983-id-konflik-elit-politik-dalam-pemilihan-umum-gubernur-dan-wakil-gubernur-provinsi-m.pdf

  • Uploaded by: Meliya Astuti
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 983-id-konflik-elit-politik-dalam-pemilihan-umum-gubernur-dan-wakil-gubernur-provinsi-m.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,883
  • Pages: 24
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

KONFLIK ELIT POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 M. RAHMI HUSEN NIM. 1023201011 ABSTRACT Conflict elections of regional heads the governor and vice governor North Maluku involving the supporters so as to campaign vying for power as the governor and vice governor North Maluku. Conflict take place due to the presence of the same interests both of stronghold to lead North Maluku. Based on field findings show, that: first, the conflict started seen since registration stage candidates, not fulfilling the applicable provisions namely 15% to votes support and seats support. Second, stage campaign period, conflict can also be seen start hardened on the of this phase because third candidate couple and team the success of protest against the schedule some of which day has fallen during Ramadan and Eid, whereas when the socialization of future phases of this campaign is well accepted by all parties. Third, calculation stage and recapitulation the ballot, in this phase conflict is more open and prolonged because caused the political elite prefer the interests of each as to be almost no space negotiations to conflict resolution. The political elite just focused on the results and ignore the process so that allowed various ways of winning candidates which results in conflict. Fifth, conflict general election governor and the vice governor of North Maluku in 2007 it ended after the issuance of the decisions law for the winner by Mahkamah Agung (MA) and the rejection dispute authority between agencies requested by KPUD provincial North Maluku in Mahkamah Konstitusi (MK). Conflict general election the governor and vice governor this was caused by as the game the political elite who became patron from the supporting so that conflict. For it, for elite that will hold the power, to prevent ways violence in seized power . Keywords: political elite, supporters, conflict

1

Latar Belakang

untuk

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan berasal

yang

dari

dasarnya

memenuhi

tuntutan

masyarakat memilih pemimpin daerahnya

secara

langsung

rakyat,

dan

dengan

semangat

demokrasi,

rakyat

yang

namun

semangat

demokrasi

tujuannya untuk kesejahteraan

melalui

rakyat pula. Implementasi dari

disalah gunakan oleh kaum elit

demokrasi sebuah negara pada

dalam

hakekatnya ditunjukkan dengan

hanya untuk kepentingan pribadi

adanya partisipasi politik dari

maupun

setiap warga negara. Partisipasi

sering menciptakan konflik di

politik yang merupakan kompo-

tengah masyarakat.

diperoleh

dari

nen demokrasi melalui sebuah wadah

yang

disebut dengan

pemilukada, mengejar

sering

kekuasaan

golongan,

sehingga

Salah satu konflik pemilukada, yaitu

ketika

pelaksanaan

nama pemilihan umum termasuk

pemilukada Gubernur dan Wakil

di dalamnya pemilihan umum

Gubernur Provinsi Maluku Utara

kepala

tahun 2007. Konflik dimulai pada

daerah

yang

biasa

disebut dengan pemilukada.

saat pendaftaran calon, dimana

Pemilihan kepala daerah dan

pasangan calon Mudafar Syah-

wakil kepala daerah merupakan

Edi Hanafi saat verifikasi gugur

produk dibukanya jalan refor-

karena syarat dukungan baik

masi yakni dengan dibuatnya

suara

Undang-Undang No 32 Tahun

mencukupi 15%. Tim sukses dan

2004

ribuan pendukung Mudafar Syah

tentang

daerah

serta

pemerintahan diperkuat

lagi

maupun

kursi

tidak

yang juga Sultan Ternate ini

melalui Undang-Undang No 12

kemudian

Tahun 2008 tentang perubahan

KPUD Malut selama 3 hari dan

kedua

puncaknya

atas

Undang-Undang

menduduki terjadi

kantor

adu

fisik

Nomor 32 Tahun 2004 tentang

dengan aparat keamanan dan

pemerintahan

pengrusakan fasilitas kota di

daerah

yang

memberikan kesempatan bagi pasangan calon melalui perseorangan.

Pemilukada

yang

dilaksanakan merupakan tujuan

bagian utara dari kota Ternate. Benturan kepentingan yang berikut

terjadi

saat

tahapan

kampanye berlangsung, dimana

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

terjadi pro kontra yang seru

merekomendasikan Abdul Gafur-

karena sebagian jadwal kam-

Abdurahim

panye telah jatuh pada bulan

akhirnya dianggap tidak sah oleh

puasa dan idul fitri. Penyampaian

ketua

visi misi pasangan calon di DPRD

mengeluarkan surat rekomen-

Malut pun urung dilaksanakan

dasi versi kedua, yaitu dengan

karena terjadi perdebatan yang

mengesahkan

sengit antara sesama anggota

Gani Kasuba sebagai Gubernur

dewan, pasangan calon, aparat

dan

keamanan, panwas dan KPUD

Utara. Bukan hanya di kalangan

mengenai jadwal kampanye ini.

elit politik saja, konflik juga

Dan puncak konflik pemilukada

meluas ke massa pendukung

Gubernur dan Wakil Gubernur

Cagub-Cawagub masing-masing.

Malut ini terlihat dari persaingan

Di sini konflik sudah sampai

antara pasangan Abdul Gafur-

pada tingkat yang serius, yaitu

Abdurahim Thaib

Fabanyo

DPRD

Wakil

yang

yang

kemudian

Thaib

Armayin-

Gubernur

Maluku

Fabanyo

dengan

konflik fisik. Dapat dikatakan

Armayin-Gani

Kasuba

bahwa

inilah

konflik

yang

untuk memperebutkan jabatan

“sebenarnya”. Di sinilah konflik

sebagai Gubernur dan Wakil

itu

Gubernur Maluku Utara. Konflik

kerusuhan yang menyebabkan

berlangsung

kerugian moril dan materil.

akibat

adanya

kepentingan yang sama untuk memimpin Maluku Utara. Dugaan

keberpihakan

memuncak

sampai

pada

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di latar belakang

pun

masalah di atas, maka peneliti

terjadi di DPRD. DPRD Maluku

tertarik

Utara terbagi menjadi dua kubu,

mendalam

yang pro TA-GK dan pro AGAR.

yang

Sampai-sampai surat rekomen-

melibatkan

dasi untuk mengesahkan salah

dengan merumuskan masalah

satu

pokok dari penelitian ini adalah

menjadi

calon

Cagu-Cawagub

gubernur

dan

wakil

untuk

meneliti

mengenai

melibatkan massa

elit

lebih konflik politik

pendukung

“Bagaimana konflik elite politik

gubernur pun ada dua versi.

dalam

Pemilihan

Umum

Surat rekomendasi pertama yang

Gubernur dan Wakil Gubernur 3

Provinsi Maluku

Utara tahun

calon

perseorangan

yang

2007?”

didukung oleh sejumlah orang

Pengertian Pemilukada

(Anonimous, 2008).

Pemilihan

(Pemilu)

Dalam UU No. 12 Tahun 2008

Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Pasal 56, menyatakan bahwa 1)

Daerah yang selanjutnya disebut

Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Pemilukada adalah pemilu untuk

Daerah

memilih kepala daerah dan wakil

pasangan calon yang dilaksa-

kepala daerah secara langsung

nakan secara demokratis berda-

dalam Negara Kesatuan Republik

sarkan asas langsung, umum,

Indonesia berdasarkan Pancasila

bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2)

dan

Pasangan

UUD

umum

1945.

Pemilukada

dipilih

dalam

calon

satu

sebagaimana

meliputi : 1). Pemilu Gubernur

dimaksud diusulkan oleh partai

dan Wakil Gubernur; 2). Pemilu

politik, gabungan partai politik,

Bupati dan Wakil Bupati; 3).

atau

Pemilu

Walikota

Walikota

perseorangan

yang

dan

Wakil

didukung oleh sejumlah orang

(Anonimous,

2010).

yang

memenuhi

persyaratan

Menurut UU No 22 tahun 2007,

sebagaimana ketentuan dalam

pemilihan

Undang-Undang.

kepala

(Pemilukada)

daerah Pemilu

Menurut M. Gaffar (2012),

untuk memilih kepala daerah

mengatakan pemilukada meru-

dan wakil kepala daerah secara

pakan sarana manifestasi kedau-

langsung

dalam

Negara

latan dan pengukuhan bahwa

Kesatuan

Republik

Indonesia

pemilih adalah masyarakat di

berdasarkan

adalah

Pancasila

dan

daerah.

Pemilukada tiga

fungsi

juga

Undang-Undang Dasar Negara

memiliki

Republik Indonesia Tahun 1945.

dalam penyelenggaraan peme-

Menurut UU Nomor 12 tahun

rintahan

2008 pasal 59 ayat 1 bahwa

memilih kepala daerah sesuai

peserta pemilihan kepala daerah

dengan

dan wakil kepala daerah yaitu: a).

masyarakat di daerah sehingga

pasangan calon yang diusulkan

ia diharapkan dapat memahami

oleh partai politik atau gabungan

dan

partai politik, dan b). pasangan

masyarakat di daerah. Kedua,

daerah. kehendak

mewujudkan

penting Pertama, bersama

kehendak

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

melalui pemilukada diharapkan

bertugas untuk bersama-sama

pilihan masyarakat di daerah

dengan pemerintah menetapkan

didasarkan program

pada serta

misi,

visi,

politik

kualitas

dan

rintahan negara.

integritas calon kepala daerah, yang

sangat

dan

jalannya

peme-

Menurut Heywood (Pamung-

menentukan

kas, 2009), mengatakan pemilu

penyelenggaraan

adalah ‘jalan dua arah’ yang

pemerintahan di daerah. Ketiga,

sediakan untuk pemerintah dan

pemilukada merupakan sarana

rakyat, elit dan massa dengan

pertanggungjawaban

sekaligus

kesempatan untuk saling mem-

kontrol

pengaruhi. Pemilu adalah ‘jalan

publik secara politik terhadap

dua arah’ seperti yang ada pada

seorang

dan

semua

saluran

yang

politik.

Sedangkan,

keberhasilan

sarana

evaluasi

dan

kepala

kekuatan

daerah

politik

menopang.

dalam

Undang-Undang Nomor 8 tahun

Menurut Cangara, H. (2009), bahwa

komunikasi

pemilihan

2012 tentang Pemelihan Umum

merupakan

pasal 1, ayat 1, menyatakan

sarana yang melibatkan rakyat

bahwa pemelihan umum selan-

secara langsung dalam suatu

jutnya disebut Pemilu adalah

proses politik. Moertopo (1974)

sarana pelaksanaan kedaulatan

mengutarakan

pada

rakyat yang dilaksanakan secara

umum

Langsung, Umum, Bebas, Jujur,

adalah sarana yang tersedia bagi

dan Adil dalam Negara Kesatuan

rakyat

Republik

hakekatnya

bahwa,

pemilihan

untuk

kedaulatannya

menjalankan sesuai

dengan

Indonesia

berdasarkan

(NKRI)

Pancasila

dan

azas yang termaktub dalam UUD

Undang-Undang Dasar Negara

1945.

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilihan

umum

itu

sendiri pada dasarnya menurut

Dalam studi ini, yang menjadi

Moertopo adalah suatu lembaga

sorotan utama adalah konflik

demokrasi

memilih

dan elit politik. Kedua entitas ini

perwakilan

saling berkelindan, kait mengait

rakyat dalam MPR, DPR dan

dalam memproduksi Pemilihan

DPRD

Umum

yang

anggota-anggota yang

pada

gilirannya

–termasuk

pemilihan 5

kepala daerah—yang berkualitas

menurut

dan bermartabat.

terdiri dari dua kelas : (1) lapisan

Teori Elit Politik

atas, yaitu elit, yang terbagi ke

Teori elit politik lahir dari

dalam

Pareto,

elit

masyarakat

yang

memerintah

diskusi seru para ilmuwan sosial

(governing elite) dan elit yang

Amerika pada tahun 1950-an,

tidak

antara

governing elite); (2) lapisan yang

Schumpeter

(ekonom),

memerintah

Laswell (ilmuwan politik), dan

lebih

sosiolog C. Wright Mills, dengan

Pareto

melacak tulisan-tulisan dari para

perhatiannya

pada

pemikir

memerintah,

yang

Eropa

masa

awal

rendah,

(non-

yaitu

justru

non-elit.

memusatkan elit

yang

menurut

munculnya Fasisme, khususnya

Pareto, berkuasa karena bisa

Vilfredo Pareto dan Gaetano

menggabungkan kekuasaan dan

Mosca (Italia), Robert Michels

kelicikan, yang dilihatnya sebagai

(Jerman keturunan Swiss), dan

hal yang sangat penting. (Varma,

Ortega

2003)

Y.

Gasset

(Spanyol).

(Varma, 2003).

Sementara, dalam pandangan

Teori elit politik ini akan lebih

Laswell

(2009),

elit

merujuk kepada Vilfredo Pareto.

mencakup

Pareto percaya bahwa setiap

kekuasaan dalam suatu bangu-

masyarakat

oleh

nan politik. Elit ini terdiri dari

sekelompok kecil orang yang

mereka yang berhasil mencapai

mempunyai

kedudukan

diperintah

kualitas-kualitas

semua

politik

pemegang

dominant

dalam

yang diperlukan bagi kehadiran

sistem politik dan kehidupan

mereka pada kekuasaan sosial

masyarakat.

politik yang penuh. Mereka yang

kekuasaan, kekayaan dan kehor-

bisa menjangkau pusat kekua-

matan. Mills (1996) menyatakan

saan adalah selalu merupakan

bahwa elit adalah mereka yang

yang terbaik. Merekalah yang

menduduki

dikenal

pada

pranata-pranata

merupakan orang-orang yang

dalam

masyarakat.

berhasil,

kedudukan tersebut para elit

sebagai yang

elit.

mampu

Elit men-

Mereka

posisi

memiliki

komando utama Dengan

duduki jabatan tinggi dan dalam

mengambil

keputusan-kepu-

lapisan masyarakat. Karena itu

tusan yang membawa akibat

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

yang

dirasakan

seluruh

moral, intelektual, dan material

Dengan

untuk memaksakan keinginan-

kedudukan tersebut para elit

nya kepada orang lain, akan

mengambil

memimpin

lapisan

oleh

masyarakat.

keputusan-kepu-

tusan yang membawa akibat yang

dirasakan

memerintah

mereka’.

seluruh

Selanjutnya, walaupun Mosca

lapisan masyarakat. Sedangkan,

dan Pareto sama-sama mem-

Natsir (2010) menegaskan bahwa

punyai opini tentang kelemahan

elit

lapisan

massa, tetapi mereka berbeda

pimpinan bangsa atau nasional

pandangan tentang basis untuk

pada suprastruktur, infrastruktur,

kekuasaan elit. Mosca sendiri

dan

menyangkal bahwa kaum elit

politik

oleh

dan

adalah

substruktur

yang

dapat

mempengaruhi dalam menen-

pastilah

tukan keputusan politik.

bahkan

unggul

moral

atau

intelektualnya,

dan

Menurut dua tokoh kunci

memandang skill keorganisasian

teoretis elit klasik, Mosca dan

sebagai kunci bagi kekuasaan

Pareto, perbedaan pandangan

elit.

tentang

militan

sumber

daya

yang

Sedangkan

Pareto

tentang

lebih

superioritas

digunakan oleh kaum elit dalam

(keunggulan) kaum elit dari segi

proses

namun

karakter psikologis dan pribadi

keduanya bersepakat negara dan

yang sesuai untuk pemerintahan.

masyarakat sipil ditandai oleh

Pareto berbicara tentang elit

pembagian kekuasaan yang tak

politik dari segi kekuatan fisik

terelakkan antara elit dan massa.

dan

Keniscayaan kekuasaan elit itulah

lugas Pareto, mengatakan bahwa

yang membuat mereka berdua

kalangan

menolak

rentan

kekuasaan,

pandangan

tentang

mental

mereka.

elit

Dengan

akan

menjadi

digulingkan

ketika

kedaulatan rakyat. Mosca ber-

mereka

pendapat bahwa bahkan praktek

lunak,

pemilihan demokrasi yang riil

kurang

pun dimanipulasi oleh kaum elit :

tahankan kepentingan pribadi’.

‘mereka yang mempunyai keinginan, dan khususnya, sarana

‘lebih lebih

lembut,

lebih

manusiawi

dan

mampu

Manipulasi

massa

mempermelalui

pemanfaatan kekuasaan komu7

nikasi merupakan tema yang kuat

dalam

tulisan

Pareto

Pada sisi yang lain, Vilfredo Pareto

justru

tidak

pernah

maupun Mosca. Menurut Pareto,

percaya bahwa tindakan manusia

manusia dan khususnya massa

ditentukan

sebagian besar adalah irasional:

sebenarnya (true ends), namun

‘sebagaian

Pareto juga tidak bermaksud

besar

tindakan

oleh

tujuan

manusia bukan bersumber dari

mengatakan

pemikiran logis, melainkan dari

tidak pernah memahami alasan-

perasaan’. Oleh karena itu, unsur

alasan

kunci

mereka. Pareto menyebut pola

dalam

adalah

persuasi.

penciptaan (living

kekuasaan

tindakan

sosial

hidup’

sebagai

residues

kekuasaan

manusia

(reasons)

Melalui

‘keyakinan

faith),

elit

bahwa

yang

tindakan

irrasional dan

itu

upaya

pun

untuk membuat tindakan yang

dimantapkan. Sedangkan, menu-

irrasional itu supaya kelihatan

rut Mosca, kelas penguasa dari

rasional

negara

(Rule, 1988 [1943]).

manapun

melegitimasi

berusaha

‘formula

politik’

sebagai

derivations

Pareto mempersoalkan klaim

(political formula) yang tampak

rasionalitas

cocok dengan keadaan historis

khususnya tindakan politik, yang

yang ada.

mengacu pada teori unconscious

Dalam

sebuah

kehidupan,

tindakan

(ketidaksadaran),

manusia,

seolah-olah

peran dari masyarakat biasa (non

manusia memahami sepenuhnya

elit) tetaplah penting, karena

tujuan

dengan keberadaan kelompok

action). Bahkan menurut Pareto,

ini,

masyarakat yang paling civilized

maka

kelompok

keberadaan elit

dapat

dari tetap

tindakannya

(beradab)

(rational

sekalipun

tidak

terjaga. Bahwa eksistensi elit

terbebas dari persoalan residu

akan muncul apabila ada massa

dan

yang

pen-

derivations).

tanpa

Kerangka

berperan

dukungnya.

sebagai

Karena

derivasi

(residues

metodologis

and dan

kehadiran massa, keberadaan elit

teoritis yang ditawarkan Pareto

tidak mempunyai makna sama

di atas, yang menjadi penekanan

sekali. (Haryanto, 2005)

pada teori elit dalam studi ini, kiranya dapat menjelaskan apa

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

yang oleh Paul Collier (1999)

percaya bahwa tidak ada elit

disebut sebagai grivances and

yang mau menyerahkan kekua-

greed

kese-

saannya secara sukarela kepada

rakahan) yang menjadi motivasi

elit yang lain, walau elit tersebut

tindakan pemberon-takan para

sudah mencapai tahap mem-

elit oposisi. Para elit memani-

busuk.

pulasi greed motivation (motivasi

yang

keserakahan) untuk membang-

teori Pareto tentang sirkulasi elit.

kitkan

Pareto

(ketamakan

sentimen

merupakan

dan

seolah-olah

rational

Ada

beberapa

ditawarkan

model

berdasarkan

membagi

elit

politik

argument

sebagai ‘yang memerintah’ (yang

(sebagai teori) untuk melahirkan

memiliki real power) dan yang

action

tidak

di

satu

sisi,

dan

memerintah

mengeksploitasi sentimen ter-

kapabilitas

sebut

posisi

secara

cerdik

sebagai

tetapi

(memiliki tidak

memerintah).

pada Terjadi

residues untuk ‘merasionalkan’

konflik kaum elit disebabkan

greed

tidak

sebagai

sesuatu

yang

meratanya

distribusi

seolah-olah rasional (derivation).

kekuasaan di antara para elit dan

Perbedaan antara Collier dan

menjadi residu dalam jangka

Pareto terletak pada substansi

waktu yang lama.

isu konflik berkaitan dengan para

Dalam setiap masyarakat, ada

elit: Collier berbicara tentang

gerakan

motivasi

ditahan

ekonomi,

sementara

yang dari

tidak

dapat

individu-individu

Pareto tentang motivasi kekua-

dan elit-elit kelas hingga kelas

saan. Elemen residues dengan

bawah, dan dari tingkat bawah

mudah dapat ditemukan dalam

ke tingkat atas yang melahirkan

berbagai mekanisme memper-

suatu “peningkatan yang luar

tahankan kekuasaan (terutama

biasa pada unsur-unsur yang

oleh incumbent) dan mekanisme

melorotkan

kelas-kelas

yang

menggoyang kekuasaan rejim

memegang

kekuasaan,

yang

(oleh berbagai elemen “oposisi”).

pada pihak lain justru malah

Persoalan pokok dalam teori

meningkatkan unsur-unsur kua-

kekuasaan Pareto adalah meka-

litas superior; pada kelompok-

nisme sirkulasi elit politik. Pareto

kelompok

(yang

lain).”

Ini 9

menyebabkan semakin tersisihnya

kelompok-kelompok

yang ada

elit

dalam masyarakat.

Manusia hidup tak terlepas dari

konflik,

sehingga

dapat

dipastikan bahwa usia konflik

Akibatnya, keseimbangan ma-

seumur

syarakat pun menjadi terganggu.

manusia. Secara harafiah konflik

Kiranya

berarti percekcokan, perselisihan,

inilah

yang

menjadi

perhatian utama Pareto. (Varma,

atau

2003)

sebagai

Terdapat dua tipe elit, yaitu mereka

yang

dengan

kelicikan

dengan

peradaban

pertentangan. perselisihan

Konflik terjadi

akibat adanya perbedaan, per-

memerintah

singgungan,

dan

yang

Konflik tidak dapat dielakkan

memerintah dengan cara paksa.

dari kehidupan manusia karena

Di

untuk

setiap orang memeliki cara hidup

mengabsahkan ataupun mera-

yang khas, mereka tidak selalu

sionalkan penggunaan kekua-

identik, terpisah, atau statis. Oleh

saan

ini

karena itu, konflik merupakan

melakukan “penyerapan” (deriva-

bagian yang tidak terpisahkan

tion) atau penggunaan mitos-

dari kehidupan manusia.

dalam

usahanya

mereka,

mitos

yang

elit-elit

mereka

ciptakan

satu

memperalatnya.

sosiologi

kata

pergerakan.

Teori konflik merupakan salah

untuk mengelabui massa guna Dengan

dan

perspektif yang

di

dalam

memandang

lain, “penyerapan” adalah cara-

masyarakat sebagai salah satu

cara di mana tindakan-tindakan

sistem sosial yang terdiri dari

yang

bagian-bagian atau komponen-

ditentukan

dirumuskan munculnya

oleh

guna

residu

memahami

komponen

yang

mempunyai

tindakan-tindakan

kepentingan yang berbeda-beda

yang logis. Ketertarikan Pareto

di mana komponen yang satu

dalam masalah ini, sebagaimana

berusaha

dia

komponen

membahas

sosial,

keseimbangan

menambah

keyakinan

untuk yang

memperoleh

elit dari waktu ke waktu. (Varma,

sebesar-besarnya.

Teori Konflik

lain

guna

memenuhi kepentingannya atau

Pareto akan pentingnya sirkulasi 2003)

menaklukkan

kepentingan

Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahendorf dalam

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

bukunya “Konflik dan Konflik

lain

dalam

Giddens

Masyarakat

Industri”

sebagainya.

Pendapat

menyiratkan

sering kali disebut teori konflik

bahwa

dialektik.

Dahendorf

melihat identitas-identitas ters-

bahwa otoritas atau kekuasaan

ebut merupakan potensi konflik,

di dalam suatu perkumpulan

di

bersifat dialektik. Dalam per-

dibentuk

kumpulan hanya akan terdapat

proses panjang, yang diwariskan

dua

secara

Menurut

kelompok

yang

berten-

pendekatan

makna

mana

potensi konflik melalui

sosialisasi

dalam

berkuasa

keluarga.

Adanya

atasan

dan

itu

serangkaian

turun-temurun

tangan, yakni kelompok yang atau

primordial

melalui institusi hal

kelompok yang dikuasai atau

memperkuat

bawahan. Kedua kelompok ini

potensi tersebut telah mengakar

mempunyai kepentingan yang

dalam diri individu.

berbeda. Menurutnya, mereka

asumsi

ini

bahwa

Dalam karyanya Konflik dan

dipersatukan oleh kepentingan

Konflik

yang sama. Mereka berada pada

Industri (1959), pendirian teori

kelompok atas (penguasa) ingin

konflik dan teori fungsional oleh

tetap mempertahankan status-

Dahrendorf disejajarkan. Dalam

quo, sedangkan mereka berada

pandangan

di bawah (yang dikuasai atau

masyarakat adalah statis atau

bawahan)

masyarakat

ingin

supaya

ada

perubahan. Menurut (Giddens

dalam

para

Masyarakat

fungsionalis,

berada

dalam

keadaan berubah secara berimAnthony dan

bang.

Tetapi

dalam

karya

2009),

Dahrendorf, maupun teoritisasi

pendekatan primordial meng-

konflik lainnya, setiap masya-

anggap konflik sebagai akibat

rakat setiap saat tunduk pada

dari

proses

pergesekan

kelompok

Held,

Giddens

kepentingan

identitas,

perubahan.

Kaum

seperti;

fungsionalis menekankan pada

identitas yang berbasis pada

keteraturan masyarakat, sedang-

etnis, keagamaan, budaya, geo-

kan

grafis, bangsa, bahasa, tribal,

pertikaian dan konflik dalam

kepercayaan, religius, kasta, dan

sistem

teoritisi

konflik

sosial.

melihat

Fungsionalis 11

menyatakan

bahwa

setiap

sama.

(Dahrendorf,

1959).

elemen

masyarakat

berperan

Kelompok semu ini merupakan

dalam

menjaga

stabilitas.

calon anggota tipe kedua, yakni

melihat

kelompok kepentingan. Kedua

kemasya-

kelompok ini dilukiskan Dahren-

Teoritisasi berbagai

konflik elemen

rakatan menyumbang terhadap disintegrasi

dan

perubahan.

(Ritzer, 2014)

dorf sebagai berikut: “Mode perilaku yang sama adalah

karakteristik

dari

Dahrendorf merupakan tokoh

kelompok kepentingan yang

utama yang berpendirian bahwa

direkrut dari kelompok semu

masyarakat

dua

yang lebih besar. Kelompok

wajah (konflik dan konsensus)

kepentingan adalah kelompok

dan karena itu, teori sosiologi

dalam pengertian sosiologi

harus dibagi menjadi dua bagian:

yang ketat; dan kelompok ini

teori konflik dan teori konsensus.

adalah agen riil dari konflik

Teoritisasi

kelompok.

mempunyai

konsensus

harus

Kelompok

ini

menguji nilai integrasi dalam

mempunyai struktur, bentuk

masyarakat dan teoritisasi konflik

organisasi, tujuan atau pro-

harus menguji konflik kepen-

gram

tingan dan penggunaan keke-

rangan.” (Dahrendorf, 1959).

rasan yang mengikat masyarakat

Dari

dan

anggota

berbagai

pero-

kelompok

bersama dihadapan tekanan itu.

kepentingan

Dahrendorf

kelompok konflik atau kelompok

mengakui

bahwa

masyarakat tak akan ada tanpa

yang

konsensus

kelompok

dan

konflik

yang

itulah,

terlibat

muncul

dalam

aktual.

konflik Menurut

menjadi persyaratan satu sama

Dahrendorf, konsep kepentingan

lain. Jadi, kita tidak akan memiliki

tersembunyi, kepentingan nyata,

konflik kecuali ada konsensus

kelompok

sebelumnya. (Ritzer, 2014)

kepentingan,

Oleh Dahrendorf dibedakan tiga

tipe

utama

kelompok.

semu,

kelompok

dan

kelompok-

kelompok konflik adalah konsep dasar

untuk

menerangkan

Pertama, kelompok semu (quasi

konflik sosial. Di bawah kondisi

group) atau “sejumlah pemegang

yang ideal tak ada lagi variabel

posisi dengan kepentingan yang

lain

yang

diperlukan.

Tetapi,

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

karena kondisi tak pernah ideal,

masalah perut, masalah tanah,

maka banyak faktor lain ikut

masalah tempat tinggal, masalah

berpengaruh

pekerjaan, masalah uang, dan

konflik

dalam

sosial.

proses

Dahrendorf

masalah

kekuasaan.

menyebut kondisi-kondisi teknis

menurutnya,

seperti personel yang cukup,

sesaat

kondisi

terjadinya

politik

seperti

situasi

Namun

emosi

manusia

bisa

memicu

konflik

sosial”.

pun

politik secara keseluruhan, dan

Sedangkan, Rauf (2000), meng-

kondisi sosial seperti keberadaan

identifikasi

hubungan

terkait

orang

komunikasi.

direkrut

Cara

ke

dalam

adanya

tiga

dengan

terjadinya

hal

penyebab

konflik,

yakni:

kelompok semu adalah kondisi

pertama, posisi dan sumber-

sosial

sumber

yang

Dahrendorf.

penting Jika

bagi

rekruitmen

kekuasaan;

kedua,

tingginya penghargaan terhadap

berlangsung secara acak dan

posisi

ditentukan oleh peluang, maka

kesempatan untuk memperoleh

kelompok

sumber daya yang langka.

kepentingan,

dan

akhirnya kelompok konflik, tak mungkin

muncul,

politik;

serta

ketiga,

Pada sisi yang lain, konflik

demikian

yang terjadi di masyarakat juga

anggapan Dahrendorf. (Ritzer,

sering dipicu dengan adanya

2014)

pemanfaatan norma atau aturan

Faktor-Faktor

Terjadinya

Konflik

yang

berlaku.

bersifat

Dalam

setiap

ambigu,

dan

sering sifat

di

ambiguitas itu sering diman-

masyarakat pasti ada penyebab

faatkan oleh kelompok-kelom-

yang melatarbelakangi terjadinya

pok tertentu. Tujuan memani-

konflik tersebut. Terkait dengan

pulasi

penyebab

konflik,

kepentingan politik dan akan

menurut Chang (2001), men-

terjadi benturan atau konflik,

jelaskan bahwa “konflik sosial

yang

tidak

norma dan konflik kepentingan,

munculnya

hanya

ketidakpuasan buruan,

konflik

Aturan

iri

berakar batin, hati,

pada kecem-

kebencian,

norma

diawali

dengan

tema

adalah

dengan sentral

untuk

konflik mem-

perebutkan kekuasaan. Konflik 13

seperti ini cenderung terjadi di

pakan sesuatu yang demikian

dalam Pemelihan Umum Kepala

langka

Daerah (Pemilukada).

setiap kasus Pemilukada.

Jadi, dari uraian di atas dan dikaitkan dengan kajian konflik pada

dasarnya

konflik

untuk

ditemui

dalam

Hasil David Easton, teoritisi politik

tidak

pertama yang memperkenalkan

selamanya berakibat negatif. Jika

pendekatan sistem dalam politik,

bisa dikelola dengan baik, konflik

menyatakan bahwa suatu sistem

justru bisa menghasilkan hal-hal

selalu memiliki sekurangnya tiga

yang positif. Misalnya, sebagai

sifat. Ketiga sifat tersebut adalah

pemicu

dalam

(1) terdiri dari banyak bagian-

masyarakat, memperbarui kua-

bagian; (2) bagian-bagian itu

litas

saling berinteraksi dan saling

perubahan

keputusan,

menciptakan

inovasi dan kreativitas, sebagai

tergantung;

sarana

lain

pembatasan (boundaries) yang

demikian,

memisahkannya dari lingkungan-

kemungkinan

nya yang juga terdiri dari sistem-

evaluasi,

sebagainya. tidak

dan

Namun

menutup

bahwa jika konflik tidak dikelola

sistem

dengan baik dan benar, maka

MacAndrews

akan

Prihatmoko,

menimbulkan

dampak

(3)

lain.

mempunyai

(Mas’ud (ed.), 2005:

dan 1999;

200-201).

negatif dan dapat merugikan

Sebagai suatu sistem, sistem

masyarakat.

politik

Dalam

kasus

Pemilukada

langsung

mempunyai

bagian-bagian yang merupakan

Gubernur/Wakil Gubernur tahun

sistem

sekunder

2007, konflik terjadi pada saat :

system)

atau

(1) Pendaftaran Calon; (2) Masa

(subsystems).

Kampanye; (3) Penghitungan dan

tersebut

Rekapitulasi Perolehan Suara. Hal

regulation, electoral process, dan

lain

electoral law enforcement.

yang

menjadi

penyebab

hadirnya konflik adalah tiadanya

Electoral

(secondary

sub-sub

sistem

Bagian-bagian adalah

regulation

electoral

adalah

kesediaan menerima hasil dari

segala ketentuan atau aturan

proses

politik

Jiwa

mengenai Pilkada langsung yang

besar

menerima

dari

berlaku, bersifat mengikat dan

tersebut. hasil

sebuah proses politik, meru-

menjadi

pedoman

bagi

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

penyelenggaraan,

calon

dan

kandidat yang diusung masing-

pemilih

menunaikan

masing Parpol. Peran elit politik

dalam

peran

dan

masing.

fungsi

masing-

dengan berbagai strategi taktik,

prosess

bersiasat dengan keras dalam

Electoral

dimaksudkan seluruh kegiatan

memenangkan

yang terkait secara langsung

sehingga nyaris tidak ada saling

dengan Pilkada yang merujuk

komunikasi sesama elit yang

pada

perundang-

menjadi rival politik. Dan hal

undangan baik yang bersifat

tersebut bahkan terjadi secara

legal maupun teknikal.

terbuka, demi memperjuangkan

ketentuan

Electoral yaitu

law

enforcement

penegakan

terhadap

hukum

aturan-aturan

baik

kandidatnya

kepentingannya masing-masing. Peran

elit

politik

berpengaruh

sangat

karena

tidak

politis, administratif atau pidana.

terlepas dari peran partai politik.

Ketiga bagian pilkada langsung

Peran elit politik sangat vital

tersebut

dalam

menciptakan

kelang-

sungan

demokrasi.

Namun

sangat

sejauhmana

menentukan

kapasitas

sistem

dapat menjembatani pencapaian

karena elit politik lebih pada

tujuan

kepentingan pencapaian kekua-

dari

proses

Masing-masing

awalnya.

bagian

tidak

saan sehingga berbagai cara

dapat dipisah-pisahkan karena

dilakukan

merupakan suatu kesatuan utuh

politik upaya proses pencitraan

yang

untuk dapat dukungan rakyat.

komplementer.

(Prihat-

moko, 2005:201) Dalam

konteks

dengan

lobi-lobi

Namun, peran elit politik lokal Pemilihan

demi

kepentingannya

Gubernur dan Wakil Gubernur

memenangkan

Maluku Utara, peran elit politik

telah diusung oleh partai politik,

yang terdiri dari pasangan calon,

elit politik memainkan perannya

tim pemenangan, partai peng-

dengan

usung, anggota legislatif dan

cara, seperti memobilisasi massa

KPUD Provinsi Maluku Utara,

untuk melakukan aksi hingga

saat

terjadi konflik. Bahkan, agar bisa

itu

dominan

dalam

melakukan konsolidasi dengan

kandidat

dalam

menghalalkan

mempengaruhi

situasi

yang

segala

politik 15

dengan cara menyuplai dana

tidak

untuk massa yang digerakan

membicarakan

pada titik yang telah ditentukan

dan

oleh elit politik. Peran elit politik

masing-masing.

sangat

terhadap

konflik terjadi dengan skala yang

situasi pemilihan gubernur dan

cenderung meningkat, hal ini

wakil gubernur dengan meng-

karena

gerakkan massa bayaran demi

memungkinkan,

mengacaukan kondisi yang ada

benturan yang terjadi sangat luar

juga

konflik

biasa. Juga dikarenakan isu-isu

massa pendukung dari kedua

yang tidak mendidik dan tidak

kandidat.

mencerahkan pada waktu itu.

berpengaruh

berakibat

Namun,

pada

konflik

tersebut

bisa

ketemu

untuk

cara

menahan

menenangkan

massanya Walaupun

situasi

Model

yang

belum

di

mana

komunikasi

yang

baik

elite

bermula dari isu yang mencuat

terbangun,

adanya manipulasi data atau

politik

suara pada Komisi Pemilihan

dengan massa pendukungnya,

Umum Daerah (KPUD) Kabu-

masih terjadi dalam tatanan yang

paten Halmahera Barat. Hal ini

kurang

terjadi dikarenakan intervensi elit

sesuatunya

politik

kabu-

demonstrasi,

kepen-

demonstrasi

lokal

paten/kota

pada dengan

itu

antara

sendiri

etis,

maupun

misalnya

segala

dilakukan dan

melalui seringkali

berakhir

dengan

tingannya masing-masing dalam

kekerasan antar sesama pen-

mendukung salah satu kandidat

dukung, dan hal lainnya. Dan

melakukan intervensi terhadap

dapat dikatakan bahwa konflik

penyelenggara pemilihan umum,

pendukung

dalam hal ini KPUD Halmahera

keputusan

Barat.

pemenang

Konflik-konflik selama

yang

Pemilukada

terjadi

Gubernur

berakhir final

terkait

siapa

diputuskan

oleh

Mahkamah Agung (MA) Mahkamah

Konstitusi

dan Wakil Gubernur Proviunsi

terkait

Maluku Utara tahun 2007, upaya

Kewenangan

konkrit

Negara (SKLN).

elite

politik

dalam

penanganan konflik hampir tidak ada, karena sesama kandidat

ketika

dengan

Pembahasan

Antar

dan (MK)

Sengketa Lembaga

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

Pemilukada, teristimewa sejak

Namun, sejauh mana konflik itu

tahun 2007, telah mengalami

dapat dikelola secara dewasa

formasi

dan

dan

sebelum

perubahan.

Bila

pemilukada

ini

menghasilkan

yang modern dan bermartabat,

diberlakukan, pemilihan kepala

itulah

yang

daerah dilakukan oleh DPRD,

Karena

inti

yang

satunya

dalam

diistilahkan

tulisan

dengan

ini

“Politik

dalam Ruangan.” Maka pada

demokrasi

patut

dicermati.

demokrasi

adalah

salah

manajemen

pengelolaan konflik politik. Konflik

politik

didefinisikan

pemilihan 2007 sudah tidak lagi

sebagai konflik yang berkaitan

dilakukan dalam ruangan, dan

dengan isu-isu dan kebijakan-

bergeser menjadi “Politik Luar

kebijakan umum (public issue

Ruangan”, di mana masyarakat

and policies). Selain itu, konflik

sebagai pemilih lebih berperan

politik juga berhubungan baik

dan memiliki kartu truft untuk

langsung maupun tidak lang-

menentukan

sung, dengan proses politik dan

elit

mana

yang

layak sebagai pejabat publik. Dalam

konteks

pemerintahan.

Konflik

politik

perubahan

adalah sesuatu yang inheren

dan pergeseran sebagaimana di

dalam setiap sistem politik. Tidak

maksud

maka

ada sistem politik yang steril dari

pelaksanaan Pemilukada tentu

realitas konflik politik. Konflik

membutuhkan

politik

di

atas, berbagai

per-

adalah

sebuah

kenis-

siapan, bukan hanya sekadar

cayaan yang tak dapat ditawar.

perangkat peraturan dan hukum,

(Fatah, 1994).

tetapi juga logika berpolitik yang

Konflik untuk sebagian ahli

baru, cara berpikir yang baru,

ilmu politik juga diyakini sebagai

sampai dengan cara kerja yang

inti

baru. (Agustino, 2005).

sebenarnya adalah hal lumrah.

demokrasi.

Konflik

elit

Dalam pertarungan politik,

Bahkan, lebih dari itu, konflik elit

termasuk perebutan kekuasaan,

bisa bermanfaat dalam rangka

konflik tidak mungkin dihindari,

membina kehidupan politik dan

demikian adagium yang berlaku

pemerintahan yang lebih baik.

dalam

Konflik

“rimba”

perpolitikan.

juga

mengandung 17

peluang-peluang

yang

sangat

mekanisme politik yang dapat

berharga dalam rangka demo-

menjaga

kratisasi,

wajar

khususnya

dalam

keseimbangan

antara

yang

konsensus

dan

rangka konsolidasi atau peman-

konflik. Ini mengartikan, bahwa

tapan lembaga dan mekanisme

demokrasi

demokrasi yang memang masih

bentuk pengelolaan konflik dan

berusia muda.

konsensus.

Robert

A.

Dahl

merupakan Konflik

satu tetap

(1985),

ditenggang tapi sejauh tidak

menggambarkan bahwa demo-

membahayakan masyarakat dan

krasi pada hakekatnya meru-

sistem

pakan penataan hubungan tarik-

Dengan

menarik

pemberian

memandang manajemen konflik

otonomi pada satu sisi dan

dan konsensus politik sebagai

kebutuhan akan kontrol pada sisi

hakekat atau inti dari demokrasi.

antara

lain. Dalam konteks tarik menarik itu,

Dahl

demokrasi

menggambarkan menghadapi

enam

politik

secara

umum.

demikian,

Alfian

Yang dapat menjadi ancaman bagi demokrasi di negeri ini adalah

tampilnya,

apa

dilema, yaitu dilema antara;

diungkapan

1). Hak versus kebutuhan umum;

Sujatmiko (2002) dengan ”pesta

2). Masyarakat

oligarki”

terbuka

yang

versus

lebih

masyarakat

yang lebih tertutup; 3). Persamaan

individu

Iwan

yang

(untuk

Gardono kepentingan

pribadi, kelompok atau parpol dan persiapan pemilu berikut-

versus

persamaan kolektif;

nya), bukan ”pesta demokrasi.” Untuk itu, manajemen penge-

4). Persamaan versus perbedaan;

lolaan konflik senantiasa diarah-

5). Sentralisasi

kan

versus

desentralisasi, dan 6). Konsentrasi

pada

dua

hal,

yaitu

membentuk tertib politik atau versus

stabilitas dan mewujudkan dan

ketersebaran kekuasaan dan

mengefektifkan

sumber-sumber politik.

(Fatah, 1994)

Sejalan dengan Dahl, Alfian

Dengan

kekuasaan.

demikian,

karena

(1986) juga menegaskan bahwa

kerangka demokrasi berkaitan

esensi demokrasi adalah kemam-

erat dengan pengelolaan konflik,

puan untuk menciptakan suatu

maka ada dua kemungkinan,

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

sistem politik mengarah pada

mengacu pada teori unconscious,

konsensus atau tetap kembali

seolah-olah manusia memahami

mempraktekkan watak otoriter

sepenuhnya tujuan tindakannya

dan totaliter. Akhirnya, dibutuh-

(rational action). Bahkan, masih

kan

menurut

kemampuan

konflik

untuk

efektivitas

mengelola menghasilkan

tinggi:

konflik

diresolusikan menjadi konsensus. Karena suksesnya demokrasi di negeri

ini,

masyarakat

yang paling civilized sekalipun tidak terbebas dari persoalan residues and derivations. Kerangka

metodologis

dan

hanya

teoritis yang ditawarkan Pareto

pelaksanaan

kiranya dapat menjelaskan apa

pemilu, namun lebih ditentukan

yang oleh Paul Collier (1999)

oleh kegiatan pasca pemilu yang

disebut sebagai grivances and

merupakan ujian bagi demokrasi.

greed yang menjadi motivasi

Namun, pada sisi yang lain,

tindakan pemberontakan para

tergantung

Vilfredo

tidak

Pareto,

pada

Pareto

justru

tidak

elit

oposisi.

Para

elit

pernah percaya bahwa tindakan

memanipulasi greed motivation

manusia ditentukan oleh tujuan

untuk

yang sebenarnya (true ends),

ments seolah-olah merupakan

namun ia juga tidak bermaksud

rational argument (sebagai teori)

mengatakan

untuk melahirkan action di satu

bahwa

manusia

membangkitkan

tidak pernah memahami alasan-

sisi,

alasan

tindakan

sentiments tersebut secara cerdik

mereka. Pareto menyebut pola

sebagai residues untuk ‘mera-

tindakan

sosial

sionalkan’ greed sebagai sesuatu

sebagai

residues

(reasons)

irrasional dan

itu

upaya

dan

senti-

yang

mengeksploitasi

seolah-olah

rasional

untuk membuat tindakan yang

(derivation).

irrasional itu supaya kelihatan

Collier dan Pareto terletak pada

rasional

substansi isu konflik berkaitan

sebagai

derivations

(Rule, 1988 [1943]).

dengan

Pareto mempersoalkan klaim rasionalitas

tindakan

manusia,

khususnya tindakan politik, yang

Perbedaan antara

para

elit:

berbicara

tentang

ekonomi,

sementara

tentang

motivasi

Collier motivasi Pareto

kekuasaan. 19

Elemen residues dengan mudah

dibatalkan

dapat ditemukan dalam berbagai

oleh KPUD Provinsi Malut

mekanisme

karena

mempertahankan

kekuasaan

(terutama

incumbent)

dan

tidak

memenuhi

oleh

ketentuan yang berlaku yakni

mekanisme

15% untuk dukungan suara

menggoyang kekuasaan rejim (oleh berbagai elemen “oposisi”). Persoalan pokok dalam teori kekuasaan

pencalonannya

Pareto

adalah

dan dukungan kursi. 2. Tahapan konflik

Masa

Kampanye,

juga terlihat mulai

mengeras

ditahapan

ini

mekanisme sirkulasi elit politik.

karena ketiga pasangan calon

Pareto percaya bahwa tidak ada

beserta

elit

memprotes jadwal kampanye

yang

mau

kekuasaannya

menyerahkan

secara

tim

suksesnya

sukarela

yang sebagian harinya telah

kepada elit yang lain, walau elit

jatuh pada bula puasa dan

tersebut sudah mencapai tahap

idul

membusuk. Ada beberapa model

sosialisasi

yang

kampanye ini diterima semua

ditawarkan

berdasarkan

teori Pareto tentang sirkulasi elit. Pareto

membagi

padahal

ketika

tahapan

masa

pihak dengan baik.

politik

3. Tahapan Penghitungan dan

sebagai ‘yang memerintah’ (yang

Rekapitulasi Perolehan Suara,

memiliki real power) dan yang

pada

tidak

semakin terbuka dan berke-

memerintah

kapabilitas posisi

elit

fitri,

tetapi

(memiliki tidak

memerintah).

pada Terjadi

tahapan

elit

politik

utamakan

tidak

masing-masing

distribusi

konflik

panjangan karena disebabkan

konflik kaum elit disebabkan meratanya

ini

lebih

kepentingan sehingga

kekuasaan di antara para elit dan

nyaris

menjadi residues dalam jangka

negosiasi untuk penyelesaian

waktu yang lama.

konflik. Elit politik hanya fokus

Kesimpulan

pada

1. Konflik mulai terlihat sejak

mengabaikan proses sehing-

tahapan pendaftaran calon, di

ga menghalalkan berbagi cara

mana pasangan H. Mudaffar

untuk memenangkan kandi-

Syah-H.

datnya yang berakibat pada

Rusdi

Hanafi

tidak

meng-

perolehan

ada

hasil

ruang

dan

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

konflik. Hal ini terjadi karena

tidak

tidak siapnya elit politik dalam

bersama

menerima

dalam

kekalahan.

Pada

pernah

mau

duduk

untuk

berdialog

rangka

mencari

hal, dalam proses pemilukada

resolusi (penanganan) konflik

sudah ada kesepakatan siap

tersebut.

kalah dan siap menang antar

5. Konflik Pemilukada Gubernur

kandidat, partai pendukung

dan wakil Gubernur Provinsi

dan tim sukses. Konflik ini

Maluku Utara Tahun 2007

terjadi

nanti berakhir setelah keluar-

juga

disebabkan

karena ketidaknetralan seba-

nya

gian

dan

pemenang oleh Mahkamah

penyelenggara dalam proses

Agung (MA) dan ditolaknya

pemilukada.

Sengketa Kewenangan Antar

elit

penguasa

4. Tahapan Penyelesaian Konflik, dilakukan

melalui

aparat

putusan

lembaga dimohonkan

hukum

atas

(SKLN)

yang

oleh

KPUD

negara dengan pendekatan

Provinsi

keamanan,

Mahkamah Konstitusi (MK).

negosiasi,

dan

Maluku

Utara

di

dialog. Walau diakui, selama konflik terjadi para elit politik

21

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Anonim. 2007. Undang – undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Anonim. 2008. Undang – undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Anonim. 2008. Undang – undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Agustino, L. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Amirudin & A. Zaini Bisri. 2006. Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Azed, Abdul Bari & Makmur Amir. 2005. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta. Baowollo, Robert B., (tt), Vilfredo Pareto And the Circulation of Elites – Suatu Tinjauan Atas Jatuhnya Rejim Orde Baru Dan Kebangkitan Gerakan Reformasi Di Indonesia. Budiardjo, M. 2008. Dasar – Dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Cangara, H. 2009. Komunikasi Politik. Konsep, Teori, dan Strategi. Rajawali Pers. Jakarta. Collier, Paul. 1999. Doing Well out of War, Paper prepared for Conference on Economic Agendas in Civil Wars, London, April 26-27, 1999.

Jurnal Holistik, Tahun IX No. 117A / Januari - Juni 2016

F,

Juri

Ardiantoro.

1999. Transisi Demokrasi, Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pemilu 1999. Komite Independen Pemantau Pemilu. Jakarta.

Freire, P. 1999. Politik Pendidikan. Cetakan Pertama. READ Gaffar, A. 1992. Javanese Voters: A Case Study of Election Under a Hegeminic Party System. GMU Press. Yogyakarta. Harun, R dan Sumarno. A.P. 2006. Komunikasi Politik sebagai Suatu Pengantar. Mandar Maju. Bandung. Haryanto.

1984.

Partai Politik Suatu Yogyakarta.

Tinjauan

Umum.

Liberty.

Karim, M. Rusli. 1983. Perjalanan Partai Politik di Indonesia, sebuah potret pasang surut. Rajawali Press. Jakarta. Kartono, K. 2009. Pendidikan Politik, Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. Mandar Maju. Bandung. Kristiadi, J. 1996. Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih di Indonesia. Prisma No.3/1996. LP3ES. Jakarta. Lasswell, H. D., 2009. Power and Personality. Transaction Publisher. Maran, R. R. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Rineka Cipta. Jakarta. Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi di Daerah, Pelajaran dari Pilkada secara Langsung. EurekA dan PuSDeHAM. Surabaya. Miles, M. B. dan A. M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif; Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. UI-Press. Jakarta. Mills, C. W. 1996. The Power Elit. New York: Oxford University Press. Moertopo, A. 1974. Strategi Politik Nasional. The Paragon Press. Malang. Moleong, L. J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosda Karya. Bandung. Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. JIP. Yogyakarta.

23

Pradhanawati, Ari. 2005. Pilkada Langsung, Tradisi Baru Demokrasi Lokal. Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik (KOMPIP). Surakarta. ------------------------.2007. Pemilihan Gubernur, Gerbang Demokrasi Rakyat. Jalanmata. Semarang. Prihatmoko, Joko J. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Raho, B. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustakarya. Jakarta. Rule, James b. (1988 [1943]. Theories of civil violence. University of California Press, Berkeley – Los Angeles – London. Rush, M dan Althoff, P. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sugiyono, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfa Beta. Bandung. Surbakti, R. 2010. Memahami Ilmu Politik. PT Grasindo. Jakarta. Susan. 2009. Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Syamsudin. 2010. Elit Politik. www. Google.com. Search 10 Agustus 2011. Vermonte, Philips J. & Hikmat Budiman. 2005. Konflik dan Pemilu, Civic Engagement dalam Pemilu 2004 Kasus Empat Daerah Pasca Konflik di Indonesia. Yayasan TIFA. Jakarta Wirawan. 2010. Konflik. www. Google.com. Search 10 Agustus 2011.

More Documents from "Meliya Astuti"