4.jiwa Insomnia.docx

  • Uploaded by: Fadli
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 4.jiwa Insomnia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,296
  • Pages: 14
LAPORAN KASUS No. ID dan Nama Peserta: dr. Nirma Rahayu HS, S.Ked No. ID dan Nama Wahana: RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo Topik: Insomnia non organik Tanggal (Kasus): 23 Oktober 2018 Nama Pasien/Umur: Tn. F/78 tahun

No. RM: 18129876

Tanggal Presentasi: 28 Desember 2018

Pendamping: dr. Rasfiani

Tempat Presentasi: RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo Obyek Presentasi:  Keilmuan

 Keterampilan

□ Penyegaran

□ Tinjauan Pustaka

 Diagnostik

 Manajemen

 Masalah

□ Istimewa

□ Neonatus

□ Bayi

□ Anak

□ Remaja

 Dewasa

□ Lansia

□ Bumil

□ Deskripsi: Keluhan utama : Susah tidur Anamnesis Terpimpin : pasien datang dengan keluhan susah tidur. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan berlangsung terus menerus sehingga mengganggu aktivitas serta membuat pasien merasa letih setiap hari. Pasien mengaku sulit untuk memulai tidur dan selalu terbangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi hingga pagi. Sehari pasien hanya tidur sekitar 2-4 jam. Pasien mengaku bahwa sebelum tidur, pasien memikirkan beberapa hal masalah keuangan keluarga dan memikirkan masa depan anak-anaknya. Pasien tidak merasana adaya hilang minat dan kegembiraan, gagasan rasa bersalah dan tidak berguna, melakukan perbuatan yang berbahaya dan kurangnya nafsu makan semuanya disangkal.

Bahan bahasan:

□ Tinjauan Pustaka

Cara

□ Diskusi

□ Riset

 Kasus

 Presentasi dan diskusi

□ E-mail

□ Audit □ Pos

Membahas: Nama: Tn. F

Data pasien: Nama

Klinik:

RSUD Telp: -

Lamaddukelleng Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Keluhan utama : Susah tidur

No. registrasi: 18129876 Terdaftar Sejak: 23/10/2018

Anamnesis Terpimpin : pasien datang dengan keluhan susah tidur. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan berlangsung terus menerus sehingga mengganggu aktivitas serta membuat pasien merasa letih setiap hari. Pasien mengaku sulit untuk memulai tidur dan terkadang sulit mempertahankan tidur karena selalu terbangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi hingga pagi. Sehari pasien hanya tidur sekitar 3-4 jam. Pasien mengaku bahwa sebelum tidur, pasien memikirkan beberapa hal masalah keuangan keluarga yang semakin menipis dan memikirkan anak pasien yang berkuliah di luar kota. Pasien tidak merasana adaya hilang minat dan kegembiraan, gagasan rasa bersalah dan tidak berguna, melakukan perbuatan yang berbahaya dan kurangnya nafsu makan semuanya disangkal.

2. Riwayat Pengobatan:Tidak pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya 3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Tidak pernah masuk rumah sakit sebeumnya 4. Riwayat keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga 5. Riwayat sosial ekonomi : bagian sosial ekonomi menengah 6. Riwayat kebiasaan : pasien menyangkal menggunakan rokok, alkohol dan napsa 7. Lainnya : Daftar Pustaka: 1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher 2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32. 3. Zeidler,

M.R.

2011.

Insomnia.

Editor:

Selim

R

Benbadis.

(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 28 April 2013) 4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC 5. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternativemedicine Diakses tanggal 28 April 2013) 6. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 7. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 8. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Press Rangkuman hasil pembelajaran portofolio

1. Subjektif: Keluhan utama : Susah tidur Anamnesis Terpimpin : pasien datang dengan keluhan susah tidur. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan berlangsung terus menerus sehingga mengganggu aktivitas serta membuat pasien merasa letih setiap hari. Pasien mengaku sulit untuk memulai tidur dan selalu terbangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi hingga pagi. Sehari pasien hanya tidur sekitar 2-4 jam. Pasien mengaku bahwa sebelum tidur, pasien memikirkan beberapa hal masalah keuangan keluarga dan memikirkan masa depan anak-anaknya. Pasien tidak merasana adaya hilang minat dan kegembiraan, gagasan rasa bersalah dan tidak berguna, melakukan perbuatan yang berbahaya dan kurangnya nafsu makan semuanya disangkal.

2.

Objektif: PEMERIKSAAN FISIK

A.

Status Vitalis

Sakit ringan/gizi baik/compos mentis Tekanan Darah: 130/70 mmHg

B.

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 24 x/menit

Suhu

: 36,8 oC

Status Generalis Kepala Konjungtiva

: anemis (-/-)

Sklera

: ikterus (-/-)

Bibir

: tidak ada sianosis, kering (-)

Gusi

: perdarahan (-)

Mata Pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+, Leher Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran Deviasi trakea

: tidak ada

Paru Inspeksi

: simetris kiri dan kanan, retraksi intercostal (-)

Palpasi

: nyeri tekan sulit dinilai, massa tumor (-), fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor kanan sama dengan kiri

Auskultasi

: bunyi pernapasan vesikuler kanan sama dengan kiri Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

Jantung Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: S1/S2 reguler,murmur (-)

Abdomen : Inspeksi

: Perut membesar (-), ascites (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesannormal, metallic sound (-)

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani,

Pemeriksaan ekstremitas Inspeksi

:

Edema pretibial (-)

Palpasi

:

Akral hangat

C. Status Mental 1. Deskripsi Umum : pasien seorang pria 59 tahun berpenampilan fisik sesuai usia, kulit sawo matang dengan postur tubuh sedang, tampak terawat. Kesadaran jernih, kontak dengan pasien dapat dipertahankan. 2. kontak

: (+) verbal, relevan, lancar

3. kesadaran

: Compos mentisorientasi tempat waktu orang baik

4. mood/afek

: Sesuai

5. proses pikir

: Sesuai

6. Bentuk pikiran

: Realistik

7. Proses pikiran

: Hendaya bahasa (-), asosiasi longgar (-), flight of idea (-)

8. Isi pikiran

: Baik, waham (-)

9. Persepsi

: Halusinasi (-) derealisasi (-)

10. Fungsi kognitif

: Normal

11. Psikomotor

: Baik

12. Impuls

: Baik

13. Daya nilai

: Baik

14. Tilikan

:6

15. Realibilitas

: Dapat dipercaya

3. Diagnosa Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan : Axis I

: F.50.0 Insomnia non organik

Axis II

: Ciri kepribadian terbuka

Axis III : Riwayat Hipertensi grade 1 terkontrol dengan obat Axis IV

: Keuangan dan keluarga

Axis V

: GAF 91-80

4. Terapi Alprazolam 0,5 mg 1x1 (0 – 0 – 1) Pengobatann non farmakologi

5. Prognosis Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: bonam

Ad sanatiam

: bonam

TINJAUAN PUSTAKA Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4. Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center). Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam. Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain: 1. Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta. 2. Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah. 3. Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan. 4. Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS).

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM1,4. 2.2 Definisi Insomnia Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai

penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. 2.3 Klasifikasi Insomnia a. Insomnia Primer Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini. b. Insomnia Sekunder Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia. Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi : a. Acute insomnia b. Psychophysiologic insomnia c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception) d. Idiopathic insomnia e. Insomnia due to mental disorder f. Inadequate sleep hygiene g. Behavioral insomnia of childhood h. Insomnia due to drug or substance i. Insomnia due to medical condition j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic)

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

8

2.4 Tanda dan Gejala Insomnia a.

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

b.

Sering terbangun pada malam hari

c.

Bangun tidur terlalu awal

d.

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

e.

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

f.

Konsentrasi dan perhatian berkurang

g.

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

h.

Ketegangan dan sakit kepala

i.

Gejala gastrointestinal 1,3,6

2.5 Etiologi Insomnia a. Stres Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia. b. Kecemasan dan depresi Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi. c. Obat-obatan Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid. d. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam. e. Kondisi Medis Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,

penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer. f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh. g. 'Belajar' insomnia Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca3,8. 2.6 Faktor Resiko Insomnia Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada : 1. Wanita Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur. 2. Usia lebih dari 60 tahun Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia. 3. Memiliki gangguan kesehatan mental Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur. 4. Stres Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia. 5. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap: a. Pola tidur penderita. b. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang. c. Tingkatan stres psikis. d. Riwayat medis. e. Aktivitas fisik f. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual. Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu. Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh5. Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ6 Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: a.

Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk.

b.

Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan.

c.

Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari.

d.

Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

e.

Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

f.

Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.8 Tatalaksana 1. Non Farmakoterapi a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia. Terapi tingkah laku meliputi : 1.

Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

2.

Teknik Relaksasi. Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

3.

Terapi kognitif. Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

4.

Kontrol stimulus Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.

5.

Restriksi Tidur. Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya3,5.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia : 1.

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

2.

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

3.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

4.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

5.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah

6.

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

7.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

8.

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

9.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin.

10.

Menghindari makan besar sebelum tidur.

11.

Cek kesehatan secara rutin.

12.

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,2,3,5

2. Farmakologi Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital) Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur : -

Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting). Misalnya pada gangguan anxietas.

-

Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi.

-

Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis -

Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.

-

Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat).

-

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi.

-

Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut.

Lama Pemberian

-

Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.

-

Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh) : -

Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam). Gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik.

-

Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan.

-

Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala “hang over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”.

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”. Interaksi obat -

Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”.

-

Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

-

Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus -

Kontraindikasi : o Sleep apneu syndrome o Congestive Heart Failure o Chronic Respiratory Disease

-

Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan “teratogenic effect”

(e.g.cleft-palate

abnormalities)

khususnya

pada

trimester

pertama.

Juga

benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,7.

2.9 Komplikasi Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi : 

Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.



Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.



Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi



Kelebihan berat badan atau kegemukan



Daya tahan tubuh yang rendah



Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain seperti depresi. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

Sengkang, 22 Oktober 2018 Peserta,

dr. Nirma Rahayu HS

Pendamping,

dr. Rasfiani, S.Ked

More Documents from "Fadli"

1. Bedah Bph.docx
November 2019 52
Lembaga Pembiayaan Nana
August 2019 53
Abstrak.docx
April 2020 42
4.jiwa Insomnia.docx
November 2019 47
Politik Kel.2.docx
May 2020 23