LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH MAKASSAR PROV. SUL-SEL
OLEH: THAHIRAH ANNISA S.Kep 70900118001
CI INSTITUSI
(...............................)
CI LAHAN
(.................................)
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019
A. Kasus (Masalah Utama) Halusinasi B. Proses Terjadinya Masalah a. Definisi Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia, dimana halusinasi tersebut didefenisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren (Persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien. Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan. Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu : 1. Pendengaran terhadap suara :
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Visual terhadap penglihatan :
Klien melihat gambaran yang jelas atau samarsamar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3. Taktil terhadap sentuhan
:
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
4. Pengecap terhadap rasa
:
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.
5. Penghidu terhadap bau
:
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
b. Etiologi
1
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Faktor predisposisi dan presipitasi: 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain: a. Faktor Genetik. Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35%. b. Faktor Neurobiologi. Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin. c. Studi neurotransmitter. Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin. d. Teori virus Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi schizofrenia. 2
e. Psikologis. Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. 2. Faktor presipitasi Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi: a) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. b) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gateing abnormal) c) Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini : 3. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah: a) Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari. b) Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. c) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. d) Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
4. Perilaku Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suarasuara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan
halusinasinya kepada orang
lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalamanpengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan 3
dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi : a) Isi Halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu,
rasa
apa
yang
dikecap
jika
halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan. b) Waktu dan Frekuensi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi. c) Situasi Pencetus Halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien. d) Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya C. Jenis-jenis Halusinasi JENIS HALUSINASI
Pendengaran
KARAKTERISTIK
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. 4
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
70%
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh
membahayakan. Stimulus visual
untuk dalam
melakukan bentuk
sesuatu kilatan
kadang cahaya,
dapat gambar
Penglihatan
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
20%
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
Penghidu
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
Pengecapan
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
Perabaan
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
D. Tanda dan gejala Tanda dan gejala klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi adalah : a. b. c. d. e.
Bicara, senyum dan tertawa sendiri; Menarik diri dan menghindar dari orang lain; Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata; Tidak dapat memusatkan perhatian; Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
dan takut; f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung. Perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut : a. Bicara sendiri, senyum sendiri, dan ketawa sendiri; b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon c. d. e. f.
verbal yang lambat.; Menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain; Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata; Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah; Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya; g. Sulit berhubungan dengan orang lain; h. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah; i. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat; j. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton; 5
k. Curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan; l. Ketakutan dan tidak dapat mengurus diri; m. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. D. Rentang Respon Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif
Respon Maladptif
Pikiran logis
Distorsi pikiran
Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosi konsisten dengan
Reaksi emosi berlebihan
Sulit berespon emosi
pengalaman
atau kurang
Perilaku sesuai
Perilaku aneh/tidak bias
Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial
Menarik diri
Isolasi sosial
E. Fase Halusinasi Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat: a. Fase Pertama Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. 6
b. Fase Kedua. Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. c. Fase Ketiga Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara. d. Fase Keempat. Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. C. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan yang Dikaji a. Pohon Masalah Resiko Perilaku kekerasan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi Isolasi sosial b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Masalah keperawatan a) Gangguan sensori persepsi: halusinasi b) Isolasi sosial c) Resiko perilaku kekerasan 2. Data yang perlu dikaji a) Data Subjektif 1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata 2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata 3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus 4) Klien merasa makan sesuatu 5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya 6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar 7
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang b) Data Objektif 1) Klien berbicara dan tertawa sendiri 2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu 3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 4) Disorientasi D. Diagnosis Keperawatan a. Gangguan sensori persepsi: halusinasi b. Isolasi sosial c. Resiko perilaku kekerasan E. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan dari tindakan keperawatan yaitu klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi. Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
No. 1
2
a.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
b.
Klien dapat mengenal halusinasinya
c.
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
d.
Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
e.
Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya. Pasien
Keluarga
SP1P SP1K a. Identifikasi halusinasi: isi, a. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien frekuensi , Waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan saat b. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya halusinasi (gunakan terjadi halusinasi booklet) b. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat, bercakap- c. Jelaskan cara merawat halusinasi d. Latik cara merawat halusinasi: hardik cakap, melakukan kegiatan c. Latih cara mengontrol halusinasi e. Anjurkan membantu pasien sesuai dengan menghardik jadwal dan member pujian d. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan pasien SP2P SP2K a. Evaluasi kegiatan menghardik. a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam Beri pujian merawat/melatih pasien menghardik. b. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian dengan obat (jelaskan 6 benar: b. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat jenis, guna, dosis, frekuensi, cara c. Latih cara memberikan/membimbing minum obat kontinuitas minum obat) c. Masukkan pada jadwal kegiatan d. Anjurkan membantu pasien sesuai 8
untuk latihan menghardik dan jadwal dan memberi pujian minum obat SP3P SP3K a. Evaluasi kegiatan latihan a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam menghardik & obat. Beri pujian merawat/melatih pasien menghardik dan b. Latih cara mengontrol halusinasi memberikan obat. Beri pujian dg bercakap-cakap saat terjadi b. Jelaskan cara bercakap-cakap dan halusinasi melakukan kegiatan untuk mengontrol c. Masukkan pada jadwal kegiatan halusinasi untuk latihan menghardik, minum c. Latih dan sediakan waktu bercakapobat dan bercakap-cakap cakap dengan pasien terutama saat halusinasi d. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian SP4P SP4K a. Evaluasi kegiatan latihan a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam menghardik & obat & bercakapmerawat/melatih pasien menghadik, cakap. Beri pujian memberikan obat & bercakap-cakap. b. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian dg melakukan kegiatan harian b. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda (mulai 2 kegiatan) kambuh, rujukan c. Masukkan pada jadal kegiatan c. Anjurkan membantu pasien sesuai untuk latihan menghardik, minum jadwal dan memberikan pujian obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian a. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap- a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik & cakap & kegiatan harian. Beri memberikan obat & bercakap-cakap & pujian melakukan kegiatan harian dan follow b. Latih kegiatan harian c. Nilai kemampuan yang telah up. Beri pujian b. Nilai kemampuan keluarga merawat mandiri d. Nilai apakah halusinasi terkontrol pasien c. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol RSJ/PKM
3
4
5
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah : a.
Menghardik halusinasi.
b.
Memanfaatkan obat dengan baik.
c.
Berinteraksi dengan orang lain.
d.
Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. 9
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah. Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat. Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika : a.
Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.
b.
Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.
c.
Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
d.
Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
e.
Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.
10
DAFTAR PUSTAKA Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Kelliat, B. A., & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
11