UNIVERSITAS INDONESIA
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW BACK PAIN e.c SPONDILOLISTHESIS DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
LAPORAN KASUS
diajukan sebagai salah satu pemenuhan syarat tugas akhir studi
oleh ADE PUTRI CAROLINA 1006719665
PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Bandung, Februari 2013
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
: Ade Putri Carolina
NPM
: 1006719665
Program Studi : Fisioterapi Menyatakan bahwa Laporan Kasus yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis di RSHS Dr. Hasan Sadikin Bandung” benar-benar merupakan hasil karya pribadi dari seluruh sumber yang dikutip maupun ditunjuk telah saya nyatakan dengan benar.
11 Februari 2013
Ade Putri Carolina 1006719665
ii
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Ade Putri Carolina
NPM
: 1006719665
Program Studi
: Fisioterapi
Instansi Praktek
: RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Judul Laporan Kasus
: Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis di RSHS Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pembimbing,
Penguji,
(……………………….)
Safrin Arifin, M.Sc.
iii
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Ade Putri Carolina
NPM
: 1006719665
Program Studi
: Fisioterapi
Instansi Praktek
: RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Judul Laporan Kasus
: Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis di RSHS Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pembimbing Lahan Praktek Klinik 2
Penguji
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Laselle, S.St. FT
(..........................................)
iv
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus Fisioterapi yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LOW BACK PAIN e.c SPONDILOLISTHESIS DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG”. Pembuatan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik II Semester VI program studi Fisioterapi Universitas Indonesia. Makalah ini disusun dengan harapan dapat menjadi bahan bacaan atau sumber informasi mengenai kasus Low Back Pain ec Spondilolisthesis bagi umum ataupun mahasiswa fisioterapi khususnya. Makalah ini tersusun dari buku-buku ataupun literatur dan situs internet sehingga data atau pun definisi yang tercantum dalam makalah ini merupakan data dari sumber yang akurat. Dalam proses pembuatan laporan kasus ini, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih sebesar besarnya pada pihak pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya laporan kasus ini, yaitu : - Tuhan Yesus Kristus yang atas kasih-NYA lah penulis diberikan kesehatan, kemampuan dan ilmu dalam menyelesaikan laporan kasus ini. - Orang tua penulis yang selalu memberikan inspirasi dan dukungan baik material maupun spiritual. - Bpk. Safrin selaku pembimbing - Kepala Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung - Bpk. Anwar selaku penanggung jawab praktek klinik mahasiswa fisioterapi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. - Bapak Laselle SSt. FT selaku pembimbing laporan kasus di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. - Ny. N dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien dalam laporan kasus. - Hasianna Ambarita, kakak kelas penulis yang senantiasa menyemangati dan membantu penulis
v
Universitas Indonesia
- Teman-teman kelompok 5 Praktek Klinik 2 UI Pepi, Yuni, Esta, Nyol, Nidia, Andriani, Nur Pitria, Udin, dan Hameed. - Teman-teman Fisioterapi UI 2010 semoga sukses dan berjaya untuk kedepannya - Dan pihak- pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam segi materi maupun sistematika penyusunan pada laporan kasus ini. Oleh karena itu penulis mohon maaf sebesar besarnya atas ketidaksempurnaan pada penyusunan laporan kasus ini dan penulis mohon para pembaca memberi kritik dan saran yang membangun untuk laporan kasus ini. Semoga laporan kasus
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan khususnya bagi kami, para mahasiswa Fisioterapi.
Bandung, 11 Februari 2013
Ade Putri Carolina
vi
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PEMBIMBING ..................................... iii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PEMBIMBING LAHAN ...................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................................v DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Permasalahan ............................................................
B.
Tujuan Penulisan ................................................................................
C.
Manfaat Penulisan ..............................................................................
D.
Rumusan Masalah ..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Definisi Spondilolisthesis ...................................................................
B.
Anatomi ..............................................................................................
C.
Epidemiologi – Prevalensi ..................................................................
D.
Etiologi ...............................................................................................
E.
Patofisiologi ........................................................................................
F.
Manifestasi Klinik ..............................................................................
G.
Diagnosis ...........................................................................................
H.
Prognosis ............................................................................................
I.
Penatalaksanaan Fisioterapi................................................................
BAB III URAIAN KASUS A.
Pengumpulan Data Identitas Pasien (S) .............................................
B.
Pengumpulan Data Riwayat Penyakit (S) ..........................................
C.
Pemeriksaan (O) .................................................................................
D.
Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang .........................
E.
Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas .............................
F.
Diagnosa Fisioterapi ...........................................................................
G.
Program Pelaksanaan Fisioterapi .......................................................
vii
Universitas Indonesia
H.
Evaluasi ..............................................................................................
BAB IV DISKUSI ...................................................................................................... BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan .........................................................................................
B.
Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
viii
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Hampir setiap orang pernah merasakan nyeri pinggang atau rasa sakit
pada lumbal, dan biasanya diungkapkan dalam berbagai istilah seperti pegal, ngilu,kesemutan tertusuk jarum, panas, nyeri menjalar dan lain-lain. Rasa sakit yang dialami oleh pasien timbul saat mereka baru bangun tidur, duduk, berjalan atau berdiri lama.Dalam praktek Fisioterapi nyeri pinggang bawah biasa disebut Low Back Pain. Secara stuktural pinggang atau lumbal memilikiperan penting dalam terbentuknya sikap tubuh atau postur. Serta dalam melakukan aktivitas gerak atau fungsi. Nyeri pinggang bawah banyak sekali penyebabnya,salah satunya adalah Spondilolisthesis. Salah satu penyebab Low Back Pain adalah spondilisthesis. Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti “bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior)
dari
vertebra
relatif
terhadap
vertebra
yang
dibawahnya.
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. (Sjamsuhidajat R,2005). Dalam hal ini Fisioterapi memegang hal penting untuk menangani masalah gangguan gerak dan fungsi tersebut, berdasarkan deklarasi WCPT 1999 di Yokohama, Fisioterapi adalah bagian dari profesi dalam bidang kesehatan yang ditunjukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan atau memelihara, memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakn penangannan secara manual, peningkatan gerak serta komunikasi.
1
Universitas Indonesia
Menurut KEPMENKES 1363 th 2001 pasal 12 Fisioterapi memiliki wewenang untuk melakukan assesment Fisioterapi, Diagnosa Fisioterapi, Planning Fisioterapi, Intervensi Fisioterapi dan evaluasi. . B.
TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini dibagi menjadi 2 yaitu: B.1. Tujuan umum: Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan kelulusan tugas akhir bidang studi Fisioterapi. B.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui dan mempelajari masalah atau keluhan yang terjadi dalam kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis dan juga penatalaksanaan kasus ini.
C.
MANFAAT PENULISAN C.1. Bagi penulis Dapat lebih mengenal tentang kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis sehingga dapat menjadi bekal bagi penulis setelah lulus nanti. C.2. Bagi masyarakat Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran tentang Low Back Pain e.c Spondilolisthesis. C.3. Bagi kampus Memberikan informasi ilmiah bagi penelitian mengenai kasus Low Back Pain e.c Spondilolisthesis.
2
Universitas Indonesia
D.
RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam kasus yaitu : D.1. Apa yang di maksud dengan Low Back Pain? D.2. Apa etiologi dari Low Back Pain? D.3. Apa yang di maksud Spondilolisthesis? D.4. Apakah etiologi Spondilolisthesis? D.5. Bagaimana penanganan Fisioterapi untuk pasien dengan keluhan Low Back Pain e.c Spondilolisthes?
3
Universitas Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI Nyeri punggung bawah( Low Back Pain) atau sering disebut dengan
istilah nyeri pinggang, merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang sering dialami oleh masyarakat, baik didaerah sedang berkembang, maupun di negara-negara maju. Nyeri sendiri menurut Internasional Association for the study of Pain, diartikan sebagai pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan atau adanya suatu potensi kerusakan. Sedangkan nyeri pinggang didefinisikan sebagai rasa nyeri atau perasaan lain yang tidak nyaman pada punggung bagian bawah, yaitu mulai dari bawah kosta hingga lipatan bawah pantat( gluteus) dengan atau tanpa rasa nyeri yang menjalar ke kaki. (Meliala& Pinzon,2004) Angka kejadian nyeri pinggang di masyarakat, diperkirakan 60%-80% dari populasi seluruh dunia pernah merasakan nyeri punggung bawah semasa hidupnya( Elders& Burdoff,2003). Setiap tahun prevalensi nyeri pinggang di negara Amerika Serikat dilaporkan sebesar 4,6% dari 30.074 responden, dan mengakibatkan kehilangan jam kerja 101,8 juta(Gou et al,1999). Menurut hasil survei yang dilakukan Mazloum et al(2005) pada pekerja di Iran, bahwa 22,4 juta pekerja dari total populasi 127 juta pekerja dilaporkan mengalami nyeri pinggang selama satu minggu atau lebih dan 53% dari angka kejadian tersebut diderita oleh pekerja dengan posisi kerja statis. Penyebab nyeri pinggang bervariasi, dari yang ringan misalnya sikap tubuh yang salah(non ergonomis) sampai yang berat dan serius misalnya sikap tubuh yang salah(non ergonomis) sampai yang berat dan serius misalnya suatu keganasan. Lebih kurang 90% nyeri pinggang disebabkan oleh faktor mekanik yaitu pada stuktur anatomi normal yang digunakan secara berlebihan atau akibat dari tauma atau deformitas, yang menimbulkan stress atau strain pada otot, tendon dan ligamen. Biasanya berhubungan dengan aktivitas sehari-hari yang berlebihan,
4
Universitas Indonesia
mengangkat beban yang berat, terlalu lama berdiri atau duduk dengan posisi yang salah(Borenstein& Wiesel 1989; Meliala & Pinzon,2004). Salah satu penyebab Low Back Pain adalah Spondilisthesis. Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti “bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya. (Sjamsuhidajat R,2005).Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kirakira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.Gambaran klinik spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran, meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut.
B.
ANATOMI B.1. Osteo Vertebra Lumbalis Secara anatomis kolumnna vertebra terbagi menjadi 5 regio, yaitu 7 vertebra cervikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbal,5 vertebra sakral dan, 3-5 vertebra coccigeal-stabilitas vertebra ditentukan oleh benuk dan kekuatan masing-masing vertebra, ligamen dan otot-otot. (Yanuar,2002)
5
Universitas Indonesia
Gambar 1. Vertebra Manusia (vertebra www.spineuniverse.com) Vertebra lumbal terletak diregio punggung antara regio thorak dan sacrum. Ditandai dengan korpus yang besar, laminanya besar, kuat dan tidak ada kostal facet.Bentuk foramen vertebralisnya bervariasi mulai dari oval sampai tringular. Lumbal sendiri tersusun atas lima vertebra yang setiap ruas dipisahkan oleh discus intervertebralis,corpus dan prosesus spinosus yang tebal dan lebar mengarah ke posterior. Prosesus articularis vertebra lumbalis memungkinkan terjadinya gerakan fleksi ekstensi columna vertebralis. Processus transversus mengarah ke latero posterior. (Yanuar,2002) Karakteristik vertebra lumbal terdiri atas corpus, processsus dan lamina yang kuat berfungsi untuk menopang berat badan. Vertebra lumbalis memiliki mobilitas dan beban paling besar. Bentuk corpus pada vertebra lumbalis, dataran depan lebih tinggi daripada dataran belakangnya . Bentuknya jika dilihat dari atas tampak seperti ginjal melintang. Corpus vertebra lumbalis memiliki permukaan cekung pada bagian lateral anterior disambung dengan adanya pedicel. Bila dilihat irisan melintang bentuk pedicle vertebra
6
Universitas Indonesia
lumbalis adalah oval. Pedicle akan diproyeksikan ke posterior dan bertemu dengan lamina. Processus Spinosus dan tranversus memiliki ukuran yang lebih besar dari processus yang dimiliki vertebra cervical dan thoracal. Pada batas antara radiks dan arcus vertebra terdapat dua tonjolan vertical,disebabkan caudal terdapat processus antikularis superior. (Pujiastuti,1993) Pada permukaan posterior processus transversus dijumpai processus
accesorius,
yang
menjadi
tempat
perlengketan
otot
intertransversus lumborum medialis. Pada permukaan posterior processus artikularis superior dijumpai processus mamilaris yang memiliki ukuran dan posisis yang bervariasi (Pujiastuti, 1993).
Gambar 2. Anatomi vertebra lumbal( www.fpnotebook.com)
7
Universitas Indonesia
Gambar 3. Diskus intervertebralis dan jaringan di sekitarnya (Ongkosetunggal.blogspot.com) Discus Intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua corpus vertebra yang didesain untuk menahan beban. Pada potongan sagital tampak berbenmtuk kerucut. Permukaan discus intervertebralis meliputi tulang rawan dan secara sycondrosus bersatu dengan vertebra. Setiap discus Intervertebralis tersusun atas: Annulus Fibrous yang terletak diluarnya dan nukleus pulposus yang terletak didalamnya. Anulus Fibrous merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamella fibrocartilaginea yang konsentris. Cincin tersebut Cincin tersebut diselipkan di cincin epiphysis pada facies articularis corpus vertebra. Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring (oblique) dari satu vertebra ke vertebra lainnya. Pola yang seperti ini,walaupun memungkinkan
terjadinya
gerakan
antar
dua
vertebra
yang
berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut.
8
Universitas Indonesia
Nucleus Pulposus merupakan inti dari Discus intervertebralis yang berupa suatu massa gelatinosa. Nucleus pulposus terletak agak ke belakang tidak dapat ditengah-tengah oleh karena lamellae annulus fibrosus di daerah posterior tipis dan jumlahnya sedikit. Nucleus pulposus mengandung air dalam jumlah yang banyak saat lahir tetapi akan terus berkurang seiring bertambahnya usia. Peranannya menyerupai peredam
getaran
(shock
absorber)
jika
ada
gaya
axial
dan
menyerupai bola semifluida saat menahan gerakan flexi, extensi, rotasi dan lateral flexi columnavertebralis. (Yanuar, 2002) Fungsi discus intervertebralis yaitu: (a) sebagai bantalan agar tidak terjadi gerakan antar orpus vertebra saat bergerak, (b) sebagai penyangga corpus dalam menumpu berat (c) sebagai pengikat vertebra satu dengan vertebra yang lain.
B.2.
Otot B.2.a.
Erector Spine Merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal. Group otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: -
M. Transverso spinalis
-
M. Longissimus
-
M. Iliocostalis
-
M. Spinalis
-
Paravertebral muscle (deep muscle) seperti m. intraspinalis dan m. intrasversaris. Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan
extensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.
9
Universitas Indonesia
B.2.b.
Abdominal Merupakan group otot extrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu m.obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk. Didalam memperkuat dinding abdominal, m. abdominal bekerja sebagai direct brace, m. obliqus internal bekerja sebagai oblique brace kearah inferior dan posterior sedangkan m. obliqus external bekerja sebagai brace kearah anterior.
B.2.c. Deep lateral muscle Merupakan group otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari : -
M. Quadratus Lumborum
-
M. Psoas
Group otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal.
10
Universitas Indonesia
Gambar Otot-otot punggung(Sobotta,1995) Keterangan gambar 1.
M. Illiocostalis thoracic
2.
M. Latisimus dorsi
3.
M. Illiocostalis thoracic
4.
M. Erector Spine
5.
M. Spinalis thoracis
6.
M. Longisimus dorsi
7.
M. Illiocostalis
8.
M. Obliqus internus abdominis
11
Universitas Indonesia
B.3.
Persendian Vertebra Sistem persendian yang terdapat pada VL1-5 yaitu: B.3.a.
Articulatio Intercorpus Vertebralis Persendian ini dibentuk oleh corpus vertebra yang saling berbatasan,diantaranya terdapat bantalan sendi yang disebut discus intervertebralis.Macam persendian
adalah
amphiarthrosis.
Articulatio ini diperkuat denganligamentumlongitudinal anterior dan posterior . B.3.b.
Articulatio Interarcus Vertebralis Persendian ini dibentuk oleh processus articularis inferior vertebra yang disebelah atas dengan processus articularis superior vertebra yang dibawahnya.Macam persendian adalah diarthrosis. Kapsul
articularis
di
daerah
cervical lebih
kendor
dibanding lumbal atau thoracal. Articulatio ini diperkuat dengan ligamentum intertransversarium, ligamentum flavum, ligamentum interspinale,ligamentum supraspinale. B.4.
Ligamen B.4.a.
Ligamen longitudinal anterior Ligamen longitudinal anterior merupakan ikatan padat yang panjang dari basis occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra. Dalam perjalanannya ke sacrum, ligamen ini masuk ke dalam bagian anterior diskus intervertebralis dan melekat pada antero-superior corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan ektensi lumbal.
B.4.b.
Ligamen longitudinal posterior Ligamen longitudinal posterior memanjang dari basis occiput ke canal sacral pada bagian posterior vertebra, tetapi ligamen ini tidak melekat pada permukaan posterior vertebra. Pada regio lumbal, ligamen ini mulai menyempit dan semakin sempit pada lumbosacral, sehingga ligamen ini lebih lemah daripada ligamen longitudinal anterior.
12
Universitas Indonesia
Dengan demikian diskus intervertebralis lumbal pada bagian posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior. Ligamen ini sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. B.4.c.
Ligamen flavum Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal.
B.4.d
Ligamen interspinosus Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.
B.4.e.
Ligamen supraspinosus Ligamen
ini
melekat
pada setiap
ujung
processus spinosus. Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. B.4.f
Ligamen intertransversalis Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral.
B.5.
Sistem Persarafan Lumbal Nervus spinalis adalah akar-akar syaraf yang dimulai dari radiks anteriormedula
spinal kemudian
keluar
melalui
foramen
intervertebralis.Secara topografisaraf-saraf spinalis terdiri dari 31 pasang,
13
Universitas Indonesia
ini dibagi menjadi 8 pasang nervus cervical, 12 pasang nervi thorcal , 5 pasang nervi lumbalis, 5 pasang nervi sacralis, sepasang nervi coccyg. Daerah lumbal terdapat 2 plexus yaitu lumbalis dan sacralis. Di sini penulis akan menguraikan plexus lumbalis yang berhubungan dengan kondisi nyeri pinggang bawah. Plexus lumbalis dibentuk oleh cabangcabang anterior saraf lumbal. Segmenlumbal I-IV dan mendapat serabut tambahan dari thorak 12 dan lumbalis. Cabang-cabang lumbalis adalah: 1.
Nervus Iliohypogastricus (Th12 – L1)Saraf ini mula-mula terdapat pada permukaan dalam musculus quadratuslumborum melalui permukaan
dorsal
dan
kemudian
diantara
musculus
tranversusabdominis dan musculus obliqus internus abdominis. Mensyarafi otot-otot abdomendan juga memberi cabang-cabang cutaneus lateral pada paha. (Chusid, 1982) 2.
Nervus Genitofemoralis (L1- 2)Saraf ini muncul dari permukaan anterior m. psoas, berjalan oblique ke bawah, pada permukaan otot ini, dan berjalan menjadi nervus spernaticus internusyang menujum. cremaster dan
kulit scrotum
atau
labia
serta
nervus
lumboinguinalisyang menuju ke otot bagian pertengahan atas paha. (Chusid, 1982) 3.
Nervus Cutaneus Femoralis Lateralis (L2-3)Saraf ini berjalan di atas musculus illiacus sampai tepat di bawah, spinailiaca anterior superior, kemudian berjalan di bawah ligamentum inguinalis melalui bagian lateral lacuna otot ke ke permukaan lateral paha dan menembus fascia latae, mensyarafi bagian lateral articularis genur.(Chusid, 1982)
4.
Nervus Femoralis (L2, 3, 4)Saraf ini merupakan cabang yang terbesar dari plexus lumbalis.Saraf inimensarafi otot-otot m.illiopsoas, m. sartorius, m. pectineus, m. quadriceps femoris.(Chusid, 1982)
5.
Nervus Obturatorius (L2-5) N. Obturatorius timbul dari plexus lumbalis dengan bersatunya 3 bagiananterior plexus, yang asalnya dari nervus lumbalis ke 2, 3 dan 4. Saraf ini mensarafi m. obturator externus, m. adductor magnus, m. adductor longus, m. adductor brevis dan m.gracilis.(Chusid,1982)
14
Universitas Indonesia
B.6.
Sistem Peredaran Darah Lumbalis Sistem peredaran darah vena dan arteri pada daerah lumbal umumnya berjalan berdampingan sehingga mempunyai nama yang sama, dimana vena letaknya lebih superfisial dibandingkan arteri. Pembuluh darah vena mengembalikan darah dari struktur-struktur punggung membentuk plexus
majemuk
yang
terbesar
sepanjang
columna
vertebralis dari cranium sampai cocygeus. B.6.a.
Vena-vena ini dapat dibagi menjadi: -
yang
terletak
di
luar
mengelilinginya,membentuk
columna plexus
vertebralis
venosus
dan
vertebralis
externus -
yang
terdapat
di
dalamkanalis
vertebralis
dan
membentuk plexus venosus vertebralis internus. B.6.b.
Peredaran darah arteri terdiri dari: -
aorta abdominal Bercabang menjadi 2 yaitu arteri iliaka comuni dextra dan sinistra.
-
arteri lumbalis Bercabang menjadi articularis dan ramus posterior yang menuju ke otak dan kulit medial punggung.
-
arteri sakralis medial Mempercabangkan arteri lumbalis yang bercabang lagi.
B.7.
Biomekanik Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Berikut ini adalah biomekanik pada lumbosakral berdasarkan osteokinematika dan artrokinematika.Osteokinematik terkait dengan berbagai gerakan lumbal. Diantaranya adalah fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi atau lateral bending. Keluasan pergerakan pada bidang-bidang gerak ini dibatasi oleh ekstensibilita
ligamen
longitudinal,
permukaan
artikuler
dan
kapsul,cairan dalam diskus, dan kelenturan otot. Ekstensi vertebrae lumbal mempunyai rentang luas gerak 30° dan dibatasi oleh ligamen
15
Universitas Indonesia
longitudinal anterior. Fleksi mempunyai rentang luas gerak vertebrae lumbal 80°, yang terjadi paling besar (75%) di ruang antara L5-S1. Lateral fleksi dibatasi 20° hingga 30°. Untuk kolumna lumbal sebagai suatu kesatuan, rentang rotasi dihitung kurang lebih hanya sebesar 10°. Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada kapsul sendi pada lumbal. Gerakan utamanya adalah slide atau meluncur yang terjadi pada faset. Pergerakan vertebrae lumbal dilakukan dalam hubungannya dengan
komponen-komponen
lain
tulang
belakang
dan
pelvis.
Lumbarpelvic-rhytm adalah aktivitas neuromuskuler dasar dalam proses kembalinya secara simultan lumbar lordosis dan perubahan posisi pelvis. Komponen lumbal dari ritme ini menyebabkan tulang belakang lumbosacral berubah dari konkaf, ke lurus ke konfigurasi konvex. Selama perubahan yang progresif, komponen pelvis akan merotasikan pelvis di sekitar aksis transversal yang menghubungkan dua sendi pinggul untuk meningkatkan sudut lumbar. (Schenek, 1999)
B.7.
Dermatom Lumbal Dermatom merupakan area dari kulit yang terutama disuplai oleh sebuah saraf spinal. Pada tubuh manusia terdapat 8 saraf servikal, 12 saraf thorakal, 5 saraf lumbal, dan 5 saraf sakral yang masing-masing menyampaikan sensasi, termaksud nyeri, dari bagian kulit ke otak. Dalam aspek sensori, dermatom berguna untuk menemukan lokasi dari kerusakan spinal. (Satyanegara, 2010)
16
Universitas Indonesia
Dermatom lumbal dan anatominya :
Saraf
Anatomi
L1
Bagian Inguial anterior dan permukaan dalam ekstremitas bawah
L2
1/3 ingunial Anterior dan permukaan dalam ekstremitas bawah
L3
Anterior dan permukaan dalam ekstremitas bawah
L4
Anterior dan permukaan dalam ekstremitas bawah Sisi medial ibu jari kaki Posterior dan permukaan luar ekstremitas bawah L5
L5
Posterior dan permukaan luar ekstremitas bawah Sisi lateral anterior tungkai bawah
Gambar 2.4 Dermatom (Satyanegara, 2010)
17
Universitas Indonesia
B.8.
Miotom Lumbal Identifikasi lesi pada tingkat radiks yang spesifik membutuhkan pengetahuan mengenai dermatom dan miotom. Gangguan radiks ditandai oleh nyeri radikular, serta disfungsi sensoris dan motorik. Tingkat prolapsus diskus intervertebralis yang tersering adalah antara vertebra servikalis 6 dan 7 atau kompresi radiks C7 dan antara vertebra lumbalis 4 dan 5 atau kompresi radiks L5.
18
Universitas Indonesia
Efek dari kompresi radiks pada vertebra lumbalis-sakrum adalah : -
Pada L4 : kelumpuhan ekstensi lutut, hilangnya refleks patela, dan pengecilan otot quadrisep.
-
Pada L5 : kelumpuhan fleksi lutut, dorsofleksi pergelangankaki dan plantar fleksi.
-
Pada S1 : hilangnya sentakan pergelangan kaki atau ankle jerk, kelumpuhan dorsofleksi ibu jari kaki. (Davey,2005)
PERSARAFAN
OTOT
GERAKAN
L2
Illiopsoas
Fleksi Hip
L3
Quadrisep
Ekstensi Knee
L4
Tibialis anterior
Dorsifleksi dan Inversi
L4 dan L5
Gluteus maximus
Ekstensi Hip
L5 dan S1
Gluteus maximus
Ekstensi Hip
L5
Extensor hallucis
Ekstensi Ibu Jari
longus S1
Peroneus
Eversi
(Maitland, 2005)
C.
EPIDEMIOLOGI Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita.
Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring muscle).
19
Universitas Indonesia
Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina bifida sacralis Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5. Kelainan kongenital, seperti spina bifida occulta berkaitan dengan munculnya isthmic spondylolisthesis. Degenerative spondylolisthesis terjadi lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia. Vertebrae L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding lokasi lainnya. Sakralisasi L5 sering terlihat pada degenerative spondylolisthesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada wanita dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe ini biasanya terjadi sekitar 14-21% dari semua kasus spondylolisthesis.5
D.
ETIOLODI DAN KLARIFIKASI D.1.
Etiologi Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.
D.2.
Klasifikasi Spondilolisthesis -
Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau
keduanya dengan
pergeseran vertebra L5. -
Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya
20
Universitas Indonesia
pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis. Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut
pada
bagian
pars
interartikularis.
Pencitraan
radioisotope diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
-
Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi
sebagai
akibat
degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,
21
Universitas Indonesia
spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi 30%. -
Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
-
Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti
tumor
atau
penyakit
tulang
lainnya.(
R.Sjamsuhidayat.2005) E.
PATOFISIOLOGI Sekitar
5-6%
pria
dan
2-3%
wanita
mengalami
spondylolisthesis. Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa
anak-anak
dibawah
usia
5
tahun
dapat
mengalami
spondylolisthesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun. Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas sehari-hari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa. Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil dan inkompeten. Spondylolisthesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung berkembang
22
Universitas Indonesia
kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral. Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya (slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan
bentuk
spondylolisthesis
yang
paling
sering.
Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. Fredericson et al menunjukkan bahwa defek spondylolistesis biasanya didapatkan pada usia 6 - 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang
berkembang
progresif,
meskipun
suatu
penelitian
tidak
mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah dianggap bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik. Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat rendah(low grade: kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high
grade
(
lebih
dari
50%
yang
mengalami
pergeseran).
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray lateral.
23
Universitas Indonesia
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total: -
Grade 1 adalah 0-25%
-
Grade 2 adalah 25-50%
-
Grade 3 adalah 50-75%
-
Grade 4 adalah 75-100%
-
Spondiloptosis- lebih dari 100%(Sidharta,1984)
Faktor
biomekanik
sangat
penting
perannya
dalam
perkembangan spondilosis menjadi spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan
penting
dalam
perkembangan
defek
litik
pada
pars
interartikularis dan kelemahan pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis
24
Universitas Indonesia
progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan sendi. Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor. (R.Sjamsuhidayat.2005)
F.
MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa: -
Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
-
Kekakuan otot hamstring
-
Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
-
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
-
Hiperkifosis lumbosacral junction.
-
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
-
Kesulitan berjalan
25
Universitas Indonesia
Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor hallucis longus. Penyebab gejala klaudikasio neurogenik selama pergerakan adalah bersifat multifaktorial. Nyeri berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal/saluran dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang timbul. (R.Sjamsuhidayat.Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC. 2005)
G.
DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. G.1.
Gambaran klinis Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.
G.2.
Pemeriksaan fisik Postur paisen biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur.Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri
26
Universitas Indonesia
dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul. Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Pemeriksaan
neurologis
terhadap
pasien
dengan
spondylolisthesis biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi. G.3.
Pemeriksaan radiologis. Foto pemeriksaan
polos
vertebra
awal
dalam
lumbal
merupakan
diagnosis
modalitas
spondilosis
atau
spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT
27
Universitas Indonesia
scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan. Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak ( diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos. (Jason CE,MD.Spondylolisthesis.Dalam http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#how_is _spondylolisthesis_diagnosed. Diambil Tanggal 23 Februari 2013)
28
Universitas Indonesia
H.
PROGNOSIS Operasi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada spondylolisthesis telah sering digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai variasi pertimbangan. Variasi tersebut bergantung pada banyak faktor, dari tersedianya instrumentasi yang baik hingga pemahaman tentang penyembuhan tulang. Kurangnya indikasi jelas dalam dilakukannya fusi lumbal juga merupakan faktor lain yang juga ikut berperan dalam menentukan perlu tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung perlunya fusi pada spondylolisthesis tipe I,II,III, dan IV dan spondylolisthesis iatrogenik sangat kuat. Akan tetapi terdapat beberapa kontroversi pada beberapa individu dengan tipe spondylolisthesis degenratif (tipe III), skoliosis degeneratif dan nyeri punggung mekanik(mechanical back pain). Hasil
terapi
terhadap
spondylolisthesis
tipe
isthmic
yang
merupakan spondylolisthesis yang banyak terjadi belumlah menjanjikan. Banyak peneliti melaporkan angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup dan berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami. Menariknya, luaran/outcome yang didapatkan tidak berhubungan dengan derajat spondylolisthesis atau besarnya sudut pergeseran yang terjadi. Beberapa penelitian yang memfokuskan pada follow up jangka panjang mendukung terapi konservatif terhadap anak-anak dan dewasa dengan spondylolisthesis yang asimptomatik (tipe I, tipe II), meskipun demikian banyak peneliti menyarankan untuk dilakukannya tindakan fusi bilamana pergeseran tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi konservatif dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high grade spondylolisthesis). (Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis
Dalam:
http://emedicine.medscape.com/article/1266860-
overview. Diambil Tanggal 28 Februari 2013)
29
Universitas Indonesia
I.
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
1.
Assesmen Assesmen sangat penting dalam proses fisioterapi. Dengan cara
ini,fisioterapi mampu mengidentifikasikan permasalahan yang ada.Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana dan program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita low back pain akibat Spondilolistesis dan dengan assesmen pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita ini. Amnanesis adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara tanya jawab kepada pasien yang disebut autoanamnesis atau dengan keluarga atau kerabat pasien yang disebut alloanamnesis. Anamnesis terbagi menjadi : -
Anamnesis umum : identitas pasien
-
Anamnesis khusus : mengetahui keluhan utama, riwayat penyakit pasien sekarang, riwayat penyakit pasien terdahulu,riwayat penyakit keluarga pasien dan riwayat psikososial pasien.
2. Pemeriksaan Fisik 2.1. Pemeriksaan Umum : vital sign, status gizi, dan suhu 2.2. Pemeriksaan Khusus : 2.1.a. Inspeksi Sebelum pasien masuk ruang pemeriksaan kita sudah bisa memperoleh kesan mengenai cara pasien berjalan,duduk, dan bangun dari posisi duduk. Selanjutnya kita menginspeksi pasien dalam keadaan berdiri, sikap tubuh diutamakan dalam inspeksi ini : a. Kurva tulang belakang seperti kifosis, lordosis dan skoliosis. b. Posisi panggul yang dapat diukur dari posisi spinae iliacae anteriores superiors dan posteriors. c. Perbedaan panjang kaki antara kiri dan kanan, hal ini dapat member gambaran yang salah, yaitu bahwa panggul pasien miring.
30
Universitas Indonesia
Simetri atau asimetri dalam posisi badan : kontur-kontur bahu, bentuk ruangannya antara badan dan lengan. Penyimpangan posisi dan bentuk kaki pada persendian, atrofi otot. d. Tonus otot-otot punggung. Apabila diduga ada suatu spondilolistesis kadang-kadang bentuknya ada suatu prosesus spinosus yang hilang. ( De Wolf, 1994)
2.1.b. Palpasi Suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari-jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk,kosistensi dan ukuran rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi untuk menemukan yang tidak terlihat.
2.1.c
Tes Move Tes ini harus dilakukan karena problem dari pasien adalah nyeri
pinggang, dimana dalam penjelasan sebelumnya,bisa jadi nyeri menjalar ke ekstremitas bagian bawah, sehingga menyebabkan gangguan berjalan, keterbatasan lingkup gerak sendi karena nyeri, spasme, dan atrofi. Tes move ini dilakukan pada hip,knee,ankle, dan jari-jari. Tes ini akan menimbulkan nyeri gerak di ekstremitas bawah. Nyeri gerak tersebut diukur dengan menggunakanVAS atau disebut juga Visual Analog Scale.VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. 10 Tidak nyeri Sangat Nyeri
31
Universitas Indonesia
Gambar Skala VAS (Gagliese&Melzack, 2003)
2.1.c. Tes khusus Untuk menetukan seorang pasien terkena low back pain akibat Spondilolistesis biasanya terdapat beberapa tes khusus yang bisa dijadikan acuan dan masih dipakai saat ini, tes khusus itu diantaranya : -
Straight Leg Raising atau SLR Pasien diminta berbaring di atas meja pemeriksaan,Lalu kita
melaksanakan pemeriksaan Straight Leg Raising atau SLR, fleksikan hip perlahan secara pasif,Tes dinilai positif jika pada posisi <70o, terdapat nyeri menjalar sejajar n.Ischiadikus.
Gambar(Risley, William & Risley, Marge The Examination Guide for theChiropractic Health Provider, 1994)
-
Tes Braggard Pasien
diminta
berbaring
diatas
meja
pemeriksaan,kemudian lakukan fleksi hip pasif perlahan, kemudian
32
Universitas Indonesia
turunkan kembali dengan perlahan, saat setengah perjalanan ekstensi, kaki pasien dorsofleksikan secara tiba-tiba. Tes positif jika nyeri terasa di sepanjang n. Ischiadikus. -
Tes Neri Pasien tidur terlentang, lakukan hal yang sama dengan
Braggard test ditambah dengan fleksi leher. Tes positif jika nyeri terasa di sepanjang n. Ischiadikus. -
Tes Patrick Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan
rasa nyeri di sendi panggul yang terkena penyakit. Dilakukannya sebagai berikut: dengan menempatkan tumit atau maleolus eksterna tungkai yang sakit pada lutut tungkai lainnya dapat dibangkitkan nyeri di sendi panggul kalau diadakan penekanan pada lutut yang difleksikan itu.
Gambar 2.8 -
Tes Anti-Patrick Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
lokasi patologik di sendisakroiliaka jika terasa nyeri di daerah bokong, baik yang menjalar sepanjang tungkai maupun yang terbatas pada daerah gluteal dan sacral saja. Tes tersebut dilakukannya sebagai berikut: lipat tungkai yang sakit dan endorotasikan serta abduksikan.
33
Universitas Indonesia
Kemudian adakan penekanan sejenak pada lutut tungkai itu. Nyeri yang bangkit terasa di garis sendi sakroiliaka bila di situ terdapat suatu patologi.
3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan radiologi, x-ray, USG, MRI, EMG, ct-scan dan sebagainya, yang dapat membantu fisioterapi untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi.
4. Problematik fisioterapi Permasalahan gerak dan fungsi yang terganggu akibat dari penyakit Low Back Pain ec Spondilolisthesis.
5. Diagnosa fisioterapi Ditegakkanya diagnosa fisioterapi berdasarkan anamnesa, pemeriksaan umum dan khusus serta prioritas masalah pada pasien.
6. Tujuan program 6.1. Tujuan Jangka Pendek Mengurangi keluhan-keluhan yang menyertai penyakit spondilolisthesis.
6.2. Tujuan Jangka Panjang ADL mandiri tanpa keluhan.
7. Metoda pemberian fisioterapi
7.1. MWD Pengertian:Adalah aplikasi terapeutik dengan mengunakan gelombang mikro dalam bentuk raduasi elektro megnetik yang akan dikonversi dalam bentuk panas, dengan frekuensi 915 MHz atau 2456 MHz & panjang gelombang 12,25 m
34
Universitas Indonesia
7.1.a. Indikasi: -
Spasme otot, nyeri, memperlancar sirkulasi darah
-
Sendi IP, MCP & pergelangan tangan
-
Kelainan tulang, sendi, otot(RE,OA)
-
Kelainan saraf perifer
7..b. Kontra indikasi -
Adanya logam dan alat elektronika
-
Gangguan sensibilitas
-
Pakaian nylon
-
Jaringan yang banyak cairan
-
Neuropati
-
Pasien dengan gangguan kesadaran infeksi akud( TBC)
-
Menstruasi dan kehamilan
-
Sesudah rontgen
-
Faktor kolagenesa
-
Anak masa pertumbuhan
7.1.c. Efek MWD - Efek Fisiologis: efek local akan terjadi perubahan panas jaringan yang meningkatkan metabolisme setempat, vasodilatasi pembuluh darah dan mengingkatkan aliran darah terhadap area yang diterapi. - Efek sistemik: mningkatkan aliran/ darah, volume darah, cardiac out put, dan vasodilatasi pembuluh darah. - Terjadinya perubahan panas: - Yang sifatnya local jaringan yang meningkatkan metabolisme jaringan local - Meningkatkan vasomotion sehingga timbul homeostasis local yang akhirnya menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah - Perubahan panas secara general yang kenaikan temperature pada daerah vocal
35
Universitas Indonesia
7.1.d. Tehnik 1.
Persiapan alat: -
Cek kabel, timer pada posisi 0, tes alat lebih dahulu
-
Catatan: kabel koaksial tidak bol;eh menyentuh pasien, alat & mental
2.
-
Pre pemanasan alat 5-15 menit
-
Jarak alat 2,5 inch/ 5 cm dari kulit
Persiapan pasien -
Tempat nyaman dan rileks
-
Area terapi bebas dari pakaian, implant metallic,
pacemaker -
Cek area yang akan diterapi dengan pemeriksaan
sensibilitas -
Durasi 10-15 menit
-
Intensitas: sesuai toleransi pasien
Sebelum terapi -
Menjelaskan kepada pasien: yang akan dirasakan
pasien(hangat) dan bila ada keluhan (terlalu panas, mual, pusing) pasien memberitahukan terapis. 3
Selama terapi: -
Setiap 5 menit, cek apakah ada keringat, bila ada
dilap dengan tisu/ handuk -
Menanyakan pada pasien apakah ada keluhan
subjektif (pusing,terlalu panas, mual)
4
Setelah terapi -
Menjauhkan alat
-
Cek apakah ada keringat, atau merah pada daerah
terapi -
Menanyakan pada pasien apakah ada kelukan
subjektif
36
Universitas Indonesia
7.1.e. Dosisdapat diturunkan/ dihentikan dalam kondisi -
Ada nyeri yang berlebihan
-
Pasien merasa kepanasan(UPN.Buku Saku Modalitas.2010)
7.2. Core Stability exercise Pengertian Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol posisi dan pergerakan bagian tengah tubuh. Inti pelatihan stabilitas menargetkan otot jauh di dalam perut yang terhubung ke panggul, tulang belakang dan bahu,yang membantu dalam pemeliharaan postur yang baik dan memberikan landasan untuk semua lengan dan gerakan kaki. Manfaat latihan Core Stability adalah
stabilitas
yang baik dapat
membantu memaksimalkan kinerja berjalan dan mencegah cedera. Kekuatan berasal dari daerah tulang belakang dan stabilitas yang baik dapat membantu mengontrol kekuatan lebih lagi memantu koordinasi pergerakan anggota gerak bawah.Selain itu, kondisi yang baik dari otot-otot stabilitator membantu mengurangi risiko cedera akibat dari postur tubuh yang buruk. Kemampuan untuk mempertahankan postur yang baik saat aktivitas membantu untuk melindungi tulang belakang dan struktur rangka dari rentang ekstrim dari gerakan dan dari kekuatan berlebihan atau abnormal yang bekerja pada tubuh.
Salah satu contoh Core Stability: - Dynamic Leg and Back Berbaring sama pada posisi diatas Turunkan pinggul tetapi tidak dimiringkan atau menyentuh lantaidan gerakan ini harus halus dan terkontrol. Kembali ke posisi semula,denganposisi lurus dari bahu sampai kaki
37
Universitas Indonesia
7.3. Koreksi Posture Merupakan metode yang digunakan untuk memperbaiki dan menjaga postur tubuh tetap baik sehingga tidak mengganggu aktifitas funngsional, selain itu dengan menghasilkan reaksi tegak yang sesuai akan meningkatkan kemampuan control postural dan stabilitas
postural. hal ini penting untuk
memberikan stabilisasi yang cukup dalam menghasilkan gerakan pada anggota gerak atas maupun bawah juga saat berjalan.
7.4. MC Kenzie Exercise Latihan ini merupakan salah satu latihan untuk nyeri pinggang bawah yang sakit.Gejala pada daerah lumbal disebabkan oleh gangguan/abnormalitas pathoanatomik yang dapat diperbaiki dengan cara spinal posisioning. Tehnik Mc Kenzie adalah suatu bentuk manipulasi spinal pasif dimana pasien melakukan dan menghasilkan gerakan, posisi dan kekuatan yang memperbaiki keadaan diatas. Contoh: perubahan pathoanatomik, salah satunya adalah robekan pada annulus dan arthritis akut pada facet. Extensi lumbal yang dilakukan berulang dapat mengurangi odema dan pergerakan nucleus dalam annulus yang robek. Juga dapat memperbaiki kedudukan sendi facet sedimikian rupa sehingga dapat mengurangi radang dan stimulus nyari sehingga dapat mensentralisasi nyeri.
38
Universitas Indonesia
Contoh-contoh gerakan Mc Kenzie
7.4.a. Berbaring 1.
Extensi pasif pada posisi telungkup -
Pasien telungkup dan tangan diletakan di bawah
bahu -
Tubuh di dorong ke atas dengan meluruskan siku
sedangkan panggul dan tungkai rileks -
Pertahankan posisi ini selama 1-2 detik dan
kemudian secara perlahan turunkan tubuh bagian atas
39
Universitas Indonesia
7.4.b Duduk - Pasien duduk di teoi kursi dengan tungkai sedikit rengang dan tangan diatas lutut (A) - Pasien membungkuk ke depan dari batas pinggang dan tangan menyentuh lantai - Pertahankan posisi ini selama 1-2 detik dan secara perlahan kembali ke posisi duduk tegak - Bila sudah dapat melakukan gerakan membungkuk dengan nyaman, pasien dapat memegang pergelangan kaki dan menarik tubuh lebih jauh (B)
40
Universitas Indonesia
7.4.c. Lutut ke dada pada posisi telentang •
Pasien terlentang dengan lutut dalam keadaan flexi dan kaki
diletakkan rapat pada lantai/tempat tidur •
Pasien memegang kedua lutut dan secara perlahan menarik
sedekat mungkin ke dada •
Pertahankan selama 1-2 detik dan kemudian letakkan ke
posisi semula Catatan: kepala tidak boleh diangkat selama melakukan latihan tidak boleh meluruskan tungkai saat dikembalikan ke posisi semula
41
Universitas Indonesia
Kontra indikasi Latihan Mc Kenzie tidak boleh diterapkan pada keadaan dibawah ini: -
Pasien dengan penyakit neoplasma, aneurysma, fraktur/dislokasi, penyakit tulang
-
Pasien dengan tanda-tanda gangguan syaraf pusat
-
Pasien dengan gangguan neurologis terutama bila memburuk
-
Nyeri hebat yang tidak berkurang dengan perubahan posisi
-
Keadaan dimana terdapat instabilitas tulang belakang
-
Keadaan/penyakit yang memerlukan penanganan yang sangat hatihati:
-
Spondylolisthesis/spondylolysis ringan
-
Osteoporosis ringan
-
Tanda neurologis ringan yang membaik( Saudah,2011)
8. Home program Anjuran latihan yang bisa dilakukan di rumah dimana latihan yang diberikan dapat membantu proses fisioterapi.
9. Evaluasi Dilakukan berdasarkan rencana program yang sudah disusun pada tujuan jangka pendek dan jangka panjang oleh fisioterapis. Evaluasi dilakukan sebelum, 42
Universitas Indonesia
saat dan sesudah dilakukannya terapi menggunakan skala nyeri atau biasa disebut Visual Analog Scale, dan berdasarkan subjek, objek, assesmen dan program.
43
Universitas Indonesia
BAB III
URAIAN KASUS DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK RSUP DR. HASAN SADIKINBANDUNG
FORMULIR FISIOTERAPI
Nama Fisioterapi : Laselle, SSt.Ft
Peminatan : Neuromuskular
Nama Dokter : dr. Sunaryo, SpKFR
Ruangan : Poliklinik
Nomor Register : 1200398
Tgl pemeriksaan :Rabu,13Feb ‟ 13
I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S) Nama Jelas : Ny. N Tempat, tgl lahir : 1 Juli 1948 (65 tahun) Alamat : Jl. Makmur No.23 D Pendidikan Terakhir : SMA Analis Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Hobi : Memasak Diagnosa Medik : LBP ec Spondilolistesis L3-L4, L4-L5 II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT : (S) KU : Nyeri di bagian bokong kanan RPS : 10 tahun yang lalu pasien merasa nyeri pada pinggang bawah karena jatuh terpeleset dan melakukan terapi di RSHS, setelah menjalani menjalani 6 paket terapi,pasien merasakan nyerinya hilang. Pada pertengahan bulan desember 2013, ketika mau bangun tidur tiba-tiba pasien merasakan nyeri di bokong. Semenjak itu bila sedang duduk,berdiri dan rukuk saat sholat pasien merasakan nyeri.Rasa nyeri yang dirasakan seperti panas dan tertusuk jarum dan itu berlangsung sepanjang hari. Nyeri juga diperberat karena pasien yang jatuh terduduk karena terpeleset.Nyeri tidak menggangu aktivitas keseharian sehingga pasien tidak langsung memeriksakan diri ke dokter.Pasien baru memeriksakan diri ke dokter pada bulan Januari 2013, os
44
Universitas Indonesia
berobat ke dokter saraf di RSUP, lalu dirujuk ke Fisioterapi. Vas ketika sebelum terapi:10 RPD : Jantung (-), DM (+), HT (-), Kolesterol(+), Asam Urat(+) RPK : Jantung (-), DM (+), HT (-), Kolesterol(+) Rpsi : Os sudah menikah, mempunyai 2 orang anak, tinggal bersama keluarganya.
III. PEMERIKSAAN : (O) a. Pemeriksaan Umum - Cara Datang : Mandiri - Kesadaran : CM - Koperatif - Tensi :130/90 mmHg - Nadi : 76 x/menit - RR : 20 x/menit - Status Gizi : Obesitas gr.II (BB: 60 kg, TB: 155 cm, IMT:32,8) - Suhu : Afebris
b. Pemeriksaan Khusus Inspeksi : - Pola Jalan :normal gait - Tanda radang (-) - Deformits(-) - Bahu kiri lebih tinggi dari bahu kanan - Arm distance simetris - Patella simetris - Hyperlordisis Lumbal - SIAS simetris -Kesejajaran tulang belakang lurus -Clavikula sejajar
Palpasi :
45
Universitas Indonesia
- Nyeri tekan (+) pada daerah Lumbal - Paravertebralumbal bilateral - Gluteus maximus - Spasme (+) pada otot gluteus maximus dan paravertebralumbal dekstra, Hamstring dekstra, gastrok dekstra, iliotibial band dekstra - Suhu Afebris Move : Regio
Gerakan
ROM
ROM dx
Normal
ARO
MMT VAS ROM sn
PROM
MMT VAS
AROM PROM
M TRUNK Fleksi
80
40
40
4
6
40
40
4
6
Ekstensi
30
20
20
4
0
20
20
4
0
Lat
40
40
40
5
0
40
40
5
0
Rotasi
45
45
45
5
0
45
45
5
0
Fleksi
120
85
90
4
6
100
100
5
6
Ekstensi
30
30
30
5
0
30
30
5
0
Abduksi
45
30
30
4
6
45
45
5
6
Adduksi
30
30
30
4
6
30
30
5
6
Endo
35
35
35
5
0
35
35
5
0
Ekso
45
30
30
5
0
45
45
5
0
Fleksi
135
135
135
5
0
135
135
5
0
Ekstensi
0
0
0
5
0
0
0
5
0
20
20
20
5
0
20
20
5
0
Plantar
50
50
50
5
0
50
50
5
0
Inversi
35
35
35
5
0
35
35
5
0
Eversi
15
15
15
5
0
15
15
5
0
Fleksi
HIP
KNEE
ANKLE Dorsi
46
Universitas Indonesia
Tes Khusus : Tes Khusus Kanan Kiri SLR - /Bragad - /Neri -/Patrick -/Anti Patrick -/- Tes lipat kulit : lipatan kanan lebih banyak daripada kiri IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG Curve normal Tampak malignment VL.3-4 dan 4-5 Besar dan struktur trabekula vertebra torakolumbal dalam batas normal Diskus dan foramenintervertebralis lumbal3-4,4-5 menyempit Pedikel dalam batas normal Tampak osteofit vertebra VL3 kiri Tampak kalsifikasi aorta abdominalis KESAN: Osteofit vertebra lumbalis Spondilolisthesis vertebra lumbalis
V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI - Nyeri - Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, Quadriceps dekstra, Gastroknemius dekstra - Keterbatasan ROM - Postur yang salah
2. DIAGNOSA FISIOTERAPI Adanya gangguan gerak dan fungsi lumbal terkait dengan nyeri,spasme pada otot gluteus maximus bilateral,paravertebralumbal dekstra, Hamstring dekstra, Gastroknemius dekstra dan keterbatasan ROM terkait LBP ec Spondilolistesis.
47
Universitas Indonesia
VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) 1.Pengumpulan data dari dokter Rehabilitasi Medik Tanggal 15 Feb „ 13 : MWD area Sacroiliaka dekstra
2. Tujuan : a. Tujuan Jangka Pendek - Mengurangi nyeri - Mengurangi spasme - Meningkatkan ROM - Memperbaiki postur b. Tujuan Jangka Panjang ADL mandiri tanpa keluhan
3. Metoda Pemberian Fisioterapi NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN NO
JENIS
METODA
DOSIS
KETERANGAN
1.
Terapi
MWD
F: 3xSmgg
Meningkatkan aliran darah
D: 15 menit
Mengurangi spasme otot
I: 80 Watt
Mengurangi nyeri
Modalitas
Streching otot
2.
Terapi
Mc Kenzie
Latihan
3.
F: 3xsmgg
Meningkatkan stabilitas
D: 15 menit
Meningkatkan aliran darah
I: Toleransi
Mengurangi spasme otot
pasien
Rileksasi Otot
Melatih stabilitas tubuh
Terapi
Core
F: 3xsmgg
Latihan
Stability
D: 15 menit I: Toleransi pasien
48
Universitas Indonesia
4.
Terapi
Massage
F: 3x smgg
Rileksasi otot
Manipulas
D: 15 menit
Mengurangi spasme otot
i
I: Toleransi pasien
4. Uraian Tindakan Fisioterapi 4.a Micro Wave Diatermi Prosedur : 1. Persiapan alat : cek kabel,cek alat,atur timer 15 menit,atur frekuensi 80 Watt 2. Persiapan pasien : posisi os dalam keadaan telungkup,bebaskan area yang akan diterapi, Terangkan kegunaan,dan rasa yang akan dirasakan oleh pasien. Cek sensibilitas dan pasien merupakan bukan kontraindikasi. Taruhkan Fleksiploide di area yang akan diterapi.
4.b Mc Kenzie exercise Prosedur : Pasien tidur terlentang. Instruksikan agar pasien menekuk lututnya dan membawanya ke dada tanpa mengangkat kepala. Pertahankan selama 8 hitungan dan ulangi sebanyak 6 kali.
4.c. Core Stability exercise Dynamic Leg and Back Berbaring sama pada posisi diatas Turunkan pinggul tetapi tidak dimiringkan atau menyentuh lantaidan gerakan ini harus halus dan trkontrol. Kembali ke posisi semula,denganposisi lurus dari bahu sampai kaki 4.d. Massage Posisi pasien: tidur telungkup dengan rileks Posisi terapis:dibelakang pasian.
49
Universitas Indonesia
Aplikasi: Bebaskan area yang akan di massage,oleskan daerah yang akan
di
massage
dengan
baby
oil.
Lakukan
gerakan
stroking,efflurage, dan petriage.
5.
Program untuk di rumah a. Proper body mechanic : tidak boleh mengangkat barang berat, mengambil barang di lantai dari posisi jongkok jangan membungkuk, bangun dari tempat tidur posisi miring terlebih dahulu. b. Koreksi postur atau mirror exercise c. Menggunakan lumbosakral korset d. Melakukan McKenzie Exercise minimal 2x sehari e. Menurunkan berat badan
VII. EVALUASI 1.
Evaluasi hasil terapi: Tanggal Senin,18 Februari 2013 S: Nyeri dirasakan bertambah dari sebelumnya VAS= 6 menjadi 8 O:
Nadi: 80x/ menit -
RR: 20 x/menit
-
Tensi: 140/80 mmHg
-
Spasme + otot Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, Quadriceps dekstra, Gastroknemius dekstra
-
Nyeri pada daerah lumbal, paravertebralumbal dan gluteus maximus
-
Adanya peningkatan nyeri pada gerakan Fleksi Trunk dari VAS 6 menjadi 8
Regio Gerak
Tidak ada peningkan LGS
ROM normal Trunk Fleksi 80 Ekstensi 30 Lat 40 Fleksi Rotasi 45
ROM dx AROM 40 20 40
MMT VAS ROM sn PROM AROM 40 4 8 40 20 5 0 20 40 5 0 40
PROM 40 4 20 4 45 5
8 0 0
45
45
45
0
5
50
0
40
MMT VAS
5
Universitas Indonesia
A: Low Back Pain ec Spondilolisthesis P: MWD Sacroiliaca, Mc Kenzie Exersice, Core Stability exercise, massage.
2. Evaluasi hasil terapi: Rabu,20 Februari 2013 S: Nyeri sudah tidak dirasakan saat mau bangun dari tidur O: Nadi: 78 x/ menit
RR: 24 x/menit
Tensi: 120/80 mmHg
Adanya penurunan nyeri dari sebelumnya VAS 8 menjadi 7
Spasme + otot Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, Gastroknemius dekstra
Nyeri tekan pada daerah lumbal, paravertebralumbal dan gluteus maximus
Regio
Gerak
Adanya sedikit peningkatan LGS Fleksi Trunk
ROM normal TRUNK Fleksi 80 Ekstensi 30 Lat 40 Fleksi Rotasi 45
ROM dx AROM 50 20 40
MMT PROM 50 4 20 5 40 5
VAS ROM sn AROM 7 50 0 20 0 40
MMT PROM 50 4 20 4 45 5
VAS
45
45
0
45
0
5
40
5
A: Low Back Pain ec Spondilolisthesis P: MWD Sacroiliaca, Mc Kenzie Exersice, Core Stability Exercise
3. Evaluasi hasil terapi: Jumat,22 Februari 2013 S: Nyeri dirasakan berkurang O: -
Nadi: 84 x/ menit
51
Universitas Indonesia
7 0 0
-
RR: 22 x/menit
-
Tensi: 120/80 mmHg
-
Masih ada nyeri
-
Spasme + otot Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, , Gastroknemius dekstra
-
Nyeri tekan pada daerah lumbal, paravertebralumbal dan gluteus maximus
Regio
Gerak
Adanya peningkatan LGS FLEKSI Trunk
ROM normal TRUNK Fleksi 80 Ekstensi 30 Lat 40 Fleksi Rotasi 45
ROM dx AROM 60 20 40
MMT VAS ROM sn PROM AROM 60 4 6 50 20 5 0 20 40 5 0 40
PROM 50 4 20 4 45 5
6 0 0
45
45
45
0
5
0
40
MMT VAS
5
A: Low Back Pain ec Spondilolisthesis P: MWD Sacroiliaca, Mc Kenzie Exersice, Core Stability Exercise
4. Evaluasi hasil terapi: Senin,25 Februari 2013 S: Nyeri dirasakan berkurang O: -
Nadi: 78 x/ menit
-
RR: 24 x/menit
-
Tensi: 120/80 mmHg
-
Masih ada nyeri pada gerakan Fleksi Trunk
-
Spasme + otot Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, Gastroknemius dekstra
-
Nyeri tekan pada daerah lumbal, paravertebralumbal dan gluteus maximus
Regio
Gerak
Adanya sedikit peningkatan LGS Fleksi Trunk ROM ROM dx MMT VAS ROM sn MMT VAS normal AROM PROM AROM PROM 52
Universitas Indonesia
TRUNK Fleksi Ekstensi Lat Fleksi Rotasi
80 30 40
60 20 40
60 20 40
4 5 5
5 0 0
50 20 40
50 20 45
4 4 5
5 0 0
45
45
45
5
0
40
45
5
0
A: Low Back Pain ec Spondilolisthesis P: MWD Sacroiliaca, Mc Kenzie Exersice, Core Stability Exercise 5. Evaluasi hasil terapi: Rabu,27 Februari 2013
S: Nyeri dirasakan berkurang O: -
Nadi: 80 x/ menit
-
RR: 24 x/menit
-
Tensi: 130/80 mmHg
-
Masih ada nyeri
-
Spasme + otot Spasme pada otot gluteus maximus,paravertebralumbal dekstra,hamstring dekstra, Gastroknemius dekstra
-
Nyeri pada daerah lumbal, paravertebralumbal dan gluteus maximus
Regio
TRUNK
Adanya sedikit peningkatan LGS Fleksi Trunk
ROM Gerak normal Fleksi 80 Ekstensi 30 Lat Fleksi 40 Rotasi 45
ROM dx ROM sn VAS AROM PROM MMT VAS AROM PROM MMT 60 60 4 4 50 50 4 4 20 20 5 0 20 20 4 0 40 45
40 45
5 5
0 0
40 40
45 45
5 5
A: Low Back Pain ec Spondilolisthesis P: MWD Sacroiliaca dan Mc Kenzie Exersice.
53
Universitas Indonesia
0 0
BAB IV DISKUSI
Spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya. (Sjamsuhidajat R,2005).Nyeri punggung bawah( Low Back Pain) atau sering disebut dengan istilah nyeri pinggang, merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang sering dialami oleh masyarakat. Dari Jurnal fisioterapi tahun 2009 yang ditulis oleh Halpin S yang berjudul,”The effect of massage therapy on lumbal spondilolisthesis” kepada pasien yang menderita Spondilolisthesis. Penulis menggunakan massage terapi untuk mengurangi nyeri pinggang, spasme otot yang disebabkan oleh Spondilolisthesis. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa massage dapat mengurangi nyeri saat pasien berjalan dan berdiri, mengurangi spasme otot dengan terapi yang dilaksanakan dengan rutin. Kekurangan dari penelitian ini adalah penulis hanya menggunakan 1 sample untuk melakukan penelitian sehingga tidak ada pembandingnya. Dari jurnal fisioterapi tahun 2009 yang di tulis oleh Ferrari S, Vanti C, O'Reilly C Lecturer of Manual Therapy, Masters of Manual Therapy and Musculoskeletal
Rehabilitation,
University
of
Padova,
Padova,
Italy
; Physical Therapist, Private Practitioner, Milan, Italy yang berjudul Clinical presentation and physiotherapy treatment of 4 patients with low back pain and isthmic spondylolisthesis”, kepada 4 pasien yang menderita Low Back Pain akibat Spondilolisthesis dengan salah satu interversi Core Stability Exercise dan correct postur. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan didapatkan bahwa Core Stability dan correc postur dapat mengurangi nyeri pada penderita Spondilolisthesis. Dari Jurnal yang ditulis oleh Robin Mc Kenzie, Fisioterapis yang berasal dari New Zealand tentang Mc Kenzie Exercise untuk pasien Low Back Pain ec Spondilolisthesis. Penelitian mengembangkan teknik menilai, mengklasifikasi, dan mengobati pasien berdasarkan respon pasien terhadap gerakan berulangulang.Peneliti mendapatkan bahwa latihan Mc Kenzie dapat mengurangi nyeri
54
Universitas Indonesia
pada Low Back Pain ec Spondilolisthesis. Kekurangan dari penelitian ini adalah peneliti tidak mencantumkan jumlah sample. Dan pada kasus Low Back Pain ec Spondilolisthesis yang saya angkat saat ini merupakan kondisi dari seorang pasien bernama ny. n, usia 65 tahun, dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan dan didukung oleh hasil Ronsen bulan januari 2013 yang menyatakan bahwa positif Spondilolisthesis. Dan ditemukan pula spasme pada otot paralumbal dekstra, gluteus maximus bilateral.Nyeri hebat yang dirasakan pada bokong .Dan apabila nyeri dirasakan, os tidak bisa bergerak. Fisioterapi melakukan terapi dan setelah melakukan kajian, ditemukan nyeri tekan pada daerah lumbal, glutues maximus dekstra dan paravertebra dekstra, serta spasme pada gluteus maximus dan paravertebralumbal dekstra, nyeri gerak pada gerakan fleksi lumbal, dan postur yang salah. Dari masalah yang muncul, dapat diberikan modalitas Micro Wave Diatermi (MWD) untuk mengurangi rasa nyeri serta latihan Mc Kenzie untuk menghilangkan spasme, membenarkan postur yang salah serta latihan dirumah untuk mendukung program pengobatan di rumah sakit yang dapat mendukung kesembuhan dari pasien sendiri. Setelah dilakukan 6x terapi, os merasa lebih baik. VAS pada awal dan pada saat ini sudah berkurang. Spasme pada gluteus maximus dan paravertebralumbaldekstra sudah berkurang pun sudah tidak ada. Pasien sudah merasa jauh lebih baik setelah mengikuti fisioterapi dan melakukan latihanlatihan dirumah. Kekurangan dari makalah ini adalah penggunaan obat-obat penghilang rasa nyeri yang juga dikonsumsi pasien sehingga dapat menjadi pengacau pada kasus ini.
55
Universitas Indonesia
BAB V 1. KESIMPULAN Nyeri punggung bawah( Low Back Pain) atau sering disebut dengan istilah nyeri pinggang, merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang sering dialami oleh masyarakat, baik didaerah sedang berkembang, maupun di negara-negara maju. Nyeri sendiri menurut Internasional Association for the study of Pain, diartikan sebagai pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan atau adanya suatu potensi kerusakan. Sedangkan nyeri pinggang didefinisikan sebagai rasa nyeri atau perasaan lain yang tidak nyaman pada punggung bagian bawah, yaitu mulai dari bawah kosta hingga lipatan bawah pantat( gluteus) dengan atau tanpa rasa nyeri yang menjalar ke kaki. (Meliala& Pinzon,2004) Salah satu penyebab Low Back Pain adalah Spondilisthesis. Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti “bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior)
dari
vertebra
relatif
terhadap
vertebra
yang
dibawahnya.
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. (Sjamsuhidajat R,2005). Dan pada kasus Low Back Pain ec Spondilolisthesis yang saya angkat saat ini merupakan kondisi dari seorang pasien bernama ny. n, usia 65 tahun, dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan dan didukung oleh hasil Ronsen bulan januari 2013 yang menyatakan bahwa positif Spondilolisthesis. Dan ditemukan pula spasme pada otot paralumbal dekstra, gluteus maximus bilateral.Nyeri hebat yang dirasakan pada bokong .Dan apabila nyeri dirasakan, os tidak bisa bergerak. Fisioterapi melakukan terapi dan setelah melakukan kajian, ditemukan nyeri tekan pada daerah lumbal, glutues maximus dekstra dan paravertebra dekstra, serta spasme pada gluteus maximus dan paravertebralumbal dekstra, nyeri gerak pada gerakan fleksi lumbal, dan postur yang salah.
56
Universitas Indonesia
Dari masalah yang muncul, dapat diberikan modalitas Micro Wave Diatermi (MWD) untuk mengurangi rasa nyeri serta latihan Mc Kenzie untuk menghilangkan spasme, membenarkan postur yang salah serta latihan dirumah untuk mendukung program pengobatan di rumah sakit yang dapat mendukung kesembuhan dari pasien sendiri. Setelah dilakukan 6x terapi, os merasa lebih baik. VAS pada awal dan pada saat ini sudah berkurang. Spasme pada gluteus maximus dan paravertebralumbaldekstra sudah berkurang pun sudah tidak ada. Pasien sudah merasa jauh lebih baik setelah mengikuti fisioterapi dan melakukan latihanlatihan dirumah. Kekurangan dari makalah ini adalah penggunaan obat-obat penghilang rasa nyeri yang juga dikonsumsi pasien sehingga dapat menjadi pengacau pada kasus ini.
2. SARAN Partisipasi dari keluarga untuk mengingatkan dan membantu pasien dalam melakukan home program seperti proper body mechanic, Mc Kenzie Exercise setiap 2 kali dalam 1 hari dan memakai korset saat beraktifitas terutama saat bekerja. Dan pasien dianjurkan untuk berkonsul kebagian gizi untuk konsultasi tentang program diet.
57
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005: 89. 2. De Wolf A.N, Mens J.M.A. Pemeriksaan alat penggerak tubuh. Edisi ke2.Bohn Stafieu Van Loghum Houten/ Zaventem; 1994. 3. Gagliese, Melzack. Visual Analog Scale. Powel; 2003. Gagliese, Melzack. Visual Analog Scale. Powel; 2003. 4. Jason
CE,MD.Spondylolisthesis.Dalam
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#how_is_spond ylolisthesis_diagnosed. Diambil Tanggal 23 Februari 2013 5. Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember
2011,
Spondilolisthesis
Lumbal,
http://www.pdfcoke.com/doc/103987021/spondylolisthesis-lumbal, Diambil Tanggal 28 February 2013 6. Maitland G. D. Vertebral Manipulation. Edisi ke-7. Philadelpia: Elsevier; 2005: 145-7: 175-8. 7. Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003. 8. Pujiastuti.Buku
Pegagan
Kuliah: Anatomi
Upper
Lower
Exstermitas.Bagian I. Depkes RI. Akademi Fisioterapi Surakarta.1993 9. R.Sjamsuhidayat.Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC. 2005. 10. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010: 74-5. 11. Saudah G, Dra, SMPh: Kuliah Terapi Latihan, Mc Kenzie Exercise;2011. 12. Schenek R. C. Athletic Training and Sports Medicine. Edisi ke-3. Amerika:American Academy of Orthopaedic Surgeons; 1999: 380. 13. Sidharta, Priguna. (1984).Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat.Jakarta.
58
Universitas Indonesia
14. Sobotta. (2000).Atlas Anatomi Manusia, Edisi 21. EGC Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta 15. UPN.Buku Saku Modalitas.2010 16. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam: http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview.
Diambil
Tanggal 28 Februari 2013 17. Yanuar, Andre . (2002).Anatomi, Fisiologi dan Biomekanika Tulang Belakang .Simposium Pelantikan Dokter Periode 142. Solo.
59
Universitas Indonesia