28 Berterima Kasih Dengan Rahmat Allah

  • Uploaded by: H Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 28 Berterima Kasih Dengan Rahmat Allah as PDF for free.

More details

  • Words: 725
  • Pages: 2
Berterima kasih dengan Rahmat Allah. Setiap Rasul membawa rahmat bagi ummat manusia, dengan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT yang mengutusnya, walaupun rahmat yang dibawa Rasul-Rasul terdahulu, sebelum Muhammad SAW, hanya terbatas kepada kaumnya semasa saja.Nabi Muhammad membawa rahmat bagi seluruh ummat manusia, tidak hanya di zaman dia diutus (semasa hidupnya semata), tetapi berlaku selalu sepanjang masa, berabad-abad mendatang, hingga datangnya kiamat. Ajaran yang dibawanya, yakni Dinul Islam, tidak terbatas hanya di lingkungan tanah kelahirannya saja, tetapi melingkupi seluruh sudut bumi, dan universal. Kalau diteliti sejarah kemanusiaan, mulai manusia pertama, dan kita bandingkan dengan keadaan manusia kita sekarang, maka jumlah manusia masa lalu, tentu lebih sedikit dari manusia masa kini. Perkembangan masa, jumlah manusia selalu bertambah, penduduk bumi semakin padat, dan berjibun problematika dalam kehidupan yang mendunia. Bila kita sadar, menengok ke belakang, mengambil garis balik penduduk dunia dari masa ke masa, akan terlihat jumlah penduduk manusia di dunia, angkanya terus menurun, semakin jauh mundur, semakin sedikit jumlah yang dihitung, akhirnya sampai pada hitungan awal, hanya dua orang saja (Adam dan Hawa), sebagai cikal bakalnya. Pertambahan penduduk, merupakan sesuatu yang sangat alami, sesuai dengan hukum alam, terdiri dari dua jenis manusia lelaki dan wanita. Al-Qur'an menjelaskan lebih rinci, berawal dari kejadian manusia seorang diri (Adam), kemudian dijadikan untuknya seorang pasangan (Hawa), kemudian dari keduanya berkembang-biak manusia, hingga kini, esok dan seterusnya, seperti dinukilkan Alquran Surah ke 4, An-nisa', ayat 1. Kejadian manusia sungguh luar biasa. Kita yakin, manusia pertama itu, pasti tidak kera, juga tidak monyet, atau makhluk lain yang tidak sejenis manusia. Tentulah manusia pertama itu, adalah manusia juga, seperti kita. Itu sudah pasti dapat dicerna akal sehat. Hubungan terpendek, adalah ibu dan bapak kita masing-masing, bersambung terus ke atas, hingga sampai pada manusia asal, manusia pertama. Hukum ini, berterima dalam jalur pikiran manusia.

Sebelum kita ada, kita tidak mengetahui, kita ada dimana, bahkan tidak tahu bagaimana keadaan kita. Alangkah minimnya ilmu kita tentang diri kita ini, sebelumnya. Namun kita yakin, keberadaan kita melalui satu proses "kelahiran". Tidak seorang manusia pun, yang keberadaannya di sini, tanpa melalui "rahim ibu". Walaupun di dalam penciptaan "bayi tabung" sekalipun hingga hari ini. Sungguh luar biasa, penciptaan manusia, yang mengetengahkan satu proses, dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Tidak kah hal ini mengundang kita untuk merenungkan keberadaan kita sekarang? Dan banyak lagi pertanyaan yang tindih bertindih. Akhirnya, hanya bermuara kepada Maha Suci Allah, Maha Pencipta. Karena itu, jangan lupa berterima kasih, jangan lengah dari memperhatikan semua

ciptaan Allah. Keinginan untuk mengucapkan terima kasih, tidak pernah keluar dari diri kita, karena tidak pernah tahu, karena kita tidak mengerti apa yang harus diberi ucapan terima kasih. Akal kita menjadi beku, karena kita tidak berkehendak menyelidiki nikmat Allah. "Dan Dia (Allah) ajarkan kepaa Adam nama-nama (benda) seluruhnya" (QS. 2 Al-Baqarah, ayat 31). Peristiwa ini, sudah lama terjadi. Sejak bumi pertama kali didiami manusia pertama (Adam). Allah mengajarkan pengertian-pengertian tentang benda-benda, memberikan kepada

manusia akal, yang mampu menyerap ilmu, kemudian mengungkapkan dalam berbicara. Manusia pun dibedakan dengan makhluk lain, di antaranya dengan kemampuan mensyukuri ni'mat Allah. Allah mengajarkan pertama kali kepada manusia, ilmu berkata-kata, melalui pengenalan benda-benda. Karena itu, bagaimanapun bentuk ilmu pengetahuan pada saat sekarang dan masa datang, Alquran akan tetap menjadi penuntun manusia, agar tidak terjerumus kepada dalamnya jurang kehinaan. Ajaran agama, sangat berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan ciptaan manusia. Ilmu pengetahuan, mengarah kepada persoalan yang khas duniawi, bersifat mengembangkan teori, mengadakan eksperimen, tidak mampu merobah watak manusia secara utuh. Ilmu pengetahuan hanya mampu memindahkan "pengetahuan", kepada siapa yang mempelajarinya. Ilmu pengetahuan kedokteran, hanya mampu mengubah sesuai dengan kepentingan ilmu itu sendiri. Kita telah mengabaikan ilmu, yang merupakan pemberian Allah, hingga kita termasuk juga orang-orang yang tak berilmu untuk itu. Orang yang tak berilmu, pada hakekatnya adalah orang yang tidak berakal. Orang yang tak berakal, adalah orang yang tak pernah mengucapkan terima kasih. Agama hanya bagi orang-orang yang berakal. Ujungnya manusia yang tak pandai berterima kasih kepada Allah Yang Maha Menjadikan manusia itu sendiri, bagaimana bisa dituntut untuk berterima kasih kepada semua manusia sendiri ? Terima kasih, dibuktikan dengan ketundukkan, penghambaan dan pengabdian. Merasa diri kecil dihadapan Yang Maha Pemberi, Maha Rahman dan Maha Rahim. Penghambaan, merupakan bukti dari sebuah kecintaan yang luhur, siapapun yang mencintai sesuatu, berarti dianya bersedia memperhambakan diri kepada yang dicintainya. Inilah salah satu tujuan umat bertaqwa dengan ibadah puasa, “la’allakum tasykurun”, agar pandai berterima kasih (syukur) kepada Allah yang telah menjadikan semua-muanya.Wallahu a’lamu bi al-shawaab.***

Related Documents


More Documents from ""