Adkl Vania.docx

  • Uploaded by: vania utami putri
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Adkl Vania.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,870
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan di dalam Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar lingkungannya dan dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis. Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus (BAPEDAL, 1999). Dampak negatif limbah medis terhadap masyarakat dan lingkungan terjadi akibat pengelolaan yang kurang baik. Limbah medis jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap manusia dan lingkungan. Dalam artikel Suara Pembaruan disebutkan bahwa dari 107 rumah sakit di Jakarta, baru 10 yang memiliki insinerator. Hampir di setiap tempat sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis, karena limbah nonmedis diperlakukan sama dengan limbah padat lainnya. Artinya, dikelola Dinas Kesehatan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah seperti di Bantar Gebang Bekasi. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

1

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1

Apa permasalahan limbah medis secara umum di Indonesia?

1.2.2

Bagaimana cara penanganan limbah medis yang tepat?

1.3 Tujuan 1.3.1

Mengetahui permasalahan limbah medis secara umum di Indonesia.

1.3.2

Mengetahui cara penanganan limbah medis yang tepat.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Sumber Limbah Medis Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Jenis perawatan/aktivitas kesehatan yang dapat menghasilkan limbah adalah : a. Rumah sakit dengan aktifitasnya: ·

Rumah sakit umum

·

Rumah sakit khusus

·

Sanotarium

·

Aktifitas spesifik dalam sebuah rumah sakit misalnya : paediatric, oncolagy, rehabilitasi, mata dan telinga, psychiatric, terbakar, orthopaedic, penyakit-penyakit pernafasan b. Klinik:

·

Ruang dokter dan perawat

·

Pusat dialysis

·

Pusat penanganan kecanduan alcohol

·

Pusat penanganan kecanduan obat bius

·

Klinik bersalin

·

Klinik thrombosis. c. Asrama dan sejenis:

·

Perawat

·

Rumah jompo

·

Rumah sakit jiwa d. Kegiatan-kegiatan penunjang:

·

Bank darah

·

Apotik

·

Pusat pelatihan medis

·

Ruang mayat 3

·

Ruang steril

·

Ruang cuci pakaian

·

Ruang teknis

·

Laboratorium : klinis, pathology, haemathology, kimiawi, penelitian, termasuk untuk hewan maupun genetis. Timbulan limbah dari kegiatan rumah sakit bervariasi dari satu institusi ke institusi sesuai dengan besarnya aktivitas. Sebagai gambaran, di bawah ini diberikan beberapa angka, yaitu (Kg/bed/hari):

·

Spanyol : 1,2 sampai 4,4

·

Inggris : 0,25 sampai 3,3

·

Belanda : 1,2 sampai 6,0

·

USA : 4,1 sampai 5,24 Penelitian yang dilakukan di RSHS Bandung oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB (1993) memberikan angka rata-rata sebesar 2,12 Kg/bed/hari.

2.2 Pengelompokkan Limbah Medis Limbah rumah sakit merupakan campuran yang heterogen sifat-sifatnya. Seluruh jenis limbah ini dapat mengandung limbah berpotensi infeksi. Kadangkala, limbah residu insinerasi dapat dikagorikan sebagai limbah berbahaya bila insinerator sebuah rumah sakit tidak sesuai dengan kriteria, atau tidak dioperasikan sesuai dengan kriteria. Deskripsi umum tentang kategori utama limbah rumah sakit adalah: ·

Limbah umum: sejenis limbah domestik, bahan pengemas, makanan binatang noninfectious,limbah dari cuci serta materi lain yang tidak membutuhkan penanganan spesial atau tidak membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan

·

Limbah patologis: terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh, plasenta, bangkai binatang, darah dan cairan tubuh

·

Limbah radioaktif: dapat berfase padat, cair maupun gas yang terkontaminasi dengan radionuklisida, dan dihasilkan dari analisisin-vitro terhadap jaringan tubuh dan cairan, atau analisis in-vivo terhadap organ tubuh dalam pelacakan atau lokalisasi tumor, maupun dihasilkan dari prosedur therapetis

4

·

Limbah kimiawi: dapat berupa padatan, cairan maupun gas misalnya berasal dari pekerjaan diagnostik atau penelitian, pembersihan/pemeliharaan atau prosedur desinfeksi. Pertimbangan terhadap limbah ini adalah seperti limbah berbahaya yang lain, yaitu dapat ditinjau dari sudut: toksik, korosif, mudah terbakar (flammable), reaktif (eksplosif, reaktif terhadap air, danshock sensitive), dilanjutkan dengan sifat-sifat spesifik seperti genotoxic (carcinogenic, mutagenic, teratogenic dan lain-lain), misalnya obat-obatan cytotoxic. Limbah kimiawi yang tidak berbahaya adalah seperti gula, asam- asam animo, garam-garam organik lainnya,

·

Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious): mengandung mikroorganisme patogen yang dilihat dari konsentrasi dan kuantitasnya bila terpapar dengan manusia akan dapat menimbulkan penyakit. Katagori yang termasuk limbah ini antara lain jaringan dan stok dari agen-agen infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular , atau dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien yang menjalani haemodialisis (tabung, filter, serbet, gaun, sarung tangan dan sebagainya) atau materi yang berkontak dengan binatang yang sedang diinokulasi dengan penyakit menular atau sedang menderita penyakit menular

·

Benda-benda tajam yang biasa digunakan dalam kegiatan rumah sakit: jarum suntik, syring, gunting, pisau, kaca pecah, gunting kuku dan sebagainya yang dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-benda ini mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi atau bahan citotoksik

·

Limbah farmasi (obat-obatan): produk-produk kefarmasian, obat-obatan dan bahan kimiawi yang dikembalikan dari ruangan pasien isolasi, atau telah tertumpah, daluwarsa atau terkontaminasi atau harus dibuang karena sudah tidak digunakan lagi

·

Limbah citotoksik: bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik

·

Kontainer di bawah tekanan: seperti yang digunakan untuk peragaan atau pengajaran, tabung yang mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak bila diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena kecelakaan (tertusuk dan sebagainya).

Dari sekian banyak jenis limbah klinis tersebut, maka yang membutuhkan sangat perhatian khusus adalah limbah yang dapat menyebabkan penyakit menular (infectious waste)

5

atau limbah biomedis. Limbah ini biasanya hanya 10 - 15 % dari seluruh volume limbah kegiatan pelayanan kesehatan. Jenis dari limbah ini secara spesifik adalah: ·

Limbah human anatomical: jaringan tubuh manusia, organ, bagian-bagian tubuh, tetapi tidak termasuk gigi, rambut dan muka

·

Limbah tubuh hewan: jaringan-jaringan tubuh , organ, bangkai, darah, bagian terkontaminasi dengan darah, dan sebagainya, tetapi tidak termasuk gigi, bulu, kuku.

·

Limbah laboratorium mikrobiologi: jaringan tubuh, stok hewan atau mikroorganisme, vaksin, atau bahan atau peralatan laboratorium yang berkontak dengan bahan-bahan tersebut. Limbah darah dan cairan manusia atau bahan/peralatan yang terkontaminasi dengannya. Tidak termasuk dalam katagori ini adalah urin dan tinja.

·

Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting, pacahan kaca dan sebagainya.

Limbah reaktif yang berasal dari rumah sakit adalah senyawa-senyawa seperti: ·

Shock sensitive: senyawa-senyawa diazo, metal azide, nitro cellulose, perchloric acid, garamgaram perchlorat, bahan kimia peroksida, asam picric, garam-garam picrat, polynitroaromatic.

·

Water reactive: logam-logam alkali dan alkali tanah, reagen alkyl lithium, larutan- larutan boron trifluorida, reagen Grignard, hidrida dari Al, B, Ca, K, Li, dan Na, logam halida dari Al, As, Fe, P, S, Sb, Si, Su dan Ti, phosphorus oxychloride, phosphorus pentoxide, sulfuryl chloride, thionyl chloride.

·

Bahan reaktif lain: asam nitrit diatas 70%, phosphor (merah dan putih).

2.3 Pengelolaan Limbah Medis Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani limbah berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis mungkin, namun higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum, penanganannya adalah identik dengan limbah kota yang lain. Daur ulang sedapat mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam yang terinfeksi harus dibungkus secara baik serta tidak akan mencelakakan pekerja yang menangani dan dapat dibuang seperti limbah umum, sedang bahan-bahan tajam yang terinfeksi diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan dibuang, digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik (biasanya dengan warna yang berbeda atau dengan 6

pemberian label). Beberapa contoh warna yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah: ·

Kantong warna hitam: limbah sejenis rumah tangga biasa

·

Kantong warna kuning: semua jenis limbah yang harus masuk insinerator

·

Kantong warna kuning strip hitam: limbah yang sebaiknya ke insinerator, namun bisa pula dibuang ke landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan

·

Kantong warna biru muda atau transparans strip biru tua : limbah yang harus masuk ke autoclave sebelum ditangani lebih lanjut.

Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis dan infektious. Limbah infectious beresiko tinggi perlu ditangani terlebih dahulu dalam autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di landfill. Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam saluran limbah kota dan dibilas dengan air, sedang yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Kontainer-kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak boleh dimasukkan ke dalam insinerator. Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat (dari pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang digunakan dibedakan dengan warna yang seragam dan jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol yang sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila digunakan kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Limbah radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar dan disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum dikatagorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya. Mobilitas dan transportasi limbah baik internal maupun eksternal hendaknya dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem pengelolaaan dari institusi tersebut. Secara internal, limbah biasanya diangkut dari titik penyimpanan awal manuju area penampungan atau menuju titik lokasi insinerator. Alat angkutan atau sarana pembawa tersebut harus dicuci secara rutin dan hanya digunakan untuk membawa lim bah. Di rumah sakit modern, transportasi limbah ini 7

bisa menggunakan cara pneumatis dengan perpipaan, namun cara ini tidak boleh digunakan untuk limbah patologis daninfectious. Limbah yang akan diangkut ke luar, misalnya oleh Dinas Kebersihan setempat, harus tidak mengandung resiko terhadap kesehatan pengangkut tersebut. Limbah berbahaya dari rumah sakit yang akan diangkut, diatur seperti halnya aturan-aturan yang berlaku pada limbah berbahaya lain, misalnya jenis kontainer, tanda-tanda dan tata caranya. Secara umum jenis pengolahan limbah rumah sakit adalah : a. Limbah umum ·

Tidak diperlukan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan limbah domestik

·

Seluruh makanan yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya adalah limbah bila tidak dikonsumsi dan sisa makanan dari bagian penyakit menular perlu di autoclave dulu sebelum dibuang ke landfill. b. Limbah patologis

·

Pengolahan yang dilakukan adalah dengan sterilisasi, insinerasi dilanjutkan dengan landfilling

·

Insinerasi merupakan metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong yang digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi. c. Limbah radioaktif

·

Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini biasanya tergolong mempunyai daya radioaktivitas level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel (MBq)

·

Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya yang signifikan bila ditangani secara baik

·

Penangan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis, untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa d. Limbah kimia

·

Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah identik dengan limbah lainnya yang tidak termasuk katagori berbahaya

·

Konsep penanganan limbah kimia yang berbahaya adalah identik dengan penjelasan sebelumnya yang terdapat dalam diktat ini tentang limbah berbahaya

·

Beberapa kemungkinan daur-ulang limbah kimiawi berbahaya misalnya :

-

Solven semacam toluene, xylene, acetone dan alkohol lainnya yang dapat diredistilasi

8

-

Solven organik lainnya yang tidak toksik atau tidak mengeluarkan produk toksik bila dibakar dapat digunakan sebagai bahan bakar

-

Asam-asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan peralatan gelas di laboratorium, atau didaur-ulang untuk mendapatkan khromnya

-

Limbah logam-merkuri dari termometer, manometer dan sebagainya dikumpulkan untuk didaur-ulang; limbah jenis ini dilarang untuk diinsinerasi karena akan menghasilkan gas toksik

-

Larutan-larutan pemerosesan dari radioaktif yang banyak mengandung silver dapat direklamasi secara elektrostatis

-

Batere-batere bekas dikumpulkan sesuai jenisnya untuk didaur-ulang seperti : merkuri, kadmium, nikel dan timbal

·

Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam menangani limbah jenis ini, baik secara on-site maupun off-site; insinerator tersebut harus dilengkapi dengan sarana pencegah pencemaran udara, sedang residunya yang mungkin mengandung logamlogam berbahaya dibuang ke landfill yang sesusai.

·

Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara solven yang berhalogen dan nonhalogen; solven berhalogen membutuhkan penanganan khusus dan solven non- halogen dapat dibakar pada on-site insinerator

·

Limbah cytotoxic dan obat-obatan genotoxic atau limbah yang terkontaminasi harus dipisahkan, dikemas dan diberi tanda serta dibakar pada insinerator; limbah jenis ini tidak di autoclave karena disamping tidak mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya bagi operator

·

Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga dihasilkan dari bagian pelayanan alatalat kesehatan, misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan kapasitor atau dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya, sehingga perlu ditangani sesuai jenisnya e. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious) Memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani pada insinerator ; autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi. f. Benda-benda tajam Dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya tertusuk, sebelum dibakar dalam insinerator g. Limbah farmasi 9

Obat-obatan yang tidak digunakan dikembalikan pada apotik, sedangkan yang tidak dipakai lagi ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi atau di landfilling atau dikembalikan ke pemasok. h. Kontainer-kontainer di bawah tekanan: di landfilling atau didaur-ulang.

Limbah kimiawi berbahaya yang tidak dapat didaur-ulang segera dipisahkan sesuai dengan jenisnya dan pengolahannya, misalnya melalui sebuah insinerator, karena limbah jenis ini kadangkala toksik dan flammable, sehingga tidak boleh dibuang melalui sistem riolering.

10

BAB III PEMBAHASAN

Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.

3.1 Limbah Infeksius Limbah infeksius yang dihasilkan dari rumah sakit biasanya berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus), darah, dan sebagainya. Pada suatu penelitian, hampir di setiap tempat sampah di sebuah rumah sakit ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. Semua itu terdapat dalam tempat sampah yang sama. Berarti telah terjadi pencampuran antara limbah rumah tangga yang dihasilkan rumah sakit dengan limbah infeksius yang tingkat bahayanya lebih tinggi. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Limbah infeksius, misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman, seharusnya dibakar, bukan dikubur begitu saja, apalagi dibuang ke septic tank. Padahal septic tank di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah.

11

Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : a.

pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit

b.

peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar

3.2 Jarum Suntik Salah satu dari limbah medis yang perlu diperhatikan penanganan limbahnya adalah jarum suntik. Jarum hipodermik atau jarum suntik adalah jarum yang secara umum digunakan dengan alat suntik untuk menyuntikkan suatu zat ke dalam tubuh. Jarum ini juga dapat digunakan untuk mengambil sampel zat cair dari tubuh, contohnya mengambil darah dari urat darah halus pada venipuntur. Jarum hipodermik digunakan untuk memasukkan obat, atau ketika zat yang disuntikkan tidak bisa ditelan, maupun karena tidak akan diserap (seperti insulin), atau karena akan melukai hati. Namun, jika jarum ini pernah digunakan oleh orang yang mengidap HIV/AIDS, jarum yang pernah digunakan tersebut digunakan lagi oleh orang yang tidak terkena HIV/AIDS, maka orang tersebut akan terkena infeksi HIV. Jarum ini juga merupakan salah satu rute masuknya HIV ke tubuh manusia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Hal itu terbukti dari data jumlah estimasi kasus HIV/AIDS yang dimiliki Departemen Kesehatan, tahun 2004 sebanyak 1.196 kasus, tahun 2005 sebanyak 2.038 kasus, tahun 2006 sebanyak 2.373 kasus, dan tahun 2007 yaitu 2.547 kasus. Lima tahun terakhir, kasus AIDS terbanyak disebabkan karena penggunaan jarum suntik untuk narkoba. Kasus terbesar berada di wilayah Jakarta, dimana 80 persen orang yang memakai jarum suntik dan berbagi pemakaian secara bebas, 100 persennya dipastikan terkena AIDS. Tidak hanya di Jakarta, tetapi di beberapa daerah di Indonesia, seperti Malang,Cirebon,Jambi,Tasikmalaya, dan lain-lainnya, jarum suntik bekas telah menjadi penyebab utama penularan HIV-AIDS.

12

Jarum suntik bekas juga hendaknya jangan secara sembarangan dibuang ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Ada beberapa kasus yang menyebutkan bahwa beberapa pemulung terinfeksi penyakit akibat tertusuk jarum suntik bekas yang ditemukan di TPA, bahkan ada yang harus diamputasi tangannya. Jarum suntik yang dibuang ke TPA terkadang diambil kembali oleh beberapa orang dan dijual sebagai mainan di beberapa sekolah dasar. Hal ini tentu saja berbahaya mengingat kita tidak mengetahui ada zat atau penyakit apa yang ada di dalam jarum suntik tersebut. Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

Baku Mutu DRE untuk Incinerator

No

Parameter

Baku Mutu DRE

1.

POHCs

99.99%

2.

Polychlorinated biphenil (PCBs)

99.9999%

3.

Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999%

4.

Polychlorinated dibenzo-p-dioksin

13

99.9999%

Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk incinerator. Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator

No

Parameter

Kadar Maksimum (mg/Nm2)

1.

Partikel

50

2.

Sulfur dioksida (SO2)

250

3.

Nitrogen dioksida (NO2)

300

4.

Hidrogen Fluorida (HF)

10

5.

Karbon Monoksida (CO)

100

6.

Hidrogen Chlorida (HCl)

70

7.

Total Hidrocarbon (sbg CH4)

35

8.

Arsen (As)

1

9.

Kadmiun (Cd)

0.2

10.

Kromium (Cr)

1

11.

Timbal (Pb)

5

12

Merkuri (Hg)

0.2

13

Talium (Tl)

0.2

14

Opasitas

10%

Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Beberapa rumah sakit besar yang sudah menggunakan incinerator untuk mengolah limbah padat medisnya, incinerator menimbulkan masalah seperti asap yang menyebar luas ke daerah sekitar, bau yang menyengat, dan pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan gas dioksin yang berbahaya. Kristal putih hasil pembakaran terbukti mengandung 300 senyawa berbahaya, di antaranya TCDD (tetra chloro difensopora dioksin) senyawa beracun. Sementara rumah sakit kecil yang tidak memiliki biaya untuk membeli incinerator hanya membuang limbah 14

jarum suntik ke tempat sampah umum yang jelas sangat berbahaya apabila disalah gunakan oleh penduduk sekitar. Cara praktis untuk menangani limbah jarum suntik adalah dengan menggunakan alat needle destroyer. Cara penggunaannya dengan memasukkan jarum suntik bekas ke dalam lubang aluminium di dalam alat maka mesin akan melelehkan jarum dan menjadi steril.

Penanganan limbah jarum suntik, salah satunya seperti yang dijalankan Rumah Sakit Hasan Sadikin saat ini adalah melakukan kerja sama dengan pihak ketiga,yaitu Perusahaan Rekayasa Hijau yang berlokasi di Bandung. Oleh PT.Rekayasa Hijau Indonesia sampah medis tersebut dibakar di RS Pasir Jung Hun, Pangalengan. Setiap tahun perusahaan tersebut melaporkan hasil pengukuran residu pembakaran. Ini untuk mengetahui incenerator yang digunakan masih baik dan tidak melewati ambang batas yang ditetapkan WHO mengenai incenerator. Bahkan, pihak RSHS juga setiap bulannya melakukan kunjungan ke lokasi untuk memastikan pengolahan limbah ditangani secara benar dan profesional. Beberapa rumah sakit lain juga melakukan kerjasama dengan PPLI setempat untuk pengolahan limbah B3 nya.

3.3 Limbah Farmasi Limbah cair, seperti limbah farmasi, yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini, namun lemahnya peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hanya sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya sampai saat ini. Idealnya obat-obatan dibuang dengan menggunakan insinerasi suhu tinggi (misalnya, lebih dari 1.200˚C). Fasilitas insinerasi seperti itu, yang dilengkapi dengan pengendali emisi yang memadai biasa ditemukan di negara-negara industri. Biaya pembuangan limbah farmasi dengan cara tersebut di Kroasia dan Bosnia dan Herzegovina berkisar antara US$ 2.2/kg hingga US$ 4.1/kg. Untuk menginsinerasi jumlah limbah farmasi yang ada di Kroasia akan membutuhkan biaya antara US$ 4.4 juta hingga US$ 8.2 juta. Pengolahan limbah farmasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

15

a.

Imobilisasi limbah : enkapsulasi Enkapsulasi berarti peng-imobilisasi-an obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik atau besi. Sebelum dipergunakan, tong harus dibersihkan dan kandungan sebelumnya harus bukan berupa bahan yang mudah meledak atau berbahaya. Tong tersebut diisi hingga memenuhi 75% kapasitasnya dengan obat-obatan padat atau setengah padat, kemudian sisa ruang dipenuhi dengan menuangkan bahan-bahan seperti semen atau campuran semen dengan kapur, busa plastik atau pasir batu bara. Untuk memudahkan dan mempercepat pengisian, tutup tong harus dipotong hingga terbuka kemudian dilipat ke belakang. Penempatan obat-obatan ke dalam tong harus berhati-hati agar tidak terpotong. Bila tong telah terisi hingga 75% kapasitasnya, tambahkan campuran kapur, semen dan air dengan perbandingan 15:15:5 (berat) hingga tong terisi penuh. Untuk memperoleh cairan dengan konsistensi yang diinginkan, kadangkala diperlukan air yang lebih banyak. Kemudian tutup tong besi dilipat kembali ke tempatnya dan disegel, sebaiknya dengan dikelim atau pengelasan. Tong yang sudah disegel kemudian harus ditempatkan di dasar lubang pembuangan dan ditutupi dengan sampah padat rumah tangga. Agar mudah dipindahkan, tong dapat ditempatkan di atas pallet kemudian diletakkan ke pemindah pallet.

b.

Imobilisasi : insinerasi Inersiasi merupakan varian enkapsulasi yang meliputi pelepasan bahan-bahan pembungkus, kertas, karton dan plastik dari obat-obatan. Pil harus dilepaskan dari blisternya. Obat-obatan tersebut lalu ditanam kemudian ditambahkan campuran air, semen dan kapur hingga terbentuk pasta yang homogen. Pekerja perlu dilindungi dengan penggunaan pakaian pelindung dan masker terhadap risiko timbulnya debu. Pasta tersebut kemudian dipindahkan dalam keadaan cair dengan mempergunakan truk pengaduk konstruksi ke tempat pembuangan dan dituang ke dalam tempat pembuangan sampah biasa. Pasta akan berubah menjadi massa padat yang bercampur dengan limbah rumah tangga. Proses ini relatif murah dan dapat dilaksanakan tanpa peralatan canggih. Yang perlu disediakan adalah alat penggiling untuk menghancurkan obatobatan, alat pengaduk konstruksi, serta sejumlah semen, kapur dan air. Perbandingan berat yang digunakan adalah sebagai berikut: Obat-obatan : 65% Kapur

: 15% 16

c.

Semen

: 15%

Air

: 5% atau lebih untuk mendapatkan konsistensi cairan yang sesuai.

Pembuangan melalui saluran pembuangan air Beberapa obat-obatan cair seperti sirup dan cairan intravena dapat dilarutkan ke dalam air dan dibuang ke saluran pembuangan air sedikit demi sedikit selama periode tertentu tanpa memberikan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat atau lingkungan. Air yang mengalir dengan deras dapat juga dipergunakan untuk membilas sejumlah kecil obat-obatan atau anti septik cair yang telah diencerkan dengan baik. Pada keadaan dimana terjadi kerusakan saluran pembuangan air, mungkin dibutuhkan bantuan dari ahli hidrogeologi atau ahli teknologi kesehatan.

d.

Pembakaran dalam wadah terbuka Obat-obatan tidak boleh dihancurkan dengan cara pembakaran bersuhu rendah dalam wadah terbuka karena polutan beracun dapat dilepaskan ke udara. Kemasan kertas dan karton jika tidak hendak didaur-ulang dapat dibakar. Plastik polivinil klorida (PVC) tidak boleh dibakar. Meskipun pembakaran limbah farmasi bukan merupakan metoda pembuangan yang disarankan, pada kenyataannya hal tersebut seringkali dilakukan. Sangat dianjurkan bahwa pembuangan limbah farmasi dengan cara ini hanya untuk jumlah yang sangat sedikit. Limbah padat obat-obatan harus dibuang di dasar tempat penimbunan sampah dan segera ditutupi dengan limbah rumah tangga yang baru. Tindakan pengamanan untuk mencegah pemulungan harus dilakukan. Obat-obatan yang tergolong bahan organik yang langsung mengalami biodegradasi dalam bentuk padat atau setengah padat, seperti vitamin juga dapat langsung dibuang ke tempat penimbunan sampah. Obat-obatan padat, setengah padat dan tepung harus dilepaskan dari kemasan luarnya namun tetap dalam kemasan bagian dalam kemudian ditempatkan pada tong plastik atau besi yang bersih untuk tindakan enkapsulasi. Pembuangan kemasan luar akan sangat mengurangi volume untuk metoda pembuangan secara enkapsulasi. Sejumlah kecil obat-obatan yang masih berada dalam kemasannya dapat langsung dibuang ke tempat penimbunan sampah seperti telah dijelaskan sebelumnya dan langsung ditutupi dengan sampah rumah tangga. Kemasan luar dibuang sebagai bahan bukan obat dan non kimia dengan cara didaur-ulang atau dibakar. 17

Obat-obatan yang dapat digolongkan sebagai bahan organik yang langsung mengalami biodegradasi seperti vitamin cair ini dapat langsung diencerkan dan dibuang ke saluran pembuangan air. Berbagai larutan tidak berbahaya yaitu garam-garam tertentu, asam amino, lipid atau glukosa dalam berbagai konsentrasi juga dapat langsung dibuang ke saluran pembuangan air. Sejumlah kecil obat-obatan berbentuk cairan lainnya yang tidak termasuk zat pengendali, obat-obatan anti infeksi, atau anti keganasan dapat langsung dibuang ke saluran pembuangan air. Jika tidak terdapat saluran pembuangan air atau atau sistem pengolahan air limbah tidak berfungsi, obat-obatan cair dapat terlebih dahulu diencerkan dengan air dalam jumlah yang besar dan dituang ke aliran air yang besar dengan harapan obat-obatan tersebut akan segera bercampur dan diencerkan oleh air sungai yang mengalir. Limbah farmasi berbentuk cair dapat dibuang menggunakan prosedur enkapsulasi dengan semen, insinerasi suhu tinggi atau pembakaran semen. Pembuangan obat-obatan berbentuk cair, dilarutkan maupun tidak ke air permukaan yang mengalir lambat atau tidak mengalir tidak boleh dilakukan. Obat-obatan anti infeksi tidak boleh langsung dibuang. Obat-obatan tersebut biasanya tidak stabil dan sebaiknya diinsinerasi atau jika hal itu tidak mungkin dilakukan enkapsulasi atau inersiasi. Obat-obatan anti infeksi berbentuk cair dapat diencerkan dengan air, dibiarkan selama dua minggu baru dibuang ke saluran pembuangan air. Disinfektan biasanya tidak memiliki batas waktu penggunaan. Bahan tersebut dapat disimpan dan dipergunakan secara bertahan sepanjang waktu sehingga praktis tidak terdapat kebutuhan untuk membuangnya. Disinfektan dalam jumlah banyak tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan air karena dapat mematikan bakteri dalam saluran tersebut dan menghentikan proses biologis dalam saluran pembuangan. Demikian juga halnya pembuangan ke aliran air karena disinfektan akan merusak kehidupan dalam air. Disinfektan yang telah dilarutkan dalam jumlah kecil dapat dibuang ke saluran pembuangan air asalkan diawasi oleh seorang ahli farmasi dan jumlahnya dikendalikan secara ketat. Pedoman ini menganjurkan 50 liter per hari, dan pembuangan dilakukan secara merata sepanjang hari. Jika memungkinkan, disinfektan sebaiknya dimanfaatkan, misalnya untuk pembersihan toilet di rumah sakit. Beberapa disinfektan yang memiliki kemampuan bakterisida dan anti viral yang kuat seperti Lisol (asam kresilat 50%) memiliki waktu kadaluarsa. Jika tanggal tersebut 18

telah terlewati bahan-bahan tersebut masih dapat dipergunakan untuk disinfeksi secara umum dengan pengenceran tertentu yang dilakukan oleh seorang ahli kimia, atau dibuang ke fasilitas pembuangan limbah kimia atau tempat pembakaran semen. Banyak negara tidak memiliki fasilitas pembuangan limbah kimia sehingga bahan-bahan tersebut dapat dikirim ke luar negeri. Namun demikian hal itu merupakan cara yang mahal dan sulit dan sebaiknya baru dipikirkan hanya jika tidak ada alternatif lain.

3.4 Limbah Organ Tubuh Limbah Patologis adalah limbah jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin. Limbah ini termasuk limbah infeksius, misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu. Namun insinerasi dan proses pembakaran itu juga tidak menyelesaikan masalah karena pembakaran hanya mengubah volume limbah menjadi lebih kecil. Belum lagi debu yang juga sangat berbahaya dan harus diimobilisasi atau ditentukan lagi tempat pembuangannya yang kedap air. Debu hasil insinerasi tak terurai dan materi tetap ada dan malah sangat berbahaya. Pembakaran barang-barang seperti plastik menghasilkan zat kimia bernama dioksin. ''Dioksin sangat berbahaya,'' kata Winata dari PT Hepasin Media Pratama. Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan hewan di sekitar itu, misalnya kucing memakan limbah medis yang mengandung berbagai kuman yang akan berisiko pada manusia bila kucing tersebut menggigit. Itu membuat masalah limbah medis semakin besar," katanya. Ia menjelaskan, untuk limbah medis yang infeksius, berupa cairan, seharusnya dibakar dengan insinerator yang benar. Artinya, insinerator menggunakan suhu lebih dari 1.200˚C dan dilengkapi dengan pengisap pencemar/gas berbahaya yang muncul dari hasil pembakaran.

19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Meningkatnya jumlah Rumah Sakit guna meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat meningkatkan timbulan limbah medis yang kualitas efluennya harus diperhatikan pengelolaannya sebelum dibuang agar tidak membahayakan manusia maupun lingkungan. Limbah medis tergolong limbah infeksius karena mengandung bakteri, virus, bahan radioaktif. Permasalahan limbah rumah sakit di Indonesia yakni limbah rumah sakit yang dihasilkan diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Angka ini sangat berpotensi limbah rumah sakit untuk mecemari lingkungan dan membahayakan manusia bila tidak dikelola dengan baik, seperti beberapa kasus limbah medis yang sudah terjadi di Indonesia akibat penanganan yang buruk. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : a.

pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit

b.

peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar Sebelum ditangani limbah medis dan limbah nonmedis harus dipisahkan terlebih dahulu untuk menghindari pencampuran antara limbah medis dan nonmedis. Pengolahan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment). Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan insenerator. Namun abu dari insenerator juga dapat membahayakan sehingga perlu dilakukan pengelolaan lanjutan. Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara 20

limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi. 4.2 Saran Pengelolaan limbah di Rumah Sakit sangat diperlukan, terutama mekanisme agar buangan dari RS tak berdampak bagi para pekerja RS dan lingkungan sekitarnya. Dalam pengelolaan limbah Rumah Sakit perlu ditangani sesuai dengan kategorinya.Penanganan limbah medis memerlukan perlakuan khusus, tidak bisa dibuang langsung ke tempat sampah . Daur ulang sebisa mungkin diterapkan pada setiap kesempatan, bergantung pada potensi daur ulang limbah itu sendiri. Tempat pembuangan limbah dari Rumah Sakit pun harus mengikuti standar yang telah ditentukan. Untuk penanganan limbah yang infeksius dan limbah Rumah sakit berbahaya lainnya yang diharuskan diinsenerasi, diperlukan insinerator menggunakan suhu lebih dari 1.200 derajat Celsius, dan dilengkapi dengan pengisap pencemar atau gas berbahaya yang muncul dari hasil pembakaran. Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan dibuang, digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik (biasanya dengan warna yang berbeda atau dengan pemberian label. Kontainer pengangkut limbah rumah sakit harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila digunakan kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Mobilitas dan transportasi limbah baik internal maupun eksternal hendaknya dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem pengelolaaan dari institusi tersebut. Pengelolaan limbah Rumah sakit sebaiknya memikliki prosedur sebagai berikut : a.

Pemisahan limbah Limbah harus dipisahkan dari sumbernya. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat

21

secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain b.

Penyimpanan limbah Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-temapt tertentu untuk dikumpulkan. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

c.

Penanganan limbah Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bile telah ditutup. Kantung dipegang pada lehernya. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging). Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah

d.

Pengangkutan limbah Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

e.

Pembuangan limbah Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat

22

ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut. ·

Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter

·

Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm

·

Tambahkan lapisan kapur

·

Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah

·

Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah Sumber : http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=935&tbl=artikel

23

DAFTAR PUSTAKA

Prof Damanhuri, Enri. 2010. Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun. Progam Sarjana Teknik Lingkungan FTSP ITB BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum. Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan Proses Pembungkusan Limbah Padat. Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan Indonesia. Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit. Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok. http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/10/19/pengelolaan-limbah-medis-rumah-sakit/ http://www.ampl.or.id/detail/detail01.php?tp=artikel&jns=wawasan&kode=117, diakses 11 April 2010 http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html, diakses 11 April 2010 www.pikiran-rakyat.com, diakses 11 April 2010 http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=935&tbl=artikel

24

Related Documents


More Documents from "Satu Sembilan Tiga Jakarta"

Tugas Plc Vania Fix.docx
November 2019 7
Adkl Vania.docx
November 2019 6
May 2020 16
Prevalensi.pdf
May 2020 34
Bloddy Hell.docx
May 2020 20