29974_cbd Psoriasis Vulgaris.docx

  • Uploaded by: Hajriah Kony Putra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 29974_cbd Psoriasis Vulgaris.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,895
  • Pages: 20
CASE BASE DISCUSSION TINEA KRURIS ET INGUINALIS KRONIK EKSASEBASI AKUT Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Program Pendidikan Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RISA

Disusun Oleh : Aqida Mulyaning Tyas Pembimbing : dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2019

HALAMAN PENGESAHAN 1

Nama

: Aqida Mulyaning Tyas

NIM

: 30101306879

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian

: Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul Laporan

: Tinea Kruris et Ingunilis Kronik Eksaserbasi Akut

Pembimbing

: dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

Semarang, Maret 2019 Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

BAB I

2

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin yang termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea kruris (jock itch) merupakan dermatofitosis pada sela paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Trichophyton rubrum (T. Rubrum) merupakan penyebab utama, diikuti oleh Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum (E. Floccosum). Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyon floccosum merupakan dermatofit yang menyukai daerah yang hangat dan lembab pada intertriginosa dan kulit yang mengalami oklusi seperti disela paha. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata dari pada bagian tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan

1.2 Epidemiologi Di indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak. Insidensi dermatomikosis di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di Indonesia yang menunjukkan angka persentase terhadap seluruh kasus dermatofitosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) yang terendah sampai 27,6% (Padang) yang tertinggi. Laki-laki pasca 3

pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita, biasanya mengenai usia 18-25 tahun serta 40-50 tahun.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin yang termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.

2.2 Etiologi dan Faktor Penctus Penyebab tinea kruris terutama adalah Epidermophyton floccosum dan Trichophyton rubrum. Selain itu juga dapat disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan walaupun jarang di sebabkan oleh microsporum gallinae.

2.2.3. Faktor Pencetus

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah iklim panas, lembab, higiene sanitasi, pakaian serba nilon, pengeluaran keringat yang berlebihan, trauma kulit, dan lingkungan. Maserasi dan oklusif pada regio kruris memberikan kontribusi terhadap kondisi kelembaban sehingga menyebabkan perkembangan infeksi jamur. Tinea kruris sangat menular dan epidemik minor dapat terjadi pada lingkungan sekolah dan komunitas semacam yang lain. Tinea kruris umumnya terjadi akibat infeksi dermatofitosis yang lain pada individu yang sama melalui kontak langsung dengan penderita misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Tetapi bisa juga melalui kontak tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi,”pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain”.

5

2.3 Patogenesis Tinea kruris biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau binatang yang terinfeksi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian dan sebagainya. Tinea kruris umumnya terjadi pada pria. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga memudahkan infeksi, selain itu dapat pula terjadi akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Dermatofita mempunyai masa inkubasi selama 4-10 hari. Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon pejamu. a. Perlekatan jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang di produksi oleh kelenjar sebasea juga bersifat Fungistatik. b. Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim, mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan terdalam epidermis. c. Perkembangan respon pejamu. Derajat inflamasi di pengaruhi oleh status imun penderita dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, Infeksi primer menyebabkan inflamasi dan tes trichopitin hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

6

Terdapat hipotesis menyatakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan di presentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menyembuh.

2.4 Gambaran Klinis Penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa plakat berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfik). Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi

2.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan mikologi ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20%. Pemeriksaan KOH paling mudah diperoleh dengan pengambilan sampel dari batas lesi. Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 10 % yang positif, yaitu adanya elemen jamur berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora. Pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur di perlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku.

7

2. Pewarnaan gram dengan pemeriksaan lampu wood. Ketika lesi diterangi dengan lampu Wood, akan tampak fluoresensi yang berwarna kemerahan yang merupakan hasil dengan adanya porfirin yang dihasilkan oleh bakteri. Pewarnaan Gram menunjukan filamen dan batang Gram-positif. Corynebacteria dapat dibiakan dengan menggunakan media Tissue Culture Medium 199

2.6 Diagnosis I. Anamnesis Dari autoanamnesis pasien tinea kruris biasanya mengeluh adanya rasa gatal yang terus menerus dan mengganggu II. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan plak eritema ditutupiskuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih, serta transparan. Plak eritematous yang tebal menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh darah dan inflamasi. Pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir. Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama &siku, lutut, lumbosakral, daerah intertigo &lipat paha, perineum, aksila, skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Koebner (isomorfik). Fenomena Tetesan Lilin dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz Sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena Koebner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma misalnya garukan maka akan mun4ul kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis umumnya akan muncul setelah 3 minggu. III. Pemeriksaan Penunjang

8

Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi kulit dapat dilakukan untuk mempertegas gambaran epidermis pada psoriasis.

2.7 Diagnosis Banding Pada diagnosis banding perlu diingat bahwa pada psoriasis didapatkan tanda-tanda khas yaitu skuama kasar, transparan serta berlapis lapis, fenomena lilin, dan fenomena auspits. Psoriasis dapat dibedakan dengan beberapa kelainan dibawah ini: 1. Pitiriasis Rosea Biasanya keluhan berjalan subakut, lesi berebntuk oval, tepi sedikit meninggi dan ditutupi skuama halus. Predileksi biasanya di daerah badan yang tertutup pakaian. 2. Dermatitis Seboroik Biasanya menyerang kulit dengan kelenjar sebasea yang banyak. Skuama berwarna kekuningan dan tidak berlapis lapis.

2.8 Penatalaksanaan Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pengobatan psoriasis ada 2 macam meliputi pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan Topikal diindikasikan pada psoriasis ringan dan sedang. Sediaan topikal yang digunakan antara lain: •

Salep campuran asam salisilat 3-5% dan tar (LCD 3-5%)



Antralin 0.2-0.6% salep/krim. Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit. Efek sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan pakaian.



Kortikosteroid topikal potensi sedang hingga tinggi sebagai anti inflamasi dan anti mitosis. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.



Kalsipotriol krim

9

Pengobatan sistemik diindikasi pada psoriasi berat. Sediaan untuk pengobatan sistemik antara lain: •

Metrotreksat 7.5-25 mg p.o/minggu selama 4-6 minggu



Retinoid berupa acitretin 0.3-1 mg/kg/hari selama 2-4 bulan

Pengobatan sistemik dapat dikombinasi dengan fototerapi dengan menggunakan narrow band UVB atau broad band UVB atau menggunakan fotokemoterapi memakai psoralen (PUVA). Antihistamin dapat diberikan untuk pengobatan simptomatik yakni untuk mengurangi rasa gatal dan steroid sistemik hanya digunakan apabila terjadi eritroderma atau psoriasis pustola generalisata. Selain itu dilakukan juga eksplorasi untuk mencari infeksi lokal atau sistemik. Apabila ditemukan maka infeksinya diobati. Pasien juga perlu diedukasi untuk mengurangi stres atau mengurangi trauma fisik dengan mengenakan bantalan pada daerah yang sering terbentur atau mengalami truma tekan

2.9 Prognosis Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.

BAB III LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. S

Umur

: 49 Tahun

Alamat

: Jl. Padi Tengah XI/E 530 Genuk, Semarang

Agama

: Islam

No.RM

: 01208xxx

10

Tanggal Pemeriksaan

: 26 Desember 2018

B. ANAMNESIS Autoanamnesa dilakukan di Poli Kulit RSISA pada tanggal 26 Desember 2018 pukul 10.00 hingga 10.30 WIB. Keluhan Utama 

Keluhan Subjektif : Rasa tebal tidak nyaman di beberapa bagian tubuh



Keluhan Objektif : Bercak kemerahan bersisik tebal

Riwayat Penyakit Sekarang 

Onset : Sejak kurang lebih 2 tahun.



Lokasi : punggung kaki kanan dan kiri, lipat lutut, dahi dan alis.



Kronologi : Keluhan bercak bersisik tebal sudah dirasakan sejak lama kurang lebih 2 tahun. Keluhan timbul tiba tiba awalnya di daerah lipat lutut kemudian diikuti dengan munculnya sisik yang lain di daerah punggung kaki kanan dan kiri dahi serta di bagian alis. Pasien rutin menjalani pengobatan dan merasakan keluhan mereda namun sering kambuh saat kondisi stress dan saat obat habis.



Kualitas : bercak bersisik tebal menyebabkan rasa tidak nyaman dan malu



Kuantitas : bercak muncul dibeberapa bagian tubuh dan sering kambuh



Faktor memperberat : stress



Faktor memperingan : Setelah diberi obat oles maupun yang ditelan dari dokter

Riwayat Penyakit Dahulu 11



Sebelumnya belum pernah sakit serupa



Riwayat alergi disangkal



Riwayat DM dan hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga 

Riwayat penyakit serupa disangkal



Riwayat alergi disangkal

Riwayat Kebiasaan 

Pasien mandi sehari 2 kali sehari



Pasien tidak biasa menggunakan celana ketat



Pasien tinggal bersama anggota keluarga di rumah



Pasien bekerja sehari hari sebagai karyawan bagian IT di perusahaan

Riwayat Alergi obat / makanan 

Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi 

Pasien berobat dengan BPJS Non PBI



Kesan ekonomi pasien cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Komposmentis, GCS 15

Tekanan darah

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan

RR

: Tidak dilakukan pemeriksaan

12

BB

: 66 kg

TB

: 170 cm

IMT

: 22,8 kg/𝑚2

Status Generalis Kepala

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Mata

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Telinga

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Leher

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Thorax

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Genital

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Dermatologi Lokasi I : Punggung kaki kanan dan kiri UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas disertai eksoriasi.

13

Lokasi II : Lipat lutut kanan dan kiri UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas disertai eksoriasi. Lokasi III: dahi dan kedua alis UKK : Lesi eritem dengan skuama berlapis warna putih batas tegas. D. RESUME Nama

: Tn. S

Umur

: 49 tahun

Jenis kelamin

: laki- laki



Keluhan Subjektif

: Rasa tebal tidak nyaman di beberapa bagian tubuh



Keluhan Objektif

: Bercak kemerahan bersisik tebal

Telah dilaporkan kasus pasien Tn. S umur 49 tahun, datang berobat ke Poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang pada tanggal 26 Desember 2018 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak kemerahan bersisik tebal. Keluhan muncul di punggung kaki kanan dan kiri, dahi serta, kedua alis. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 tahun. Keluhan menyebabkan rasa tidak nyaman serta kadang terasa pedih. Pasien mengaku terkadang menggaruk bagian bersisik karena merasa terganggu dengan rasanya yang tebal. Bercak tidak nyeri, panas, maupun gatal. Bercak bersisik bertambah apabila stress dan obat dari dokter habis. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan gula darah disangkal.

14

Riwayat alergi makanan disangkal. Pasien alergi terhadap obat antibiotik amoksisilin dan tetrasiklin. Riwayat keluhan serupa dan alergi dalam keluarga disangkal. E. DIAGNOSIS BANDING 

Psoriasis vulgaris



Dermatitis seboroik



Ptiriasis rosea

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaa histopatologi kulit

G. DIAGNOSIS KERJA 

Psoriasis vulgaris

H. TATALAKSANA R/ Clobetasol propionate cream 0,05 % tube No. I s.2.d.d. s.u.e R/ Calsipotrient cream 0,005% % tube No I s.2.d.d. s.u.e

R/ Astaxhantin caps 6 mg No. XXX s.1.d.d. caps 1 R/ Loratadin tab 10 mg No. X s.1.d.d. tab 1

I. PROGNOSIS

15

Ad vitam

: Ad bonam

Ad sanam

: Dubia Ad bonam

Ad kosmetika

: Dubia Ad bonam

J. EDUKASI Aspek klinis 

Hindari faktor pencetus (karena dalam kasus pasien stress pekerjaan maka bisa bercerita dan minta bantuan teman dekat)



Minum dan menggunakan obat teratur



Jika obat habis segera kontrol

Aspek agama 

Sabar, ikhlas, dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi penyakit yang diderita



Senantiasa berusaha mengobati penyakit tersebut dan berdoa untuk kesembuhan.

16

BAB IV PEMBAHASAN Pasien didiagnosis dengan psoriasis vulgaris berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien merupakan laki-laki berusia 49 tahun yang datang dengan keluhan bercak kemerahan bersisik terasa tebal yang sudah dirasakan sejak 2 tahun. Bercak bersisik tidak gatal, panas atau nyeri namun dirasakan mengganggu karena terasa tebal serta membuat pasien tidak percaya diri atau malu. Dari gejala yang dialami oleh pasien diagnosis mengarah pada psoriasis vulgaris yang secara definisi merupakan penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-lapis dan transparan. Kondisi yang residif dan kronik ditunjukan dari pengakuan pasien yang sudah sudah mengalami keluhan kurang lebih selama 2 tahun dan masih menjalani pengobatan hingga saat ini. Pasien juga mengaku bahwa keluhan semakin memberat saat pasien dalam kondisi

17

stress. Hal ini menunjukan kemungkinan penyakit yang dialami pasien berhubungan dengan faktor psikologis yang merupakan salah satu faktor pencetus dari psoriasis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi di punggung kaki kanan dan kiri, lipat lutut kanan dan kiri, serta dahi dan kedua alis dengan ujud kelainan kulit eritem dengan skuama berlapis batas tegas warna putih yang disertai ekskoriasi distribusi simetris generalisata dengan konfigurasi anular. Ditemukan adanya fenomena tetesan lilin. Adanya pengakuan dari pasien yang mengakatakan saat sisiknya terangkat akibat garukan terdapat bintik berwarna merah kemungkinan menunjukan tanda auspitz yang positif. Hal ini merupakan gejala klinis dari psoriasis vulgaris selain itu lokasi lesi sesuai dengan daerah predileksi dari psoriasis vulgaris. Diagnosis banding pasien meliputi ptiriasis rosea wujud lesi yang berupa eritema dan skuama. Namun pada ptiriasis rosea didapatkan skuama yang halus serta dapat ditemukan gambaran khas dengan munculnya lesi pertama (herald patch) dengan bentuk oval atau anular, susunannya sejajar dengan kosta sehingga menyerupai pohon cemara terbalik. Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis seboroik terkait dengan adanya skuama serta lesi yang ditemukan pada bagian dahi dan alis. Namun pada dermatitis seboroik skuama berwarna kuning berminyak yang disertai rasa gatal dan menyengat. Dermatitis seboroik memiliki predileksi yaitu daerah kaya akan kelenjar sebasea. Pada pasien ini diberikan terapi topikal maupun sistemik yaitu : 

Clobetason propionate 0,05% yang merupakan kortikosteroid potensi kuat sebagai antiinflamasi. Penggunaan kortikosteroid potensi kuat berhubungan dengan onset penyakit yang berlangsung kronik yaitu 2 tahun.



Antioksidan berupa astaxanthin berhubungan dengan kasus psoriasis yang terkait dengan peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species) akibat proses inflamasi

kronik

sehingga

dibutuhkan

zat

antioksidan

agar

terjadi

keseimbangan sel keratinosit maupun limfosit yang mnecegah disfungsi dan kerusakan sel.

18



Loratadin sebagai antihistamin non sedative untuk mengurangi kebiasaan pasien menggaruk lesi akibat adanya reaksi inflamasi



Calsipotrient yang merupakan analog vitamin D bekerja sebagai agen antiproliferasi keratinosi dan menghambat produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (2015).

2.

Siregar, R. S.: Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta (1996).

3.

Sularsito, Sri Adi. Dkk.: Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli Dermato – Venereologi Indonesia, Jakarta (1986).

4.

Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan Kelamin RSUP Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar (2011).

19

20

Related Documents

Psoriasis
April 2020 23
Psoriasis
November 2019 36
Psoriasis
June 2020 18
Psoriasis
July 2020 16
Psoriasis
October 2019 26
Psoriasis
November 2019 32

More Documents from ""

Case Snh.docx
December 2019 10
Referat Stroke.docx
December 2019 20
Tyas Penyuluhan.docx
December 2019 6
Leaflet Gibur.doc
May 2020 13