Abortus - Bab I-1.doc

  • Uploaded by: mulia akhdan abhirama
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Abortus - Bab I-1.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,610
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abortus adalah pengguran janin atau terputusnya kehamilan hasil dari konsepsi sebelum janin/bayi dapat hidup di luar kandungan dengan berat janin kurang dari 500 gram dan usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Saat ini Aborsi telah menjadi masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia saja, angka aborsi pertahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Sudah jelas bahwa aborsi adalah salah satu tindakan pembuhunan janin yang menimbulkan banyak perdebatan di antaranya atas nama Agama dan ada juga yang mengatas namakan Hak Asasi sang bayi tersebut. WHO memperkirakan 10-50% ,atau sekitar 4,2 juta kematian yang disebabkan oleh aborsi setiap tahunnya.750.000 sampai 1,5 juta kasus katian akibat aborsi terjadi d Indonesia.Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan bahwa angka aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta per tahun dan terjadi peningkatan sekitar 15% setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 800.000 diantaranya dilakukan oleh remaja putri yang masih berstatus pelajar sedangkan menurut Data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kurun waktu tiga tahun (2008 – 2010) menemukan kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta jiwa anak korban aborsi, tahun 2009 naik 300.000 menjadi 2,3 juta janin yang dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010 naik dari 200.000 menjadi 2,5 juta jiwa korban aborsi. 62,6 % pelaku aborsi adalah anak usia di bawah 18 tahun.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 1

B. Rumusan masalah 1. Apa definisi dari aborsi? 2. Bagaimana Perspektif Pancasila Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia? 3. Bagaimana Abortus ditinjau dari sudut pandang sila-sila dalam pancasila? 4. Apa saja Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis? 5. Apa Peraturan pemerintah tentang praktik aborsi? 6. Apa saja Pendekatan Yuridis Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia? 7. Bagaimana Upaya penanganan dan pelayanan? C. Tujuan 1. Mengetahui Definisi aborsi 2. Mengetahui Perspektif Pancasila Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia 3. Mengetahui Abortus ditinjau dari sudut pandang sila-siladalam pancasila 4. Mengetahui Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis 5. Mengetahui Peraturan pemerintah tentang praktik aborsi 6. Mengetahui Pendekatan Yuridis Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia 7. Mengetahui Upaya penanganan dan pelayanan

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 2

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Menurut KUHP, aborsi merupakan Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aborsi dapat diartikan sebagai pengguran janin yang ada di dalam kandungan seorang Ibu.Berbeda dengan Jeffcoat yang mendefinisikan abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum”viable by law”sedangkan menurut Holmer abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai.Eastman berpendapat bahwa abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus yakni keadaan fetus yang memiliki berat antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.Dari dafinisi diatas dapat ditarik Kesimpulan bahwa Abortus adalah pengguran janin atau terputusnya kehamilan hasil dari konsepsi sebelum janin/bayi dapat hidup di luar kandungan dengan berat janin kurang dari 500 gram dan usia kehamilan kurang dari 28 minggu B. Perspektif Pancasila Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia Di dalam perspektif pancaila terutama pada butir sila “perikemanusiaan dan kemanusiaan yang adil dan beradab” sikap humanisme harus diterapkan dalam menjalankan nilai-nilai pancasila. Humanisme juga dapat diartikan sebagai cinta kasih kepada sesama manusia, bukan hanya itu saja tetapi hubungan manusia denga Tuhannya. Perikemanusiaan berarti pengakuan persamaan antara manusia, yakni persamaan kesempatan untuk mengembangkan hidup masing-masing menurut tempramen, karakter dan bakat diri sendiri. Jadi dalam pelaksanaannya tindakan aborsi yang selama ini terjadi sangat bertentangan dan merugikan, Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 3

terutama pada janin yang dikandung seorang Ibu. Seseorang tersebut telah menghentikan kehidupan seorang janin yang akan bertumbuh menjadi seorang bayi dengan berbagai alasan tertentu Dari uraian di atas perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab yang pertama perlu diperhatikan dan yang merupakan dasar sesama hubungan ummat manusia , ialah pengakuan hak asasi manusia. Selanjutnya hal yang kedua yang perlu diwujudkan menurut Notanagoro, sebagai dasar ajaran moral Pancasila. Dengan memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan, dan nilai-nilai hidup religius , melakukan perbuatan lahir batin sesuai dengan susunan kodrat manusia. Adapun dalam ajaran perikemanusiaan yang harus diperhatikan adalh sikap saling menghormati dan cinta kasih sesama manusia. Dengan demikian, apabila sudah terlaksana dengan baik, maka sila perikemanusiaan yang adil dan beradab sangat tepat menjadi landasan atau dasar negara Indonesia. C. Abortus ditinjau dari sudut pandang sila-siladalam pancasila Pancasila sebagai dasar Negara merupakan pedoman yang menjadi dasar prilaku dalam kehidupan sehari-hari.Praktik aborsi sudah sangat jelas melanggar sila-sila dalam pancasila diantaranya : 1. Sila pertama “ketuhanan yang maha esa” sebagai makhluk yang beragama tidak sepantasnya kita melakukan hal tersebut karena sama saja dianggap sebagai pembunuhan dan termasuk dalam golongan dosa besar.selain itu melakukan aborsi merupakan hal yang dilarang dan bertentangan dengan syariat agama. 2. Sila ke dua “ kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam sila ini disebutkan bahwa Negara Indonesia menjunjung tinggi adab dan keadilan.Seseorang yang telah melakukan paktik aborsi sama halnya dengan orang yang tidak memiliki adab dan tidak menghargai hak orang lain untuk hidup.karena semua orang memiliki hak yang sama untuk hidup

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 4

dan melangsungkan kehidupanya.selain itu orang yang telah melakukan praktik aborsi juga telah bertindak tidak adil kepada janin tersebut 3. Sila ke-tiga “persatuan Indonesia” pihak yang terlibat aborsi telah melanggar sila ini yaitu sebagai warga Negara yang baik harus menjaga keutuhan bangsadan Negara,tetapi dengan melakukan praktik aborsi sama halnya orang tersebut membunuh calon generasi bangsa 4. Sila ke-empat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan” pada sila ini melakukan aborsi telah melanggar bahwa sebagai warga

Negara yang taat pancasila harus

menyelesaikan masalah dengan musyarah untuk mencapai mufakat dan bersikap bijak dala setiap menyelesaikan suatu permasalahan bukan dengan jalan yang menyimpang seperti halnya aborsi. 5. Sila ke-lima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” melakukan aborsi jelas telah melanggar sila ke-lima ini karena dengan melakukan praktik aborsi sama halnya telah merenggut keadilan bagi calon bayi atau calon generasi bangsa tersebut. D. Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut: 1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 5

2. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan. 3. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss. 4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India. 5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia. 6. Hukum

yang

memperbolehkan

abortus

atas

permintaan

tanpa

memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura. 7. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India 8. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya memiliki alasan/tujuan seperti: 1. Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik. 2. Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus criminalis. 3. Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk. 4. Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 6

5. Untuk memenuhi desakan masyarakat.

E. Peraturan pemerintah tentang praktik aborsi 1. Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. a. Pasal 299 1) Ayat

(1) : Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang

wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Ayat (2) : Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan,

atau

menjadikan

perbuatan

tersebut

sebagai

pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Ayat (3) : Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian. b. Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. c. Pasal 347

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 7

1) Ayat (1) : Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Ayat (2) : Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. d. Pasal 348 1) Ayat (1) : Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Ayat (2) : Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. e. Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. f. Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terangterangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terangterangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan :

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 8

1) Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun. 2) Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun. 3) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. 4) Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut. 2. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 tentang Kesehatan yang berbunyi : a. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. b. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat dilakukan: 1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut 2) Oleh tenaga kesehatan

yang mempunyai

keahlian

dan

kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli 3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya 4) Pada sarana kesehatan tertentu.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 9

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan UU No.23 tahun 1992 pasal 15 adalah sebagai berikut : 1. Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu 2. Butir A: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. 3. Butir B : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan 4. Butir C : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan

persetujuannya

,dapat

diminta

dari

semua

atau

keluarganya. 5. Butir D : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 10

ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang sesuai persetujuan. Selain KUHP, abortus juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yakni dalam pasal 80 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)” F. Pendekatan Yuridis Terhadap Tindakan Aborsi Di Indonesia 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia : a. Pasal 2 : Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. b. Pasal 3 

Ayat (1) “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan”.



Ayat (2) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hokum”.



Ayat (3) “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 11

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bagian Keenam Kesehatan Reproduksi yang telah dicantum sebagai berikut : a. Pasal 71 : 1)

Ayat (1) “Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada lakilaki dan perempuan”.

2)

Ayat (2) “Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan b) pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual dan c) kesehatan sistem reproduksi.

3) Ayat (3) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. b. Pasal 72 Setiap orang berhak: 1) menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah. 2) menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 12

3) menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama. 4) memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Pasal 73 “Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana”. d. Pasal 74 1) Ayat (1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan. 2) Ayat (2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Ayat (3) Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. e. Pasal 75 1) Ayat (1) “Setiap orang dilarang melakukan aborsi” 2) Ayat (2) “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 13

a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyazkit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 3). Ayat (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 4). Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. f. Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: 1) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; 2) Oleh

tenaga

kesehatan

yang

memiliki

keterampilan

dan

kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; 3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; 4) Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan 5) Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. g. Pasal 77

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 14

“Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan

dengan

norma

agama

dan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan”.

G. Upaya penanganan dan pelayanan Membendung perilaku aborsi tidaklah semudah membalikkan kedua telapak tangan. Hal ini diperlukan kerjasama lintas sektoral secara komprehensif dan berkelanjutan. Tentu saja dimulai dari hal terkecil yang bersifat pencegahan hingga pertolongan pasca aborsi. Upaya-upaya dan pelayanan tersebut dapat kita rangkum dalam penjelasan berikut ini: 1) Memberikan edukasi seks di kalangan remaja. Hal ini dikarenakan masih banyaknya para remaja kita yang mempelajari fungsi reproduksi para sudut “kenikmatan” nya saja tanpa memandang efek-efek negatif di kemudian hari. Maka harapannya dengan pemahaman yang tepat dan lengkap, maka remaja akan dapat membuat keputusan yang tepat untuk menjaga kesucian dirinya masing-masing. 2) Menanamkan kembali nilai-nilai moral sosial dan juga keagamaan akan penting dan mulianya untuk menjaga kehormatan diri. Kebanyakan, para remaja ini karena memang semenjak kecil sudah dijauhkan oleh normanorma yang mengatur hubungan antar laki-laki dan perempuan sedangkan media

gencar

mempromosikan

tayangan-tayangan

yang

berbau

seksualitas dengan mengedepankan nafsu semata. Ditambah lagi akses pornografi yang dapat dengan mudah didapatkan melalui internet via komputer maupun handphone. 3) Menguatkan kembali kontrol sosial di masyarakat. Tidak dipungkiri yang menjadikan remaja bebas melakukan apa saja adalah karena semakin melemahnya kontrol sosial dari lingkungan keluarga maupun masyarakat. Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 15

Misalkan saja ada sepasang pelaku “pacaran” yang diperbolehkan orang tuanya berdua-duaan di dalam kamar. Meskipun tidak terjadi perzinahan di sana, namun itu dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang “lebih” untuk dilakukan pada lain kesempatan dan lain tempat. Begitu juga kontrol dari masyarakat itu penting ketika melihat ada pasangan muda-mudi yang menginap di kamar kostan dan bahkan terjadi berhari-hari. Hal ini sudah barang tentu dapat semakin mendorong terjadinya penyimpangan perilaku dalam artian melakukan tindakantindakan yang seharusnya baru boleh dilakukan oleh pasangan suami isteri yang resmi. 4) Para pelaku yang telah melakukan aborsi juga tak dapat dipandang sebelah mata. Mereka mempunyai hak untuk dapat kita tolong karena bisa saja hal telah mereka lakukan tersebut adalah suatu kekhilafan yang tak ingin diulanginya lagi. Maka, bagi para penyandang PAS, dapat kita tolong dengan memberikan pelayanan konseling serta dukungan sosial untuk dapat bangkit kembali menjalani kehidupan secara normal dengan diiringi taubat yang sebenar-benarnya (taubat nasukha).

BAB III PENUTUP

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 16

A. Kesimpulan Abortus adalah pengguran janin atau terputusnya kehamilan hasil dari konsepsi sebelum janin/bayi dapat hidup di luar kandungan dengan berat janin kurang dari 500 gram dan usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Di

dalam

“perikemanusiaan

perspektif dan

pancaila

kemanusiaan

terutama yang

pada

adil

dan

butir

sila

beradab”

Perikemanusiaan berarti pengakuan persamaan antara manusia, yakni persamaan kesempatan untuk mengembangkan hidup masing-masing. Jadi dalam pelaksanaannya tindakan aborsi yang selama ini terjadi sangat bertentangan dan merugikan, terutama pada janin yang dikandung seorang.Pancasila sebagai dasar Negara merupakan pedoman yang menjadi dasar prilaku dalam kehidupan sehari-hari.Praktik aborsi sudah sangat jelas melanggar sila-sila dalam pancasila Dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus. Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya memiliki alasan/tujuan seperti Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik. Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. Serta Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 tentang Kesehatan Upaya penanganan dan pelayanan seperti Memberikan edukasi seks di kalangan remaja, Menanamkan kembali nilai-nilai moral sosial dan Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 17

juga keagamaan akan penting dan mulianya untuk menjaga kehormatan diri, dan Menguatkan kembali kontrol sosial di masyarakat B. Saran Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu refrensi atau informasi bagi mahasiswa keperawatan khususnya dan kalangan umum tentunya untuk menambah ilmu pengetahuan. Mohon maaf apabila banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 18

DAFTAR PUSTAKA

JS. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan; Jakarta, 1996. (Makalah dibuat oleh Diny Rahma Amelia/157149009/makalah pancasila/2009)

Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto

Page 19

Related Documents

Abortus
July 2020 29
Abortus - Bab I-1.doc
December 2019 4
Abortus-tugas.docx
June 2020 21
Abortus Iminens.pptx
November 2019 25
Abortus .pdf
December 2019 41
Abortus Buatan.docx
July 2020 19

More Documents from "Zahra"