Filosofi riset dalam bidang akuntansi keperilakuan
Filosofi filsafat Paradigma Metodologi Riset Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis tertentu. menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi-asumsi tersebut adalah ontologi (ontology), epistemologi (epistemology), hakikat manusia (human nature), dan metodologi (methodology). Ontologi berhubungan dengan haikat atau sifat dari realitas atau objek yang akan diinvestigasi. Epistemologi berhubungan dengan sifat ilmu pengetahuan, bentuk ilmu pengetahuan tersebut, serta cara mendapatkan dan menyebarkannya. Epistemologi ini memberikan perhatian pada cara menyerap dan mengomunikasikan ilmu pengetahuan. Pendekatan subjektivisme (anti-positivism) memberikan penekanan bahwa pengetahuan bersifat sangat subjektif dan spiritual atau transendental yang didasarkan pada pengalaman dan pandangan manusia. Hal ini sangat berbeda dengan pebdekatan objektivisme (positivism) yang berpandangan bahwa pengetahuan itu berada dalam bentuk yang tidak berwujud (intangible). Asumsi mengenai sifat manusia merujuk pada hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Burrel dan Morgan memandang bahwa filsafat ilmu harus mampu melihat keterkaitan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya. Pendekatan voluntarisme (voluntarism) memberikan penekanan pada esensi bahwa manusia berada di dunia ini untuk memecahkan fenomena sosial sebagai makhluk yang memiliki kehendak dan pilihan bebas (free will and choice). Manusia pada sisi ini dilihat sebagai pencipta dan mempunyai perspektif untuk menciptakan fenomena sosial dengan daya kreativitasnya. Sebaliknya, pendekatan determinisme memandang bahwa manusia dan aktivitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan tempat dia berada. Asumsi-asumsi tersebut berpengaruh terhadap metodologi yang akan digunakan. Metodologi dipahami sebagai suatu cara menentukan teknik yang tepat untuk memperoleh pengetahuan. Pendekatan ideografik yang mempunyai unsur utama subjektivisme menjadi landasan pandangan bahwa seseorang akan dapat memahami dunia sosial (social world) dan fenomena yang diinvestigasi, apabila ia dapat memperolehnya atas dasar pengetahuan pihak pertama (first hand knowledge). Sebaliknya, pendekatan nomotetik (nomotethic) mempunyai sistem baku dalam melakukan penyelidikan yang biasanya disebit sistem protokol dan teknik. Secara ringkas, Burrel dan Morgan menggambarkan asumsi tersebut sebagaimana disajikan pada gambar di bawah ini:
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Burrel dan Morgan (1979) mengelompokkan pengetahuan dalam tiga paradigma, yaitu fungsionalis interpretif (functionalist interpretive), radika humanis (radical humanist), dan radikal strukturalis (radical structuralists). Akuntansi sebagai pengetahuan manusia juga dapat dipandang menurut paradigma-paradigma tersebut. Dillard dan Becker (1997) mengembangkan paradigma tersebut dalam kaitannya dengan riset akuntansi, khususnya akuntansi keperilakuan. Pembahasan ini menekankan pada paradifma yang telah dikembangkan oleh Dillard dan Becker dalam mengembangkan kerangka paradigma Burrel dan Morgan yang diilhami oleh artikel Birnberg dan Shields (1989) dalam “Three Decades of Behavioral Accounting Research: Search for Order” yang mengidentifikasikan sosiologi keorganisasian sebagai salah satu alternatif dengan paradigma berbeda
dan memberikan beberapa argumentasi teoritis serta riset empiris dari akuntansi keperilakuan yang berhubungan dengan setiap paradigma tersebut. selain itu, artikel tersebut juga membahas mengenai paradigma posmodernisme (postmodernism) sebagi salah satub aliran yang menjadi salah satu alternatif., tetapi tidak dapat dimasukkan sebagai salah satu paradigma Burrel dan Morgan.
Pergeseran Arah Riset Pendekatan klasikal lebih menitikberatkan pada pemikiran normatif yang mengaami kejayaannya pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam riset akutansi. Alasan yang mendasari pergeseran ini adalah pendekatan normatif yang telah berjaya selama satu dekade ini tidak dapat menghasilkan teori akutansi yang siap digunakan dalam praktik sehari-hari. Alasan kedua yang mendasari usaha pemahaman akutansi secara empiris dan mendalam adalah “gerakan” dari masyarakat peneliti akutansi yang menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku. Rochester dan Chicago mengembangkan teori akutansi positif yang menjelaskan mengapa akutansi itu ada, apa yang dimaksud dengan akutansi, mengapa akutan melakukan apa yang mereka lakukan, serta apa pengaruh fenomena ini terhadap manusia dan penggunaan sumber daya. Pendekatan normatif maupun positif masih mendominasi riset akutansi hingga saat ini. Hampir semua artikel yang terbit di jurnal The Accounting Review maupun Journal of Accounting Research dan Journal of Business Research menggunakan pendekatan utama degan ciri khas model matematis dan penggunjian hipotesis.