26-02-2019-kel-2-batuk-kering-demam-flu.doc

  • Uploaded by: Dewi Sekar Ayu
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 26-02-2019-kel-2-batuk-kering-demam-flu.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 7,057
  • Pages: 31
BATUK KERING, DEMAM, DAN PILEK & FLU Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Swamedikasi

Disusun oleh: Luqman Ardi Setiawan

1061811063

Fauziah Drajat

1061821012

Rizki Nur Khasanah

1061821029

Suci Rachmawati

1061821031

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batuk merupakan salah satu gejala penyakit yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat, dengan prevalensi sebesar 15% pada anak-anak dan 20% pada orang dewasa. Terdapat dua jenis batuk, yaitu yang menghasilkan dahak (batuk basah atau produktif) dan yang tidak menghasilkan dahak (batuk kering atau nonproduktif). Batuk kering terjadi akibat rangsangan benda asing, iritan atau alergan, dan sering menyertai selesma sehingga sebaiknya ditekan (Ikawati, 1995). Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008). Menurut National Association of Pediatrics Nurse (NAPN) disebut demam jika bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C. Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat bebas dan terbatas yang dijual bebas atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek berdasarkan inisiatifnya sendiri dan sesuai keterangan yang wajib tercantum pada brosur dan kemasan obatnya untuk mengatasi penyakit minor. Dari data World Health Organization 80% masyarakat dibeberapa negara melakukan swamedikasi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2009, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan presentase penduduk yang berobat jalan ke dokter yakni sebesar 44% (WH0, 1998). Persentase swamedikasi di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat swamedikasi di Amerika Serikat yang mencapai 73%. Angka ini

bahkan cenderung akan meningkat karena enam dari sepuluh orang di Amerika yang menyatakan bahwa mereka mungkin akan melakukan swamedikasi lagi di masa yang akan datang terhadap penyakit yang dideritanya. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepuasan masyarakat Amerika Serikat terhadap swamedikasi lebih tinggi dari Indonesia dan Australia yakni sebesar 93% (Kartajaya, 2011). Swamedikasi

menjadi

alternatif

yang

diambil

masyarakat

untuk

meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Menurut Kartajaya (2011) adapun dalam fenomena swamedikasi, peresepan sendiri (termasuk pembelian obat tanpa resep) ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu perkembangan teknologi informasi, dengan semakin berkembangnya teknologi, masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengakses informasi, termasuk di dalamnya informasi mengenai kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Swamedikasi Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat bebas dan bebas terbatas yang dijual bebas atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek berdasarkan inisiatifnya sendiri dan sesuai keterangan yang wajib tercantum pada brosur dan kemasan obatnya untuk mengatasi penyakit minor (POM, 2004). Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep / obat bebas / obat OTC (over the counter). Biasanya obat-obat bebas tersebut dapat diperoleh di toko obat, apotek, supermarket hingga di warung-warung dekat rumah. Sedangkan obat-obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter biasa disebut dengan obat resep. Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter untuk mengobati jenis penyakit yangpengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh masyarakat. Menurut World Self Medication Industry, pengobatan sendiri atau swamedikasi yang bertanggung jawab (responsible self medication) biasa digunakan untuk menegaskan penggunaan obat bebas yang tepat oleh pasien atau konsumen, dengan bantuan tenaga kesehatan bila diperlukan. Sebaliknya, untuk peresepan sendiri (self prescription), mengacu pada penggunaan yang tidak tepat dari obat resep oleh pasien atau konsumen karena tanpa pengawasan dari dokter. Pada pengobatan sendiri dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah pasien menerima obat yang tepat dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya, pada waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau bagi dia dan komunitasnya. Pengertian lain dari penggunaan obat yang rasional adalah suatu tindakan pengobatan terhadap suatu penyakit dan pemahaman aksi fisiologi yang benar dari penyakit. Sesuai dengan konteks tersebut, terapi rasional meliputi kriteria: a. Tepat indikasi

Tepat indikasi adalah adanya kesesuaian antara diagnosis pasien dengan obat yang diberikan. b. Tepat obat Tepat

obat

adalah

pemilihan

obat

dengan

memperhatikan

efektivitas,keamanan, rasionalitas dan murah. c. Tepat dosis regimen Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang tepat dosis (takaran obat), tepat rute (cara pemberian), tepat saat (waktu pemberian), tepat interval (frekuensi), dan tepat lama pemberian. d. Tepat pasien Tepat pasien

adalah

obat

yang

diberikan

sesuai

dengan

kondisi

pasien.Kondisi pasien misalnya umur, faktor genetik, kehamilan, alergi, dan e.

penyakit lain. Waspada efek samping obat Efek samping obat berbanding lurus dengan dosis, artinya semakin besar dosis akan semakin besar efek sampingnya. Efek samping adalah semua khasiat yang tidak diinginkan untuk pengobatan suatu keluhan atau gangguan tertentu. Pada umumnya obat memiliki lebih dari satu khasiat, malah tidak jarang sampai empat atau lima khasiat. Resiko efek samping obat merupakan konsekuensi dari pemakaian obat dan juga merupakan hasil dari interaksi molekul obat dengan sistem biologi. Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri

atau swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Berikut adalah peranan apoteker dalam pengobatan sendiri atau swamedikasi, yang medicastore ambil dari situs WHO : 1)

Peran apoteker sebagai komunikator Apoteker harus menginisiasi dialog dengan pasien atau dokter tersebut bila

diperlukan, untuk memperoleh riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Untuk dapat memberikan saran mengenai obat bebas yang sesuai, maka apoteker harus bertanya pertanyaan yang sesuai kepada pasien dan mampu memberikan

informasi penting yang dibutuhkan (seperti cara konsumsi obat atau indeks keamanan obat). 2)

Peran apoteker sebagai penyedia obat Apoteker harus dapat menjamin, bahwa obat-obatan yang disediakannya

berasal dari sumber resmi yang dapat dipercaya serta mempunyai kualitas yang baik. Apoteker juga harus menyediakan penyimpanan yang tepat untuk obatobatan yang ada. 3)

Peran apoteker sebagai rekan setara Untuk dapat memberikan informasi yang tepat, maka sangat penting bagi

apoteker untuk dapat memiliki kerjasama yang baik dengan berbagai kalangan, seperti tenaga kesehatan lainnya, perkumpulan seprofesi, industri farmasi, pemerintahan (baik lokal maupun nasional), pasien & masyarakat umum. 4)

Sebagai promotor kesehatan Sebagai seorang anggota tenaga kesehatan, maka apoteker juga harus dapat :

Berpartisipasi dalam screening masalah kesehatan untuk dapat mengidentifikasi adanya masalah kesehatan. Berpartisipasi dalam hal promosi masalah kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran mengenai masalah kesehatan ataupun pencegahan penyakit.Menyediakan saran kepada individu untuk membantu mereka membuat pilihan yang tepat. Pada pengobatan sendiri, individu atau pasien memegang tanggung jawab utama terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label obat dengan seksama dan teliti. Kemudian perhatian khusus perlu diberikan bagi penggunaan obat untuk kelompok tertentu, seperti pada anak-anak., lanjut usia ataupun wanita hamil dan ibu menyusui. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri, maka ia harus dapat : a. Mengenali gejala yang dirasakan. b. Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk pengobatan sendiri atau tidak. c. Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya d. Mengikuti instruksi yang tertera pada label obat yang dikonsumsi

e. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat yang dikonsumsi, dengan cara membaca label obat dengan teliti. Dan berkonsultais ke dokter bila perlu, hal ini terutama bila dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi yang dilakukan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. 2.2. Batuk Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu fase iritasi, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi. Iritasi salah satu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar atau sera aferen cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Volume udara yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Volume yang besar juga akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Aditama, 1993). Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50- 100 mmHg. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk (Aditama, 1993). 2.2.1. Batuk Kering

Batuk yang disebabkan karena alergi atau menderita asma ringan. Batuk kering biasanya terjadi di malam hari atau pagi hari dan disertai ingus. Sebagian besar batuk kering terjadi karena adanya infeksi. Penyebab batuk kering : Batuk kering yang kronis atau yang berlangsung lama biasanya disebabkan oleh iritasi akibat asap rokok, polusi udara, alergi, asma atau postnasal drip (akibat influenza). Selain itu, batuk kering juga dapat disebabkan oleh kondisi atau penyakit yang lebih serius seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang umumnya terjadi pada perokok berat), GERD (Gastro-esophageal Reflux Disease yang diseabkan oleh asam lambung yang naik ke tenggorokan) serta penyakit jantung. Penyebab batuk kering yang lebih jarang terjadi, yaitu influenza, pneumonia, efek samping dari obat-obatan tekanan darah dan obat jantung, infeksi virus, pertusis (batuk rejan atau yang sering dikenal dengan batuk seratus hari). Berdasarkan waktu berlangsungnya, batuk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu batuk akut, batuk sub akut dan batuk kronis. 

Batuk Akut Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya kurang dari 3 minggu. Penyebab batuk ini umumnya adalah iritasi, adanya penyempitan saluran nafas akut dan adanya infeksi virus atau bakteri.



Batuk Subakut Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya antara 3–8 minggu. Batuk ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi akut saluran pernafasan oleh virus yang mengakibatkan adanya kerusakan epitel pada saluran nafas.



Batuk Kronis Batuk kronis adalah batuk yang gejala batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk ini biasanya menjadi pertanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat seperti asma, tuberculosis, bronchitis dan sebagainya.

2.2.2. Terapi Farmakologi Batuk Kering  Antitusif

Antitusif digunakan untuk pengobatan batuk kering. Golongan obat ini bekerja sentral pada susunan saraf pusat dengan cara menekan rangsangan batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk (Gitawati, 2014). a. Dextrometorphan  Indikasi Mengobati batuk kering.  Kontraindikasi Pasien dengan resiko gagal nafas. Penggunaan bersamaan dengan 



terapi MAOI atau SSRI. Efek samping dan cara mengatasinya : Efek samping jarang terjadi, namun efek samping ringan yang dialami yaitu pusing dan mengantuk. Cara pemakaian : Digunakan secara peroral, untuk sediaan sirup diminum menggunakan sendok takar yang tersedia pada kemasan. Sebaiknya tidak menggunakan sendok rumah tangga karena ukuran



sendok rumah tangga tidak sesuai untuk ukuran dosis. Dosis : - Tablet Dewasa : 10-20 mg perhari (setiap 4 jam) atau 30 mg perhari (setiap 6-8 jam). Anak-anak : Usia 4-6 tahun 2,5-5 mg perhari (setiap 4 jam) atau 7,5 mg perhari (setiap 6-8 jam), maksimal 30 mg perhari. Usia 7-12 tahun 5-10 mg perhari (setiap 4 jam), atau 15 mg perhari (setiap 68 jam), maksimal 60 mg perhari. Usia diatas 12 tahun dosis

  

pemakaian sama dengan dewasa. - Sirup Dewasa : 10- 30 mg perhari (setiap 4-8 jam). Anak-anak : Usia 4-6 tahun 5 mg setiap 4 jam. Usia 7-12 tahun 10 mg setiap 4 jam. Usia diatas 12 tahun dosis pemakaian sama dengan dewasa. Waktu pemakaian : Dikonsumsi sebelum atau setelah makan. Lama penggunaan : apabila dalam 7 hari batuk tidak sembuh, pasien disarankan untuk konsultasi kedokter. Hal yang perlu diperhatikan selama minum obat: - Disarankan untuk tidak mengemudi dan mengoperasikan alat-alat berat karena salah satu efek samping yang timbulkan adalah mengantuk dan pusing.

- Tidak mengkonsumsi obat inhibitor enzim CYP2D6 seperti fluoxetine, paroxetine, quinidine karena dapat meningkatkan efek toksik. - Meningkatkan resiko sindrom seretonin jika digunakan bersama 

MAOI atau SSRI. Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat : - Segera minum obat yang terlupa. - Abaikan dosis yang terlupa, jika hampir mendekati minum waktu minum berikutnya. - Kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan. (Depkes RI, 2008)

 

Cara penyimpanan obat yang baik : Simpan pada suhu antara 15-30⁰C. Lindungi dari cahaya matahari. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa : Sediaan tablet yang masih tersisa dapat disimpan pada wadah yang tertutup dan terlindungi. Simpan pada wadah aslinya. Sediaan sirup disimpan pada suhu ruang atau sejuk, simpan pada botol yang tertutup



rapat. Simpan pada tempat yang jauh dari jangkauan anak-anak. Cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak : Sediaan yang masih baik dapat dilihat dari warna, bau, maupun kosistensinya yang masih sama dengan saat obat pertama kali diterima. Sediaan yang sudah rusak dapat diketahui dengan ciri-ciri : Tablet Terjadi perubahan warna, bau maupun kosistensinya. Tablet mudah menyerap air dari udara sehingga menjadi meleleh atau lengket. -

Terdapat bintik-bintik pada tablet. Sirup Terjadi perubahan warna, kekentalan dan konsistensi. Bentuk sediaan cair menjadi tidak homogen. Terdapat partikel-partikel kecil yang mengambang. Sediaan menjadi keruh atau timbul

endapan. Botol plastik rusak atau bocor. b. Noscapine  Indikasi obat : untuk meredakan batuk yang tidak berdahak atau yang menimbulkan rasa sakit.  Kontraindikasi : - Wanita hamil, karena memiliki efek mutagenik. - Ibu menyusui, karena konsentrasi maksimum noskapin di dalam air susu 8 wanita yang telah diberikan 100 atau 150 mg noskapin

berkisar11-83 nanogram/mL. Hal ini diestimasi bahwa bayi yang menyusui pada ibu yangmenerima 50 mg noskapin tiga kali sehari akan meminum 300 nanograms/kg noskapin dan jumlah tersebut dapat menimbulkan bahaya. - Pasien yang sedang menjalani pengobatan lain pada waktu yang sama, terutama golongan inhibitor monoamin oksidase dan antikoagulan (warfarin), peningkatan aktifitas warfarin telah dilaporkan pada pasien dengan penggunaan noskapin. Hal ini menyebabkan dosis warfarin harus dikurangi sebesar 50% jika digunakan bersama dengan noskapin. - Alkohol dan obat-obatan hipnotik. - Penderita gangguan pada hati dan ginjal. - Penderita yang sedang menjalani terapi suplemen, pengobatan herba, atau pengobatan pelengkap lainnya. - Reaksi hipersensitivitas, dapat berupa urtikaria, angiodema dan nafas pendek, yang kemudian diikutidengan eritema dan pruritus serta 

penurunan tekanan darah (Martindale,2009). Efek samping : Berikut adalah daftar efek samping yang memungkinkan yang dapat terjadi akibat penggunaan Noscapine. Efek - efek samping ini memungkinkan, tetapi tidak selalu terjadi. Beberapa efek samping ini langka tetapi serius. Konsultasi pada dokter Anda jika Anda melihat efek samping berikut, terutama jika efek samping tidak hilang. -

Kantuk

-

Sakit kepala

-

Kehilangan koordinasi

-

Mual

-

Peningkatan denyut jantung

 Cara pemakaian Noscapine dapat diberikan secara oral.  Dosis 3.4 kali sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg (Tjay dan Rahardja, 2007).  Waktu pemakaian Noscapine dapat diberikan sebelum maupun sesudah makan.  Lama penggunaan

Apabila dalam 7 hari batuk tidak sembuh, pasien disarankan untuk konsultasi ke dokter.  Hal yang harus diperhatikan selama minum obat Riwayat hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui.  Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat : - Segera minum obat yang terlupa. - Abaikan dosis yang terlupa jika hampir mendekati waktu minum berikutnya. - Kembali ke jadwal berikutnya sesuai aturan. 

Cara penyimpanan obat yang baik Noscapine disimpan pada suhu yang tercantum pada label atau yang disarankan yaitu pada suhu ruang (dibawah 30⁰C) ditempat kering dan



terlindung cahaya. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa Jangan memberikan obat yang tersisa kepada orang lain tanpa resep

dokter karena dosis dapat berbeda-beda bagi tiap pasien.  Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak - Kapsul Umumnya mengalami perubahan berupa perubahan warna kapsul, bau, rasa dan konsistensinya. Kapsul mudah menyerap air dari udara sehingga menjadi meleleh, lengket dan rusak. Kemasan mungkin menjadi menggelembung. Kapsul berubah ukuran dan panjangnya, mengalami keretakan dan warna kapsul memudar. - Sirup Umumnya terjadi perubahan yang dipengaruhi

oleh

panas.

Perubahannya dalam hal warna, konsistensi, kelarutan, dan viskositas, Bentuk sediaan cair menjadi tidak homogen. Bau dan rasa obat berubah. Terjasi kekeruhan atau timbul endapan. Botol plastik rusak atau bocor. 2.3.

Demam

2.3.1. Pengertian Demam Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C (Binfar, 2007). Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,50C dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus.

Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008). Menurut National Association of Pediatrics Nurse (NAPN) disebut demam jika bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan pada perubahan suhu lingkungan, karena

adanya

kemampuan

pada

pusat

termoregulasi

untuk

mengatur

keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hepar. Mekanisme kehilangan panas yang penting adalah vasodilatasi dan berkeringat. Berkeringat menonjol saat demam mulai turun (Ganong, 2008). Demam dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak atau oleh bahanbahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu (Guyton dan Hall, 2006). Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral maupun rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 0 C; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral (Nelwan, 2006). 2.3.2. Gejala dan Faktor Penyebab Demam Gejala demam seperti kepala, leher dan tubuh akan terasa panas, sedang tangan dan kaki dingin. Mungkin merasa kedinginan dan menggigil jika suhu meningkat dengan cepat. Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non infeksi. Beberapa penyebab demam dari infeksi meliputi infeksi dari virus, jamur, parasit maupun bakteri. Penyebab demam non infeksi bisa dari faktor lingkungan seperti lingkungan yang padat dan dapat memicu timbulnya stres ataupun pengeluaran panas berlebihan dalam tubuh (Guyton dan Hall, 2006). Secara umum, demam dapat disebabkan oleh karena produksi zat pirogen (eksogen atau endogen) yang secara langsung akan mengubah titik ambang suhu hipothalamus sehingga menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas. 2.3.3. Penatalaksanaan Demam Demam merupakan respon fisiologis normal dalam tubuh oleh karena terjadi perubahan nilai set point di hipotalamus. Demam pada prinsipnya dapat menguntungkan dan merugikan. Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk meningkatkan daya fagositosis sehingga viabilitas kuman mengalami penurunan, tetapi demam juga dapat merugikan karena apajika seorang anak

demam, maka anak akan menjadi gelisah, nafsu makan menurun, tidurnya terganggu serta jika demam berat bisa menimbulkan kejang demam (Kania, 2013). Penatalaksanaan demam pada umumnya bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh yang terlalu tinggi ke dalam batas suhu tubuh normal dan bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaannya terdiri dari dua prinsip yaitu pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi. 2.3.4. Terapi Farmakologi Demam Analgetika non narkotika disebut juga analgetik antipiretik. Obat golongan ini dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam dan nyeri Obat golongan ini dapat dibeli di toko obat maupun apotek tanpa resep dokter (Widjajanti, 1999). Analgetika menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi. Antipiretik menimbulkan efek dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Contoh: asetaminofen (parasetamol), ibuprofen (Gitawati, 2014). a. Paracetamol (Acetaminophenum) 1) Khasiat Menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri. 2) Kontraindikasi Paracetamol tidak digunakan untuk pasien dengan penyakit hati berat sehubungan dengan efek sampingnya. 3) Efek samping dan cara mengatasi Efek samping utama dari Paracetamol yaitu menyebabkan kerusakan hati. Cara mengatasi atau mencegah adanya kerusakan hati yaitu tidak menggunakan Paracetamol lebih dari 10 hari pada dewasa dan tidak lebih dari 5 hari untuk anak-anak.

4) Cara pemberian Bentuk sediaan Paracetamol berupa tablet, kaplet, sirup, dan drop yang digunakan secara oral, serta suppositoria yang digunakan melalui dubur. 5) Dosis a) Immediate-release : 325-650 mg tiap 4 jam per oral atau per rektal, maksimal 3250 mg/hari. b) Extended-release : 1300 mg tiap 8 jam per oral, maksimal 3900 mg/hari. 6) Waktu pemberian Paracetamol diberikan 3-6 kali sehari. 7) Lama penggunaan Paracetamol merupakan obat untuk terapi simptomatis yang memiliki khasiat sebagai penurun demam dan pereda nyeri. Paracetamol hanya digunakan bila diperlukan, apabila demam sudah turun dan sudah tidak merasakan nyeri maka penggunaan Paracetamol dihentikan. 8) Penggunaan pada kondisi khusus a) Pediatric Pengaturan dosis untuk anak-anak dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan berat badan dan fixed-dose. (1) Berdasarkan berat badan (a) Bayi 0-9 hari : 10-15 mg/kg tiap 6-8 jam per oral atau per rektal, maksimal 60 mg/kg/hari. (b) Bayi 10-29 hari : 10-15 mg/kg tiap 4-8 jam per oral atau per rektal, maksimal 90 mg/kg/hari. (c) Balita dan anak-anak <60 kg : 10-15 mg/kg tiap 4-6 jam per oral atau per rektal, maksimal 75 mg/kg/hari. (2) Fixed-dose (a) Anak-anak 3 bulan-1 tahun : 80 mg tiap 6 jam per rektal. (b) Anak-anak 1-3 tahun : 80 mg tiap 4 jam per rektal. (c) Anak-anak 3-6 tahun : 120 mg tiap 4-6 jam per rektal. (d) Anak-anak usia 6-12 tahun : 325-650 mg tiap 4-6 jam per oral atau per rektal, maksimal 1625 mg/hari. b) Ibu hamil dan menyusui Paracetamol termasuk kategori B untuk ibu hamil, aman digunakan selama kehamilan dalam jangka waktu pendek.

Paracetamol juga cocok digunakan untuk ibu menyusui dan disarankan untuk meminum obat setelah menyusui. c) Pasien gangguan ginjal Penggunaan Paracetamol pada pasien gangguan ginjal berat (CrCl ≤30 mL/menit) perlu diturunkan dosisnya dan frekuensi pemberian diperlama. 9) Cara penyimpanan obat yang baik Disimpan dalam suhu ruang (20-25oC) untuk sediaan tablet, kaplet, sirup, dan drop. Sediaan suppositoria disimpan dalam suhu dingin tetapi tidak dalam freezer (Medscape; American Pharmacists Association, 2007) b. Ibuprofen = golongan NSAID 1) Khasiat Menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri. 2) Kontraindikasi Hindari penggunaan Ibuprofen pada pasien dengan gangguan hati. 3) Efek samping dan cara mengatasi a) Ibuprofen merupakan golongan NSAID yang memiliki efek samping gangguan gastrointestinal. Cara mengatasinya yaitu meminum obat dalam kondisi perut tidak kosong, sekitar 1 jam setelah makan. b) Konstipasi. Cara mengatasinya yaitu dengan banyak minum air dan makanan berserat. c) Efek samping Ibuprofen yang jarang terjadi yaitu gagal ginjal akut. Cara mengatasinya yaitu mengatur regimen dosis pada pasien dengan gagal ginjal dan memantau klirens kreatinin. 4) Cara pemberian Bentuk sediaan Ibuprofen berupa tablet, tablet kunyah, kapsul, dan suspensi yang digunakan secara oral. 5) Dosis Dewasa : 200-400 mg tiap 4-6 jam per oral, maksimal 1200 mg/hari. 6) Waktu pemberian Ibuprofen diberikan 4-6 kali sehari. 7) Lama penggunaan Ibuprofen merupakan obat untuk terapi simptomatis yang memiliki khasiat sebagai penurun demam dan pereda nyeri. Ibuprofen hanya digunakan bila diperlukan, apabila demam sudah turun dan sudah tidak merasakan nyeri maka penggunaan Ibuprofen dihentikan.

Penggunaan Ibuprofen lebih dari 10 hari pada dewasa dan lebih dari 3 hari pada anak-anak tidak dianjurkan karena akan beresiko pendarahan gastrointestinal. 8) Penggunaan pada kondisi khusus a) Pediatric (6 bulan-12 tahun) (1) Menurunkan demam : 5-10 mg/kg tiap 6-8 jam per oral, maksimal 40 mg/kg/hari. (2) Meredakan rasa nyeri : 4-10 mg/kg tiap 6-8 jam per oral, maksimal 40 mg/kg/hari. Dosis 200 mg/kg pada anak-anak <6 tahun berpotensi terjadinya toksik. b) Ibu hamil dan menyusui (1) Ibuprofen termasuk obat kategori C atau D pada ibu hamil. Penggunaan Ibuprofen selama kehamilan keguguran

terutama

pada

trisemester

menyebabkan pertama

dan

menyebabkan bayi lahir prematur pada trisemester ketiga. Oleh karena itu, sebaiknya Ibuprofen tidak digunakan untuk ibu hamil. (2) Ibuprofen terekskresikan ke dalam ASI tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit dan memiliki waktu paruh yang singkat (24 jam) sehingga masih dapat digunakan untuk ibu menyusui. Penggunaan Ibuprofen pada ibu menyusui yaitu kondisi setelah menyusui. c) Pasien gangguan ginjal Penggunaan Ibuprofen pada pasien gangguan ginjal perlu diturunkan dosisnya dan frekuensi pemberian diperlama serta dipantau secara ketat. 9) Cara penyimpanan obat yang baik Disimpan dalam suhu ruang (20-25oC) (Medscape, American Pharmacists Association, 2007) 2.4. FLU/Pilek 2.4.1. Definisi Flu Influenza (atau “flu”) disebabkan oleh infeksi virus influenza A, B, dan lebih jarang, C. Penyakit ini terutama berdampak terhadap tenggorok dan

paruparu, tetapi juga dapat mengakibatkan masalah jantung dan bagian lain tubuh, terutama di kalangan penderita masalah kesehatan lain. Virus-virus influenza tetap berubah, dan mengakibatkan wabah setiap musim dingin di NSW. Setelah beberapa dasawarsa, jenis influenza baru akan muncul yang mengakibatkan wabah (atau pandemi) yang parah dan meluas. 2.4.2. Gejala Gejala-gejala biasanya timbul satu sampai tiga hari setelah infeksi, dan mungkin termasuk yang berikut secara mendadak: 

Demam



Sakit kepala



Sakit otot dan sendi



Sakit tenggorok batuk



Hidung beringus atau tersumbat



Lelah parah.

2.4.3. Terapi Farmakologi Flu/Pilek Untuk batuk yang disertai dengan flu bisa menggunakan obat yang salah satunya mengandung decongestan oral (Gitawati, 2014). a. Pseudoephedrin  Indikasi : Decongestan oral.  Kontraindikasi : Hipersensitif dengan pseudoephedrine, hipertensi, pasien dengan terapi mao  

inhibitor. Efek samping : Gelisah, mual dan muntah. Sulit tidur. sakit kepala. Cara pemakaian : -

Jangan membagi tablet kecuali mereka memiliki garis bagi. Telan seluruh atau sebagian tablet tanpa menghancurkan atau mengunyahnya.

-



Jika menggunakan bentuk cair dari obat ini, hati-hati ketika mengukur

dosis menggunakan alat pengukur/sendok khusus. Dosis : - Dewasa : 60 mg setiap 4-6 jam, jangan melebihi 240 mg per hari.

-

Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg setiap 4-6 jam, jangan melebihi 60 mg per hari.

-

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg setiap 4-6 jam, jangan melebihi 120 mg per hari.





Waktu pemakaian : Obat ini dapat diminum sebelum, saat, ataupun sesudah makan karena tidak ada interaksi dengan makanan. Lama penggunaan : Apabila dalam 7 hari batuk tidak sembuh , pasien disarankan untuk konsultasi ke dokter.



Hal yang harus diperhatikan selama minum obat Pseudoephedrine dapat menimbulkan rasa pusing. Oleh karena itu, disarankan untuk menghindari kegiatan yang membutuhkan kewaspadaan, seperti



mengemudi. Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat Jika lupa mengonsumsi obat, disarankan untuk segera meminumnya begitu teringat. Namun, Anda dilarang menggandakan dosis obat pada untuk



mengganti dosis yang terlewat. Cara Penyimpanan Obat yang baik - Simpan obat dalam kemasan yang asli dan tertutup rapat. - Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langusng - Simpan obat pada tempat yang tidak panas dan tidak lembab. - Jangan menyimpan obat cair dalam freezer . - Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. - Buang produk ini bila masa berlakunya telah habis atau bila sudah tidak



diperlukan lagi. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. - Sirup Disimpan pada suhu ruang atau suhu sejuk 5-10 derajat celcius, simpan dalam botol tertutup rapat, untuk sirup kering hanya dapat disimpan sampai 7 hari. - Tablet Simpanlah obat dalam bentuk tablet, dalam wadah yang tertutup dan terlindungi dengan baik. Sehingga, obat pun bisa disimpan hingga masa

kadaluarsanya.Sebaiknya obat disimpan di tempat yang tak terjangkau dari anak-anak.Simpan obat di tempat yang sejuk, di dalam wadah asli dan terlindungi dari lembap maupun cahaya matahari langsung.



Cara membedakan obat yang masih baik dengan yang rusak - Tablet Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa. Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab. - Cairan Menjadi keruh atau timbul endapan, Konsistensi berubah, Warna atau rasa

berubah, Botol plastik rusak atau bocor b. Phenylpropanolamin  Indikasi Dekongestan oral.  Kontraindikasi - Hipersensitif dengan Phenylpropanolamin, hamil, menyusui, Anak berusia di bawah 4 tahun tidak disarankan menggunakan obat ini saat batuk. - Batuk yang dahak yang sudah terlalu produktif. 

Efek samping Kardiovaskular : Peningkatan denyut jantung yang signifikan, hipertensi

-

dan aritmia, peningkatan risiko stroke hemoragik. Phenylpropanolamine menghasilkan stimulasi sistem saraf, mengakibatkan tremor, kegelisahan, insomnia dan pusing. -



Gastrointestinal : Efek samping gastrointestinal yang paling sering terlihat

adalah anoreksia dan iritasi lambung, mual dan muntah. Cara pemakaian Jangan membagi tablet kecuali mereka memiliki garis bagi. Telan seluruh atau sebagian tablet tanpa menghancurkan atau mengunyahnya. Jika menggunakan bentuk cair dari obat ini, hati-hati ketika mengukur dosis



menggunakan alat pengukur/sendok khusus. Dosis - Dewasa : Maksimal 15 mg per takaran 3-4 kali sehari. - Anak- anak 6-12 tahun : Maksimal 7,5 mg per takaran 3-4 kali sehari.



Waktu pemakaian Obat ini dapat diminum sebelum, saat, ataupun sesudah makan karena tidak



ada interaksi dengan makanan. Lama Penggunaan Apabila dalam 7 hari tidak sembuh , pasien disarankan untuk konsultasi ke



dokter. Hal yang harus diperhatikan selama minum obat Hati-hati saat mengemudi, mengoperasikan mesin, atau melakukan aktivitas berbahaya lainnya. Phenylpropanolamine dapat menyebabkan pusing. Jika Anda mengalami pusing hindari kegiatan ini.



Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat Jika lupa mengonsumsi obat, disarankan untuk segera meminumnya begitu teringat. Namun, Anda dilarang menggandakan dosis obat pada untuk mengganti dosis yang terlewat.



Cara Penyimpanan Obat yang baik - Simpan obat dalam kemasan yang asli dan tertutup rapat. - Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langusng - Simpan obat pada tempat yang tidak panas dan tidak lembab. - Jangan menyimpan obat cair dalam freezer . - Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. - Buang produk ini bila masa berlakunya telah habis atau bila sudah tidak



diperlukan lagi. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. - Sirup Simpan pada suhu ruang atau suhu sejuk 5-10 derajat celcius, simpan dalam botol tertutup rapat. - Tablet Simpanlah obat dalam bentuk tablet, dalam wadah yang tertutup dan terlindungi dengan baik. Sehingga, obat pun bisa disimpan hingga masa kadaluarsanya. Sebaiknya obat disimpan di tempat yang tak terjangkau dari anak-anak. Simpan obat di tempat yang sejuk, di dalam wadah asli dan terlindungi dari lembap maupun cahaya matahari langsung.



Cara membedakan obat yang masih baik dengan yang rusak - Tablet

Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa. Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab. - Cairan Menjadi keruh atau timbul endapan, konsistensi berubah, warna atau rasa c.   

berubah, botol plastik rusak atau bocor. Phenylephrine Indikasi obat Dekongestan oral. Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap phenyleprine. Efek samping Tidak semua orang mengalami efek samping. Bila memiliki kekhawatiran mengenai efek samping tertentu, konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda. Efek samping yang mungkin muncul : - Sakit perut ringan, sulit tidur, pusing, sakit kepala, gugup, gemetar, atau degup jantung cepat bisa terjadi. Jika efek ini tak hilang-hilang atau makin parah, hubungi dokter segera. - Produk ini dapat mengurangi aliran darah ke tangan atau kaki, menyebabkannya jadi dingin, merokok dapat memperparah efek ini. Kenakanlah pakaian hangat dan hindari merokok apabila efek ini timbul. -

Efek samping serius tapi sangat jarang terjadi : detak jantung cepat/tak biasa, gemetar tak terkendali, sulit buang air kecil, kejang-kejang, perubahan mental/mood (gugup, panik, bingung, pikiran dan perilaku tak biasa). Hubungi dokter jika efek ini timbul.

- Reaksi alergi tapi tergolong langka terjadi : ruam kulit, gatal-gatal/bengkak (terutama di wajah/lidah/tenggorokan), pusing parah, sulit bernapas. Hubungi dokter jika efek ini timbul. 

Cara pemakaian

- Jika Anda menggunakan obat tanpa resep, baca dan ikuti instruksi pada kemasan produk sebelum meminum obat ini. - Minumlah obat ini lewat mulut, dengan atau tanpa makanan. Meminumnya setelah makan akan mengurangi kemungkinan sakit perut. - Jika Anda meminum obat ini versi cair, ukurlah dosis dengan alat ukur atau sendok ukur obat. Jangan gunakan sendok rumah karena dosisnya mungkin akan salah. 

Dosis - Dewasa Tablet atau cairan oral : 10 – 20 mg secara oral setiap 4 jam sesuai kebutuhan. - Anak 2 – 5 tahun : 3,75 mg secara oral setiap 6 jam tidak melebihi 15 mg per hari. 6 – 11 tahun : 7.5 mg secara oral setiap 6 jam tidak melebihi 30 mg per hari. 12 tahun atau lebih : 15 mg secara oral setiap 6 jam tidak melebihi 60 mg per hari.



Waktu pemakaian Phenyleprine dapat digunakan sesudah makan untuk mengurangi resiko gangguan pencernaan.





Lama penggunaan Apabila dalam 7 hari tidak sembuh, pasien disarankan untuk konsultasi ke dokter. Hal yang harus diperhatikan selama minum obat

- Wanita yang sedang merencanakan kehamilan, sedang hamil, atau menyusui, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi phenylephrine. - Harap berhati-hati bagi yang memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, glaukoma, gangguan fungsi jantung, penyakit pembuluh darah, penyakit hati, hipertiroid, gangguan mental serius, kesulitan tidur, susah buang air kecil. - Disarankan tidak mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat



berat, karena phenylephrine bisa menyebabkan pusing atau sakit kepala. - Batasi konsumsi rokok dan minuman beralkohol. Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat Bagi pasien yang lupa mengonsumsi phenylephrine, disarankan untuk segera mengonsumsinya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis phenylephrine pada jadwal berikutnya



untuk menggantikan dosis yang terlewat. Cara penyimpanan obat yang baik Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan dibekukan. Perhatikan instruksi penyimpanan pada kemasan produk. Jauhkan semua obat-obatan dari



jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa - Sirup Disimpan pada suhu ruang atau suhu sejuk 5-10 derajat celcius, simpan dalam botol tertutup rapat. -

Tablet Simpanlah obat dalam bentuk tablet, dalam wadah yang tertutup dan terlindungi dengan baik. Sehingga, obat pun bisa disimpan hingga masa kadaluarsanya. Sebaiknya obat disimpan di tempat yang tak terjangkau dari anak-anak. Simpan obat di tempat yang sejuk, di dalam wadah asli dan terlindungi dari lembap maupun cahaya matahari langsung.



Cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak - Tablet Umumnya mengalami perubahan berupa perubahan warna, bau, rasa dan konsistensinya. Tablet mudah menyerap air dari udara sehingga menjadi meleleh, lengket dan rusak. Kemasan mungkin menjadi menggelembung.

Tablet berubah ukuran, ketebalannya dan terdapat bintik-bintik. Masingmasing tablet dalam kemasan ukurannya tidak sama dan tulisan pada tablet dapat memudar. - Sirup Untuk sediaan eliksir, sirup, emulsi dan suspensi oral. Umumnya dipengaruhi oleh panas. Perubahannya dalam hal warna, konsistensi, ph, kelarutan, dan viskositas, Bentuk sediaan cair menjadi tidak homogen. Bau dan rasa obat berubah. Terjadi kekeruhan atau timbul endapan, kekentalannya berubah, warna atau rasa berubah. Botol plastik rusak atau bocor.

2.5. Hal yang Harus Diperhatikan Selama Minum Obat 1. Periode Minum Maksud 3 x 1 tablet sehari artinya minum obatnya tiap 8 jam sekali, jika 2 x 1 tablet artinya 12 jam sekali minum. Karena dalam satu hari ada 24 jam jadi dibagi berapa kali minumnya. Jadi meski kita minum obat sudah tiga kali sehari tapi periodenya tidak tepat, maka kadar obatnya tidak akan efektif.  Sebelum Makan atau Sesudah makan Obat yang diberikan secara oral akan melalui saluran pencernaan terlebih dahulu. Oleh karena itu hasil kerja obat di dalam tubuh manusia sangat mungkin dipengaruhi oleh makanan atau minuman yang dikonsumsinya. Mekanismenya bisa terjadi melalui penghambatan penyerapan obat atau dengan mempengaruhi aktivitas enzim di saluran cerna ataupun enzim di hati. Ada 2 kemungkinan hasil interaksi obat dan makanan. Yang pertama interaksi obat dan makanan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat atau manfaat obat dan yang kedua dapat meningkatkan efek samping atau efek dari obat itu sendiri. Sebaiknya baca aturan pakai dengan seksama, kalau dikatakan diminum sebelum makan, artinya minumlah obat saat perut kosong (½ sampai 1 jam sebelum makan). Sebaliknya kalau tertulis diminum sesudah makan, artinya diminum saat lambung terisi makanan (selesai makan sampai ½ jam sesudah makan) dan ada lagi obat yang diminum saat makan.

 Perhatikan dosis yang sesuai Artinya sesuai dosis yang dianjurkan, missal ketika mendapat obat dalam bentuk larutan (sirup) disuruh minum satu sendok teh artinya bukan sendok teh kecil yang ada di rumah. Sendok kecil umum di Indonesia hanya berkisar 3mL, sementara takaran yang tepat untuk satu sendok teh adalah 5 mL. Biasanya obat sirup sudah ada sendok obatnya (sendok takar) yang mana 1 sendok takar sama dengan 5 mL. Untuk sendok besar (sendok makan ) yang ada di rumah mungkin hanya berkisar 7 mL, sementara takaran yang benar untuk satu sendok makan adalah 15 mL. Sehingga jika obat yang diberikan tidak dengan takaran yang pas (sesuai) maka dosis obat yang diberikan juga tidak sesuai, bisa jadi dosisnya kurang atau berlebih yang pada akhirnya akan berakibat fatal.  Minum obat dengan air putih Dalam minuman tertentu terdapat senyawa khusus yang dapat berinteraksi dengan obat. Jadi lebih baik minumlah obat dengan air putih, karena air putih bersifat netral.  Pengecekan kemasan Pengecekan kemasan obat, bersama dengan pengecekan izin edar dan tanggal kedaluwarsa yang akan saya bahas di poin nomor 2 dan 3 di bawah, adalah salah satu kampanye Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dalam membudayakan konsumsi cerdas obat-obatan. Periksalah kemasan obat, jika sudah terjadi kerusakan (misalnya terbuka di salah satu bagian), sebaiknya tidak membeli dan mengkonsumsi obat tersebut. Jika obat berbentuk sirup botolan, cek juga apakah terjadi kebocoran pada wadah. Pemeriksaan kemasan obat juga akan menghindarkan dari obat palsu.  Perhatikan Nomor izin edar Nomor izin edar dari Badan POM menyatakan bahwa obat tersebut sudah lolos dari semua persyaratan dan layak dikonsumsi oleh masyarakat.  Tanggal kedaluwarsa Obat Tanggal kedaluwarsa menyatakan waktu dimana obat masih berada dalam kondisi yang dipersyaratkan untuk dikonsumsi. Lewat dari tanggal tersebut,

dikhawatirkan sudah terjadi proses kimiawi yang menyebabkan kadar obat berubah. Sehingga efek obat yang diterima tubuh dapat saja berkurang.  Perhatikan Cara penggunaan  Cara penyimpanan Keterangan penyimpanan yang dipersyaratkan ini ada di kemasan obat (untuk obat bebas), dan di label obat yang menempel di kemasan untuk obat yang ditebus secara resep. Jika penyimpanan obat dilakukan secara tidak semestinya, kemungkinan besar akan terjadi perubahan secara kimia terhadap obat tersebut. Mungkin perubahan tersebut tidak kelihatan secara kasat mata, namun siapa yang dapat menebak apakah obat tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak  Perhatikan efek samping yang mungkin terjadi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). 3. Hal yang Harus Dilakukan Jika Lupa Minum Obat  Segera minum obat yang terlupa.  Abaikan dosis yang terlupa, jika hampir mendekati minum berikutnya.  Kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian, 2006). 4. Cara Penyimpanan Obat yang Baik 1. 2. 3.

Simpan obat pada wadah aslinya dengan label yang jelas Simpan di tempat yang kering, terlindung dari sinar matahari langsung Sediakan tempat khusus tertutup untuk menyimpan obat, seperti kotak obat khusus atau lemari kecil khusus penyimpanan obat dan kuncilah lemari

4. 5. 6. 7.

tersebut sehingga tidak mudah dijangkau oleh anak-anak Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak. Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah. Bersihkan wadah/kotak tempat penyimpanan obat secara rutin. Periksa secara teratur tanggal kadaluarsa obat serta buanglah obat-obatan

8.

yang sudah kadaluarsa dan yang sudah tidak dipergunakan lagi. Sangat penting untuk selalu memeriksa tempat penyimpanan obat di rumah karena obat yang kadaluarsa tentu akan sangat berbahaya dan sisa obatobatan yang diperoleh dari resep dokter terdahulu juga sebaiknya dibuang saja untuk mencegah penyalahgunaan dan keracunan obat.

9.

Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah, tiap obat hendaknya disimpan dalam wadah sendiri-sendiri. Usahakan wadah terbuat

dari kaca dan berwarna gelap transparan. 10. Jangan meninggalkan obat obat dalam mobil terlalu lama karena panas dalam mobil dapat cepat merusak obat 11. Jangan meletakkan obat di atas barang eletronik. Barang eletronik biasanya akan mengeluarkan panas yang bisa merusak obat. 12. Obat hendaknya diperlakukan dengan seksama, yaitu setelah digunakan atau diminum, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga membersihkan pipet/sendok ukur dan mengeringkannya, sehingga tidak ditumbuhi oleh jamur dan bakteri. 13. Khusus  Tablet dan kapsul : Jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab.  Sediaan obat cair : Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat.  Sediaan obat vagina dan ovula : Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena dalam suhu kamar akan mencair.  Sediaan Aerosol / Spray : Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi karena dapat menyebabkan ledakan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

BAB III KASUS DAN PENYELESAIAN 3.1.

Kasus Seorang pasien bernama Tn. Putra (45 th) datang ke apotek dengan keluhan

batuk namun tidak berdahak, tenggorokan terasa gatal serta demam. Batuk terjadi pada waktu yang tidak menentu, namun bertambah parah pada malam hari dan jika terpapar AC. Keluhan lain juga disertai pusing, pilek, hidung tersumbat dan tenggorokan terasa gatal. Demam yang diderita pasien selama 3 hari yang tak kunjung turun. Keluhan tersebut sangat mengganggu pasien saat bekerja, terutama pada saat bekerja di AC. 3.2. Penyelesaian SOAP 1. Subject Nama Usia Riwayat Alergi Keluhan pasien

: Tn. Putra : 45 tahun : Pasien alergi terhadap suhu udara dingin. : Pasien selama 3 hari mengalami batuk disertai

tenggorokan terasa gatal dan disertai demam. Selain itu pasien mengeluh pusing, hidung tersumbat dan pilek. 2. Object Tidak ada data laboratorium yang mendukung. 3. Assesment Berdasarkan keluhan pasien, pasien menderita batuk ,pilek +flu dan demam disertai alergi suhu udara dingin Hal ini dirasakan pasien saat batuk dan pilek saat terpapar suhu udara dingin. 4. Plan  Terapi Non Farmakologi a. Menghindari daerah berdebu (memakai masker untuk melindungi hidung supaya tidak terpapar debu) dan menjaga kebersihan lingkungan.

b. Kurangi aktivitas begadang. Begadang akan membuat tubuh menjadi lebih rentan terhadap virus dan lebih mudah terserang penyakit. c. Mengkonsumsi makanan yang bergizi terutama buah dan sayursayuran. Buah dan sayur ini penting untuk sistem daya tahan tubuh, sehingga membantu tubuh untuk melawan virus yang masuk ke dalam tubuh. d. Terapi dengan menggunakan madu untuk membantu memulihkan stamina tubuh. e. Olahraga yang cukup dan teratur, minimal satu minggu sekali untuk memulihkan stamina tubuh. f. Istirahat yang cukup.  Terapi Farmakologi a. Antihistamin : Chlorfeniramini maleas b. Decongestan : Phenylpropanolamine HCl c. Analgesik - antipiretik : Parasetamol d. Batuk : Dextromethorphan HBr Sediaan yang diberikan kepada pasien yaitu Fludane Plus tablet, sesuai dengan keluhan yang dirasakan pasien. Aturan pemakaian diminum tiga kali sehari satu tablet setelah makan, harga Rp 5.000,-. (K24)

DAFTAR PUSTAKA Aditama, T. 1993. Patofisiologi Batuk. Cermin dunia Kedokteran. 84: 5-7. Badan POM. 2004. Info POM. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat BinaGizi Masyarakat. Gitawati, R. 2014. Bahan Aktif dalam Kombinasi Obat flu dan Batuk-Pilek, dan Pemilihan Obat Flu yang Rasional. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 24(1). Ikawati Z 1995. Memilih Obat Batuk yang Tepat. Buletin ISFI. 2(2): 15-22 Kartajaya, H. 2011. Self Medication. Jakarta Selatan : PT MarkPlus Indonesia. Siswandono dan Soekarjo, B. 2000..Kimia Medisinal Jilid II. Surabaya : Airlangga University Press. Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja. 1993. Swamedikasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. Netherland : Department of Essencial Drugs and Other Medicines World Health Organization. Widjajanti, V. N. 1999. Obat-Obatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. World Self Medication Industry. 2006. Self Care and Self Medication. Responsible Self Care and Self Medication A Worldwide Review of Cunsumer Surveys.

More Documents from "Dewi Sekar Ayu"