehi) di sebuah desa di Mu’tah, bagian timur dari sungai Jordan dan Karak. Linimasa Perang Mu’tah Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi tidak akan dimulai tanpa sebelumnya ada sesuatu yang lebih besar, yaitu perselisihan antara pihak Byzantine dengan Muslim. Hal ini disebabkan oleh ledakan penduduk Arab dari Arab Peninsula pada tahun 630an yang menyebabkan hilangnya sebagian besar area jajahan Byzantine di bagian selatan yaitu Syria dan Mesir yang berhasil direbut umat Muslim. Dalam rentang waktu 50 tahun, pasukan Muslim yang ada di bawah kekhalifan Umayyad yang agresif tak henti meluncurkan serangan berulang ke area Asia Minor yang saat itu menjadi daerah kekuasaan kerajaan Byzantine. Selain serangan, dua kali ancaman untuk penundukkan Konstantinopel juga dilayangkan. Latar belakang perang Mu’tah sendiri terjadi ketika perjanjian Hudaybiyyah mengatur gencatan senjata antara kaum Quraish dan tentara yang mengatur kekuatan di Mekah. Badhan, pemerintah Sassani dari Yemen sudah mulai masuk Islam, begitu juga kaum-kaum yang ada di Arab Selatan, meningkatkan kekuatan militer di Madinah. Karena hal ini, Muhammad menjadi sedikit lebih bebas dan bisa fokus terhadap suku Arab yang ada di utara, yaitu Bilad al-Sham. Salah satu sejarawan Islam menyatakan bahwa pergerakan militer ke utara adalah karena perlakuan yang buruk pihak utara kepada utusan yang dikirim Muhammad, dimana utusan tersebut dibunuh. Yang menyebabkan kerajaan Byzantine ikut campur adalah karena kaum Bani Sulaym dan Dhat al Taih merupakan kaum yang ada dalam perlindungan Byzantine. Sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi dimulai ketika pada awal tahun 8 Hijriah (sekitar tahun 629 Masehi), Muhammad menggerakkan pasukannya menuju area Jumada al-Awwal untuk ekspedisi singkat dengan tujuan menyerang dan menghukum kaum yang membunuh utusannya. Pemimpin pasukan ini ialah Zayd ibnu Haritha, dengan Jafar ibnu Abi Talib dan Abdullah ibnu Rawahah tepat di bawahnya. Pemimpin Ghassanid dipercaya telah mengetahui tentang serangan yang direncanakan oleh Muhammad ini, sehingga ia mulai menyiapkan pasukannya dan meminta bantuan dari Byzantine. Ada dua versi tentang siapa yang memimpin pasukan besar dari Romawi ini, dimana salah satu versi mengatakan bahwa pemimpinnya adalah Heraclius langsung, dan versi lain adalah adik dari Heraclius, yaitu Theodorus. Ketika pasukan Muslim tiba di area timur Jordan dan mengetahui ukuran tentara yang dibawa oleh pasukan Byzantine, mereka menjadi takut. Mayoritas dari mereka ingin menunggu sebentar dan menunggu bantuan dari Madinah datang, tapi kemudian Abdullah ibnu Rawahah mengingatkan mereka tentang keinginan jihad, dan mempertanyakan apakah baik jika mereka menunggu sedangkan apa yang mereka inginkan ada di depan mereka. Mendengar pernyataan dari Abdullah tersebut, hati para pasukan tergerak, dan segala keraguan yang menghantui mereka beberapa saat lalu mendadak hilang sehingga mereka berani untuk terus maju ke medan perang melawan pasukan yang jumlahnya hampir 67 kali jumlah mereka sendiri. Pertikaian pertama antara pihak Muslim dan Byzantine yang membuka sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi – terjadi di kamp mereka sendiri, di desa Musharif dimana mereka kemudian mundur ke Mu’tah. Baru di Mu’tah lah perang besar terjadi. Beberapa sumber Muslim mengatakan bahwa perang yang terjadi ini mengambil tempat di antara dua lembah dengan tinggi yang berbeda, dimana hal itu menetralkan superioritas jumlah yang dimiliki tentara Byzantine. Dalam perang ini, ketiga pemimpin pasukan Muslim tumbang satu persatu dimulai

dari Zayd ibnu Haritha yang disusul oleh Jafar ibn Abi Talib dan Abdullah ibnu Rawahah setelahnya. AlBukhari melaporkan bahwa di bagian depan tubuh Jafar terdapat 50 luka tusuk. Melihat semangat tentara Muslim yang mulai menciut, Thabit ibnu Al-Arqam mengambil alih komando dan menyelamatkan pasukannya dari kehancuran total. Setelah perang selesai, para pasukan meminta Thabit menjadi pemimpin mereka yang ia tolak, dimana ia kemudian meminta Khalid ibnu al-Walid untuk memimpin. Ketika perang, Khalid dilaporkan menggunakan 9 pedang yang seluruhnya rusak karena peperangan lanjutan yang terjadi sangatlah intens. Pada akhirnya, Khalid melihat bahwa situasi mereka sangat terdesak dan mulai bersiap untuk mundur. Ia terus mengonfrontasi Byzantine dalam pertikaian kecil, tapi menghindari pertikaian besar. Suatu malam, Khalid mengganti posisi pasukannya dan membawa rearguard yang telah dipasangkan bendera baru. Hal ini untuk membuat impresi bahwa ada pasukan tambahan yang dikirim dari Madinah. Khalid juga memerintahkan kepada para kavaleri untuk mundur ke belakang bukit pada malam hari agar gerakan mereka tidak diketahui oleh pihak Byzantine, dan kembali pada siang hari sambil menaikkan jumlah debu yang bisa mereka kumpulkan sebanyak mungkin. Hal ini menjadi bagian penutup sejarah perang Mu’tah – 3.000 pasukan Muslim melawan 200.000 pasukan Romawi – dimana pihak Byzantine percaya akan adanya pasukan yang menolong dari Madinah, dan memutuskan untuk mundur. 2. Perang Tabuk Sejarah Perang Tabuk menjadi sejarah peperangan terakhir yang diikuti oleh Rasulullah SAW. Rasulullah memimpin langsung perang yang terjadi pada 630 M atau 9 H antara tentara Muslim dan pasukan Bizantium (Romawi Timur). Memang, tidak ada pertempuran yang terjadi kerena diadakan perundingan diantara keduanya. Namun pada perang ini lah umat Islam diuji, apakah mereka mau bersatu untuk berperang membela agama Allah, atau malah menikmati kekayaan yang saat itu sedang mereka rasakan. Pasukan Binzantium awalnya percaya diri dengan 100 ribu pasukan lebih. Hal ini membuat Rasulullah SAW menurunkan 30 ribu pasukan. Jumlah ini menjadi jumlah pasukan terbanyak yang dilalui Nabi sepanjang perang. Para sahabat lalu menyumbangkan hartanya untuk perang kali ini. Utsman Bin Affan menyedekahkan 900 Unta, 100 kuda dan 1000 Dinar. Abdurahman bin Auf yang menyumbang 200 uqiyah perak, yang satu uqiyah sama dengan 40 dirham, tak lupa Umar Bin Khattab yang menyumbang setengah hartanya, juga Abu Bakar yang seluruh hartanya untuk peperangan ini. Ternyata ada saja kaum munafik yang saat itu memilih untuk tetep tinggal di Madinah yang saat itu sedang menikamati panen raya. Akhirnya yang tinggal adalah kaum munafik, orang-orang udzur, wanita, anak-anak dan sebagian kecil sahabat yang tak mendapatkan tunggangan padahal mereka sangat ingin berperang. Tiga sahabat Rasulullah juga memilih untuk tinggal menikmati kenikmatan dunia ketimbang ikut berperang. Salah satunya adalah Ka’ab Bin Malik. Perjalanan untuk menempuh perang pun dimulai. Rasulullah SAW dan pasukan kemudian meninggalkan Madinah menuju Tabuk yang wilayahnya berjarak 800 km dari Madinah. Perjalanan ini memakan waktu hingga 20 hari. Medan yang mereka lakoni juga sangat sulit. Selain keterbatasan bahan makanan, kaum muslimin juga harus menghadapi panasnya gurun pasir yang diatas rata-rata. Perang ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW tidak menemukan satu pun kaum musrikin. Romawi dan sekutunya merasa takut dan kuatir setelah mendengar Rasulullah SAW menggalang pasukan. Mereka berpencar ke batas-batas wilayahnya. Rasulullah SAW menghabiskan 10 hari Tabuk. Namun Ia tidak tinggal diam begitu saja, ekspedisi ini dimanfaatkan Nabi Muhammad SAW untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di sekitar Tabuk dan menyebarkan ajaran Islam. Rasulullah SAW didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah kepada beliau. Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka yang kemudian mereka pegang. Akhirnya peperangan pun tidak jadi terjadi. Setelah 30 hari meninggalkan Madinah, akhirnya umat Islam kembali tanpa terjadi peperangan. 3. Perang Uhud Sejarah Perang Uhud merupakan kisah peperangan yang dilalui Rasulullah SAW namun berakhir dengan kekalahan. Pada perang ini, umat Islam yang awalnya mendapatkan kemenangan harus menderita kekalahan karena silau oleh harta yang ditinggalkan lawannya. Mereka tidak mendengarkan nasihat Rasulullah untuk menjaga posisi dan memilih untuk mengambil harta sisa kaum kafir yang kalah. Mendengar itu, kaum kafir lalu menyerang umat Islam yang tengah lengah karena harta, dan kaum muslimin akhirnya menderita kekalahan. Perang ini terjadi merupakan ajang balas dendam yang dilakukan oleh kaum Quraisy karena menderita kekalahan atas kaum Muslim saat perang Badar. Kala itu, tentara Quraisy yang berjumlah 1000 orang harus menyerah kalah dengan pasukan Islam yang hanya berjumlah 300 orang. Sejumlah nama besar tewas dalam peperangan tersebut. Hal ini membuat merek yang tersisa kahirnya murka dan menyusun strategi balas dendam. Tokohtokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb inilah yang menjadi penghasut kaum quraisy. Langkah yang mereka lakukan adalah dengan menghasut kaum Mekkah untuk tidak mengingat korban tewas dalam perang Badar. Mereka juga meminta kaum Quraisy untuk menunda pembayaran tebusan kepada kaum muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Kaum ini juga menggalang dana untuk modal sebagai aksi balas dendam. Ternyata langkah mereka ini berhasil, mereka berhasil mengumpulkan 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Mereka sukses menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang Badar yakni sekitar 3000 pasukan. Rasulullah SAW yang mendengar kabar tersebut lalu bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer. Rasulullah SAW dan sahabat memilih untuk untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Rasulullah SAW membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon :

Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat. Peperangan pun terjadi pada para pemangku panji perang. Setelah beberapa orang yang tewas, akhirnya perang pun berkobar. Perang berkecamuk merata di setiap titik bak kobaran api menjalar membakar rerumputan kering, jagoanjagoan Islam benar-benar menampakkan kehebatan dan kepiawaian mereka dalam putaran perang kali ini, militansi pasukan Islam merupakan buah dari kekuatan iman yang merasuk dan terpatri kuat dalam hati mereka, seakan-akan iman telah memenuhi setiap pembuluh darah mereka, kecilnya jumlah tak menciutkan nyali para pejuang demi tegaknya agama Allah. Barisan musuh semakin kacau-balau. Tak pelak, mereka lari centang-perenang meninggalkan medan laga, dan lalai dengan ambisi buruk yang selama ini mereka impikan. Kaum muslimin unggul dan menguasai medan laga. Namun disinilah mulainya malapetaka. Pasukan Quraisy yang lari meninggalkan harta benda yang melimpah. Kaum muslimin malah sibuk mengumpulkan harta rampasan perang yang tercecer. Mulailah kecintaan terhadap dunia menghinggapi hati sebagian besar pasukan pemanah. Mereka khawatir akan tidak mendapat bagian rampasan perang. Mereka meninggalkan bukit strategis itu dan lalai terhadap wasiat Rasulullah.

Kini pertahanan inti kaum muslimin dalam kondisi rawan. Kholid bin Al-Walid, salah satu komandan pasukan berkuda Quraisy, tak membiarkan kesempatan emas itu lewat begitu saja. Ia memutar haluan arah pasukan kuda Quraisy dan dengan segala ambisi merebut posisi paling strategis, yaitu bukit para pemanah. Musuh menyergap dan mengepung sisa pasukan pemanah. Para pemanah tak kuasa menghalau serangan mendadak itu. Pertahanan kaum muslimin semakin rapuh. Kondisi berubah seketika. Saat itu, Rasulullah di kabarkan telah meninggal dan membuat kaum muslimin yang berperang semankin mengendur. Jiwa pasukan Islam lemah tak tahu kemana mereka akan melangkah. Sebagian mereka terduduk tak tahu apa yang ditunggu, bahkan sebagian mereka berpikir untuk menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul –salah satu tokoh munafiqin– guna meminta perlindungan keamanan dari Abu Sufyan (yang ketika itu belum masuk Islam). Jagoan Quraisy menjadikan Rasulullah shallalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai target operasi utama. Rasulullah saat itu hanya didampingi sembilan orang shahabat sedangkan pasukan muslimin yang lain tercerai-berai. Namun, kaum musyrikin lebih dahulu mendengarnya, secepat kilat mencari sumber suara, dan disitulah mereka mendapatkan manusia mulia yang selama ini mereka berambisi besar untuk membunuhnya. Sebanyak tujuh orang gugur dari sembilan orang shahabat yang melindungi Rasulullah. Adapun dua orang yang tersisa adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhuma. Saat itu musuh sangat leluasa menyerang Rasulullah.

Utbah bin Abi Waqqash melukai bibir beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam dengan lemparan batu. Abdullah bin Shihab Az-Zuhry menciderai pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Qim’ah menyabetkan pedangnya pada pundak beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menyebabkan rasa sakit lebih dari sebulan, namun sabetan tersebut tidak berhasil menembus baju besi sang nabi Allah. Abdullah menyabetkan kembali pedangnya tepat di pipi beliau shallalallahu ‘alaihi wa sallam. Rantai yang pecah itu membuat pedang dengan luluasa menembus pipi Rasulullah hingga gigi seri beliau pecah. Sontak saja wajah Nabi Allah ini berlumuran darah. Dua sahabat yang masih tersisa itulah yang melindungi Rasulullah sampai putus beberapa jari-jemari. Pada pertempuran ini tentara Muslim banyak yang menjadi korban sehingga mayoritas ahli sejarah menyatakan bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan dalam pertempuran Uhud. 4. Perang Badar Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari. Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata, "Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersamasama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah". Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat bernama, AlHubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya. Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin.

Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara kaum Muslimin Madinah dengan kaum musyrikin Mekah. Perjanjian yang ditandatangani di lembah Hudaibiyah, pinggiran Mekah, ini terjadi pada tahun ke-6 setelah Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah. Pada saat itu rombongan kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah haji. Namun mereka dihalang- halangi masuk ke Mekah oleh kaum musyrik Quraisy warga Mekah. Rasulullah pun mengajak mereka bernegosiasi sampai akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian damai. Inti isi Perjanjian Hudaibiyah adalah sebagai berikut: 1.Gencatan senjata antara Mekah dengan Madinah selama 10 tahun. 2.Warga Mekah yang menyeberang ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah. 3.Warga Madinah yang menyeberang ke Mekah tidak boleh kembali ke Madinah. 4.Warga selain Mekah dan Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah. 5.Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya harus meninggalkan Mekah, namun diperbolehkan kembali lagi ke Mekah setahun setelah perjanjian itu, dan akan dipersilahkan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Dalam masa 3 hari itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar dari Mekah. Sekilas isi perjanjian tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi kaum Muslimin, dan hanya menguntungkan kaum Quraisy Mekah. Ini bisa kita cermati satu persatu isinya: 1.Gencatan senjata sudah tidak diperlukan oleh kaum Muslimin, karena kaum musyrikin sebenarnya dalam posisi lemah karena sebelumnya kalah telak dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Kemauan mereka bernegosiasi juga menunjukkan kelemahan posisi mereka. Kalau kuat, mereka pastilah langsung menyerang kaum Muslimin yang hendak datang ke Mekah. 2.Jika penduduk Mekah tidak boleh menyeberang ke Madinah, jelas jumlah kaum Muslimin tidak akan bertambah, sedangkan kaum Quraisy tidak akan berkurang. 3.Jika penduduk Madinah yang pergi ke Mekah tidak diperbolehkan untuk kembali ke Madinah, tentu warga Madinah akan berkurang. 4.Poin ke-4 ini bisa disebut imbang. 5.Kaum Muslimin yang sudah menempuh perjalanan jauh ke Mekah, namun kini harus pulang tanpa bisa menunaikan haji. Tahun berikutnya pun, mereka hanya boleh tiga hari di Mekah, tentu tak cukup untuk berhaji. Tak heran bila perjanjian ini sangat mengecewakan sebagian kaum Muslimin. Bahkan Umar bin Khattab sempat memprotes isi perjanjian ini. Ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satu pun yang bersegera mematuhinya, mungkin karena bingung atau protes kepada Rasulullah. Namun lambat laun akhirnya terbukti, ternyata Nabi Muhammad SAW mempunyai visi politik yang sangat hebat, yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Demi kerahasiaan strategi, beliau tidak mengungkapkan rahasia di balik perjanjian itu. Setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa paling tidak ada dua hal penting yang dihasilkan Perjanjian Hudaibiyah tersebut: 1.Perjanjian ini ditandatangani oleh Suhail bin Amr, sebagai wakil kaum Quraisy. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.

2.Dengan perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa, sejak perjanjian itu berada dalam posisi bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab. Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum atau seseorang tanpa orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa dilihat dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 39- 40. Dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negaranegara tetangga, di antaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam. Selain itu, adanya jaminan bahwa kaum Quraisy tidak akan memusuhi kaum Muslimin, kaum Muslimin pun bisa dengan leluasa menghukum kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap kaum Muslimin Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah. Selain itu, Nabi Muhammad SAW tahu betul karakter orang- orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar perjanjian itu sebelum masa berlakunya selesai. Dan hal itu memang terjadi, sehingga Rasulullah memiliki landasan hukum untuk melakukan penaklukan kota Mekah. Penaklukan Mekah terjadi damai tanpa pertumpahan darah karena kaum musyrikin sudah tidak berdaya lagi

Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arab Rasulullah SAW menyerukan umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW kepada penguasa atau para pembesar mereka. Para penguasa atau para pembesar Negara yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti : 1. Heraclius, Kaisar Romawi Timur Yang menerima surat dakwah Rasulullah SAW, melalui utusannya Dihija bin Khalifa. Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah SAW itu. Karena tidak mendapatkan persetujuan dari para pembesar Negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, disamping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah SAW. 2. Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir Rasulullah SAW mengiri surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama hatib. Setelah surat dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian. 3. Syahinsyah, Kaisar Persia Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong, karena kesombongannya surat dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek. Rasulullah SAW menjelaskan bahwah Syahinsyah akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke 7 H. apa yang diucapakan Rasulullah SAW ternya sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya. 4. Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethopia), AlMunzir bin Sawi (Raja Bahrian), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Diantara pengusa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah SAW hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrian yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar Negara dan raknyatnya agar masuk Islam.

Strategi Dakwah Rasulullah Periode Madinah

Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah SAW dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah SAW itu pada umumnya merupakan sebuah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, social, ekonomi dan politik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam membina masyarakat Islam di Madinah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW antara lain : 1) Mendirikan Masjid. Beliau dahulukan mendirikan masjid sebelum bangunan-bangunan lainnya selain kediaman beliau sendiri, karena masjid mempunyai potensi yang sangat vital dalam menyatukan umat dan menyusun kekuatan mereka lahir dan batin untuk membina masyarakat Islam atau daulah Islamiyah berlandaskan semangat tauhid. Di masjid ini Rasulullah SAW mengobarkan semangat jihat di jalan Allah SWT, sehingga kaum muslimin waktu itu belum begitu banyak tetapi rela mengorbankan harta dan jiwa untuk kepentingan Islam. Di masjid pula beliau senantiasa mengajarkan doktrin tauhid dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam kepada kaum muhajirin dan ansor. Dan di dalam masjid pula kaum muslimin mengadakan sholat berjamaah, mengadakan musyawarah untuk merundingkan masalah-masalah yang di hadapi. 2) Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansor. Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak saudara dan kampung halaman mereka, di pererat oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum Ansor karena kaum Ansor telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan yang bersifat materi, melainkan hanya karena mencari keridhaan Allah SWT semata. Sebagai contoh Abu Bakar dipersaudarakn dengan Harits bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Muadz bin Jabal, Umar bin Khattab dengan Itbah bin Malik, begitu seterusnya tiap-tiap kaum Ansor dipersaudaran dengan kaum Muhajirin. Dengan demikian kaum muhajirin yang bertahun-tahun berpisah dengan keluarganya merasa tentram dan aman melaksanakan syariat agamanya. Di tempat yang baru tersebut sebagian ada yang hidup berniaga ada yang bertani seperti (Abu Bakar, Utsman dan Ali) mengerjakan tanah kaum Ansor. Dengan ikatan teguh ini Nabi Muhammad SAW dapat menyatukan dengan ikatan persaudaraan Islam yang kuat yang terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam satu ikatan masyaraka Islam yang kuat dengan semangat bergotong royong, senasib sepenanggunan. Segolongan orang arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin disediakan tempat tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan nama Ashab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul bersama diantara Muhajirin dan Ansor. 3) Perjanjian Perdamaian dengan kaum Yahudi. Guna menciptaka suasana tentram di kota baru bagi Islam (Madinah), Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Inilah salah satu perjanjian yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ahli politikus yang ulung yang belum pernah dilakukan oleh para nabi-nabi terdahulu. Diantara isi perjanjian yang dibuat oleh Nabi SAW dengan kaum Yahudi antara lain : a) Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama kaum muslimin; kedua belah fihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing. b) Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong menolong untuk melawan siapa saja yamg memerangi mereka. Orang Yahudi memikul belanja mereka sendiri begitu pula kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri. c) Kaum muslimin dan kaum yahudi wajib nasehat menasehati, tolong menolong, melaksanakan kebajikan dan keutamaan.

d) Bahwa kota Madianah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. Kalau terjadi perselisihan antara kaum Yahudi dengan kaum Muslimin, maka urusannya hendaklah diserahkan kepada Allah dan Rasullullah SAW. e) Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam atau di luar kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya, kecuali orang-orang yang zalim dan bersalah, sebab Allah SWT menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti. Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammada SAW tersebut telah menjamin kemerdekaan beragama dan menjamin kehormatan jiwa dan harta dari golongan yang bukan Islam. Ini adalah merupakan peristiwa yang baru dalam dunia politik dan peradaban manusia. Sebab waktu itu diberbagai pelosok dunia masih terjadi perkosaan dan perampasan hak-hak asasi manusia. 4) Meletakkkan dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk masyarakat Islam. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka Rasulullah SAW menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru terwujud itu, baik dalam bidang politik, ekonomi, social maupun yang lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam periode perkembangan agama Islam di Madinah inilah telah turun wahyu Allah SWT yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana) dan lain-lain. Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, social dan lainnya, maka semakin teguhlah bentuk-bentuk masyarakat Islam, sehingga semakin hari pengaruh agama Islam di kota Madinah semakin bertambah besar. 5) Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam. Jumlah orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad SAW bertambah dengan amat cepat, sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuatan Islam sudah mulai diperhitungkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang secara nyata memusuhi agama baru ini yaitu : orang-orang Yahudi, orang-orang munafik, dan orang-orang Quraiys dengan sekutunya.

Related Documents


More Documents from "Wahyudin"