BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Seiring dengan semakin majunya perkembangan dunia industri dan
kemajuan teknologi saat ini, lebih-lebih di era globalisasi ini maka sebagai manusia dituntut untuk lebih kreatif dan terampil dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi dengan tujuan mampu menciptakan alat suatu mesin yang bermanfaat dan berkualitas, khususnya bagi industri. Maka timbullah sebuah ide atau gagasan bagi seseorang untuk dapat melakukan kegiatan produksinya dengan metode yang lebih efektif dan efisien. Sebagai upaya yang paling mudah dan tepat untuk merealisasikan hal itu adalah dengan menggunakan teknologi yang tepat guna agar sesuai dengan potensi bidang usaha yang dituju (Khoirul,2012). Kebutuhan daging sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang juga diikuti oleh peningkatan kebutuhan pangan. Upaya pemenuhan kebutuhan akan daging, khusunya daging sapi dapat dilakukan dengan cara pengembangan budidaya ternak sapi potong per skala rumah tangga. Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama daging, dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari dari daging segar seperti diolah menjadi sosis, dendeng dan abon. Abon merupakan salah satu
1
cara pengolahan daging dengan cara disuwir-suwir dan digoreng. Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan daging, daging disuwir-suwir tidak lagi mengunakan tangan tapi menggunakan mesin untuk mempermudah proses (Khoirul,2012). Bisnis dalam industri pengolahan daging memperoleh respon yang baik dari masyarakat, hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat modern sekarang. Masyarakat sekarang, khususnya yang tinggal di perkotaan, lebih memilih makanan praktis dan cepat saji karena faktor kesibukan yang tinggi. Konsumsi sosis dan daging olahan meningkat tiap tahun karena sebagian masyarakat, khususnya kalangan menengah atas, lebih memilih makanan siap saji (Nampa, 2010). Meningkatnya permintaan dari masyarakat, memicu pertumbuhan yang baik dalam industri daging olahan. Hal tersebut dapat dilihat dari pencatatan statistik kinerja industri yang dicatat oleh Kementrian Perindustrian (Nampa, 2010) tentang Statistik Kinerja Industri Indonesia, dimana pada tahun 2010 Kemenperin mencatat nilai output industri pengolahan daging mencapai Rp. 1.349.674.808 dari 47 unit dagang terdaftar di pemerintah. Peluang usaha daging olahan di Indonesia saat ini masih terbuka lebar dan semakin berkembang. Dengan adanya peluang yang menjanjikan, semakin banyak perusahaan yang ingin memasuki industri daging olahan. Saat ini sudah ada 30 perusahaan berskala besar di Jakarta dan sekitarnya (Nampa, 2010). Meningkatnya persaingan dalam industri daging olahan mengharuskan perusahaan untuk memiliki keunggulan kompetitif dari pesaing-pesaing lain. Keunggulan perusahaan tidak hanya dilihat dari seberapa baik produk atau jasa yang ditawarkan, tetapi dilihat
2
juga bagaimana perusahaan mengelola hubungan baik dengan pelanggan sehingga pelanggan merasa puas dan menjadi setia kepada perusahaan. UD. Supra Dinasty Denpasar adalah perusahaan yang didirikan untuk mengolah daging sapi, ayam dan ikan menjadi beberapa produk seperti bakso, sosis, scallop, nugget dan kaki naga. Praktikum ini hanya dikhususkan hanya melihat gambaran pengolahan limbah cair. Limbah padat dan limbah gas agar tidak mencemari lingkungan sekitar pabrik.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar bn belakang permasalahan tersebut diatas maka yang
menjadi rumasan masalah adalah “Bagaimana Gambaran Resiko Buangan Industri Pengolahan Daging Supra Dinasty tahun 2016 ?”
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum Untuk dapat memahami dan mampu menganalisis resiko buangan industri pengolahan daging Supra Dinasty
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu mengetahui resiko buangan air limbah di industri pengolahan daging Supra Dinasty
b.
Mampu mengetahui resiko buangan limbah padat di industri pengolahan daging Supra Dinasty
c.
Mampu mengetahui resiko gas buang di industri pengolahan daging Supra Dinasty
3
D.
Manfaat
a.
Manfaat teoritis
1.
Agar mahasiswa dapat mengetahui pentingnya bagaiman menjaga lingkungan, sehingga terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh berbagai buangan limbah Industri
2.
Untuk dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa tentang pengawasan buangan limbah Industri
b.
Manfaat praktis Untuk
memberikan
informasi
kepada
masyarakat
untuk
lebih
memperhatikan lingkungan agar terhindar dari penyakit yang disebabkan buangan industri, dan memberikan informasi kepada pihak industri agar lebih memperhatikan teknik pembuangan limbah agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan tidak mencemari lingkungan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Industri
1.
Pengertian Industri Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industri yakni kelompok industri hulu (kelompok industri dasar), kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi ( S Puspita , 2012). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbedabeda untuk tiap negara atau daerah ( S Puspita , 2012). Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan ( S Puspita , 2012). 2.
Klasifikasi Industri Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa kelompok komoditas,
berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan antara produknya.
5
Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Purba, 2011) : 1.
ISIC 31 : Industri makanan, minuman dan tembakau.
2.
ISIC 32 : Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
3.
ISIC 33 : Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
4.
ISIC 34 : Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.
5.
ISIC 35 : Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan
plastik
6. SIC 36 : Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. 7. ISIC 37 : Industri logam dasar. 8. ISIC 38 : Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. 9. ISIC 39 : Industri pengolahan lainnya. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam menilai keberhasilan industri kecil menggunakan kriteria jumlah angkatan kerja, produksi dan jumlah penjualan. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yang umumnya padat Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi ( S Puspita , 2012) : a.
Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan
6
tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman. b.
Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
c.
Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
B.
Air Limbah Industri
1.
Pengertian limbah Industri Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari manusia dan rumah tangga
serta berasal dari industri, atau air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah yang berasal dari daerah permukiman, perdagangan dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Sugiharto, dalam Noviyanti, 2015). Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar, dalam Noviyanti, 2015). Menurut Mulia dalam Noviyanti (2015),
7
air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya memiliki beberapa fungsi berikut: a.
Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri
b.
Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku
c.
Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman dan sebagainya
d.
Untuk mencuci dan membilas produk dan/atau gedung serta instalasi Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi
tergantung dari jenis dan besar-kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi aliran selalu tidak akan dilewati apabila menggunakan tangki penahan dan bak pengaman. Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85 – 95% dari jumlah air yang digunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan kembali air limbah. Apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil lagi (Sugiharto,dalam Noviyanti, 2015). 2.
Sumber limbah industri Menurut Kusnoputranto dalam Noviyanti, (2015), air limbah ini berasal dari
berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
8
a.
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
b.
Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai
oleh
masingmasing industri, antara lain: nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garamgaram, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih rumit. c.
Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempattempat
d.
Umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga
3.
Tujuan Pengolahan Air Limbah Industri Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu limbah dan
sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan dimana kegiatan industri sedang berlangsung. Karena itu setiap parameter harus tersedia nilainya sebelum masuk system pengolahan dan setelah limbah keluar sistem pengolahan harus ditetapkan nilai-nnilai parameter yang harus dicapai. Artinya harus diungkapkan kualitas limbah sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah ini memenuhi syarat baku mutu (Ginting, Noviyanti, 2015).
9
Menrut Azwar dalam Noviyanti, (2015) pengolahan air limbah pada dasarnya bertujuan untuk: a.
Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman terjangkitnya penyakit. Hal ini mudah dipahami karena air limbah sering dipakai sebagai tempat berkembangbiaknya berbagai macam bibit penyakit.
b.
Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah tersebut mengandung zat organis yang membahayakan kelangsungan hidup.
c.
Menyediakan air bersih yang dapat dipakain untuk keperluan hidup seharihari, terutama jika sulit ditemukan air yang bersih.
4.
Tahapan Pengolahan Air Limbah Menurut Sugiharto dalam Noviyanti, (2015) tujuan utama pengolahan air
limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur serta membunuh organisme pathogen. Selain itu diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan tambahan nutrisi, komponen beracun serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut di atas dapat dikurangi. Menurut Achmad dalam Noviyanti, 2015 bahwa metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Merode ditetapkan berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi yang terkandung dalam air limbah. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial terdiri dari :
10
a.
Pengolahan Primer (primary treatment) Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika :
1)
Penyaringan (Screening) limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
2)
Pengolahan Awal (Pretreatment) limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
3)
Pengendapan Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
4)
Pengapungan (Floation) Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang
11
dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan. Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya. b.
Pengolahan Sekunder (secondary treatment) Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu :
1)
Metode penyaringan dengan tetesan (Metode Trickling Filter) Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Dalam
12
tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan. 2)
Metode lumpur aktif (Metode Activated Sludge) Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
3)
Metode kolam perlakuan (Metode Treatment ponds/ Lagoons) Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut
kemudian
digunakan
oleh
bakteri
aerob
untuk
proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah
13
juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut. c.
Pengolahan Tersier (tertiery treatment) Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik. Sedangkan menurut Soeparman,dalam Noviyanti, (2015)
pengolahan
limbah dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu : a.
Pengolahan pendahuluan Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :
1.
Saringan (bar screen)
2.
Pencacah (communitor)
14
3.
Bak penangkap pasir (grit chamber)
4.
Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)
5.
Bak penyetaraan (equalization basin)
b.
Pengolahan tahap pertama Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35 % sedangkan suspended solid berkurang sampai 60 %. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.
c.
Pengolahan tahap kedua Pengolahan tahap kedua berupa aplikasi proses biologis yang bertujuan untuk mengurangi zat organik melalui mekanisme oksidasi biologis. Proses biologis yang dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk unit pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut serta tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi pengurangan kandungan BOD dalam rentang 35 – 95 % bergantung pada kapasitas unit pengolahnya. Unit yang biasa digunakan pada pengolahan tahap kedua berupa saringan tetes (trickling filters), unit lumpur aktif dan kolam stabilisasi.
d.
Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan
15
Pengolahan tahap ketiga disamping masih dibutuhkan untuk menurunkan kandungan BOD juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor dengan bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa Nitrogen melalui proses amonia stripping menggunakan udara ataupun NitrifikasiDenitrifikasi dengan memanfaatkan reaktor biologis, menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa penyebab warna melalui proses absorbsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan padatan terlarut melalui proses pertukaran ion, osmosis balik maupun elektrodialisis. 5.
Dampak Limbah Cair
a.
Terhadap Badan Air
1)
Limbah Cair Organik Kandungan senyawa organik dalam badan air penerima akan meningkat,
akan terjadi kadar parameter menyimpang dari standard maka akan terjadi penguraian yang tidak seimbang dan akan menimbulkan kondisi septik (suatu keadaan dimana kadar oksigen terlarut nol) dan timbul bau busuk (H2S) (Damayanti,2010). 2)
Limbah cair anorganik Pada badan air penerima, kandungan unsur kimia beracun, logam berat, dan
lainlain meningkat. Kadang-kadang diikuti dengan kenaikan temperatur, kenaikan/penurunan pH. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan air misalnya tumbuhan dan hewan akan punah ataupun ada senyawa beracun/ logam berat dalam kehidupan air. Bila air tersebut mempunyai kesadahan tinggi atau partikel yang dapat mengendap cukup banyak, hal ini akan mengakibatkan pendangkalan, sehingga dapat menimbulkan banjir di musim hujan. Selain itu senyawa beracun/
16
logam berat sangat membahayakan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai badan air penerima yang dipergunakan sebagai sumber penyediaan air bersih (Depkes RI, dalam Damayanti,2010). b.
Terhadap Kesehatan Manusia Air limbah berperan dalam kehidupan karena selain mengandung air juga
terdapat di dalamnya zat-zat organik dan anorganik yang diperlukan dalam batasbatas tertentu, oleh sebab itu ada dua peranan air limbah dalam kehidupan yaitu peranan positif dan negatif. Peranan positif apabila air limbah dengan kualitas parameter yang dikandungnya sesuai dengan peruntukannya antara lain untuk irigasi, perikanan, perkebunan, perindustrian, rumah tangga, rekreasi, dan lain-lain. Peranan air limbah yang lain selain lebih banyak negatifnya karena manusia tidak merasa berkepentingan akan air limbah tersebut. Air limbah dianggap sebagai air yang tidak berguna lagi atau tidak diperuntukkan lagi, oleh karena itu membuangnya begitu saja tanpa mempertimbangkan segi negatifnya yang mungkin timbul baik terhadap sumber alam hayati dan non hayati yang berguna bagi kehidupan. Peranan negatif tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Badan air yang menerima limbah cair industri, mempunyai potensi untuk menyebabkan gangguan saluran pencernaan makanan, kulit, dan sistem tubuh lain (Damayanti,2010).
C.
Limbah Padat
1.
Pengertian Limbah Padat Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan
dibuang yang berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat (Kusnoputranto, dalam
17
Noviyanti, 2015). Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun dan karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (Depkes RI, dalam Noviyanti, 2015) 2.
Sumber Limbah Padat Beberapa sumber dari limbah padat antara lain (Kusnoputranto, dalam
Noviyanti, 2015) : a.
Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa tumbuhan kebun dan sebagainya.
b.
Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan sampah pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan sebagainya.
c.
Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan, sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai hewan.
d.
Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
e.
Pertanian
18
3.
Klasifikasi Limbah Padat Penggolongan jenis limbah padat dapat didasarkan pada komposisi kimia,
sifat mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya dan karakteristik. Berdasarkan karakteristiknya limbah padat dibedakan (Depkes RI, dalam Noviyanti, 2015) : a.
Garbage (sampah basah) Garbage adalah jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayur-sayuran hasil dari pengolahan, pembuatan dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk.
b.
Rubbish (sampah kering) Rubbish adalah sampah yang dapat terbakar dan tidak dapat terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor. Sampah yang mudah terbakar umumnya terdiri dari zat-zat organik seperti kertas, kardus, plastik dan lain-lain. Sedangkan sampah yang tidak dapat/ sukar terbakar sebagian besar mengandung zat-zat inorganik seperti logam-logam, kaleng-kaleng dan sisa pembakaran.
c.
Abu (Ashes) Sampah jenis ini adalah sampah yang berasal dari sisa pembakaran dari jenis zat yang mudah terbakar seperti di rumah, kantor maupun di pabrik-pabrik industri.
d.
Street cleaning (sampah dari jalan) Sampah jenis ini berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas-kertas, daundaunan dan lain-lain.
e.
Industrial wastes (sampah industri) Merupakan sampah yang berasal dari industri-industri pengolahan hasil bumi/ tumbuhan dan industri lain. Sampah industri dapat berupa:
19
1) Bahan kimia beracun 2) Bahan berbahaya 3) Bahan kimia 4) Mineral 5)
Residu dan Organik
6) Residu patologi radiologi 7) Kayu dan kertas f.
Demolition wastes (sampah bangunan)
g.
Hazardous wastes (sampah berbahaya)
h.
Water treatment residu
Menurut wahit dan nurul dalam Noviyanti, 2015 tahap pengolahan limbah padat terdiri dari tahap pengumpulan dan penyimpanan, tahap pengangkutan, dan tahap pengolahan dan pemusnahan. a.
Tahap pengumpulan dan penyimpanan Penyimpanan sementara yang perlu diperhatikan konstruksi harus kuat dan
tidak mudah bocor, memiliki tutup, mudah dibuka tanpa mengotori tangan, serta ukuran (mudah diangkut). Beberapa persyartaan yang harus dipenuhi antara lain dibangun diatas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi. Ada kran air untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal / sarang lalat dan tikus, serta mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengumpulan limbah padat dilakukan dengan dua metode, yaitu sistem duet (tempat sampah kering dan basah), sistem trio (tempat sampah basah, kering, dan tidak mudah terbakar).
20
b.
Tahap pengangkutan Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan daerah pedesaan berbeda.
Di kota umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat penghasil sampah khususnya menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya dapat dikelola sendiri oleh masing-masing anggota keluarga yang belum memerlukan tempat penampungan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah dapat dikelola secra langsung. Sampah yang sulit membusuk dibakar, sedangkan sampah yang mudah membusuk dijadikan pupuk kompos untuk keperluan pertanian atau perkebunan. c.
Tahap pengolahan dan pemusnahan
4.
Dampak Limbah Padat Industri
a.
Terhadap Lingkungan
1)
Dampak Menguntungkan Dapat dipakai sebagai penyubur tanah, penimbun tanah dan dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang (Slamet, dalam Noviyanti, 2015) :
2)
Dampak merugikan Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar akan menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh. Dapat juga menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke badan air (Wardhana, dalam Noviyanti, 2015) :
b.
Terhadap Manusia
21
1)
Dampak menguntungkan Dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, dapat berperan sebagai sumber energi dan benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan (Slamet, dalam Noviyanti, 2015)
2)
Dampak merugikan Limbah padat dapat menjadi media bagi perkembangan vektor dan binatang pengguna. Baik tikus, lalat, nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit menular bagi manusia diantaranya Demam berdarah, Malaria, Pilariasis, Pes, dan sebagainya (Wardhana, dalam Noviyanti, 2015).
D.
Limbah gas/Asap
1.
Pengertian Limbah Gas Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media.
Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain. Penambahan gas kedalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara lain SO2, NOX, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain (fadila, 2014).
22
Untuk beberapa bahan tertentu zat pencemar ini berbentuk padat dan cair. Karena suatu kondisi temperatur ataupun tekanan tertentu bahan padat/cair itu dapat berubah menjadi gas. Baik partikel maupun gas membawa akibat terutama bagi kesehatan manusia seperti debu batubara, asbes, semen, belerang, asap pembakaran, uap air, gas sulfida, uap amoniak, dan lain-lain. Pencemaran yang ditimbulkannya tergantung pada jenis limbah, volume yang lepas di udara bebas dan lamanya berada dalam udara. Jangkauan pencemaran melalui udara dapat berakibat luas karena faktor cuaca dan iklim turut mempengaruhi. Pada malam hari zat yang berada dalam udara turun kembali ke bumi bersamaan dengan embun. Adanya partikel kecil secara terus menerus jatuh di atap rumah, dipermukaan daun pada pagi hari menunjukkan udara mengandung partikel. Kadang-kadang terjadi hujan asam. Arah angin mempengaruhi daerah pencemaran karena sifat gas dan partikel yang ringan mudah terbawa. Kenaikan konsentrasi partikel dan gas dalam udara di beberapa kota besar dan daerah industri banyak menimbulkan pengaruh, misalnya gangguan jarak pandang oleh asap kendaraan bermotor, gangguan pernafasan dan timbulnya beberapa jenis penyakit tertentu (fadila, 2014). Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah absorbsi, pembakaran, penyerap ion, kolam netralisasi dan pembersihan partikel. Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut (fadila, 2014) : a.
Jenis bahan pencemar (polutan)
b.
Komposisi
c.
Konsentrasi
23
d.
Kecepatan air polutan
e.
Daya racun polutan
f.
Berat jenis
g.
Rekativitas
h.
Kondisi lingkungan Desain peralatan disesuaikan dengan variabel tersebut untuk memperoleh
tingkat efisiensi yang maksimum. Kesulitannya sering terbentuk pada persediaan alat di pasaran. Pilihan desain yang diinginkan tidak sesuai dengan kondisi limbah, sebab itu harus dibentuk desain baru. Kemampuan untuk mendesain peralatan membutuhkan keahlian tersendiri dan ini merupakan masalah tersendiri pula. Disamping itu ada faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu nilai ekonomis peralatan. Tidakkah peralatan mencakup sebagian besar investasi yang tentu harus dibebankan pada harga pokok produksi. Permasalahannya bahwa ternyata kemudian biaya pengendalian menjadi beban konsumen (fadila, 2014). Teknologi pengendalian harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi
persyaratan
perlindungan
lingkungan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi pemilihan teknologi pengendalian dan rancangan sistemnya adalah (fadila, 2014) : 1.
Watak gas buang atau efluen
2.
Tingkat pengurangan limbah yang dibutuhkan
3.
Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
4.
Kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomi
24
Industri-industri di Indonesia terutama industri milik negara telah menerapkan sistem pengendalian pencemaran udara dan sistem ini terutama dikaitkan dengan proses produksi seta penanggulangan pencemaran debu. Pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat yang lebih baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar yang lebih tinggi, resiko yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah, dan yang paling penting ialah kerusakan lingkungan yang rendah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengendalian pencemaran ialah karakteristik dari pencemar dan hal tersebut bergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, kondisi geografik sumber pencemar, dan kondisi meteorologis lingkungan (fadila, 2014). Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Didalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar. Alat-alat pemisah debu bertujuan untuk memisahkan debu dari aliran gas buang. Debu dpat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya (fadila, 2014) :
25
a.
Pemisah Brown Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip gerak partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran 0,01 – 0,05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk oleh susunan filamen gelas dengan jarak anatar filamen yang lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata pertikel.
b.
Penapisan Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1 mikron. Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik.
c.
Pengendap elektrostatik Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,2 – 0,5 mikron. Secara teoritik seharusnya partikel yang terkumpulkan tidak memiliki batas minimum.
d.
Pengumpul sentrifugal Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan patikel ke dinding dan gas berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang menggunakan prinsip ini digunakan untuk pemisahan partikel dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron lebih.
26
e.
Pemisah inersia Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang bekerja berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik untuk partikel yang berukuran hingga 5 mikron.
f.
Pengendapan dengan gravitasi Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak digunakan sebagai pemisah debu tingkat akhir.
2.
Pengendalian Pencemaran Pengendalian Pencemaran Emisi Cerobong Asap Pabrik Di dalam sebuah
pabrik, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian
yaitu
penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar (Anonim, 2012), seperti : a.
Cerobong
1)
Fungsi : menghasilkan isapan alamiah untuk mengalirkan gas asap ke luar dari mesin uap dengan kecepatan tertentu, mengatasi kerugian gesekan aliran gas asap yang terjadi, mulai dari rangka bakar atau pembakar (burner), hingga ke luar dari cerobong, diharapkan setinggi mungkin sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya.
2)
Tarikan paksa diperlukan jika ketinggian maksimum cerobong tidak mampu mengalirkan gas asap atau cerobong memang tidak terlalu tinggi.
27
b.
Ventilator
1)
Fungsi : menciptakan isapan paksa Tiga jenis sistem tarikan paksa, yaitu;
a)
Sistem tarikan tekan; fan dipasang sebelum ruang bakar.
b)
sistem tarikan isap; fan dipasang sebelum cerobong
c)
sistem tarikan kombinasi; 2 fan dipasang sebelum ruang bakar dan sebelum cerobong.
3.
Dampak Pencemaran Udara
a.
Terhadap Lingkungan
1)
Partikel di atmosfir membuat dampak yang terbatas pada sejumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi. Satu prinsip efek adalah pengurangan kenampakan. Intensitas cahaya yang diterima dari benda dan latar belakang menjadi kurang. Jumlah polusi partikel tergantung pada musim ataupun lokasi sumber polusi dan emisinya. Debu pada daun jika terkena kabut atau hujan ringan akan membuat kerak yang tebal pada permukaan daun dapat mengganggu proses fotosintesis dengan menghalangi sinar matahari yang diperlukan daun dan mengacaukan proses pertukaran CO2 − SO dengan atmosfer. Dengan demikian pertumbuhan tanaman akan terhenti. Partikulat debu yang ada juga dapat menimbulkan kerusakan material/bahan secara luas. Partikulat mempercepat korosi terutama adanya campuran yang mengandung sulfur (Bapedaldasu, dalam Damayanti,2010).
2)
Kerusakan tanaman dapat terjadi oleh sulfur dioksida (SO2). Uap asap sulfat dapat merusak tanaman dan dapat terlihat pada daun. Kerusakan kronis dapat terjadi bila kontak dengan SO2 dalam waktu yang lama ditandai dengan warna daun kuning karena terhambatnya pembentukan klorofil
28
kemudian dapat mengakibatkan gugurnya daun. Pengaruh SO2 antara lain terhadap cat, dimana waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat jika mengalami kontak dengan SO2, beberapa film cat menjadi lunak dan rapuh jika dikeringkan, serat tekstil terutama yang terbuat dari serta tumbuhan menjadi lapuk. Kondisi lingkungan yang tercemar SO2 merangsang kecepatan korosi teruma besi, baja, dan zink (Sunu, dalam Damayanti,2010). 3)
Adanya konsentrasi NO2 di udara dapat menimbulkan kerusakan tanaman. Percobaan cara fumigasi tanaman-tanaman dengan NO2 menunjukkan adanya bintik-bintik pada daun. Pencemaran udara oleh gas NOx. juga menyebabkan timbulnya fotokimian yang sangat mengganggu lingkungan (Sunu, dalam Damayanti,2010).
b.
Terhadap Kesehatan Manusia
1)
Partikel (debu) yang masuk atau mengendap dalam paru-paru dapat mengakibatkan Pneumoniosis, dan iritasi pada mata.efek tidak langsung terhadap manusia bila partikel polutan yang mengandung zat kimia mengendap pada daun dan daun digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia (Bapedaldasu, dalam Damayanti,2010).
2)
SO2 mempunyai sifat iritasi/perangsangan, gangguan yang lebih kuat. SO2 − NO merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiofaskuler (Sunu, dalam Damayanti,2010).
3)
Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas Nitrogen Oksida adalah
paru-paru.
Paru-paru
terkontaminasi
29
oleh
gas
NO2
akan
membengkak sehingga penderita sulit bernafas dan mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem pernafasan, bila kondisinya kronis dapat berpotensi terjadi Bronkhitis serta akan terjadi penimbunan Nitrogen Oksida dan dapat merupakan sumber Karsinogenik (Sunu, dalam Damayanti,2010).
30
BAB III METODE PRAKTIKUM A.
Jenis Praktikum Jenis praktikum ini adalah praktikum deskriptif dengan metode wawancara
dan observasi Metode wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden. Pada praktikum ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan lembaran kuisioner. Metode
observasi
merupakan metode mengumpulkan data dengan mengamati langsung ke lapangan Pada praktikum ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan lembaran observasi.
B.
Alat
1.
Buku
2.
Alat Tulis
3.
Kamera
C.
Bahan
1.
Lembar Kuisioner
2.
Lembar Observasi
D.
Metode (Cara Kerja) Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey yaitu
turun langsung ke lapangan untuk mengetahui
resiko buangan industry
pengolahan daging Supra Dinasty. Adapun Cara kerja praktikum ini : 1.
Menentukan lokasi yang ditentukan
31
2.
Meminta izin kepada pihak pengelola industri agar diberi izin untuk melakukan pengamatan
3.
Melakukan wawancara terhadap pihak pengelola industri untuk mengetahui teknik pembuangan limbah yang ditimbulkan oleh industri
4.
Mengamati resiko buangan limbah industry
E.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1.
Jenis Data yang dikumpulkan
a.
Data Primer Dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan acuan kuisioner dan dengan teknik observasi untuk mengetahui resiko buangan industry pengolahan daging Supra Dinasty.
b.
Data Skunder Data yang diperoleh melalui studi pustaka, dan internet untuk mendapatkan informasi mengenai dampak pencemaran limbah industri terhadap lingkungan.
2.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung kepada salah satu pihak pengelola industri pengelolan daging Supra Dinasty untuk mengetahui resiko buangan industri terhadap lingkungan.
b.
Observasi Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang mengetahui resiko buangan industri pengelolaan daging Supra Dinasty terhadap lingkungan.
32
F.
Pengolahan Dan Analisis Data
1.
Pengolahan data Data-data yang dikumpulkan akan diolah dengan komputer secara manual dengan disajikan dalam bentuk narasi.
2.
Analisis data Data yang telah diperoleh kemudian di analisis sesuai dengan pustakaan yang ada.
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
1.
Gambaran Umum Lokasi Praktikum UD. Supra Dinasty Denpasar terletak di JL. Cargo Permai, No. 1, Ubung
Kaja, Denpasar. UD. Supra Dinasty adalah perusahaan yang didirikan untuk mengolah daging sapi, ayam dan ikan menjadi beberapa produk seperti bakso, sosis, scallop, nugget dan kaki naga. UD. Supra Dinasty Denpasar dibangun di atas tanah seluas 900 m2 , dengan bangunan utama seluas 288 m2 , gudang dengan luas 48 m2, sisanya adalah untuk bangunan mess karyawan yang tinggal di wilayah pabrik dan untuk areal parkir. UD. Supra Dinasty Denpasar terbagi beberapa stasiun kerja yaitu : Ruang penerimaan, gudang kering, cold storage I, area proses, dapur, ruang penirisan dan pengemasan awal, cold storage II dan ruang pengemasan akhir. 2.
Buangan Limbah Industri Pengolahan Daging Supra Dinasty Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan didapat bahwa pengelolaan
limbah di industry pengolahan daging Supra Dinasty dalam katagori buruk. Identifikasi buangan limbah industri pengolahan daging Supra Dinasty dilakukan menggunakan kuesioner dan lembar observasi, akan tetapi terdapat beberapa variable yang belum sesuai. Dari hasil wawancara juga di ketahui bahwa selama industry berdiri belum ada keluhan penyakit akibat kerja dari pegawai serta belum ada keluhan atau gangguan kesehatan dari masyarakat sekitar dimana hal tersebut didukung oleh karena daerah tersebut bukan merupakan daerah pemukiman.
34
a. Buangan limbah cair di industry pengolahan daging Supra Dinasty Industri pengolahan daging Supra Dinasty menimbulkan limbar cair dari proses industri diantaranya Pencucian daging dan ikan, air bekas rebusan dan sanitasi dalam Industri. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri di salurkan melalui saluran pembuangan air limbah kemudian di tampung dan di olah pada IPAL yang terdapat pada industry. Proses pengolahan limbah cair di Industri Pengolahan Daging Supra Dinasty yaitu: Limbah cair industry ini berasal dari pencucian daging dan ikan, air bekas rebusan dan sanitasi di dalam pabrik dimana air limbah akan disalurkan menjadi satu saluran dimana proses pengolahan limbahnya yaitu: 1) Pengolahan pendahuluan Air limbah disaring melalui dua tahap penyaringan, dimana pada tahan ini padatan-padatan yang ikut terbawa oleh air limbah dan lemak akan akan diambil dengan cara manual dan dibersihkan secara rutin 2) Pengolahan tahap pertama dan pengolahan tahap kedua Air limbah dari penyaringan disalurkan ke bak pengolahan, dimana terdapat empat bak pengolahan yang penyaluran air pada masing-masing bak dengan penyaluran selang-seling supaya air yang baru masuk tidak langsung ke bak pengolahan ke dua. 3) Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan Pada bak terakhir dilakukan penambahan kaporit untuk membunuh mikroorganisme dan menghilangkan bau. Air dari bak terakhir akan di salurkan ke saluran drainase kota yang nantinya bermuara ke sungai.
35
Akan tetapi industry ini belum melakukan pemantauan kualitas air limbah paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin pembuangan air limbah sesuai ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014. b. Buangan limbah padat di industry pengolahan daging Supra Dinasty Proses produksi yang menimbulkan limbah padat pada industri Supra Dinasty antara lain bekas potongan kecil dari produk dan bekas bungkusan produk. Limbah padat yang ditimbulkan pada Industri Pengolahan Daging Supra Dinasty kemudian di kumpulkan pada tempat sampah atau bak sampah limbah padat tidak di olah oleh pihak industry melainkan hanya di kumpulkan pada tempat sampah yang di angkut oleh petugas kebersihan setiap hari. Akan tetapi tempat sampah tidak memiliki tutup. c. Buangan limbah gas di industry pengolahan daging Supra Dinasty Limbah gas atau gas buang yang ditimbulkan oleh industry pengolahan daging Supra Dinasty yaitu dari asap dari proses perebusan produk dan asap dari genset yang terdapat digunakan oleh industry. Akan tetapi belum dilakukan pengujian emisi gas buang.
B.
Pembahasan
1.
Resiko Buangan Air Limbah di Industri Pengolahan Daging Supra Dinasty Air limbah di industry ini sudah mengalami proses pengolahan sebelum di
buang ke badan air. Menurut Sugiharto dalam Noviyanti, (2015) tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur serta membunuh organisme pathogen. Pengolahan limbah Industri Supra Dinasty telah
36
sesuai dimana menurut Soeparman dalam Noviyanti, (2015) pengolahan limbah dapat dikelompokkan menjadi yaitu : a.
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung.
b.
Pengolahan tahap pertama Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35 % sedangkan suspended solid berkurang sampai 60 %. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.
c.
Pengolahan tahap kedua Pengolahan tahap kedua berupa aplikasi proses biologis yang bertujuan untuk mengurangi zat organik melalui mekanisme oksidasi biologis. Proses biologis yang dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk unit pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut serta tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi pengurangan kandungan BOD dalam rentang 35 – 95 % bergantung pada kapasitas unit pengolahnya. Unit yang biasa digunakan pada pengolahan tahap kedua berupa saringan tetes (trickling filters), unit lumpur aktif dan kolam stabilisasi.
37
e.
Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan Pengolahan tahap ketiga disamping masih dibutuhkan untuk menurunkan kandungan BOD juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor dengan bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa Nitrogen melalui proses amonia stripping menggunakan udara ataupun NitrifikasiDenitrifikasi dengan memanfaatkan reaktor biologis, menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa penyebab warna melalui proses absorbsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan padatan terlarut melalui proses pertukaran ion, osmosis balik maupun elektrodialisis. Akan tetapi industry ini belum melakukan pemantauan kualitas air limbah
paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin pembuangan air limbah. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan hidup No. 5 tahun 2014, Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang salah satunya industry pengolahan daging wajib: a. melakukan pemantauan kualitas air limbah paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin pembuangan air limbah; b. melaporkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada penerbit izin pembuangan air limbah, dengan
tembusan
kepada
Menteri
dan
gubernur
sesuai
dengan
kewenangannya. Sehingga disarankan untuk industry ini melakukan pengujian air limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
38
2.
Resiko buangan limbah padat di industri pengolahan daging Supra Dinasty Pada pengelolaan limbah padat terdapat permasalahan yaitu tidak tertutup.
Menurut Damayanti (2010) penyimpanan limbah padat harus kuat dan tidak mudah bocor, memiliki tutup, mudah dibuka tanpa mengotori tangan, serta ukuran (mudah diangkut). Apabila buangan limbah padat tidak ditangani dengan benar akan berdampak merugikan. Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar akan menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh. Dapat juga menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke badan air (Wardhana, dalam Noviyanti, 2015). Sehingga disarankan kepada industry ini untuk menyediakan tempat sampah yang tertutup. 3.
Resiko gas buang di industri pengolahan daging Supra Dinasty Upaya pengendalian pencemaran udara di industry pengolahan daging
Supra Dinasty yaitu dengan menggunakan cerobong asap dimana fungsi cerobong asap yaitu menghasilkan isapan alamiah untuk mengalirkan gas asap ke luar dari mesin uap dengan kecepatan tertentu, mengatasi kerugian gesekan aliran gas asap yang terjadi, mulai dari rangka bakar atau pembakar (burner), hingga ke luar dari cerobong, diharapkan setinggi mungkin sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Tarikan paksa diperlukan jika ketinggian maksimum cerobong tidak mampu mengalirkan gas asap atau cerobong memang tidak terlalu tinggi. Industri pengolahan daging Supra Dinasty sudah melakukan pengendalian pencemran dimana pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi
39
lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat yang lebih baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar yang lebih tinggi, resiko yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah, dan yang paling penting ialah kerusakan lingkungan yang rendah. Apabila tidak melakukan pengendalian pencemaran udara akan berdampak terhadap lingkungan antara lain: a.
Partikel di atmosfir membuat dampak yang terbatas pada sejumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi. Satu prinsip efek adalah pengurangan kenampakan. Intensitas cahaya yang diterima dari benda dan latar belakang menjadi kurang. Jumlah polusi partikel tergantung pada musim ataupun lokasi sumber polusi dan emisinya. Debu pada daun jika terkena kabut atau hujan ringan akan membuat kerak yang tebal pada permukaan daun dapat mengganggu proses fotosintesis dengan menghalangi sinar matahari yang diperlukan daun dan mengacaukan proses pertukaran CO2 − SO dengan atmosfer. Dengan demikian pertumbuhan tanaman akan terhenti. Partikulat debu yang ada juga dapat menimbulkan kerusakan material/bahan secara luas. Partikulat mempercepat korosi terutama adanya campuran yang mengandung sulfur (Bapedaldasu, dalam Damayanti,2010).
b.
Kerusakan tanaman dapat terjadi oleh sulfur dioksida (SO2). Uap asap sulfat dapat merusak tanaman dan dapat terlihat pada daun. Kerusakan kronis dapat terjadi bila kontak dengan SO2 dalam waktu yang lama ditandai dengan warna daun kuning karena terhambatnya pembentukan klorofil kemudian dapat mengakibatkan gugurnya daun. Pengaruh SO2 antara lain terhadap cat, dimana waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat jika mengalami kontak dengan SO2, beberapa film cat menjadi
40
lunak dan rapuh jika dikeringkan, serat tekstil terutama yang terbuat dari serta tumbuhan menjadi lapuk. Kondisi lingkungan yang tercemar SO2 merangsang kecepatan korosi teruma besi, baja, dan zink (Sunu, dalam Damayanti,2010). c.
Adanya konsentrasi NO2 di udara dapat menimbulkan kerusakan tanaman. Percobaan cara fumigasi tanaman-tanaman dengan NO2 menunjukkan adanya bintik-bintik pada daun. Pencemaran udara oleh gas NOx. juga menyebabkan timbulnya fotokimian yang sangat mengganggu lingkungan (Sunu, dalam Damayanti,2010). Akan tetapi industry ini belum melakukan pengujian emisi gas buang
sehingga belum dapat dipastikan memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 8 Tahun 2007, penanggung jawab setiap usaha mempunyai kewajiban menyampaikan laporan hasil pemantauan kualitas buangan paling lama 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dan Instansi Teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan. Sehingga disarankan kepada industri ini untuk melakukan pengujian emisi gas buang dari genset.
41
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil identifikasi resiko buangan industry dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan limbah di industry pengolahan daging Supra Dinasty dalam katagori baik. Akan tetapi masih ada beberapa variable yang belum sesuai yaitu: a. Pada limbah cair terdapat permasalahan yaitu usaha ini belum melakukan pengujian kualitas air limbah b. Pada limbah padat terdapat permasalahan yaitu tempat pembuangan sampah tidak tertutup c. Pada limbah gas terdapat permasalahan yaitu belum melakukan pengujian emisi gas buang B.
Saran Berdasarkan hasil praktikum tersebut makan dapat dikemukakan saran :
1.
Kepada pihak pengelola industri a. Melakukan pemantauan kualitas air limbah paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin pembuangan air limbah. b. Menyediakan tempat sampah yang tertutup c. Melakukan penguian gas buang
2.
Kepada masyarakat Diharapkan kepada masyarakat ikut serta mengawasi industri apabila terlihat
mencemari lingkungan segera melaporkan kepada pihat terkait
karena akan berdampak juga bagi masyarakat sekitar industri.
42
Daftar Pustaka
Anonim, 2012, Anonim,2 012,Pencemaran Udara oleh asap pabrik, (Online), Available:http://ikk357.weblog.esaunggul.ac.id/wpcontent/uploads/sites/ 313/2012/12/LIMBAH-GAS.pdf Damayanti, 2010, Dampak Limbah, (Online), Available: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16150/4/Chapter%20II.pdf Fadila,
2014, Proses Pengolahan Limbah Gas, (Online), Available: https://fadilahramdlani.wordpress.com/2014/10/14/proses-pengolahanlimbah-gas/
Khoirul,
2012, Perkembangan Industri, (Online), eprints.uny.ac.id/8320/2/09508134017%20bab%201.pdf
Nampa,
2010, Industri Pengolahan Daging, (Online), Available: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2010-2-00335 MNSI%20Bab1001.pdf
Available:
Noviyanti, 2015, Limbah Industri ,(Online), Avaolable: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47606/4/Chapter%20II.p df Pergub Bali, 2007, Baku Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, Bali: Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2007. Permen LH, 2014, Baku Mutu Air Limbah, Jakarta: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014. Purba,
2011, Klasifikasi limbah cair industry , (Online), Available: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21938/3/Chapter%20II.p df
Puspita,
2012, Tinjauan Pustaka Industri, (Online), Available: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32417/4/Chapter%20II.pdf
Sakti A. Siregar, 2005, Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius Yogyakarta, Yogyakarya. Wisnu
Arya Wardhana,2004, Dampak Yogyakarta, Yogyakarya.
43
Pencemaran
Lingkungan,
Andi