Studi Literature Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Daerah Pedesaan Indonesia
Disusun oleh : Paulina Budiarty Ernawan
462015047 (95)
Jorra Putri A.K
462016095 (90)
Amelia Way Mra Mra
462016036 (90)
Latius Lepki
462014043 (75)
Klemensia Sipka
462015013 (0)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA SALATIGA 2018
A. Pendahuluan
Tujuan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. (DepKes RI, 2009). Pembangunan kesehatan didasarkan atas dasar perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin. (Kemenkes RI,2010). Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia (1 balita/15 detik) dari 9 total kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Pada tahun 2000 kematian anak balita sebesar 2 juta disebabkan karena ISPA. (UNICEF, 2002). Dinegara berkembang penyakit pneumonia menyumbang kematian pada anak sebesar 25%, terutama pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, 60% kasuspneumonia disebabkan oleh bakteri, sementara di Negara maju umumnya disebabkan oleh virus. (DepKes RI, 2009b, Widoyono, 2008). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau puskesmas untuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit ( Danusantoso, 2012). Menurut Depkes RI pada Profil Kesehatan Indonesia (2010) kasus ISPA mencapai 23% dengan 499,259 kasus yang ditemukan pada tahun 2010, pada Provinsi Sulawesi Utara 26,08% (Indonesia Health Profile, 2010). Infeksi Saluran Pernapasan Akut menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi menular di dunia. Kurang lebih empat juta orang meninggal karena menderita ISPA setiap tahunnya. 1,4 Di Indonesia dimana berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 didapatkan data bahwa prevalensi nasional ISPA di Indonesia adalah 25,0%, tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 yaitu 25,5%. ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2013, prevalensi ISPA ditemukan sebesar 25,0%. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,8%. Pada tahun 2014 kasus ISPA pada balita tercatat sebesar 657.490 kasus (29,47%). Di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak 11.326 kasus (22,94%), kemudian
pada
tahun
2014
kasus
ISPA
pada
balita
meningkat
menjadi
13.384
(27,11%).Kabupaten Padang Pariaman menduduki peringkat ke 6 sebagai daerah penderita ISPA balita terbanyak dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat yaitu sebanyak 15.123 kasus (40,9%).Menurut data Riskesdas tahun 2013, Period Prevalence ISPA tertinggi dilima provinsi, salah satunya adalah JawaTimur (28,3%). Pada Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%). Berdasarkan Profil Desa dan kelurahan badan pemberdayaan masyarakat dan perempuan Kabupaten Situbondo, penyakit ISPA ( infeksi saluran pernafasan atas ) merupakan jumlah penyakit yang paling banyak ditemukan khususnya di Desa Kembang Sari. Pada tahun 2013 jumlah penderita ISPA 175 jiwa, dan pada tahun 2014 berjumlah183 jiwa, serta pada tahun 2015 mencapai jumlah 195 jiwa.
B. Tujuan Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah pedesaan Indonesia.
C. Metode Penelitian Studi ini adalah sebuah studi literatur untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di daerah pedesaan Indonesia. Hal ini dilakukan dengan cara mereview jurnal-jurnal yang telah terpublikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA khusunya di daerah pedesaan Indonesia. Jurnal-jurnal tersebut diringkas kemudian disintesa hasil-hasilnya. Jurnal-jurnal tersebut diidentifikasi melalui artikel-artikel yang telah dipublikasikan dengan kata kunci ISPA pada balita, faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA, pengetahuan ibu tentang ISPA, status imunisasi pada balita.
D. Hasil dan Pembahasan Nama Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil dan
Penelitian
Penelitian
Pembahasan
Simpulan
1. Riska Cahya W.
Untuk
Cross
Peran orang tua
Ada
Sukarto
mengetahui
Sectional.
adalah
hubungan
Amatus Yudi
hubungan
Populasi
serangkaian
yang
Ismanto
peran orang
dalam
perilaku yang
signifikan
Michael Y
tua dalam
penelitian ini
diharapkan sesuai
antara peran
Karundeng
pencegahan
anak yang
dengan posisi
orang tua
ISPA dengan
mengidap
sosial yang
dengan
kekambuhan
ISPA di
diberikan
kekambuhan
ISPA pada
Puskesmas
atau posisi
ISPA
balita di
Bilalang Kota
individu didalam
pada balita
puskesmas
Kotamobagu.
masyarakat.
di
Penelitian ini
Puskesmas
Bilalang Kota
Kotamobagu.
menerangkan
Bilalang
bahwa ada
Kota
hubungan yang
Kotamobagu
signifikan antara
.
peran orang tua terhadap kekambuhan ISPA. Pada penelitian tersebut didapati bahwa proporsi peran orang tua yang baik dan tidak menderita ISPA (85,7%), lebih besar dibanding yang menderita ISPA (30,8%).
2.Enggar
Tujuan
Jenis
Berdasarkan tabel
Bahwa tidak
penelitian ini
penelitian ini
3 bahwa
ada
membuktikan
menggunakan
responden yang
hubungan
ada atau
motode survei memiliki
yang
tidaknya
analitik.
pengetahuan
signifikan
hubungan
Pengambilan
baik berjumlah
antara
pengetahuan
sampel dari
responden yang
pengetahuan
terhadap
874 populasi
tediri
dan sikap ibu
sikap ibu
diambil
dari 66 responden
mempunyai
yang
sebesar 90
(73,3%) bersikap
anak balita
mempunyai
responden.
baik, dan yang
dengan
anak balita
Hasil analisa
memiliki sikap
kejadian
dengan
univariat dari
kurang
penyakit
kejadian
90 responden
baik berjumlah 3
Infeksi
penyakit
ada sebanyak
responden
Saluran
ISPA.
69 responden
(3,3%).
Pernapasan
(76,7%) yang
Sedangkan
Akut (ISPA)
berpengetahu
responden
di
an baik dan
berpengetahuan
Puskesmas
21 responden
kurang baik
Tinggede
(22,3%)
berjumlah 21
berpengetahu
responden
an kurang
yang terdiri dari
baik.
20 responden
Sedangkan
(22,2%)
untuk sikap
bersikap baik dan
dari 90
yang memiliki
responden
sikap
yang
kurang baik 1
memiliki
responden
sikap baik
(1,1%).
ada 86
Hasil analisis
responden
dengan uji chi-
(96,6 %) dan
square
yang
didapatkan hasil
memiliki
hitung yaitu
sikap kurang
p.value
baik 4
0,936. Karena
responden
nilai p.value
(4,4 %).
0,936 > 0,05
maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan kejadian penyakit ISPA di Puskesmas Tinggede. 3. Sofia
Tujuan
Jenis
Berdasarkan uji
Banyaknya
penelitian
penelitian
statistik terkait
jumlah
untuk
adalah survey
variabel
perokok
mengetahui
analitik
kebiasaan
akan
faktor risiko
dengan
merokok anggota
sebanding
lingkungan
pendekatan
keluarga
dengan
dengan
Crossectional
dalam rumah
banyaknya
kejadian
study.
dengan kejadian
penderita
ISPA pada
Besarnya
ISPA pada
gangguan
Balita di
sampel
balita diperoleh
kesehatan.
wilayah
dihitung
nilai p = 0,001 (p
Asap rokok
kerja
dengan
< 0,05)
tersebut akan
Puskesmas
menggunakan
sehingga ada
meningkatka
Ingin Jaya
rumus
hubungan antara
n risiko pada
Kabupaten
lameshow
kebiasaan
balita
Aceh Besar.
yaitu 100
merokok anggota
untuk
responden,
keluarga dalam
mendapat
sampel
rumah
serangan
diambil
dengan kejadian
ISPA.
secara acak
ISPA pada balita
sederhana.
di wilayah
Analisa data
kerja Puskesmas
dengan
Ingin Jaya
menggunakan
kabupaten Aceh
uji Chi-
Besar..
Square.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarni dkk, yaitu melihat hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,000 dengan OR = 37,71. Hasil penelitian Winarni menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan
adanya perokok dalam rumah lebih rentan terserang penyakit ISPA. 4. Eva Supriatin
Tujuan
Desain
Pada penelitian
Bahwa ada
Sekolah Tinggi
penelitian ini
penelitian
ini sebagian besar
hubungan
Ilmu Keperawatan
untuk
yang
responden (58%)
yang
(STIKep) PPNI
mengidentifik
digunakan
sejumlah 29
bermakna
Jabar
asi hubungan
adalah
balita tidak men-
antara BBLR
antara faktor-
korelasional,
galami BBLR.
dengan
faktor ISPA
dengan
Tetapi masih ada
kejadian
yaitu BBLR,
menggunakan
hampir seten-
ISPA
status gizi,
cross
gah responden
pada balita,
imunisasi,
sectional dan
(42%) sejumlah
tidak ada
kepadatan
menggunakan
21 balita yang
hubungan
tempat tinggal teknik
mengalami
yang
Dan
sampling
riwayat BBLR
bermakna
lingkungan
accidental
diantaranya 18
antara status
fisik ventilasi
sampling.
balita mengalami
gizi dengan
terhadap
Analisa yang
pneumonia
kejadian
kejadian
digunakan
sehingga menun-
ISPA pada
ISPA pada
dalam
jukan bahwa pada balita, ada
balita di
penelitian ini
balita BBLR
Puskesmas X
adalah analisa lebih banyak
yang
Kota
Chi Square.
mengalami ISPA.
bermakna
Bandung.
Populasi
Berdasarkan hasil
antara status
dalam
analisis,penelitian
imunisasi
penelitian ini
ini menunjukan
dengan
yaitu 327
bahwa ada hub-
kejadian
balita, dan
ungan yang
ISPA pada
hubungan
sampel yang
bermakna antara
digunakan
balita yang lahir
yaitu balita yang datang
BBLR dengan
berobat ke
kejadian ISPA
puskesmas,
yaitu p = 0,000 (
diambil
p = ≤ 0,05 ).
sebanyak
Pada penelitian
15% dari 327
ini berdasarkan
balita
hasil
dan didapat
analisis dan dapat
50 responden.
diketahui bahwa p = 0,134 (p = ≤ 0,05 ) ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita, tetapi pada balita yang mempunyai gizi kurang mempunyai resiko 1,591 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki gizi baik. Hal ini menjelaskan
balita,
bahwa ada faktor lain yang bisa menyebabkan ISPA, Pada penelitian nilai p = 0.005, ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA. Balita yang tidak lengkap imunisasinya mempunyai resiko 2,375 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang lengkap imunisasinya ( dengan CI 95% 1,287 ; 4,382 ).
5.Eka Diah
Tujuan
Penelitian ini
Penderita ISPA
Bahwa tidak
Kartiningrum
penelitian ini
menggunakan
lebih banyak
ada
adalah untuk
desain kontrol yang berumur > 1
pengaruh
mengetahui
kasus dengan
tahun, hal ini
umur, jenis
faktor-faktor
sampel 38
karena anak
kelamin,
yang
bayi yang
sudah mulai
status gizi,
mempengaruh dipilih
mandiri sehingga
terhadap
i kejadian
menggunakan
ketergantungan
kejadian
ISPA di Desa
purposive
terhadap orang
ISPA pada
Kembang Sari sampling.
tua sudah
balita namun
Kecamatan
Data
mulai berkurang.
adanya
Jatibanteng
dikumpulkan
Selain itu, pada
keterkaitan
Situbondo.
dengan
usia tersebut
antara status
wawancara
seorang anak
imunisasi
dan observasi
akan lebih banyak dengan
kemudian
melakukan
kejadian
dianalisis
aktivitas di luar
ISPA di
menggunakan
rumah sehingga
Desa
uji chi square
risiko untuk
Kembang
dan regresi
terpapar dengan
Sari
logistik.
sumber faktor
Kecamatan
risiko ISPA
Jati banteng
akibat polusi
Kabupaten
dalam rumah
Situbondo,
tangga, seperti
namun kayu
asap rokok dan
bakar
asap kayu bakar
berpengaruh
lebih tinggi. Oleh
secara
sebab itu balita
signifikan
berumur > 1
terhadap
tahun akan
kejadian
cenderung lebih
ISPA pada
banyak
balita.
menderita ISPA. Status imunisasi ini juga
merupakan faktor risiko ISPA. Pemberian imunisasi menunjukkan konsistensi dalam memberi pengaruh terhadap kejadian ISPA. 6.Ana Mariza(1),
Tujuan
Jenis
Hasil penelitian
Pengetahuan
Trisnawati (2)
penelitian
penelitian
menunjukkan
ibu tentang
Diketahui
yang
bahwa distribusi
pencegahan
faktor-faktor
digunakan
frekuensi
ISPA
yang
dalam
pengetahuan ibu
lebih tinggi
berhubungan
penelitian ini
tentang
adalah
dengan
adalah
pencegahan
kategori
terjadinya
kuantitatif.
ISPA tertinggi
kurang baik
ISPApada
Rancangan
dalam kategori
yaitu sebesar
bayi di
penelitian
kurang sebesar
41 orang
Wilayah
yang
41(70,7%),
(70,7%).
Kerja
digunakan
distribusi
Puskesmas
dalam
frekuensi status
Raja Basa
penelitian
gizi bayi
Indah tahun
adalah
tertinggi dalam
2013.
analitik
kategori baik
dengan
sebesar
pendekatan
30(51,7%),
cross
distribusi
sectional.
frekuensi keberadaan
anggota keluarga yang merokok tertinggi dalam kategori ada yang merokok sebesar 32(55,2%). Juniardi(3) tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA di Kelurahan Pagesangan Wilayah Kerja Pagesangan kota Mataram menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,003). Menurut Notoadmodjo(4), pengetahuan adalah sebuah tangga yang pertama dari
segala ilmu yang dipergunakan untuk mencari keteranganketerangan lebih lanjut tentang suatu masalah dengan jalan mengembangkan nya untuk mencari sebab akibat. Hasil wawancara bebas sebagian besar ibu mengatakan penyakit ISPA bukanlah suatu penyakit yang berbahaya karena bukan hanya bayi yang mengalami tetapi orang dewasa juga terkena. Ibu juga mengatakan ISPA pada bayi hanya disebabkan karena perubahan cuaca
7.Dwi Novrianda1
Penelitian ini
Metode yang
Hasil penelitian
Hasil
, Henny Lucida2
bertujuan
digunakan
ini didukung oleh
menunjukka
& Irfandy
untuk
adalah
penelitian Huriah
n perbedaan
Soumariris1
mengetahui
preeksperime
dan Lestari
yang
perbandingan
ntal dengan
(2008)
signifikan
efektivitas
pretest
melaporkan
pengetahuan
pendidikan
posttest
bahwa terdapat
dan
kesehatan
design.
pengaruh
kemampuan
terhadap
Subjek
pendidikan
responden
pengetahuan
penelitian
kesehatan
merawat
dan
adalah ibu
terhadap
balita ISPA
kemampuan
dengan balita
kemampuan
antara
ibu dalam
ISPA
ibu dalam
sebelum dan
perawatan
berjumlah 15.
perawatan ISPA
setelah
balita ISPA
Pengumpulan
pada balita
diberikan
antara
data
dengan nilai
pendidikan.
Puskesmas
menggunakan
pretest 61,1% dan
Padang Pasir
kuesioner.
mengalami
dan Pauh.
perubahan setelah diberikan pendidikan kesehatan sebesar 75% dari 36 responden
8.Winarni1, Basirun
Tujuan dari
Jenis
Berdasarkan
Terdapat
Al Ummah2,
penelitian ini
penelitian
analisis
hubungan
Safrudin Agus Nur
adalah untuk
digunakan
dengan uji chi
antara
Salim3
mengetahui
untuk
square untuk
perilaku
1,2,3Jurusan
perilaku
menguji
mengetahui
merokok
Keperawatan
perokok yang
independen
korelasi antara
orang tua
STiKes
mengakibatka
dan
hubungan antara
dan anggota
Muhammadiyah
n
variabel
perilaku
keluarga
Gombong
kejadian
dependen.
merokok orang
yang
infeksi
Ada 65
tua dan anggota
tinggal
saluran
responden
keluarga yang
dalam satu
pernapasan
yang
tinggal dalam
rumah
akut pada
digunakan
satu
dengan
anak-anak di
secara
rumah dengan
kejadian
bawah lima
purposive
kejadian ISPA
ISPA pada
tahun.
metode
pada BALITA,
BALITA di
pengambilan
dengan
wilayah
sampel. Data
pengertian
kerja
dianalisis
bahwa perilaku
Puskesmas
dengan
merokok orang
Sempor II.
menggunakan
tua dan anggota
chi square.
keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan BALITA ketika merokok sehingga BALITA menjadi perokok pasif , jumlah rokok yang dihabiskan dalam satu hari, lama kontak
langsung antara balita dengan perokok, BALITA tinggal
satu rumah dengan perokok atau tidak, banyaknya anggota keluarga yang merokok. Sedangkan kejadian ISPA pada BALITA merupakan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut dengan tanda umum : batuk, pilek, demam, atau tanpa demam pada BALITA umur 0-5 tahun, dengan nilai c2 = 47.845, dan p = 0,000 (< 0,05), maka hipotesis nol ditolak. Dengan demikian ada hubungan antara perilaku merokok. 9.Yuli Trisnawati &
Tujuan dari
Penelitian ini
Kuswatin Khasanah
Penelitian ini
adalah sebuah penelitian ,
hubungan
penelitian
antara
Akademi Kebidanan untuk
Berdasarkan hasil
balita dengan
Adanya
YLPP Purwokerto
menunjukkan
survei analitik ISPA sebagian
perilaku
beberapa
dengan
besar
merokok
determinan
pendekatan
tinggal dengan
keluarga di
yang terkait
case control.
anggota keluarga
dalam rumah
dengan ISPA
Analisis
yang merokok di
dengan ISPA
untuk balita
dilakukan
dalam rumah
pada balita.
di Desa
dengan
sebanyak 86,96 % Faktor yang
Tumanggal
menggunakan
dan balita tidak
paling
Pengadegan
chi square.
ISPA
berpengaruh
Kecamatan
sebagian besar
terhadap
Kabupaten
tinggal dengan
terjadinya
Purbalingga
anggota keluarga
ISPA adalah
Tahun 2013.
yang merokok di
perilaku
dalam rumah
merokok
sebanyak 69,57
orang tua.
%. Jumlah balita yang terkena ISPA sebanyak 46 anak, dan dari jumlah tersebut 40 anak tinggal dengan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan 6 anak tinggal dengan keluarga yang anggota keluarganya tidak
merokok di dalam rumah. Hal ini menunjukkan balita yang terkena ISPA lebih banyak tinggal bersama keluarga yang anggota keluarganya merokok di dalam rumah, yang berarti perilaku merokok keluarga
di dalam rumah mempengaruhi kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan uji statistik didapatkan hasil nilai p value = 0,043, dengan demikian p value kurang dari α (0,05), sehingga Ha diterima artinya
ada hubungan antara perilaku merokok keluarga di dalam rumah dengan ISPA pada balita. Dan nilai OR: 2.917, yang menunjukan bahwa perilaku merokok mempunyai resiko sebesar 2,9 kali untuk menyebabkan ISPA pada balita. 10.Firda Fibrila
Penelitian ini
Penelitian
Hasil analisis
Hasil
Program Studi
bertujuan
menggunakan
diketahui
penelitian
Kebidanan Metro
untuk
survei analitik sebanyak
menyimpulk
Politeknik
mengetahui
dengan
39,6% (19) balita
an
Kesehatan
hubungan
rancangan
berada dalam
terdapat
Tajungkarang
usia anak,
case control.
kelompok usia
hubungan
jenis kelamin
Sampel
berisiko tinggi (6
antara usia
dan berat
penelitian
– 12 bulan).
anak dengan
badan lahir
berjumlah 48
Analisis lebih
ISPA pada
dengan
meliputi: 24
lanjut, dari 19
balita (p
kejadian
kasus dan 24
balita yang
value =
ISPA.
kontrol yang
berada dalam
0.018; OR =
diperoleh
kelompok usia
5,320) dan
dengan teknik berisiko tinggi
berat badan
quota
diketahui
lahir dengan
sampling.
sebanyak 58,3%
ISPA pada
Pengumpulan
(14) balita yang
balita (p-
data
mengalami
value =
menggunakan
ISPA. Hasil
0.037; OR =
data primer
analisis dengan
4,491).
dengan
uji chi square
Sedangkan,
metode
dengan tingkat
jenis
wawancara,
kepercayaan 95%
kelamin
observasi dan
diketahui ada
tidak
dokumentasi.
hubungan antara
berhubungan
Analisis data
Usia Anak
dengan ISPA
menggunakan
dengan ISPA (p-
pada balita
uji chi-
value = 0.018)
(p-value =
square.
dan nilai OR =
0.563)
5,320 (CI:1,485 – 19,064) yang berarti bahwa balita yang memiliki usia berisiko tinggi secara uji statistik memiliki risiko 5,320 kali mengalami ISPA. Hasil analisis diketahui sebanyak 47,9% (23) balita berada dalam kelompok jenis
kelamin berisiko (laki - laki). Analisis lebih lanjut, dari 23 balita yang berada dalam kelompok jenis kelamin berisiko diketahui sebanyak 54,2% (13) balita yang mengalami ISPA. Hasil analisis dengan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diketahui tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan ISPA (pvalue = 0.563). Hasil analisis diketahui sebanyak 37,5% (18) balita berada dalam kelompok berat badan lahir tidak normal (<
2500 gram). Analisis lebih lanjut, dari 18 balita yang berada dalam kelompok berat badan lahir tidak normal diketahui sebanyak 54,2% (13) balita yang mengalami ISPA. Hasil analisis dengan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diketahui ada hubungan antara berat badan lahir tidak dengan ISPA (pvalue = 0.037) dan nilai OR = 4,491 (CI: 1,260 – 16,006) 11.Neni Kusuma
Tujuan
Metode:
Kejadian ISPA
Sebagian
Wardani, Sri
penelitian ini:
Penelitian ini
pada Balita.
besar balita
Winarsih, Tuti
Untuk
merupakan
Penelitian yang
di Desa
Sukini
mengetahui
penelitian
dilakukan pada
Pucung Rejo
hubungan
analitik
42 balita di Desa
mendapatkan
asap rokok
dengan
Pucung Rejo
paparan
paparan
menggunakan
Kabuoaten
asap rokok
dalam
desain cross
Magelang
dengan
kejadian
sectional
didapatkan
prosentase
Infeksi
dengan
hasil bahwa
81,0% atau
Saluran
sampel balita
terdapat 28 balita
34 balita
Pernafasan
usia 2 bulan-5 (66,7%) yang
2. Sebagian
Akut (ISPA)
tahun di Desa
mengalami ISPA
besar balita
pada balita
Pucung Rejo
bukan
di Desa
Desa Pucung
Kabupaten
pneumonia, 9
Pucung Rejo
Rejo
Magelang
balita (21,4%)
mengalami
Kabupaten
sebanyak 42
yang tidak
ISPA bu-
Magelang.
balita. Data
mengalami ISPA,
kan
menggunakan
Pneumonia
kuesioner.
dengan prosen-tase
66,7% atau 28 balita, 12.Marhamah, A.
Penelitian ini
Jenis
Penelitian ini
Hasil
Arsunan
bertujuan
penelitian
menemukan
penelitian
Arsin,Wahiduddin
untuk
yang
bahwa anak balita
menemukan
mengetahui
digunakan
yang mempunyai
bahwa
faktor yang
adalah
status imunisasi
beberapa
berhubungan
observasional
lengkap terdapat
faktor
dengan
analitik
sebanyak
yang
kejadian
dengan desain 46(51.1%) yang
berhubungan
ISPA pada
cross
menderita ISPA
dengan
anak balita di
sectional.
sedangkan
kejadian
Desa
Populasi dan
anak balita
Infeksi
Bontongan
sampel
yang termasuk
Saluran
Kabupaten
penelitian ini
status imunisasi
Pernapasan
Enrekang
adalah
tidak lengkap
Akut (ISPA)
seluruh balita
terdapat
pada
yang berusia
11(29.7%) yang
balita di
12-59 bulan
menderita ISPA.
Desa
di Desa
Hasil analisis uji
Bontongan
Bontongan
chisquare
Kabupaten
yang tercatat
diperoleh nilai p
Enrekang
di buku
= 0.045 sehingga
yaitu
register
hasil uji statistik
status
posyandu
pada penelitian
imunisasi,
Puskesmas
ini menunjukkan
dan
Baraka
bahwa ada
keberadaan
hubungan antara
anggota
status imunisasi
keluarga
dengan kejadian
yang
ISPA pada
merokok
anak
di
anak balita. Status dalam imunisasi balita
rumah.
yang lengkap
Adapun
maka mendukung
pengetahuan
cakupan
ibu
imunisasi vitamin
menunjukan
A(86.7%). Se
hasil tidak
makin tua umur
berhubungan
balita (48-60
dengan
bulan) semakin
kejadian
menurun cakupan
ISPA.
kapsul vitamin A dibandingkan
umur balita 24 -36 bulan (89.5%).Pengetah uan adalah hasil proses tahu dan setelah melalui proses pengindraaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indera manusia, yaitu: inderapenglihatan , pendengaran, penciuman, rasa dan raba . Pengetahuan memegang peranan penting untukterbentu knya tindakan seseorang. Penelitian ini menemukan bahwa pengetahuan ibu yang termasuk kategori cukup terdapat sebanyak 34(46.6%) yang
menderita ISPA sedangkan dari 54 responden yang termasuk kategori kurang terdapat 23(42.6%) yang menderita ISPA. Hasil analisis uji chisquare diperoleh nilai p = 0.790 , karena nilai p ≥ 0.05 dengan demikian maka Ho diterima atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada anak balita di Desa Bontongan. Penelitian mengenai variabel keberadaan anggota keluarga
yang merokok di dalam rumah menunjukkan bahwa anak balita yang terpapar terdapat sebanyak 42(53.2%) yang menderita sedangkan anak balita tidak terpapar terdapat 15(31.2%) yang menderita ISPA. Hasil analisis uji chisquare diperoleh nilai p = 0.026 , karena nilai p ≥ 0.05 dengan demikian maka Ho di tolakatau dapat disimpulkan bahwa ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian
ISPA pada anak balita di Desa Bontongan.
13.Molecgia Krista
Penelitian ini
Jenis
Berdasarkan data
Ada
Prajwalita
bertujuan
penelitian ini
hasil penelitian
pengaruh
Program Studi
untuk
adalah survei
dan pengujian
yang
Pendidikan
mengetahui
analitik
menggunakan chi
signifikan
Geografi, Fakultas
pola
dengan
square diperoleh
antara polusi
Ilmu Sosial dan
persebaran
menggunakan
hasil perhitungan
udara
Hukum, Universitas
penderita
rancangan
uji chi square
terhadap
Negeri Surabaya
ISPA,
survei case
sebesar 5,713
kejadian
mengetahui
control, yaitu
diketahui nilai p = ISPA di
pengaruh
pada setiap
0,017, sehingga
Kecamatan
sanitasi
kasus ISPA
akan memiliki
Ngariboyo.
rumah dan
dicarikan
pengaruh yang
Berdasarkan
polusi udara
control, yaitu
signifikan jika p
hasil uji chi
terhadap
responden
< α (0,017 <
square
kejadian
yang tidak
0,05) artinya ada
sebesar
ISPA dan
sakit atau
pengaruh yang
5,713
mengetahui
terjangkit
signifikan antara
diketahui
faktor
ISPA. Lokasi
polusi udara
nilai p =
manakah dari
dalam
terhadap kejadian
0,017.
sanitasi
penelitian ini
ISPA di
rumah dan
adalah
Kecamatan
polusi udara
Kecamatan
Ngariboyo.
yang paling
Ngariboyo di
Hal ini sejalan
berpengaruh
Kabupaten
dengan hasil
terhadap
Magetan yang penelitian Retna
kejadian
dipilih
(2010:71)
ISPA di
menggunakan
berdasarkan uji
Kecamatan
teknik
statistik,
Ngariboyo
purposive
didapatkan p-
Kabupaten
sampling.
value 0,003 yang
Magetan.
berarti p < 0,05. Hasil analisa data menunjukkan bahwa ada pengaruh antara polusi udara terhadap resiko kejadian ISPA di wilayah Kecamatan Caruban Kabupaten Madiun tahun 2010.
14.Ratih Wahyu
Penelitian ini
Penelitian ini
Hasil penelitian
Ada
Susilo, Dwi Astuti,
bertujuan
merupakan
menunjukkan
hubungan
dan Noor Alis
mengetahui
penelitian
menunjukkan
antara
Setiyadi
Faktor yang
observasional
bahwa
adanya ang-
berhubungan
dengan
distribusi balita
gota
dengan
pendekatan
yang tinggal
keluarga
kejadian
cross
bersama
yang
ISPA pada
sectional
anggota keluarga
merokok
balita di
yaitu suatu
yang tidak
dengan
daerah desa
penelitian
merokok
kejadian
ngrundul
dimana
dan tidak
ISPA bagian
kecamatan
variabel-
mengalami ISPA
atas pada
kebonarum
variabel yang
sebesar 11
balita (p =
kabupaten
termasuk
responden
0,024, PR =
klaten
faktor resiko
(31,43%),
0,249 dan
dan variabel
sedangkan balita
95%
yang
yang mengalami
CI=
termasuk efek ISPA hanya diobservasi
sebesar 4
sekaligus
responden
pada saat
(10,26%). Balita
yang sama.
yang tinggal bersama anggota keluarga yang merokok dan mengalami ISPA sebanyak 35 responden (89,74%), sedangkan balita yang tidak mengalami ISPA sebanyak 24 responden (68,57%).Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,024 (p < 0,05) yang berarti ada
0,71-0,876).
hubungan antara adanya anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita. Dari hasil analisis diperoleh nilai PR = 0,249 artinya balita yang tinggal bersama anggota keluarga yang merokok mempunyai risiko 0,249 kali untuk mengalami ISPA.
15.Ignatius Hapsoro
Penelitian ini
Jenis
Distribusi
Jika merujuk
Wirandoko
bertujuan
penelitian ini
frekuensi
pada analisis
untuk
merupakan
pengetahuan ibu
di atas, dapat
mengetahui
penelitian
mengenai
terlihat
kaitan
analitik
ISPA dari total 82 bahwa ada
antara
dengan
responden. Dari
kesinambung
pengetahuan
orientasi
data di atas
an antara
dengan
pendekatan
diketahui bahwa
pengetahuan
jumlah kasus
cross
frekuensi
ibu dengan
ISPA
sectional.
responden yang
kasus ISPA
pengetahuan
pada bayi
tentang ISPA nya
usia 0-12
baik berjumlah 69 bulan (P responden dengan Value = persentase 84,1%
0,014)
sedangkan yang
dengan R -
pengetahuan
0,271.
tentang
Adapun
ISPA nya kurang
kesinambung
berjumlah 13
an yang
responden dengan terjadi antara persentase 15,9%
tingkat
sehingga
pengetahuan
didapatkan total
dan
persentase
kejadian
kumulatif 100%.
ISPA masih tergolong rendah karena masih ada dalam rentang skor 0,20 – 0,39. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu akan ISPA,
semakin rendah kejadian ISPA pada bayi/balita.
Berdasarkan hasil sintesis dari 15 jurnal yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di daerah pedesaan Indonesia. Didapati paling tidak ada 5 yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di daerah pedesaan Indonesia : 1. Faktor Peran Orang Tua Balita memiliki kekebalan tubuh yang masih sangat rentan untuk terkena infeksi, sehingga peran orang tua sangatlah penting untuk menangani hal ini. Pada jurnal 1 dijelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan pada peran orang tua terhadap kekambuhan penyakit ISPA pada balita. Dideskripsikan dalam penelitian didapati bahwa proporsi peran orang tua yang baik dan tidak menderita ISPA (85,7%), lebih besar dibanding yang menderita ISPA (30,8%). Hasil uji chi square di peroleh nilai p Value = 0,022(<0,05) yang berarti ada hubungan antara peran orang tua yang kurang baik. Menurut kami peran orang tua sangatlah kuat terkait dengan kesehatan anak,apalagi ketika mengetahui anaknya sakit peran mereka sangatlah penting untuk kesembuhan dimana kedua orang tualah yang pertama dalam menangani hal tersebut sebelum dilanjutkan ke tenaga kesehatan. 2. Faktor Pengetahuan Ibu Pada jurnal ke 2 dan 12 menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita,di deskripsikan pada jurnal ke 2 dan 12 dikarenakan hasil penelitian menunjukan angka bahwa kebanyakan orang tua khusunya ibu memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit ISPA itulah sebabnya dalam kedua jurnal tersebut tidak menunjukan hasil yang signifikan terkait hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA pada balita. Berbeda hal nya dengan jurnal ke 6,7,15, ketiga jurnal tersebut meneliti adanya hubungan yang
signifikan antara faktor pengetahuan ibu dengan pengaruh kejadian ISPA pada balita. Dijelaskan bahwa ibu yang memiliki kekurangan pengetahuan tentang ISPA memiliki pola pikir bahwa ISPA bukanlah penyakit yang serius atau berbahaya bagi anaknya. Sehingga sang ibu tidak melakukan pncegahan terhadap penyakit ISPA, hal lainnya terpaku pada stigma yang salah tentang ISPA, hal ini disebabkan karena pengalaman sebelumnya bahwa meskipun anak balita mengalami ISPA tetapi dapat sembuh setelah diobati baik pengobatan tradisional maupun medis sehingga mempengaruhi pola pikir ibu. Menurut kami menjadi seorang ibu haruslah memiliki pengetahuan dalam hal apapun, terutama pola pikir “jadul” harus ditinggalkan. Tidak ada salahnya memang ketika berfikir segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit pasti akan sembuh apabila sudah diobati terlebih dengan pengobatan tradisional. Tidak dipungkiri memang pengobatan tradisional masih saja menajdi juara bagi sebagian masyarakat. Namun hal itu harus diimbangi dengan perkembangan jaman yang dimana menuntut kita harus berfikir secara modern. Terus mengupdate perihal kesehatan anak, hal tersebut bias saja didapatkan dengan konsul ke dokter, media social terkait dengan kesehatan, atapun membaca artikel-artikel tentang kesehatan anak. 3. Faktor Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Balita yang tinggal di rumah dengan adanya perokok dalam rumah lebih rentan terserang penyakit ISPA. Banyaknya jumlah perokok akan sebanding dengan banyaknya penderita gangguan kesehatan. Asap rokok tersebut akan meningkatkan risiko pada balita untuk mendapat serangan ISPA. Asap rokok rokok juga diketahui dapat merusak ketahanan lokal paru,seperti kemampuan pembersihan mukosiliaris. Hal tersebut dijelaskan pada jurnal ke 3,8,9,11,12 dan 15 dari ke enam jurnal tersebut menunjukkan hasil yang signifikan terkait faktor yang mempengaruhi kebiasaan rokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA, seperti salah satu hasil peneltian jurnal ke 3 yang di deskripsikan kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05). Menurut kami kebiasaan merokok merupakan kebiasaan yang buruk terutama bagi bapak-bapak yang sudah berkeluarga dan memiliki anak balita khususnya, miris jika kesehatan anak kalah dengan keinginan untuk merokok dalam lingkungan
keluarga. Seharusnya dalam keluarga setidaknya bias meminimalis kejadian ini, hal ini bisa dicegah apabila tidak ada keegoisan untuk menyenangkan diri dengan rokok. 4. Status Imunisasi Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa di banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak adalah 65 gangguan gizi dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang merupakan hal mutlak dalam memelihara kesehatan anak (Moehji, 2003). Imunisasi yang tidak lengkap menunjukan adanya hubungan dengan peningkatan kejadian ISPA pada balita. Hal ini serupa dengan penelitian pada jurnal ke 4,5 dan 12. Pada jurnal ke 4 didapatkan hasil Balita yang tidak lengkap imunisasinya mempunyai resiko 2,375 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang lengkap imunisasinya ( dengan CI95% 1,287 ; 4,382 ). Menurut kami hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi keluarga terutama keluarga baru. Mengingat betapa pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak. 5. Polusi Udara Polusi udara merupakan suatu keadaan dimana udara sudah terkontaminasi oleh zat yang baik maupun berbahaya, pada jurnal ke 13 Berdasarkan data hasil penelitian dan pengujian menggunakan chi square diperoleh hasil perhitungan uji chi square sebesar 5,713 diketahui nilai p =0,017, sehingga akan memiliki pengaruh yang signifikan jika p < α (0,017 < 0,05) artinya ada pengaruh yang signifikan antara polusi udara. Polusi udara yang dimaksud yaitu penggunaan obat nyamuk, kebiasaan merokok, kebiasaan membakar sampah, jarak tumah terhadap jalan raya, jarak rumah terhadap industri, dan intensitas kebauan limbah terhadap kejadian ISPA Menurut kami penggunaan obat nyamuk yang dibakar atau listrik bisa digantikan dengan aroma terapi pengusir nyamuk, atau dengan menciptakan lingkungan yang tidak disukai nyamuk seperti meminimalis banyaknya pakaian yang tergantung dan juga mengurangi konsumsi rokok bagi penikmat rokok.
E. Kesimpulan Berdasarkan hasil mereview 15 jurnal terdapat 5 faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita khususnya di daerah pedesaan, diantaranya peran orang tua yang berkaitan dengan kekambuhan, pengetahuan ibu yang minim terkait penyakit ISPA, kebiasaan merokok anggota keluarga, status imunisasi dan polusi udara.
DAFTAR PUSTAKA Danusantoso, H., 2012, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta. Data
dan Informasi Indonesia. 2013
(Profil
Kesehatan
Indonesia).
KementerianKesehatan
Republik
Departemen Kesehatan RI, Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Menular Tahun 1999-2003. Jakarta: Dirjen PPM & Litbang. 2010.
Penyakit
SDKI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: SDKI. Suyono. Hubungan Faktor Merokok dengan Kejadian ISPA. Purbolinggo. 2006. Riset
Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). KesehatanKementerian RI tahun 2013.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan