Ablasio Retina Referat-print.docx

  • Uploaded by: Boby Wattimena
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ablasio Retina Referat-print.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,237
  • Pages: 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

Pendahuluan Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Terdapat tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio eksudatif. Jenis ablasio yang paling sering terjadi dari ketiga tipe tersebut adalah ablasio regmatogen. Juga merupakan salah satu kasus emergensi oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani dengan segera. 1

II.

Epidemiologi Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti miopia tinggi, afakia/pseudoafakia dan trauma. Pada mata normal, ablasio retina terjadi pada kira-kira 5 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Insidens ablasio retina idiopatik berdasarkan adjustifikasi umur diperkirakan 12,5 kasus per 100.000 per tahun atau 28.000 kasus per tahun.2

9

III.

Anatomi dan Fisiologi Bola Mata dan Retina Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan yaitu sklera, jaringan uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.3

Gambar 1. Anatomi bola mata4

10

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan:3,4 1. Lapisan epitel pigmen 2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. 3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi. 4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. 5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

11

6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. 7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua, 9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik. 10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.3

12

Gambar 2. Lapisan pada retina4 Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea

13

sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).3,4

IV.

Definisi Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina (RPE). Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.3 Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi retina traksi (tarikan).3

14

V.

Etiologi dan Faktor Resiko Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia , katarak removal, dan trauma. Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia. Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien berusia 25 - 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua. Pasien dengan miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan. Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio retina dalam katarak removal yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior kapsul pecah pada saat operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata depan yang dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina dikaitkan dengan trauma mata langsung.2 Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah memperkirakan kejadian ablasio retina dalam olahraga, olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping ) berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio retina. Ada juga beberapa laporan bahwa Laser capsulotomy dikaitkan dengan peningkatan resiko ablasio retina. Di Amerika Serikat, kelainan struktural,

15

operasi sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resiko utama untuk ablasio retina.2

VI.

Patogenesis Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :4 1. Ablasio regmatogenosa Pada ablasi retina regmatogenosa,ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.3 Ablasi ini terjadi pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Trauma hanya merupakan faktor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang berpotensi. Mata yang berpotensi untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama.3 Antara gejala yang timbul adalah terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasi retina yang berlokalisasi 16

di daerah superotemporal sangat berbahaya karenan dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.3 Pada pemeriksaan fundoskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adaya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila terjadi neovaskular glaucoma pada ablasi retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan, pasien dirawat dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya antara 1-2 hari.3

Gambar 3. Ablasi Retina Regmatogenosa dengan horshoe tear

17

2. Ablasio retina eksudatif Ablasi retina eksudatif adalah ablasi retina yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.3

Gambar 4. Ilustrasi Ablasi Retina Eksudatif

18

Gambar 5. Fundus pada ablasio retina eksudatif

3. Ablasi retina traksi (tarikan) Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata.1,3

19

Gambar 6. Ablasi retina traksi Salah satu penyebab ablasi retina traksi yaitu terbentuknya jaringan fibrotik yang disebabkan oleh perdarahan pada vitreus. Salah satu faktor risiko perdarahan pada vitreus yaitu hipertensi. Hipertensi berat dapat merangsang terjadinya retinopati yang ditandai dengan meningkatnya kebocoran vaskuler retina. Selain itu, hipertensi juga meningkatkan level VEGF pada mata. Mekanisme hipertensi merangsang VEGF yaitu dengan meningkatkan siklus peregangan mekanik pada dinding pembuluh darah, dan hal ini juga meningkatkan kerja angiotensin. Oklusi vena sentralis retina (CVRO) dan cabangnya (BRVO) mengakibatkan terjadinya iskemia pada retina, hipoksia dan neovaskularisasi patologis. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan pada pembuluh darah retina dengan adanya perubahan abnormal yang terjadi sebagai

hasil

neovaskularisasi

retina

makroaneurisma retina.5,6,7

20

pada

retinopati

iskemik

atau

Retinopati hipertensi merupakan penyakit bilateral yang didapat pada pasien dengan hipertensi arteri. Manifestasi klinis seringkali dikenali hanya setelah onset dari gejala visual, yang ditandai dengan adanya penyempitan dari arteriol retina, cotton wool spots, eksudat, perdarahan retina, dan edema diskus optikus yang mengindikasikan perubahan parenkim retina yang berat. Pengobatan dari retinopati hipertensif ini yaitu dengan menurunkan tekanan darah sistemik.8 Patofisiologi pembuluh darah retina pada hipertensi arterial adalah sebagai berikut7: 

Konstriksi arteri menyebabkan hipertensi karena peningkatan resistensi vaskuler.



Curah jantung yang meningkat menyebabkan hipertensi hipervolemik.



Stenosis arteriol vasospastik pada fundus merupakan temuan yang khas pada hipertensi karena peningkatan resistensi vaskuler.



Kaliber normal arteriol pada fundus adalah dua pertiga venule. Konstriksi vaskular keseluruhan dapat dilihat dari penyempitan kolom darah.



Hipertensi arteri yang berbulan-bulan hingga bertahun-tahun lamanya mengakibatkan perubahan vaskuler organik yang mirip atau identik dengan arteriosklerosis. Hipertensi arteri umumnya dianggap sebagai faktor penyebab penting pada arteriosklerosis. Pada hipertensi kronik,

21

tidak hanya ditemukan penyempitan kaliber arterio tetapi juga refleks yang lebar dan terang pada arteri.

Gambar 7. Retinopati hipertensi dengan cotton wool spots, dilatasi kapiler, eksudat, perdarahan retina, dan edema diskus optikus.7 Meskipun retinopati hipertensi merupakan penyakit bilateral, progresif penyakit ini dapat berlangsung secara asimetris. Perubahan fundus tergantung dari onsetnya apakah akut atau kronik9: 1. Akut (malignan): eksudat/macular star, edema retina, cotton wool spots, flame haemorrhages, infark korioretinal fokal (Elschnig’s spots) dan edema diskus. Pada kasus yang ekstrem, dapat dijumpai ablasio retina dan perdarahan vitreus. 2. Kronik: cotton wool spots, flame haemorrhages, edema diskus dan makroaneurisma areri. Hipertensi dapat timbul sebagai komplikasi oklusi trombotik dari vena sentralis retina (CRVO) atau cabang vena retinal (BRVO)

22

Klasifikasi perubahan fundus pada Hipertensi Arteri7 Stage I

Stage II



Kaliber arteriol normal atau dilatasi



Refleks arteriol lebih terang



Distensi vaskuler dan berliku-liku



Tidak ada perubahan parenkim



Arteriosklerosis dengan derajat yang bervariasi



Hipertensi hipervolemik



Arteriol: penyempitan kaliber menyeluruh pada kapiler



Refleks meningkat dan ireguler



Venule paramakular meregang dan berlikutanda stasis vena



Ektasia kapiler pada retina sentral dan diskus optikus



Hiperemia di diskus optikus



Perdarahan retina

Stage III: Retinopati  hipertensi

Penyempitan menyeluruh pada arteriol



Arteriol tampak tipis dan tampak seperti benang



Konstriksi segmental



Refleks cerah dan tidak teratur



Coretan Siegrist dan pembuluh darah yang hilang



Bintik-bintik Cotton-wool



Eksudat



Bintang makula



Perdarahan retina



Edema diskus optikus

23

Stage

IV:

Retinopati 

hipertensif berat

Perubahan tampak seperti pada stage III yang menutupi seluruh fundus



Papil edema bilateral



Edema retina



Ablasi retina eksudatif

Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut sebagai vitrektomi.3

VII.

Gejala Klinis Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti

pasien dengan miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tiba-tiba mengalami gejala “flashes dan floaters”, yang biasanya terjadi secara spontan atau sesaat setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian secara lebih detail terhadap gejala yang dialami. 10 1. Flashes (photopsia) Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada 24

tengah lapangan pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya saat leher digerakkan setelah membungkuk.10 2. Floaters Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tibatiba, maka ini menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina, menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan mendadak.10 3. Shadows Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak 25

segera mencari pengobatan medis atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang dalam beberapa saat gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari hingga tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer. Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik secara spontan dengan tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika fovea ikut terlibat. terlibat.10 Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah terjadi bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya gejala. Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga mengenai kondisi pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata dalam keluarga juga penting untuk diketahui. 11

VIII.

Pemeriksaan Fisis dan Penunjang Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua mata. Pemeriksaan pada mata yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari ablasio retina pada mata yang lainnya. 12 a.

Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma 26

b.

Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen

c.

Periksa ketajaman penglihatan

d.

Periksa konfrontasi lapangan pandang

e.

Periksa metamorfopsia dengan tes Amsler grid

f.

Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus (Shafer’s sign)

g.

Periksa tekanan bola mata

h.

Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi) Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema

dan kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat bersamaan dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat adanya deposit lemak massif dan biasanya disertai dengan perdarahan intraretina.13 Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina

27

tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang tersembunyi.12

IX.

Diagnosis Banding 1. Retinoskisis degeneratif Retinoskisis degeneratif adalah kelainan retina perifer didapat yang sering ditemukan dan diyakini terbentuk dari gabungan degenerasi kistoid perofer yang sudah ada. Elavasi kistik terebut paling sering ditemukan di kuadran inferotemporal, diiukuti kuadran superotemporal. Degenerasi kistoid berkembang menjadi salah satu dari dua bentuk retinoskisis, tipikal atau reticular, walaupun secara klinis keduanya sulit dibedakan.4 Retinoskisis menyebababkan suatu skotoma absolut dalam lapangan pandang, sedangkan ablasio retina menimbulkan suatu skotoma relative. Elevasi kistik pada retinoskisis biasanya halus tanpa disertai sel-sel pigmen vitreus. Permukaan ablasio retina biasa berombak-ombak dengan sel-sel pigmen di dalam vitreus.4 2. Korioretinopati Serosa Sentralis Korioretinopati serosa sentralis (CSR) ditandai oleh pelepasan serosa retina sensorik akibat adanya daerah-daerah dengan pembuluh-pembuluh koroid yang hipermeabel dan gangguan fungsi pompa epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria usia muda dan pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kepribadian tipe A, penggunaan steroid kronik, mikropsia, 28

metamorfopsia dan skotoma sentralis yang semuanya timbul mendadak. Ketajaman penglihatan sering hanya berkurang secara moderat dan dapat diperbaiki mendekati normal dengan koreksi hiperopia kecil. Banyak pasien mengalami defek penglihatan ringan yang menetap seperti penurunan sensitivitas warna, mikropsia atau skotoma relatif. 4

X.

Tatalaksana Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi. Berbagai metode operasi yang akan dilakukan bergantung dari lokasi robekan, usia pasien, gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah. 14 Pembedahan dibagi ke dalam dua kategori, yakni : 9 1. Konvensional 2. Vitrektomi

: melibatkan eksplan material ke rongga bola mata : pembuangan vitreus, menurunkan gaya traksi. Vitreus

kemudian digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai tamponade robekan a. Scleral Buckling Pembedahan Scleral buckling adalah metode pendekatan ekstraokuler dengan membuat lekukan pada dinding mata untuk mengembalikan kontak dengan retina yang terlepas. Sebuah silikon dengan konfigurasi yang sesuai diposisikan dengan jahitan pada sklera bagian luar di atas lekukan buckle dinding bola mata. Proses 29

perlengketan kembali ini dapat diperkuat oleh drainase cairan subretina, meskipun manuver ini tidak dibutuhkan pada semua kasus. Robekan tunggal ditangani dengan cryotherapy atau terapi laser untuk menjamin penutupan permanen. Angka keberhasilan scleral buckling untuk melekatkan kembali retina dan memulihkan penglihatan terbilang tinggi. Penelitian terbaru yang melibatkan 190 mata, angka keberhasilan metode ini mencapai 89% untuk operasi tunggal.15 Komplikasi cryotherapy adalah vitreoretinopathy proliferative (PVR), uveitis, cystoid edema makula, perdarahan intraokular, dan nekrosis chorioretinal. Komplikasi operasi scleral buckling adalah iskemia (segmen anterior dan posterior), infeksi, perforasi, strabismus, erosi atau ekstrusi eksplan, mengerutnya makula, katarak, glaukoma, vitreoretinopathy proliferative (4%), dan kegagalan (5-10%). Scleral buckling memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Prognosis visual akhir tergantung pada keterlibatan makula. Prognosis lebih buruk jika makula terlepas. 17

30

Gambar . Scleral Buckling Gambar a) menunjukkan tamponade di jahit pada permukaan luar sklera. Gambar b) menunjukkan lubang retina yang kelihatan. Gambar c) menunjukkan tamponade pada tempatnya.

Pita silikon menekan spons silikon dibawahnya sehingga dapat memposisikan lapisan sensorik dan RPE kembali menyatu. 14

Gambar . Prosedur Scleral Buckling

31

b. Pneumatic Retinopexy Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2).14

Gambar : Pneumatic Retinopexy

c. Pars Plana Vitrektomi (PPV) Dengan operasi menggunakan mikroskop, korpus vitreus dan semua traksi epiretina dan subretina dapat disingkirkan. Retina

32

kemudian

dilekatkan

kembali

dengan

menggunakan

cairan

perfluorocarbon dan kemudain digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai tamponade retina. Operasi kedua dibutuhkan untuk membuang minyak silikon. Kelebihan dari teknik ini adalah mampu melokalisasi lubang retina secara tepat, eliminasi kekeruhan media, dan terbukti dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak, penyembuhan langsung traksi vitreus, dan membuang serat-serat pada epiretina dan subretina. Namun, teknik ini membutuhkan peralatan mahal dan tim yang berpengalaman, membuat kekeruhan lensa secara perlahan, kemungkinan dilakukannya operasi yang kedua untuk membuang minyak silikon, dan pemantauan segera setelah operasi.14

Gambar : Tiga port Pars Plana Vitrektomi (PPV) a) Dua port superior membenarkan laluan untuk suction-cutter (vitrector), suatu fiberoptic endoilluminator, dan instrumen lain dengan infusi cairan secara melewati port yang ketiga. b) Vitrektomi yang

33

mengeluarkan traksi vitreus anterior pada horshoe tear. c) Pandangan panoramic pada penanganan endolaser. d) intraokuler tamponade dilihat pada daerah superior15 Penanganan ablasio retina regmatogen dilakukan dengan tindakan pembedahan dengan teknik scleral buckling atau pneumatic retinopexy. Pada kedua teknik ini dilakukan cryotherapy atau laser terlebih dahulu untuk membentuk adhesi antara epitel pigmen dan sensorik retina. Sedangkan penanganan utama untuk ablasio traksi adalah operasi vitreoretina dan bisa melibatkan vitrektomi, pengangkatan membran, scleral buckling dan injeksi gas atau minyak silikon intraokuler. 1

XI.

Prognosis Retina dapat berhasil direkatkan kembali dengan satu kali operasi pada 85% kasus. Salah satu kasus yang berhasil ditangani, dimana regio makula ikut mengalami ablasio, tidak dapat sepenuhnya dikembalikan fungsi penglihatan sentralnya, meskipun biasanya lapangan pandang perifer dapat kembali normal. Derajat pemulihan penglihatan sentral sebagian besar bergantung pada durasi terlepasnya makula sebelum operasi dilakukan. Bahkan bila retina telah terlepas selama dua tahun, masih ada kemungkinan untuk mengembalikan penglihatan navigasi yang berguna. Penyebab utama kegagalan dari operasi perlekatan retina modern adalah vitreoretinopati proliferatif, yang ditandai dengan terbentuknya skar yang berlebihan setelah 34

operasi perlekatan retina dilakukan, dengan adanya formasi membran traksi fibrosa dalam mata yang menyebabkan ablasio retina. 10 Ketika operasi retina gagal, operasi selanjutnya dibutuhkan dan pada sebagian pasien dibutuhkan tindakan serial operasi. Jika ada kemungkinan dilakukan lebih dari satu kali operasi, maka sebaiknya sudah diinformasikan kepada pasien sebelum pengobatan mulai dilakukan.10 Prekursor untuk ablasio retina adalah posterior vitreous detachment (PVD), retinal breaks simptomatik, retinal breaks asimptomatik, degenerasi lattice, serta fibrosis dan traksi zonula jumbai retina. Karena re-attachment spontan sangat jarang maka hampir semua pasien dengan ablasio retina regmatogen akan semakin mengalami kehilangan visus kecuali detasemen tersebut diperbaiki. Saat ini, lebih dari 95% dari ablasio retina regmatogen dapat berhasil diperbaiki, meskipun lebih dari satu prosedur mungkin diperlukan. Pengobatan retinal breaks sebelum retinal detachment yang signifikan telah terjadi biasanya mencegah perkembangan, tidak rumit dan menghasilkan visual yang sangat baik. Diagnosis awal dari ablasio retina juga penting karena tingkat keberhasilan re-attachment lebih tinggi dan hasil visual yang lebih baik jika makula tidak terlepas. Keberhasilan pengobatan memungkinkan pasien untuk mempertahankan kemampuan mereka untuk membaca, bekerja, menyetir, merawat diri, dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik. American Academy of Ophthalmology. 16

35

XII.

Komplikasi Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut sampai seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak dapat dipulihkan, dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata yang terkena. Komplikasi lain dapat mencakup perdarahan ke dalam mata (perdarahan vitreous), glaukoma (sudut tertutup), peradangan, infeksi, dan jaringan parut akibat operasi. Kehilangan persepsi cahaya juga dapat terjadi. 16 Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut. 1

36

DAFTAR PUSTAKA 1. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 16th ed. New York : McGraw-Hill. 2004. 2. Kwon O. W., Roh M. I., Song J. H. Retinal Detachment and Proliferative Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : SaundersElsevier. 2010. Page 148-51. 3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 4. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 17th ed. New York : McGraw-Hill. 2007. 5. Poulaki V. Hypoxia in the Pathogenesis of Retinal Disease. In: Joussen AM, Gardner TW, Kirchhof B, Ryan SJ, editors. Retinal Vascular Disease. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007: 121-31. 6. King GL, Suzuma K, Sun JK. Vascular Endothelial Growth Factor in Retinal Vascular Disease. In:

Joussen AM, Gardner TW, Kirchhof B, Ryan SJ,

editors. Retinal Vascular Disease. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007; p.70. 7. Christoph W. Spraul and Gerhard K. Lang. Vitreous Body. In : Opthalmology A Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart. 2000. Page 287-90. 8. Wolf S. Hypertensive Retinopathies. In: Joussen AM, Gardner TW, Kirchhof B, Ryan SJ, editors. Retinal Vascular Disease. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007:p.688-90.

37

9. Sehu WK, Lee WR. Ophtalmic Pathology An Illustrated Guide for Clinicians. Massachusetts : BMJ Books Blackwell Publishing. 2005; p.212-13, 36. 10. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease And Their Management. 3rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 10310. 11. Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. (Cited on 2013). Available from URL http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview 12. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New York : McGraw-Hill. 2002. 13. Lang GK. Retina. In : Opthalmology A Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart. 2002. Page 328-30. 14. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, et al. In : Pocket Atlas Of Opthalmology. New York : Thieme Stuttgart. 2006. Page 2-6, 172-7. 15. Amico DJ. In : Primary Retinal Detachment. New England Journal Medicine. 2008. Page 359, 22, 2346-56 16. Retinal detachment. United States. (Cited on 2014). Available from URL https://www.mdguidelines.com/retinal-detachment

38

Related Documents

Ablasio Retina
June 2020 14
Retina
April 2020 17
Retina
April 2020 13
Retina
November 2019 26
Retina
November 2019 21

More Documents from ""