BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer, 2010 : 611).Istilah asma berasal dari kata Yunani yang berati terengahengah dan berarti serangan nafas pendek. Atau asma merupakam suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme (Sylvia, Price. 2010:784). Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi.Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak) (Arif Mansjoer. 2010: 476) Kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak). Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ). Asma bronkhiale adalah suatu sindrom obstruksi jalan nafas yang berulang yang ditandai kontraksi otot polos, hypereksi mucus dan inflamasi.
1
B. klasifikasi Asma sering dirincikan sebagai alergik, ideopatik, nonalergi atau gabungan, yaitu : 1. Asma alergik Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal ( misal : serbuk sari, binatang, amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudaran dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masalalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen mencetus asma. 2. Asma Idiopatik atau Nonalergi Asma ideopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifek faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan .Agens farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-andrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema. 3. Asma Gabungan Adalah asama yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik (Brunner & Suddarth. 2010: 611)
2
C. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi a) Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi a) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, asap,spora jamur, bakteri dan polusi 2) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan b) Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. c) Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
3
d) Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Berbagai keadaan dapat menigkatkan hiperreaktivitas saluran nafas seseorang yaitu: 1. Inflamasi saluran napas Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat gejala asma dan HSN. 2. Kerusakaan epitel Salah satu konsekuensi asma adalah kerusakan epitel. Kerusakan ini bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan ini akan menigkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom. 3. Mekanisme neurologis Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf para simpatik 4. Gangguan intrinsik Otot polos saluran napas dan hipotrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan dalam HSN. 5. Obtruksi saluran nafas Meskipun bukan penyebab utama tapi obstruksi diduga ikut berperan D. Patofisiologi Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini : 1.
Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas
2.
Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3.
Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
4
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom. Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa,
dan
pembentukan
mukus
yang
sangat
banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma
dapat
mempunyai
toleransi
rendah
terhadap
respon
parasimpatis.
Selain itu reseptor ? dan ?-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor ?-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor ?-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor ? dan ?-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cyclic adenosine monophosphate/cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cyclic adenosine monophosphate /cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat cyclic adenosine monophosphate/cAMP, yang
5
menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan ?-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos. Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat
hiperinflasi
paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada
saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah – daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub klinis. E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, 6
dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala asma antara lain : 1. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop 2. Batuk produktif, sering pada malam hari 3. Sesak nafas.
F. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah : 1. Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Tetapi respon yang kurang dari 20 % tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut bisa dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. 2. Uji provokasi bronkus Uji provokasi bronkus dilakukan untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan FEV1 sebasar 20 % atau lebih. 3. Pemeriksaan sputum Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil, dan Spiral Curshmann yaitu spiral yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang-cabang bronkus, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigatus.
7
4. Pemeriksaan eosinofil total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. 5. Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum Fungsi dari pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi. 6. Foto dada Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotorak, pneumomediastinum, ateleksis, dan lain-lain .
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan serangan asma akut : 1.
Faktor pencetus sedapat mungkin dihilangkan.
2.
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
3.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
4.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini(per oral):
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme : => Efedrin
: 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
=> Salbutamol
: 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
=> Terbutalin
: 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.
8
b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas. => Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam => Teofilin
: 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit. Efek samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering. c. Golongan
steroid,
Prednison
untuk
mengurangi
pembengkakan
mukosa
bronkus.
: 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat)
Penatalaksanaan lainnya : 1. Terapi O2 dengan humidifikasi 2. Penatalaksanaan cairan 3. Jalan nafas buatan dan ventilator Bila diperlukan: 1. Obat-obatan 2. Bronkodilator: parental, aerosol, oral 3. Simpatominetik 4. TeofilinSteroid 5. Antibiotic H. Komplikasi Komplikasi berupa: 1. Pneumotoraks 2. Pneumonediatinum 3. Gagal napas
9
4. Bronkitis 5. Atelektasis (Arif Mansjoer. 2002: 477)
10
BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian Proses pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah kesehatan dan keperawatan pasien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah: 1. aktifitas/istirahat gejala
:
a.
keletihan, kelelahan, malaise.
b.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.
Tanda a.
:
keletihan, gelisah, insomnia.
2. Sirkulasi Gejala
:
a. pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda
:
a. peningkatan tekanan darah b. Peningkatan frekuensi jantung c. Distensi vena leher d. Sianosis: area sirkumolar dasar kuku e. Pucat dapat menunjukkan anemia. 3. integritas ego gejala
:
a. peningkatan factor risiko
11
b. perubahan pola hidup tanda
:
a. ansietas, ketakutan, peka rangsang. 4. makanan/cairan gejala
:
a. mual/muntah b. ketidakmampuan untuk makan karena distress tanda
:
a. diaforesis b. penurunan berat badan. 5. Hygiene Gejala
:
a. penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari Tanda a.
:
kebersihan buruk
6. Pernafasan Gejala
:
a. nafas pendek Tanda
:
a. awitan distress pernafasan tiba-tiba b. Perpanjangan ekspirasi mengi c. Perpendekan periode inspirasi d. Retraksi interkostal sternal e. Penggunaan otot-otot eksesorik pernafasan f. Sesak nafas g. Klekels h. Bunyi nafas i. Mengi, penurunan nafas sampai bunyi nafas tidak terdengar. 12
7. Keamanan Gejala
:
a. riwayat reaksi alergi b. Kemerahan (diaforesis) 8. Seksualitas Gejala
:
a. penurunan libido 9. interaksi social gejala
:
a. hubungan ketergantungan b. kurang sistem pendukung c. penyakit lama/ketidakmampuan membaik tanda a.
:
ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distress pernafasan
b. 10.
keterbatasan mobilitas fisik. penyuluhan/pembelajaran
gejala
:
a. penyalahgunaan obat pernafasan b. kesulitan menghentikan merokok c. penggunaan alcohol d. kegagalan untuk membaik
B.
Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
13
3. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
batuk
persisten
dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh. 4. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus. 5. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit. 6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. 7. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi. 8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma. 9. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pemasangan infus. 10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
14
C. Rencana Asuhan Keperawatan Asma Bronchiale No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan 1
Bersihan
(NOC) jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi
mukus,
kekentalan sekresi dan bronchospasme.
jam, pasien mampu : 1. Respiratory
a. Airway Management 1) Buka jalan nafas, guanakan
status
:
Ventilation
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Respiratory status : Airway patency
2) Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Aspiration Control,
3) Identifikasi
Dengan kriteria hasil :
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan batuk
buatan
efektif dan suara nafas yang
4) Pasang mayo bila perlu
bersih, tidak ada sianosis
5) Lakukan fisioterapi dada jika
dan
dyspneu
mengeluarkan
(mampu sputum,
mampu bernafas
dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
perlu 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas
8) Lakukan suction pada mayo
yang paten (klien tidak
9) Berikan bronkodilator bila perlu
merasa
10)
tercekik,
irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Berikan
pelembab
udara
Kassa basah NaCl Lembab 11)
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
3. Mampumengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat
b. Monitor respirasi dan status O2
jalan
15
nafas 2
Gangguan pertukaran
Setelah dilakukan tindakan NIC : gas keperawatan selama 3 x 24
berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
jam, pasien mampu : 1. Respiratory Status : Gas exchange 2. Respiratory
Status
:
ventilation
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat kebersihan
paru paru dan bebas dari distress
pernafasan 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan
(mampu
nafas,
gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan
pasien
untuk
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan
tanda
jalan
3. Identifikasi
Dengan kriteria hasil :
tanda
1. Buka
memaksimalkan ventilasi
3. Vital Sign Status
2. Memelihara
Airway Management
dyspneu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berika bronkodilator bial perlu 10.
Barikan pelembab udara
11.
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan. 12.
Monitor respirasi dan status
O2
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal
Respiratory Monitoring a. Monitor rata – rata, kedalaman,
16
irama dan usaha respirasi b. Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi
otot
supraclavicular dan intercostal c. Monitor suara nafas, seperti dengkur d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot e. Catat lokasi trakea f. Monitor
kelelahan
diagfragma
otot (gerakan
paradoksis) g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan h. Tentukan
kebutuhan
suction
dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama i. Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya 3
Intoleransi
Setelah dilakukan tindakan NIC :
aktivitas
keperawatan selama 3 x 24
berhubungan
jam, pasien mampu :
dengan persisten
batuk dan
1. Energy conservation 2. Activity tolerance
Activity Therapy 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik
17
ketidakseimbangan antara oksigen
3. Self Care : ADLs
dalammerencanakan
suplai
terapi yang tepat.
dengan
kebutuhan tubuh.
progran
2. Bantu Dengan Kriteria Hasil : 1. Berpartisipasi aktivitas disertai
tanpa
peningkatan
tekanan darah, nadi dan
aktivitas
mampu dilakukan 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
RR 2. Mampu
untuk
mengidentifikasi aktivitas yang dalam
fisik
klien
melakukan sehari
(ADLs) secara mandiri
hari
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 8. Bantu
pasien/keluarga
mengidentifikasi
untuk
kekurangan
dalam beraktivitas 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10.Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11.Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
18
4
Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC : efektif
keperawatan selama 3 x 24
berhubungan
jam, pasien mampu :
dengan penyempitan bronkus
1. Respiratory
status
:
status
:
Airway Management 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Ventilation 2. Respiratory Airway patency
bila perlu 2. Posisikan
3. Identifikasi
Dengan Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada dan
(mampu
untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Vital sign Status
sianosis
pasien
dyspneu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2. Menunjukkan jalan nafas
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu yang paten (klien tidak 10. 10. Berikan pelembab udara Kassa merasa tercekik, irama basah NaCl Lembab nafas, frekuensi 11. Atur intake untuk cairan pernafasan dalam rentang mengoptimalkan normal, tidak ada suara keseimbangan. nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status 3. Tanda Tanda vital dalam O2 rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Terapi Oksigen 1.
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
19
2.
Pertahankan jalan nafas yang paten
3.
Atur peralatan oksigenasi
4.
Monitor aliran oksigen
5.
Pertahankan posisi pasien
6.
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7.
Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1.
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2.
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3.
Monitor
VS
saat
pasien
berbaring, duduk, atau berdiri 4.
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5.
Monitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6.
Monitor kualitas dari nadi
7.
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8.
Monitor suara paru
9.
Monitor
pola
pernapasan
abnormal 10. Monitor suhu,
warna,
kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer
20
dan
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik) 13. Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign
5
Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC : berhubungan dengan penyakit.
keperawatan selama 3 x 24 proses jam, pasien mampu :
Pain Management 1.
1. Pain Level,
frekuensi, kualitas dan faktor
Dengan Kriteria Hasil :
presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri penyebab
tehnik
nyeri,
menggunakan
2.
mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri dengan
menggunakan manajemen nyeri
3.
4. Menyatakan rasa nyaman
nonverbal
Gunakan teknik komunikasi
pengalaman nyeri pasien 4.
Kaji
kultur
yang
mempengaruhi respon nyeri 5.
Evaluasi
pengalaman
nyeri
masa lampau 6.
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
reaksi
terapeutik untuk mengetahui
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
Observasi
dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
berkurang
nyeri
lokasi, karakteristik, durasi,
3. Comfort level
mampu
pengkajian
secara komprehensif termasuk
2. Pain control,
(tahu
Lakukan
masa lampau 7.
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari
21
dan
setelah nyeri berkurang
menemukan dukungan
5. Tanda vital dalam rentang 8. normal
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan 9.
Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi,
farmakologi
non
dan
inter
personal) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13. Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15. Tingkatkan istirahat 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17. Monitor
penerimaan
pasien
tentang manajemen nyeri Analgesic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum pemberian obat 2. Cek instruksi dokter tentang
22
jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri 6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 10.Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
6
Defisit diri
perawatan Setelah dilakukan tindakan NIC : berhubungan keperawatan selama 3 x 24
dengan kelemahan jam, pasien mampu : fisik
1. Self care : Activity of
Self Care assistane : ADLs 1.
1. Klien terbebas dari bau
kemempuan
klien
untuk perawatan diri yang
Daily Living (ADLs) Dengan Kriteria Hasil :
Monitor
mandiri. 2.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
bantu
untuk
kebersihan diri, berpakaian,
23
badan
berhias, toileting dan makan.
2. Menyatakan kenyamanan 3. terhadap
kemampuan
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
untuk melakukan ADLs
untuk
melakukan self-care.
3. Dapat melakukan ADLS 4. dengan bantuan
Dorong klien untuk melakukan aktivitas normal
sehari-hari sesuai
yang
kemampuan
yang dimiliki. 5.
Dorong
untuk
secara
mandiri,
melakukan tapi
beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong untuk
kemandirian,
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7.
Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan.
8.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan
aktivitas sehari-hari. 7
Cemas
Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan
keperawatan selama 3 x 24
dengan
kesulitan jam, pasien mampu :
bernafas dan rasa takut sufokasi.
1. Anxiety control 2. Coping 3. Impulse control Dengan Kriteria Hasil :
Anxiety
Reduction
(penurunan
kecemasan) a.
Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan b.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
24
1. Klien
mampu c.
Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi
dan
apa yang dirasakan selama
mengungkapkan
gejala
cemas
prosedur d.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan
Pahami
prespektif
terhadap situasi stres dan e.
Temani
pasien
menunjukkan tehnik untuk
memberikan
mengontol cemas
mengurangi takut
3. Vital sign dalam batas f. normal 4. Postur
pasien
Berikan
untuk
keamanan
informasi
dan
faktual
mengenai diagnosis, tindakan tubuh,
ekspresi
prognosis
wajah, bahasa tubuh dan g.
Dorong
tingkat
menemani anak
aktivitas
keluarga
untuk
menunjukkan
h.
Lakukan back / neck rub
berkurangnya kecemasan
i.
Dengarkan
dengan
penuh
perhatian j.
Identifikasi tingkat kecemasan
k.
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
l.
Dorong
pasien
mengungkapkan
untuk perasaan,
ketakutan, persepsi m. Instruksikan
pasien
menggunakan teknik relaksasi 2.
·
Barikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan 8
Kurang
Setelah dilakukan tindakan NIC :
pengetahuan
keperawatan selama 3 x 24
berhubungan
jam, pasien mampu :
dengan
faktor-
1. Kowlwdge
:
disease
Teaching : disease Process 1. Berikan
penilaian
25
tentang
faktor asma.
pencetus
process
tingkat
2. Kowledge
:
health
Behavior
dan
menyatakan
prognosis
berhubungan dengan anatomi
pemahaman
dan fisiologi, dengan cara yang
yang
dan
keluarga
dijelaskan
biasa
muncul
proses
keluarga menjelaskan
apa
kemungkinan
penyebab, dengan cara yang tepat
yang 6. Sediakan informasi pada pasien
perawat/tim
kesehatan lainnya
penyakit,
dengan cara yang tepat 5. Identifikasi
dan
pada
penyakit, dengan cara yang tepat
melaksanakan 4. Gambarkan
secara benar
kembali
tepat.
program 3. Gambarkan tanda dan gejala
prosedur yang dijelaskan
mampu
dari
keluarga
dan
mampu
patofisiologi
penyakit dan bagaimana hal ini
pengobatan
3. Pasien
tentang proses penyakit yang
2. Jelaskan
tentang penyakit, kondisi,
2. Pasien
pasien
spesifik
Dengan Kriteria Hasil : 1. Pasien
pengetahuan
tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Hindari harapan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga atau pasien
informasi
tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan
perubahan
gaya
hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 10.
Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
26
11.
Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12.
Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13.
Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14.
Instruksikan
mengenai
pasien
tanda
dan
gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 9
Resiko dengan resiko
infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC : faktor keperawatan selama 3 x 24 prosedur jam, pasien mampu :
invasif pemasangan infus.
Infection
1.
2. Risk control
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.
Pertahankan teknik isolasi
3.
Batasi pengunjung bila perlu
4.
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
2. Menunjukkan kemampuan
berkunjung
mencegah
berkunjung
timbulnya infeksi leukosit
batas normal
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Dengan Kriteria Hasil :
3. Jumlah
(Kontrol
infeksi)
1. Immune Status
untuk
Control
dalam
dan
setelah
meninggalkan
pasien 5.
Gunakan sabun antimikrobia
27
4. Menunjukkan hidup sehat
perilaku
untuk cuci tangan 6.
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah
tindakan
kperawtan 7.
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8.
Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan alat 9.
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan untuk
kateter
intermiten
menurunkan
infeksi
kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi) 1.
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2.
Monitor hitung granulosit, WBC
3.
Monitor kerentanan terhadap infeksi
4.
Batasi pengunjung
5.
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6.
Partahankan teknik aseptic
28
pada pasien yang beresiko 7.
Pertahankan teknik isolasi k/p
8.
Berikan perawatan kulit pada area epidema
9.
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
10.
Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11.
Dorong
masukkan
nutrisi
yang cukup 12.
Dorong masukan cairan
13.
Dorong istirahat
14.
Instruksikan minum
pasien
untuk
antibiotik
sesuai
resep 15.
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16.
Ajarkan
cara
menghindari
infeksi 17.
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif 10
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC : nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 kebutuhan
tubuh jam, pasien mampu :
berhubungan dengan psikologis biologis
faktor dan yang
1. Nutritional Status : food and Fluid Intake 2. Nutritional
Status
:
Nutrition Management 1.
Kaji adanya alergi makanan
2.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan
kalori
dan
nutrisi
29
jumlah yang
mengurangi
nutrient Intake
pemasukan
3. Weight control
makanan
dibutuhkan pasien. 3.
4. 1. Adanya peningkatan berat sesuai
5.
dengan tinggi badan
kebutuhan nutrisi tanda
7. tanda
protein
dan
Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan
Berikan makanan yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
5. Menunjukkan peningkatan 8. pengecapan
untuk
mencegah konstipasi
malnutrisi
fungsi
pasien
mengandung tinggi serat untuk
mengidentifikasi
ada
untuk
vitamin C
2. Berat badan ideal sesuai 6.
4. Tidk
Anjurkan meningkatkan
dengan
tujuan
3. Mampu
pasien
meningkatkan intake Fe
Dengan Kriteria Hasil :
badan
Anjurkan
dari
Ajarkan
pasien
membuat
menelan
bagaimana
catatan
makanan
harian.
6. Tidak terjadi penurunan 9. berat badan yang berarti
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. § Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan
nutrisi
yang
dibutuhkan Nutrition Monitoring 1.
BB pasien dalam batas normal
2.
Monitor
adanya
penurunan
berat badan 3.
Monitor
tipe
dan
jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan 4.
Monitor interaksi anak atau
30
orangtua selama makan 5.
Monitor lingkungan selama makan
6.
Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam makan 7.
Monitor
kulit
kering
dan
perubahan pigmentasi 8.
Monitor turgor kulit
9.
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 12. Monitor makanan kesukaan 13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan
konjungtiva 15. Monitor
kalori
dan
intake
nuntrisi 16. Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 17. Catat
jika
lidah
magenta, scarlet
31
berwarna
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta, 2010 Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2011, Prima Medika Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 2012 Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, 2010 Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2014 Joyce Engel, Pocket Guide to Pediatric Assesment : terjemahan, EGC, 2011 Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year Book, 2012 Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates, 2012 Arif Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran Price,Sylvia. 2009. Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 . Jakarta :EGC Brunner & Suddart. 2013. Buku ajar keperawatan medikel bedah. Jakarta: EGC Suyono, Slamet. 2014. Ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Nanda.2014. buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kreteria hasil NOC, Ed 7. Jakarta: EGC Doenges, EM.2011. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
32
Zat alergen masuk ke dalam Tubuh melalui pernafasan mulut Dan kontak kulit
Reaksi tubuh terhadap allergen
Tubuh tidak tahan reaksi alergik
tubuh tahan/tidak alergik
Kontraksi otot polos pernafasan
Bronchospasme
Hypersekresi
Penyempitan saluran pernafasan
Hambatan aliran pernafasan gangguan ventilasi (hipoventilasi) Distribusi ventilasi yang tidak Rata dengan sirkulasi paru
jalan nafas tidak efektif
33
Gangguan difusi gas
penurunan sirkulasi darah, dispnea,
Di tingkat alveoli
Wheezing, kelemahan dan anoreksia
Hipoksemia
Ketidaktahuan
perubahan
intoleransi
nutrisi kurang dari
aktivitas
Kebutuhan tubuh
Tentang penyakit
Potensial infeksi
deficit perawatan diri
34