Abses Otak Referat.docx

  • Uploaded by: Nurul Husna
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Abses Otak Referat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,997
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni pertama kali

melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.

Pada beberapa penderita

dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik.

Mikroorganisme penyebab AO meliputi bakteri, jamur dan

parasit tertentu.

Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.

Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam,

anoreksi dan malaise,

peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO jelek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.

EPIDEMIOLOGI Angka kejadian yang sebenamya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Poerwadi melaporkan 18 kasus AO pada anak dengan usia termuda 5 bulan.

ETIOLOGI Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit"). Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.

Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses

oleh Streptococcus dan

Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen. Kirakira 620% AO disebabkan oleh flora campuran, ku rang lebih 25% AO adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).

PATOFISIOLOGI AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian

otak, tetapi paling sering

pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak

jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya

trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multiple.

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) stadium serebritis dini 2)stadium serebritis lanjut 3)stadium pembentukan kapsul dini 4) stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

GAMBARAN KLINIK Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.

Dengan semakin besarnya AO gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran

yang menurun

menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik.

Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

LABORATORIUM Terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.

Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.

Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.

Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

DIAGNOSIS BANDING Gangguan pembuluh darah otak, yang bersifat oklusi dan perdarahan, terutama pada penderita AO dengan penyakit jantung bawaan sianotik. Jarang terjadi sebelum usia 2 tahun. Serangan nerolgik timbulnya mendadak, pada AO perlahan.

Hidrosefalus. Gejala klinik AO di bawah 2 tahun, kadang-kadang sukar dibedakan dari hidrosefalus.

Tumor otak seperti astrositoma mempunyai gambaran klinik seperti AO. Dengan pemeriksaan CT scan dapat dibedakan keduanya.

Kelainan lain yang harus dibedakan dari AO adalah proses desak ruang intrakranial seperti hematoma subdural, abses subdural dan abses epidural serta hematoma epidural.

KOMPLIKASI Komplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan nerologik fokal yang lebih berat. Komplikasi mi terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.

PENANGANAN Terapi definitif untuk abses melibatkan : 1.

Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa

2.

Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3.

Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4.

Pengobatan terhadap infeksi primer

5.

Pencegahan kejang

6.

Neurorehabilitasi

Kortikosteroid Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa

berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan NO hari XV tidak didapatkan papil edema.

Antibiotik Initial Empiric Therapy for Brain Abscess in Immunocompetent Hosts Drug Dose

Frequency & Route

Cefotaxime (Claforan) 2 grams

Every 4 hrs IV

OR Ceftriaxone (Rocephin) 2 grams

Every 12 hrs IV

AND Metronidazole (Flagyl) 500 milligrams

Every 6 hrs IV

AND Nafcillin (Unipen, Nafcil) 2 grams

Every 4 hrs IV

OR Vancomycin (Vancocin) 15 mg/kg body weight

Every 12 hrs IV

Terapi baru-baru ini merekomendasikan sefalosporin generasi III menggantikan penisilin ditambah dengan metronidazole untuk kuman anaerobik ditambah dengan vankomisin atau nafsilin untuk antistafilokokal.

Studi menunjukkan bahwa cefotaxime dan ceftazidime merupakan antibiotik yang dapat menembus kapsul abses dengan baik, dan hasil clinical trials juga mendukung keefektifitasan terapi kombinasi cefotaxime dan metronidazole dalam pengobatan abses serebri. 2,3

Nafcillin digunakan pada penderita abses yang dicurigai menyebar secara hematogen. Vancomycin biasa digunakan pada penderita post operasi abses atau abses serebri yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired). Antibiotik digunakan selama 4-6 minggu. 3

Pada penderita ini diberikan kombinasi antibiotik ceftriaxone dan metronidazole selama 10 hari perawatan dan diganti dengan antibiotik oral (dikarenakan penderita pulang paksa). Walaupun belum diketahui secara pasti kuman penyebab dari abes paru, klinis dan radiologis menunjukkan terdapat perbaikan dengan pemberian OAT, meskipun pemberiannya tidak adekuat. Yang menjadi pertanyaan adalah sampai kapan obat antibiotik dan antituberkulosis ini diberikan ?

Terapi bedah Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.

Pada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian antibiotik, sebagai berikut: 1)Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1 minggu) atau kapsul belum terbentuk. 2)Sifat-sifat abses: a)Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasi. b)Besar abses. c)Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukan operasi.

Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kioramfenikol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan memper- hatikan faktor-faktor tersebut di atas.

PROGNOSIS Tergantung: 1) cepatnya diagnosis ditegakkan 2) derajat perubahan patologis 3)soliter atau multipel 4)penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1ipe1.

RINGKASAN KEPUSTAKAAN 1. Lesse Al, Scheid WM. Brain abscess. In: Johnson RT. (eds): Current therapy in neurologic disease-2. Toronto, Philadelphia: BC. Decker Inc; 1987: 107-9. 2. Menkes JH. Brain abscess. In: Textbook of child neurology. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1975 : 229-33. 3. Troeboes Poerwadi. Abses otak pada anak. Kumpulan Naskah Lengkap Konas IDASI, 1988 :255-61. 4. Berhman RE, Vaughan VC (eds). Brain abscess. In: Nelson's textbook of

pediatrics. 13th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co; 1987. hat. 1322-3. 5. Mardjono M, Sidharta P. Abses serebri. Dalam: Neurologi klinik dasar. edisi 4. Jakarta: Pustaka Universitas, PT Dian Rakyit 1981 : 319-29. 6. Saiz Lorens XJ, Umana MA, Odio CM, etal. Brain abscess. Pediatr Infect DisJ 1989; 8: 449-58. 7. Dodge PR. Parameningeal infections (including brain abscess, epidural abscess, subdural empyema). In: Feigin, Cherry (eds): Textbook of Pediatric Infectious Disease. First ed. Philadelphia, London: WB Saunders Co; 1987 : 496-504. 8. Ford FR. Abscess of brain. In: Diseases of nervous system in infancy, childhood and adolescences. 5th ed. Springfield, illinois: Charles C Thomas PubI; 1974 : 417-22. 9. Schuster H, Koos W. Brain abscess in children. In: SchieferW, Klinger M, Brock M. (eds). Brain abscess and meningitis. Subsrachnoid hemorrhage : timing problems. Berlin, Heidelberg, New York: Springer-Verlang; 1981 :81-85. 10. Keren G, Tyrrell DLI. Non surgical treatment of brain abscess. Pediatr Infect Dis J. 1984; 3:331-4. 11. Kidd BS L. Complete transposition of the great arteries. In: 1-lean disease in infancy and childhood, 3th ed. New York, Toronto, London: Macmillan Pubslishmg Co; 1987 :590-611. 12. Adams RD. Victor M. Brain abscess. In: Principles of Neurology. 3th ed.

New York, St. Louis, San Franscisco: Mc Graw Hill Book; 1987. hal. 522-6. 13. Gordon IRS, Ross FGM. Cerebral abscess. In: Diagnostic radiology in paediatrics. First ed. London, Boston: Butterworth & Co. Pub! Ltd; 1977: 312.

Related Documents

Otak-otak Bandeng.docx
November 2019 34
Abses Paru
May 2020 43
Abses-hepar.docx
October 2019 53
Abses Peritonsil
October 2019 51
Abses Gigi.docx
June 2020 23

More Documents from "Anonymous uGbcVSJTDg"