Acbjacbajc.docx

  • Uploaded by: Brigita Michelle Luntungan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Acbjacbajc.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,035
  • Pages: 11
JAKARTA 2013 PROPOSAL PRAKTIKUM SEDIAAN STERIL

I. JUDUL

: TETES MATA GENTAMISIN SULFATE

II. PENDAHULUAN (blom dicek lagi pustakanya..) Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris. Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena itu sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus efektif dan tersatukan secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril. Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya diperhatikan : a. Steril atau miskin kuman Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat terjadi rangsangan berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau tetap terlukanya mata sehingga sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap) atau menyaring larutan dengan filter pembebas bakteri. b. Kejernihan (bebas atau miskin bahan melayang) Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan padat. Sebagai material penyaring digunakan leburan gelas, misalnya Jenaer Fritten dengan ukuran pori G 3 – G 5. c. Pengawetan Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan pembedahan, dan dapat dibuat sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata harus diawetkan. Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0.002%), garam fenil merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,0020,01%), dalam kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,0050,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%).

d. Tonisitas Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9%) steril.

e. Pendaparan Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit lebih rendah oleh karena system yang terdapat pada darah seperti asam karbonat, plasma, protein amfoter dan fosfat primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali system – hemoglobin – oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi hilangnya karbondioksida dapat meningkatkannya smapai harga pH 8 – 9. pada pemakain tetes biasa yang nyari tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan harga pH 7,3 – 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Tetes mata didapar atas dasar beberapa alasan yang sangat berbeda. Misalnya untuk memperbaiki daya tahan (penisilina), untuk mengoptimasikan kerja (misalnya oksitetrasiklin) atau untuk mencapai kelarutan yang memuaskan (misalnya kloromfenikol). Pengaturan larutan pada kondisi isohidri (pH = 7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri yang sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan. Oleh karena kelarutan dan stabilitas bahan obat dan sebagian bahan pembantu juga kerja optimum disamping aspek fisiologis (tersatukan) turut berpengaruh. Aspek-aspek tersebut sangat jarang dalam kondisi optimal pada harga pH fisiologis. Harga pH yang tepat yang dimiliki larutan, merupakan harga kompromis antara faktor-faktor yang telah disebutkan tadi. Harga itu disebut sebagai harga euhidris misalnya garam alkaloida yang umumnya dipakai sebagai tetes mata memiliki stabilitas maksimal dalam daerah pH 2 – 4, yang jelas sangat tidak fisiologis. Hal yang sama terjadi pada anestetikal lokal untuk terapi mata (stabilitas maksimumnya pada harga pH 2,3 -5,4). Yang terakhir ini dengan menaiknya harga pH juga menunjukan peningkatan efektifitas atas dasar membaiknya penettrasi pada kornea. Dengan mempertimbangkan keseimbangan fisiologisnya, larutan ini dieuhidritkan sampai pada harga pH 5, 5 – 6,5. Penyeimbangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. Larutan dapar berikut digunakan secara internasional: - Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah asam. - Dapar fospat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah alkalis. Jika harga pH yang ditetapkan atas dasar stabilitas berada diluar daerah yang dapat diterima secara fisiologis, diwajibkan untuk menambahkan dapar dan melakukan pengaturan pH melalui penambahan asam atau basa. Larutan yang dibuat seperti itu praktis tidak menunjukan kapasitas dapar sehingga oleh cairan air mata

lebih mudah diseimbangkan pada harga fisiologis dari pada larutan yang didapar. Antara isotonis dan euhidri terdapat kaitan yang terbatas dalam hal tersatukannya secara fisiologis. Yakni jika satu larutan mendekati kondisi isotonis, meskipun tidak berada pada harga pH yang cocok masih dapat tersatukan tanpa rasa nyeri. f. Viskositas dan aktivitas permukaan Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh Karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan keratokonjunktifitis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan polivinilpiroridon (PVP). Pada praktikum ini digunakan zat aktif yaitu gentamisin sulfate yang mempunyai khasiat untuk mengobati infeksi mata. Pada sediaan tetes mata pemakaiannya berulang atau multiple dosage sehingga ditambahkan zat pengawet yang berguna mencegah berkembangnya atau masuknya mikroorganisme yang tidak sengaja masuk ke dalam larutan sediaan ketika wadah terbuka. Digunakan aqua p.i sebagai pelarut. Dalam pembuatan tetes mata memerlukan pelarut yang steril dan bebas dari mikroorganisme, sehingga digunakan aqua p.i karena aqua p.i merupakan pelarut yang telah disterilkan dengan 2 cara, yaitu Sterilisasi A (pemanasan dalam otoklaf) atau Sterilisasi C (penyaringan larutan) yang tertera dalam literatur Farmakope Indonesia III hal 97.

III. DATA ZAT AKTIF Nama zat Aktif

Sifat fisika kimia

Gentamisi n sulfate (FI IV hal 407, Martindale 28 hal 1166-1173, DI 2010 hal 2829)

Rumus Bangun : Pemerian : Serbuk, putih sampai dengan kekuning-kuningan. Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol. Ph : zat aktif = 3,55,5 sediaan = 6,5-7,5 Inkompatibilitas : Amfoterisin, sefalosporin,

Ekivale n NaCl

Cara sterilisasi

Khasiat/dosis

Filtrasi (Martindal e 28 hal 1166)

Dosis Gentamisin sulfate equivalen dengan 0,3 % gentamisin

Cara penggunaa n Tetes mata

eritromisin, heparin, penisilin, Na bikarbonat, Sulfadiazine Na. Stabilitas : Dalam sediaan tetes mata gentamisin harus disimpan pada temperature dibawah 40o C Wadah : wadah tertutup rapat dan terhindar dari panas yang berlebihan. IV. DATA ZAT ADITIF Fungsi Zat Aditif Bahan pengawe t

Nama Zat

Sifat Fisika Kimia

Benzalkonium Klorida (FI IV hal 130, Handbook of Pharmaceutica l Excipient ed 6 hal 56)

Rumus bangun: Pemerian: Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan. Biasanya berbau aromatic lemah. Larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali. Kelarutan: Sangat mudah larut dalam etanol 95 % dan air. pH: 5-8

Konsen Ekiv trasi alen NaCl 0,01 % - 0,02 % w/v

Sterilisas i

Alasan Pemilihan

Dengan autoklaf, tanpa kehilanga n kadar dan efektivita snya (Handboo k of Pharmac eutical Excipient ed 6 hal 56)

Karena sediaan tetes mata digunakan dalam multiple dosage sehingga dibutuhkan zat pengawet.

Stabilitas: Higroskopis, kemungkinan dipengaruhi oleh cahaya, udara, dan logam. Stabil terhadap pH dan temperature tinggi OTT: Aluminium, surfaktan anionic, sitrat, kapas, fluoresein, H2O2, HPMC, iodide, kaolin, lanolin, nitrat dan surfaktan nonionic dengan konsentrasi tinggi. Wadah : Tertutup rapat dan terhindar cahaya. V. FORMULASI Formula Tiap ml mengandung : Gentamisin Sulfate

0,3 %

Benzalkonium Klorida

0,01 %

Aqua p.i

ad 10 ml

VI. ALAT DAN BAHAN A. Alat  Wadah sediaan  Beaker glass

 Corong glass  Erlenmeyer  Pipet tetes  Kertas Saring  Gelas Ukur  Batang Pengaduk  Spatula  Pinset  Kaca Arloji  Mortir dan Stamper B. Bahan  Gentamisin sulfate  Benzalkonium klorida  Aqua p.i

VII. Alat dan Cara Sterilisasi

Alat / wadah yang

Cara

digunakan

sterilisasi

Wadah , erlemeyer,

Oven 150o C

corong gelas, beaker

1 jam

glass, pipet tetes

Paraf asisten Waktu mulai

paraf

Waktu akhir

paraf

Autoklaf 121o Gelas ukur, kertas

C

saring

15 menit

Spatula, pinset, kaca

Direndam

arloji, penjepit besi,

alkohol 30

batang pengaduk,

menit

cawan penguap. Rebus dalam Karet pipet

air mendidih Selama 30 menit

Sediaan tetes mata

Filtrasi dalam ruang LAF

VIII. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN  Perhitungan  Volume 1 botol = 10 ml, Dibuat 2 botol = 20 ml Volume yang diperlukan

= Volume + (% lebih volume x Volume) = 10 ml + (0,3 ml x 10 ml)

= 13 ml Jadi, 1 botol

= 13 ml

2 botol = 13 ml x 2 = 26 ml  Gentamisin sulfate

= 0,3% x 26 ml = 0,078 g = 78 mg

 Benzalkonium klorida

= 0,01% x 26 ml = 0,0026 g = 2,6 mg

Pengenceran Benzalkonium klorida : 

Timbang benzalkonium klorida = 10 mg



Tambah aqua p.i ad

= 10 ml

Maka, larutan benzalkonium klorida yang diambil = 2,6 mg/10mg x 10 ml = 2,6 ml = 2 ml 12 tetes

IX. Cara Sterilisasi

No. Alat dan Bahan

Cara Sterilisasi

Pustaka

1.

Aqua Pro Injection

Didihkan 30 menit

FI III

2.

Beaker glass, corong glass,

Oven 150 o C , 1 jam

FI III

ampul, erlenmeyer, pipet tetes 3.

Gelas Ukur, kertas saring

Autoklaf 121

o

C ,15 FI IV

menit

4.

Batang pengaduk, spatula, Rendam

dalam alcohol

pinset, kaca arloji, penjepit selama 30 menit besi, cawan penguap 5.

Karet pipet

X. Cara

Rebus dalam air mendidih Selama 30 menit

Pembua tan (Teknik Aseptik) 1. Kalibrasi botol tetes mata 10 ml dan beaker gelas.

2. Cuci alat dan sterilkan alat-alat yang akan digunakan dengan cara yang sesuai. 3. Timbang bahan-bahan dan siapkan aqua p.i dengan cara: Aquadest dididihkan selama 30 menit kemudian didinginkan. 4. Letakkan alat dan bahan dalam ruang LAF, lakukan pengerjaan. 5. Larutkan Gentamisin sulfate dengan aqua p.i ad larut. 6. Lakukan pengenceran terhadap larutan Benzalkonium klorida. 7. Ambil hasil pengenceran yang telah dihitung dan campurkan ke dalam larutan Gentamisin sulfate. 8. Lalu tambahkan sisa aqua p.i sedikit demi sedikit ad mendekati batas tanda kalibrasi pada gelas beaker. 9. Dilakukan pengecekan pH, 10. Setelah itu ditambahkan aqua p.i ad 26 ml, lalu disaring. 11. Masukkan ke dalam botol tetes mata ad tanda kalibrasi. 12. Beri etiket dan label, kemas dan serahkan.

XI. EVALUASI 1. IPC (In proses control)  Uji pH (FI IV Hal. 1039-1040) Cek pH larutan menggunakan pH meter atau indicator dan kertas indicator  Uji Kejernihan ( Lachman, III Hal 1355) Produk dalam wadah diperiksa dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.

2. QC (Quality control)  Uji Keseragaman volume ( FI IV, hal 1044) Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume secara visual.

 Uji sterilitas (FI IV ,hal 858 ) (Dispensasi tidak dilakukan) Prosedur umum: Inokulasi langsung kedalam media uji ( FI IV hal 858-859) Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum suntik steril. Secara aseptic inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media tertentu seperti yang tertera pada prosedur umum, selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke -4 atau ke -5, pada hari ke -7 atau ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang sama. Sekurangnya 1 kali antara hari ke 3 dan ke 7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.  Uji Penetapan Kadar (FI IV hal 1033) (dispensasi tidak dilakukan) Umumnya salah satu metode ditentukan sesuai masing-masing monografi, tergantung dari sifat bahan.

XII. PENGEMASAN Wadah

: Botol coklat 10 ml

Kotak

: Dus

Brosur dan Etiket

: Terlampir

XIII. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV ,Jakarta, BPOM. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia ,ed.III, Jakarta, BPOM. 3. Reynold, James E.F., 1982, Martindale the Extra Pharmacopoeia. Twenty-eighth Edition. London, The Pharmaceutical Press 4. Leon, Lachmann. 1994, Teori dan praktek farmasi industri ed.3, Jakarta, UI. 5. Voight, R. 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi , Yogyakarta , Gajah Mada University Press 6. Turco S, King RE. 1979, Sterile Dosage Forms. Second Edition. Philadelphia: Lea & Febiger 7. Sprowls

JB.

1970,

Prescription

Pharmacy

Second

Edition.

Philadelphia:

J.B.Lippincott Company 8. Rowe, Raymond C. dkk. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th. London, Pharmaceutical Press

More Documents from "Brigita Michelle Luntungan"