505642_505621_29767_proposal Revisi Injeksi Sefataksim.docx

  • Uploaded by: Arifa Dyah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 505642_505621_29767_proposal Revisi Injeksi Sefataksim.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,758
  • Pages: 20
PROPOSALPRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

FORMULASI INJEKSI SEFOTAKSIM DALAM VIAL

Disusun oleh: Kelompok E1-2  Tiara Anindya

201521

 Ari Romdoni

2016210025

 Arifa Dyah Islamiati

2016210026

 Clarissha Firda Siswanto

2016210048

 Chitra Artha Wati

2016210045

 Cahyo Aji Santoso

2016210039

 Dian Lestio S

2016210065

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA

2019 I.

PENDAHULUAN Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. Bila diperdagangkan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (Voight, 1995) Wadah yang digunakan untuk produk injeksi, salah satunya adalah vial. Vial adalah wadah gelas yang umumnya digunakan untuk dosis ganda, dengan kapasitas 5 ml, 10 ml, dan seterusnya. Pelarut yang digunakan aqua, non aqua (minyak/non minyak). Perlu pemberian pengawet, sehingga isi dapat diambil sebagian dan sisa masih steril, serta dapat dikalibrasi. Vial disterilisasikan di dalam oven, pada suhu 150ºC selama 1 jam, sedangkan untuk tutup vial karet dalam autoklaf, pada suhu 115ºC - 116ºC selama 30 menit.(Farmakope Indonesia III hal. 13) Sefotaksim sangat aktif terhadap berbagai kuman gram-positif maupun gram-negatif aerobic. aktifitasnya terhadap Bacillus fragilis sangat lemah dibandingkan dengan clyndamicin dan metronidazol. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan diberikan tiap 6-12 jam. Mentabolitnya ialah desasetilsefotaksim yang kurang aktif. Obat ini efektif untuk pengobatan meningitis oleh bakteri gram-negatif. Sefotaksim tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 1, 2 dan 10 gram. ( Farmakologi dan Terapi edisi 5, hal 685 ) Sefotaksim adalah golongan antibiotik betalaktam. Dimana mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram positif maupun Gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefotaksim termasuk kedalam golongan sefalosporin generasi ketiga. Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus Gram-positif. Tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobactetiaceae. Pengobatan meningitis oleh sefotaksim sangat efektif

terhadap bakteri gram positif-negatif Secara khusus obat ini digunakan untuk mengobati infeksi sendi, penyakit radang panggul, meningitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis, gonore, dan selulitis (Farmakologi dan terapi edisi V halaman 686-690)

II.

DATA PRE-FORMULASI A. Zat Aktif : Cefotaxime Nama Zat aktif

Cefotaxime

Rumus Molekul

C16H16N5NaO7S2 (Farmakope Indonesia edisi V 1148)

Bobot Molekul

477,45

Rumus Struktur

Pemerian

Hablur atau serbuk hablur, putih atau agak kuning (Farmakope Indonesia Edisi 5, hal 1148)

Kelarutan

Mudah larut dalam air (1:1); sukar larut dalam pelarut organik (Farmakope Indonesia Edisi 5, hal 1148)

Khasiat

Obat ini efektif untuk pengobatan meningitis oleh bakteri gram-negatif. Farmakologi dan Terapi 5, hal 685)

Dosis

Cefotaxime Na diberikan dengan cara injeksi intramuscular atau intravena selama 3 – 5 menit. Dosis 1.05g Cefatoxime Na setara dengan 1g Cefatoxim. Biasa diberikan 2-6g sehari dibagi dalam 2-4 kali untuk dewasa. (Martindale ed 36 hal 229)

Stabilitas

Sterilisasi

Harus disimpan pada suhu 15-30˚C (Drug Information 2010 hal 148)

Commented [u1]: TAMBAHANIN LAGI

Filtrasi membran (Farmakope Indoneisa V hal

Commented [u2]: PUSTAKA?

1151)

pH sediaan

Antara 5,0 dan 7,5 (Farmakope Indonesia V hal 1150)

Cara Penggunaan

Intravena (Drug Information 2010 hal 145)

OTT

Probenecid (Martindale ed 36 Hal 228)

WADAH

DAN Dalam wadah tertutup rapat (Farmakope Indoneisa

PENYIMPANANA V hal 1150)

B. Zat Tambahan Aqua pro injection Pemerian

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (Farmakope Indonesia V hal 57)

Kegunaan

Air untuk injeksi (Farmakope Indonesia V hal 57)

Stabilitas

Mudah terurai jika berhubungan dengan zat rganic yang dapat teroksidasi, dengan logam tertentu dengan senyawanya atau dengan alkali (Farmakope Indonesia V hal 57)

Sterilisasi

Dididihkan selama 30 menit lalu di otoklaf selama 15 menit. (Farmakope Indonesia V hal 1359)

WADAH

DAN Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau

Penyimpanan

plastik, tidak lebih besar dari 1L. Wadah kaca sebaiknya dari kaca tipe 1 atau 2 (Farmakope Indonesia V hal 64)

C. Teknologi farmasi 1. Sediaan Injeksi Vial

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagibagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan irigasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagibagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis, dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah fisik, kimia, atau mikrobiologis. (Lachman hal. 1292) Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi, suspensi, atau sebruk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Suspensi tidak dapat diberikan karena bahaya hambatan pembuluh kapiler.akan terapi parenteral. Terapi parenteral memiliki beberapa keuntungan penting dibandingkan enteral. Sejak pemilihan tempat pemakaiannya, dapat ditetapkan saat muncul dan lamanya efek. Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat dan bila penderita tidak bisa dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif terhadap pemberian dengan cara lain.Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. (Farmakope Indonesia III hal. 13) Persyaratan bagi larutan injeksi : - Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan

efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia dan sebagainya. - Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antar aksi antar bahan obat dan material dinding wadah. - Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk itu beberapa faktor yang paling menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis, isotonis, isohidris, bebas bahan melayang. - Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen.(Farmakope Indonesia III hal. 13) Wadah yang digunakan untuk produk injeksi, salah satunya adalah vial. Vial adalah wadah gelas yang umumnya digunakan untuk dosis ganda, dengan kapasitas 5 ml, 10 ml, dan seterusnya. Pelarut yang digunakan aqua, non aqua (minyak/non minyak). Perlu pemberian pengawet, sehingga isi dapat diambil sebagian dan sisa masih steril, serta dapat dikalibrasi. Vial disterilisasikan di dalam oven, pada suhu 150ºC selama 1 jam, sedangkan untuk tutup vial karet dalam autoklaf, pada suhu 115ºC - 116ºC selama 30 menit.(Farmakope Indonesia III hal. 13) Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk injeksi dalam wadah vial (takaran ganda): - Perlu pengawet karena digunakan lebih dari satu kali sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari mikroorganisme - Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus isotonis (0,6-0,2%). - Perlu dapar sesuai pH stabilitas zat aktifnya.(Farmakope Indonesia III hal. 13) 2. Formula Dasar Vial Formula dasar untuk vial (sediaan parenteral volume kecil) yaitu: - Pembawa yang sesuai (air, non air, kosolven)

- Bahan tambahan (pengawet, antioksidan, dapar, agen pengkhelat, dan pengatur tonisitas) Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang kurang cepat,tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama

dari

yang

dihasilkan

oleh

pemberian

lewat

intravena.Larutan air atau minyak atau suspensi bahan obat dapat diberikan lawatintramuskular. Kecepatan absorpsi sangat berbeda-beda tergantung pada jenis sediaan yang diperlukan. Biasanya obat suntik dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorbsi daripada dalam bentuk suspensi dan obat dalam sediaanair lebih cepat diabsorbsi daripada sediaan minyak. Jenis sediaanyang digunakan berdasarkan pada sifatsifat

obat

itu

sendri

diharapkan.Suntikan

dan

pada

intramuskular

efek

terapi

dilakukan

yang dengan

memasukkan ke dalam otot rangka.Lokasiyang biasanya digunakan adalah otot deltoid/ segitiga pada lengan atas, dimana disuntikan sebanyak 2 ml sediaan obat.Volume lebih besar maksimal 5 ml,dapat

diinjeksikan

kedalam

otot

gluteal medial dari setiap penonjolan, absorbsi melalui rute muskular lebih cepat daripada subkutan, dapat ditunda ataudiperlama dengan cara pemberian obat dalam bentuk suspense

steril,

baik

dalam

pembawa

air

maupun

minyak.(Sediaaan Farmasi Steril Goeswin Agoes hal 12)

Keuntungan sediaan parenteral: (sediaaan farmasi steril Goeswin Agoes hal 13) - Terapi parenteral diperlukan untuk obat yang tidak efektif idak secara oral

atau

akan

rusak

oleh

sekresi saluran cerna seperti insulin, hormon lain danantibiotika. - Pengobatan untuk pasien yang tidak koperatif atau tidak sadar harus diberikan melalui injeksi. - Permberian

obat

secara

memberikan efek local jika

parental

dapat

diperlukan.

pula

Kerugian sediaan parental: (sediaaan farmasi steril Goeswin Agoes hal 13) - Sediaan diberikan oleh tenaga ahli - Membutuhkan

waktu

lebih

lama

jika

dibandingkan dengan pemberian obat menurut rute lain - Begitu obat diberikan secara parental sulit untuk membalikan atau mengurangi efeak fisiologisnya Syarat-syarat sediaan parental: - Aman secara toksikologi. - Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik bentuk vegetative, patogen, spora dan non patogen - Bebas dari kontaminasi pirogen. - Bebas dari partikel partikulat asing. - Stabil, tidak hanya secara fisika dan kimia, tapi juga secara

mikrobiologi.

(sediaaan

farmasi

steril

Goeswin Agoes hal 13)

D. Farmakologi 1. Farmakodinamik Cefotaxime adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas anti bakteri. Aktivitas bakterisidal didapat dengan cara menghambat sisntesis dinding sel. In vitro cefotaxime memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Cefotaxime memiliki stabilitas yang sangat tinggi

terhadap

β-laktamase,

baik

itu

penisilinase

dan

sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram-positif dan gramnegatif. Selain daripadaitu Cefataxime merupakan penghambat poten terhadap bakteri gram negatif tertentu yang menghasilkan β-laktamase.

2. Farmakokinetik 1.Absorpsi: Cefotaxime diberikan secara injeksi sebagai garam natrium. Diabsorpsi dengan cepat setelah injeksi intra muskular

Commented [u3]: Pustaka?

dengan rata-rata konsentrasi puncak plasma sekitar 12 dan 20 ug/ml yang dilaporkan berturut-urut setelah 40 menit pemberian Cefotaxime 0,5 dan 1 g. pada injeksi intravena Cefotaxime 0,5:1 atau 2 g rata-rata konsentrasi puncak plasma berturut-urut 38:102 dan 215 ug/ml dicapai dalam konsentrasi bervariasi antara 1 sampai 3 ug/ml setelah 4 jam. Waktu paruh plasma Cefotaxime sekitar 1 jam dan untuk metabolit aktif desocetylcepotaxime sekitar 1,5 jam. Waktu paruh meningkat pada neonatus dan penderita dengan gangguan ginjal berat, terutama untuk bentuk metabolit, dalam hal ini pengurangan dosis sangat diperlukan. Sekitar 40% Cefotaxime dalam sirkulasi dilaporkan berikatan dengan protein plasma.

2.Distribusi: Cefotaxime dan desacetylcefotoxime secara luas didistribusikan dalam jaringan dan cairan tubuh; konsentrasi terapi dapat ditemui dalam LCS terutama bila meninges dalam keadaan meradang. Cefotaxime melewati plasenta dan dalam konsentrasi rendah dapat ditemukan pada air susu ibu. Konsentrasi Cefotaxime dan desacetylcefotaxime relatif tinngi pada empedu dan 20% dari dosis yang diberikan ditemukan dalamfeses.

3.Metabolisme: Cefotaxime sebagian masuk dalam metabolisme hati menjadi desacetylcefotaxime dan metabolit inaktif.. 4.Ekskresi: Eliminasi Cefotaxime terutama melalui ginjal dan sekitar 40 sampai 60% dari dosis ditemukan tidak berubah di urin dalam jangka waktu 24 jam; dan sisanya sebanyak 20% diekskresikan sebagai metabolit desacetyl. Probenesid akan berkompetensi dengan Cefotaxime dalam halsekresi melalui tubulus ginjal yang akan mengakibatkan konsentrasi plasma efotaxime dan metabolit desacetyl menjadi lebih tinggi dan lebih lama. Cefotaxime dan metabolitnya dapat dihilangkan dengan hemodialis. (

Commented [u4]: PUSTAKA?

3. Indikasi Digunakan untuk Infeksi saluran napas, kulit dan struktur kulit, tulang dan sendi, saluran urin, ginekologi seperti, septisemiam dugaan meningitis, aktif terhadap basil Gram negative (kecuali Pseudomonas), Gram positif cocci (kecuali enterococcus). Aktif terhadap beberapa penicillin yang resisten pneumococcus.

Commented [u5]: PUSTAKA?

4. Efek Samping Radang usus besar, diare, nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin, peninggian transaminase hati, eosinophilia, demam, nyeri tempat suntikan, mual, muntah, ruam.

5. Interaksi Obat Infeksi saluran napas, kulit dan struktur kulit, tulang dan sendi, saluran urin, ginekologi seperti, septisemiam dugaan meningitis, aktif terhadap basil Gram negative (kecuali Pseudomonas), Gram positif cocci (kecuali enterococcus).

III. FORMULASI A. Formula Rujukan (Handbook on Injectable Drugs Ed10 Hal 221) Dalam 10g sediaan mengandung : Cefotaksim Na 500mg yang setara dengan 1-2g Cefotaksim

(Sediaan Farmasi Steril Goeswin Hal 311) Sefotaksim 1g Dextrosa Hidrat USP 1,70g Na-sitrat hidrat (untuk pendapar) 25mg HCl untuk pengatur pH NaOH untuk pengatur pH Air untuk injeksi qs ad 50Ml

(Drug Information 2010 Hal 143)

Commented [u6]: PUSTAKA?

10mL aqua p.i mengandung Cefatoxim 500mg

(Martindale ed 28 Hal 1118) Cefotaxime Na setara dengan Cefotaxime 1 – 2g dalam larutan aqua p.i 40-100mL

B. Formula Jadi Commented [u7]:

Tiap 10mL mengandung : Cefatoxim Na 500mg yang setara dengan 1g Cefatoxim Aqua pro injection ad 10 ml

C. Alasan Pemilihan Bahan 1. Cefotaxim Cefotaxim digunakan sebagai antibiotic golongan sefalosporin yang memiliki spektrum luas sehingga menghambat sintesis dinding sel bakteri 2. Aqua pro injection digunakan sebagai pelarut atau pembawa dalam sediaan. 3. Benzalkonium klorida Benzalkonium

klorida

digunakan

sebagai

anti

bakteri,

dikarenakan dalam penggunaan vial yang diperuntukan sebagai wadah dosis ganda dan akan digunakan berkali kali. Maka untuk mencegah sediaan tidak menjadi steril

IV. ALAT DAN BAHAN A. Alat: 1. Beaker glass 2. Erlenmeyer 3. Corong glass 4. Vial 5. Gelas ukur 6. Kertas saring 7. Batang pengaduk 8. Spatula

9. Pinset 10. Kaca arloji 11. Pipet tetes 12. Penjepit bes

B. Bahan Sefataksim Na Benzalkonium klorida Aqua P I

C. Cara Sterilisasi Alat Beaker Glass Erlenmeyer Corong Glass Vial Gelas Ukur

Cara Sterilisasi

Pustaka

Oven

160oC

1 Jam

Fi V Hal 1663

Oven

160oC

1 Jam

Fi V Hal 1663

Oven

160oC

1 Jam

Fi V Hal 1663

Oven

160oC

1 Jam

Fi V Hal 1663

Autoklaf

121oC

Fi V Hal 1662

selama 15 manit Kertas Saring

Autoklaf

121oC Fi V Hal 1662

selama 15 manit Batang Pengaduk

Direndam

Alkohol Fi V Hal 1662

selama 30 menit Spatula

Direndam

Alkohol Fi V Hal 1662

selama 30 menit Pinset

Direndam

Alkohol Desinfection

selama 30 menit

sterilitation

and

preservation vol 3 hal 225 Kaca Arloji

Direndam

Alkohol Desinfection

selama 30 menit

sterilitation

and

preservation vol 3 hal 225

Pipet Tetes

Direndam

Alkohol Desinfection

selama 30 menit

sterilitation

and

preservation vol 3 hal 225 Penjepit Besi

Direndam

Alkohol Desinfection

selama 30 menit

sterilitation

and

preservation vol 3 hal 225 Karet tutup botol vial, Digodok dalam air Farmakope Indonesia karet tutup pipet tetes

suling 30 menit

Aqua Pro Injection

Didihkan selama 30 Farmakope Indonesia menit

aqua steril pro injeksi

V hal 1359

Didihkan selama 30 Farmakope Indonesia menit

V.

III hal 1359

V hal 1359

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN A. Perhitungan Rumus = {(n x v) + (10-30 % x v)} ml n

= jumlah vial yang akan dibuat

v

= volume injeksi tiap vial (ml)

Perhitungan volume injeksi ampul Volume total 5 ampul = {(n+2)v + (2x3)}ml = {(5+2)10 + (2x3} ml = 70 + 6 ml = 6 ml

500 mg Sefotaxime Na setara dengan 1 gr Sefotaxime Sefotaxime Na dalam 5 ampul = 5 x 500 mg= 2500 mg = 2,5 g

B. Penimbangan Teoritis : Bahan

Bobot teoritis

VI.

Cefotaxim Na

2,5g

Aqua p.i

76mL

Cara Pembuatan Prinsip: Pembuatan dilakukan dengan teknik aseptik, dilakukan di LAF 1. Dicuci alat-alat yang akan digunakan 2. Dikalibrasi vial 10,5 ml 3. Disterilkan semua alat yang digunakan dengan cara yang sesuai dengan literatur. 4. Ditimbang bahan



bahan

yang digunakan

(Cefotaxim Na,

benzalkonium klorida) 5. Dibuat aqua pro injeksi dengan cara air suling dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit, dinginkan. 6. Dibuat pengenceran benzalkonium klorida dengan cara: 

Ditimbang 10 mg benzalkonium klorida



Dilarutkan dalam 5 ml aqua pro injeksi

7. Dimasukkan sisa pengenceran ke dalam vial 8. Disterilkan

bahan-bahan

yang

akan

digunakan

(pengenceran

benzalkonium klorida dan aqua steril pro injeksi) dengan cara yang tercantum dalam literatur. 9. Dilakukan di LAF: - Dilarutkan Sefataksim dengan sebagian aqua steril pro injeksi dalam beaker glass. - Dicampurkan Sefataksim dengan benzalkonium klorida. - Ditambahkan sisa aqua steril pro injeksi lalu di cek pH (4,2-7,0). 10. Dilakukan evaluasi IPC yaitu cek pH 4.2-7,0 uji kejernihan dan uji keseragaman volume 11. Di ad kan dengan aqua pi sampai tanda kalibrasi 12. Disaring larutan dengan menggunakan kertas saring 13. Dimasukkan kedalam vial tepat tanda 10,5mL, tutup dengan karet

Commented [u8]: Cari lagi prinsipnya

penutup dan bungkus vial coklat dengan kap alumnium. 14. Dilakukan evaluasi Quality Control yaitu keseragaman volume dan kejernihan 15. Dikemas, beri etiket, masukkan dalam dus, lengkapi dengan brosur, kemudian diserahkan

VII.

EVALUASI A. In Proses Control: 1. Uji Kejernihan (Lachman III hal 1355) Produk dalam wadah di periksa dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang dari reflek mata, latar belakang hitam dan putih dengan rangkaian isi dijalankan suatu aksi mutar. Syarat: semua wadah diperiksa secara visual dari tiap partikel yang terlihat dibuang dari infus volume besar, atas 50 partikel 10 mikroliter dan lebih besar, serta 5 partikel lebih besar sama dengan 5 mikroliter/mililiter. (Lachman III hal 1355) 2. Uji PH (FI IV hal. 1039 – 1040) Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator universal.Dengan pH meter : Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter : Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran larutan uji. Syarat:2,3-7 (Farmakope Indonesia IV hal. 1039 – 1040)

3. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia IV hal 1044) Cara I: Pilih satu/lebih wadah 10 ml/lebih. Ambil isi setiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 x vol yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No. 2, panjang tidak kurang dari 2,5 mm Keluarkan

gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan hingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera. Syarat: Volume sediaan harus seragam.(Farmakope Indonesia IV hal 1044)

B. Quality Control 1. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 1044) Prosedur: Pilih 1 atau lebih wadah bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurangkurangnya 40 % volume dari kapasitas yang tertera. Syarat:Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung. (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 1044) 2. Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 858) Asas: Dilakukan

dengan

teknik

penyaringan

dengan

menggunakan filter membran karena dengan cara ini, jasad renik

dapat dipisahkan dari cairan yang mengandung bakteriostatik atau fungistatik sebagai penghambat pertumbuhan. Prosedur uji: Penyaringan dengan filter membran (porositas 0,22 µm, diameter ± 47 mm, kecepatan aliran 55–75 ml/menit, tekanan 70 cmHg). Membran dibilas dengan larutan pepton 0,1%. Membran dipotong menjadi setengah bagian, jika hanya digunakan satu lalu dimasukkan ke dalam media Tioglikolat cair, inkubasi 30 35° C selama 7 hari dan Soybean – Casein Digest inkubasi 2025° C selama 7 hari Syarat: Sediaan harus steril. (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 858)

3. Uji kadar (Farmakope Indonesia V hal 1174) Ukur saksama sejumlah volume larutan injeksi setara dengan tidak kurang 300µg, encerkan dengan air secara kuantitatif dan bertahap hingga kadar lebih kurang 30µg per ml. Di dalam sel 1cm pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 361nm, menggunakan air sebagai blangko, hitung jumlah dalam µg sianokobalamin tiap mili dengan rumus:

Syarat:

Sefotaksim

untuk

injeksi

mengandung

Sefotaksim Na setara dengan Sefatoksim tidak kurang dari 90.0% dan tidak lebih dari 115.0% dari jumlah yg tertera Dietiket. (Farmakope Indonesia V hal 1150) 4. Uji Kejernihan (Lachman, hal 1355 – 1356) Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar partikel yang bergerak lebih mudah

dilihat dari pada partikel yang diam, tetapi harus berhati-hati untuk mencegah masuknya gelembung udara yang sulit di bedakan dari partikel-partikel debu. Untuk melihat partikelpartikel yang berat, mungkin perlu untuk membalik wadah. Syarat:Sediaan harus jernih.

5. Uji PH (Farmakope Indonesia IV hal. 1039-1040) Uji pH dapat dilakukan menggunakan pH meter, sebelum digunakan ph meter harus diperiksa electroda dan jembatan garam jika ada perlu isi lagi larutan jembatan garam. Untuk pembakuan ph meter pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan ph tidak lebih dari 4 unit. Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu larutan ujimya akan diukur. Pasang kendali suhu pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat ph identik. Bila electroda dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan, isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar ke 2 +_ 0.007 unit ph dari harga yang dalam label yang tertera. Jika penyimpangan terlihat besar, periksa electroda atau ganti. Ulangi pembakuan hingga ke 2 larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga pH tidak lebih dari 0,002 unit ph dari harga yang tertera dalam label. Isi sel dengan larutan uji dan baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan atau pengeneran larutan uji. Jika hanya diperluksn harga ph perkirakan dapat digunakan indikator dan kertas indikator universal. Syarat:5-7.5 (Farmakope Indonesia V hal 1150

6. Uji kebocoran (Lachman hal 1354) Kebocoran biasanya dideteksi dengan menghasilkan suatu tekanan negatif dalam ampul yang tidak ditutup dengan sempurna,biasanya dalam ruang vakum, selagi ampul tersebut dibenamkan dalam larutan yang diberi zat warna (0,5 sampai 1,0 % biru metilen). Tekanan atmosfer berikutnya kemudian

menyebabkan zat warna mempenetrasi ke dalam lubang, langsung dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya.Vakum (27 inci Hg atau lebih) harus dengan tajam dilepaskan setelah 30 menit.Hanya setetes kecil zat warna bisa mempenetrasi ke lubang yang kecil. Syarat : jika menggunakan zat warna, zat warna tidak berpenetrasi ke dalam sediaan ampul.

VIII.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc Evoy, Gerald K. Drug Information 88. Volume II .American Society of Health System Pharmacists. Bethesda: USA , 1988 2. Sprowls

JB.

Prescription

Pharmacy.

Second

edition.

Philadelphia: J.B. Lippincott Company; 1970. 3. Kibbe, Arthur H. Handbook of Pharmaceutical Excipients Second Edition. American Pharmaceutical Association : Washington DC , 1994 4. Departemen

kesehatan

Republik

Indonesia.

Farmakope

Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1979. 5. Departemen

kesehatan

Republik

Indonesia.

Farmakope

Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. 6. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga.Jakarta: UI-press; 1994. 7. Reynolds JEF. Martindale The Extra Pharmacopoeia. 28th edition. London: The Pharmaceutical Press; 1982. 8. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1995 9. Evory MC, Gerald K. Drug Information. USA: American Society of Health-System Pharmacist; 1988.

Related Documents


More Documents from "Reka Qurrotul"