Bulan Basaha Dengan mempersembahkan syukur kepada Allah SWT atas ”rahmat-Nya”, di saat ini kita berada pada satu bulan mulia, yaitu bulan Ramadhan. Ramadhan berasal dari kata ramadha, artinya “membakar”, sesuai sabda Nabi Muhammad SAW ; “innama summiya ramadhana li annahu yarmidhuz-zunuba”, artinya,“sesungguhnya telah diberi nama “ramadhan” karena pada bulan itu dibakar dosa-dosa”. Setiap diri (manusia) diberi kesempatan paling berharga dalam satu bulan Ramadhan, untuk dapat membakar dosa-dosa yang telah terlakukan sebelum ini. Jarang sekali manusia tidak berdosa. Adakalanya dosa itu datang tanpa kesengajaan seperti; mengumpat, membeberkan aib, atau seumpamanya. Ada juga yang dilakukan dengan sadar seumpama; sumpah palsu, menipu, korupsi, kolusi, mengganggu ketenteraman, merusak ekonomi, yang berdampak kepada rusaknya hidup dan lingkungan, atau memutus hubungan bermasyarakat dan lazimnya disebut “hablum minan-naas”. Ada dosa yang dilakukan karena sengaja menunda-nuda melaksanakan perintah Allah yang dibebankan kepada setiap diri, seumpama lalai ibadah, lalai shalat, lalai zakat, yang disebut “hablum minallah” itu. Banyak pula dosa yang mengundang dosa yang lebih besar bobotnya, yang pada mulanya berawal dari rasa tersinggung atau marah di atas peringatan yang disampaikan seorang, agar segera meninggalkan tabiat (kebiasaan) buruk, tetapi di tolak dengan dendam dan benci, akhirnya berbuah dosa yang lebih besar. Bermusuhan. Jangan dianggap dosa hanya yang besar tampak di permukaan saja. Malah yang tersembunyi, di dalam diri, yang hanya kita sendiri saja yang tahu. Semua kondisi seperti itu, pada bulan Ramadhan yang mulia ini, dibukakan peluang oleh Allah Yang Maha Rahman dan Rahim untuk mendapatkan “keampunan” bagi setiap hamba-Nya yang beriman dan bersungguh-sungguh mengharapkan keampunan itu. Di sinilah makna besar dari bulan Ramadhan, yang sangat dinantikan kedatangannya oleh seluruh mukmin setiap tahun. “Selamat datang wahai bulan pembersih”, begitu Nabi Muhammad SAW menyambutnya dan menyatakan, “siapa yang mempuasakan Ramadhan dengan iman dan perhitungan (menjaga segala aturan-aturan puasa) niscaya Allah akan ampuni dosa-dosanya terdahulu”. (Al-Hadist) Kuncinya adalah “melaksanakan puasa” yang diwajibkan pada bulan Ramadhan. Jadi tidak asal berada di bulan suci Ramadhan, kemudian tidak ikut melaksanakan ibadah puasa yang diwajibkan pada bulan mulia ini. Sungguh berat peringatan dari Rasulullah SAW; “barangsiapa yang sengaja menanggalkan (baca: membatalkan atau membukakan) puasanya sehari saja di bulan Ramadhan tanpa ada halangan (baca: rukhsah yang membenarkan untuk tidak berpuasa), maka tidak akan ada waktu baginya (baca: pengganti puasa sehari yang sengaja dibatalkannya), walaupun dianya berpuasa setahun penuh”. (Al Hadist). Masyarakat umumnya di Minangkabau (Sumatera Barat) menilai suatu aib besar bila ditemui ada seorang Minangkabau yang tidak ikut puasa di bulan yang disebut oleh orang awak sebagai “bulan basaha” artinya bulan menahan haus dan lapar, menahan nafsu amarah, menahan perasaan yang di awali dengan ba-saha (=ber-sahur, makan sahur sebelum fajar) sebagai persyaratan ibadah puasa (shaum). Kekokohan masyarakat seperti ini wajib selalu dipelihara untuk dijadikan modal utama memasuki zaman global di negeri ini, yang pasti mestinya berbenteng kepada tamaddun (adat budaya dan agama), yang luhur itu. Semoga.