Lp Fraktur.docx

  • Uploaded by: nurhalija
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Fraktur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,801
  • Pages: 21
BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN I.

Konsep Medis

A. Definisi Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga

1

menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Subroto Sapardan neglected fracture adalah penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone setter, yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada umumnya neglected fracture terjadi pada orang yang berpendidikan dan berstatus sosio-ekonomi rendah. B. Etiologi Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a.

Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh: 1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. 2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

2

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b.

Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut: 1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. 3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c.

Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran (Solomon, 2010).

C. Patofisiologi Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat:peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang ulang, kelemahan abnormal pada tulang, dalam kasus fraktur femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme

3

terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehingga mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang. Tulang merupakan jaringan dinamis, dimana secara kontinyu bereaksi terhadap suatu tekanan. Berdasarkan data dari Maitra dan Johnson, fraktur stress atau tekanan merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara resorbsi tulang dan deposit tulang selama tulang menerima tekanan yang berulang. Sebagian besar tekanan pada kortek termasuk tension atau torsi; bagaimanapun, tulang lemah dalam tension dan cenderung patah sepanjang garis semen. Maitra dan Johnson melaporkan bahwa paksaan tension memicu resorbsi osteoklas, sementara paksaan kompresi memicu respon osteoblas. Dengan tekanan yang berulang, pembentukan tulang baru tidak dapat seimbang dengan resorbsi tulang. Ketidakmampuan ini menyebabkan penipisan dan kelemahan kortek tulang, dengan propragasi retakan melalui garis semen, dan bahkan berkembang menjadi mikrofraktur. Tanpa istirahat untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini, mikrofraktur dapat berkembang menjadi fraktur klinis. Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya tahan pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur, biasanya

diikuti

kerusakan

jaringan

sekitarnya.

Fraktur

ini

suatu

permasalahan yang kompleks karena pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka, sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi.

4

Penggunaan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan terjadi proses penyambungan tulang (Solomon, 2010). D. Manifestasi klinis a. Nyeri Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya. c. Memar Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur. d. Spasme otot Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur. e. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. f. Mobilisasi abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. g. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.

5

h. Deformitas Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. E. Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah: a. Komplikasi yang bersifat umum; trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus b. Nekrosis avaskuler kaput femur Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara untuk mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu kemudian,

scan

nanokoloid

dapat

memperlihatkan

berkurangnya

vaskularitas. Perubahan pada sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbualan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak, kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskular lebih besar. Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan protesis metal.

6

c. Nonunion Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah intra-artikuler. Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup menjebol keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita. d. Osteoartritis Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan kerusakan meluas ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total. F. Pemeriksaan Penunjang Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya: a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna

7

pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel. e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan. G. Penataksanaan Malunion baru dapat ditangani sebelum fraktur benar-benar menyatu, keputusan diperlukannya re-manipulasi atau koreksi mungkin sangat sulit. Beberapa pedoman yang ada yakni: 1) Pada orang dewasa fraktur harus direduksi mendekati posisi anatomis jika memungkinkan. Angulasi lebih dari 10-150 pada tulang panjang atau deformitas rotasi yang jelas terlihat mungkin perlu dikoreksi melalui remanipulasi, atau melalui osteotomi dan fiksasi. 2) Pada anak-anak, deformitas angulasi di sekat ujung tulang (dan khususnya jika deformitas pada bidang yang sama dimana pergerakan pada sendi yang berdekkatan) biasanya akan remodeling seiring berjalannya waktu; deformitas rotasi tidak akan terjadi. 3) Pada ekstremitas bawah, pemendekan lebih dari 2,0 cm jarang dapat diterima pada pasien dan prosedur penyaman panjang ekstremitas diindikasikan. 4) Ekspektasi pasien (lebih kea rah kosmetik) berbeda dari ahli bedah.

8

5) Diskusi dengan pasien melalui hasil x-ray dapat membantu dalam memutuskan penanganan dan pencegahan. 6) Sangat sedikit yang tahu mengenai efek jangka panjang dari deformitas angulasi pada fungsi sendi. Walaupun demikian, ini terlihat sama dimana malalignment lebih dari 150 pada bidang yang sama menyebabkan asimetrik dari sendi di atas atau di bawah dan perkembangan yang lambat osteoarthritis sekunder; ini terjadi terutama pada large weightbearing joint.

Gambar 10. Penanganan dengan internal fiksasi pada malunion (Solomon, 2010)

9

H. Pencegahan 1.

Pencegahan primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

2.

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang Universitas Sumatera Utara benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal

3.

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi

10

medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang

patah.

Upaya

rehabilitasi

dengan

mempertahankan

dan

memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

11

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Perawatan pra operatif a. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri b. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising usus, keseimbangan cairan, dan nyeri. c. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi dan gelisah). d. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya. e. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan adanya infeksi saluran kemih. f. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul selama minggu kedua), dan tanda vital. g. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, 12

panas, kemerahan, dan edema pada betis. h. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku dan perubahan kesadaran. Data dasar pengkajian pada pasien dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu: a. Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena. b. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan. c. Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas local. d. Nyeri/kenyamanan:

nyeri

berat

tiba-tiba

pada

saat

cedera,

spasme/keram otot. e. Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local. B. Diangnosa Keperawatan Pre operasi 1.

Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri.

2.

Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

3.

Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Post op 1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)

13

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi C. Intervensi Keperawatan Pre Operasi 1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri. Luaran Keperawatan Ansietas menurun Intervensi a. Monitor tanda-tanda ansietas Rasional: Untuk menetukan intervensi selajutnya b. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan Rasional: Untuk mengurangi rasa cemas pasien c. Pahami situasi yang membuat ansietas Rasional:

mengetahui

situasi

untuk

mengambil

intervensi

selanjutnya. d. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami Rasional: mengedukasi pasien hal yang mungkin terjadi. e. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis. Rasional: mengedukasi pasien mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis.

14

f. Latih teknik relaksasi Rasional: supaya pasien rileks g. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu Rasional: untuk mengurangi ansietas. 2. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) Luaran Keperawatan Nyeri menurun a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri. Rasional: untuk melanjutkan intervensi selanjutnya. b. Identifikasi skala nyeri Rasional: untuk mengetahui intensitas nyeri c. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain). Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri. d. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri Rasional: Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab, periode dan pemicu nyeri. e. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri. Rasional: mengedukasi teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.

15

f. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Rasional: untuk megurangi nyeri 3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Luaran Keperawatan Pengetahuan meningkat Intervensi a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi. Rasional: untuk mengetahui kesiapan dan kemmapuan menerima informasi pada pasien. b. Identifikasi pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya c. Berikan kesempatan untuk bertanya Rasional: untuk melihat apa yang di kurang mengerti pasien. d. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala) Rasional: agar pasien mengerti tentang penyakitnya. Post op 1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) Luaran Keperawatan Nyeri menurun a.

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri. Rasional: untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.

16

b.

Identifikasi skala nyeri Rasional: untuk mengetahui intensitas nyeri

c.

Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain). Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

d.

Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri Rasional: Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab, periode dan pemicu nyeri.

e.

Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri. Rasional: mengedukasi teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.

f.

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Rasional: untuk megurangi nyeri

2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang. Luaran Keperawatan Mobilitas fisik membaik a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya. b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi Rasional: untuk mengetahui batas kemampuan bergerak pasien.

17

c. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu Rasional: untuk mempermudah ambulasi d. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi. Rasional: untuk mempermudah ambulasi e. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi. Rasional: mngedukasi pasien tentang prosedur dan tujuan ambulasi f. Anjurkan ambulasi dini Rasional: untuk melatih bergerak 3.

Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik. Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya. b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien. Rasional: untuk meminimalisir terjadinya infeksi c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi Rasional: supaya pasien tahu tanda dan gejala infeksi. d. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar Rasional: untuk meminimalisir terjadinya infeksi e. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi. Rasional: mengedukasi pasien cara memeriksa kondisi luka

18

f. Anjurkan meningkatkan nutrisi Rasional: agar penyembuhan luka sesuai dengan lama penyembuhannya. g. Anjurkan meningkatkan asupan cairan Rasional: agar penyembuhan luka sesuai dengan lama penyembuhannya. D. Evaluasi Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap asuhan keperawatan. Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan tahap ini : 1)

Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.

2)

Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.

3)

Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan.

19

DAFTAR PUSTAKA Apley, A. Graham. 2012. Buku Ajar: dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta: Widya Medika Hansen, John T. 2010. Netter Clinical Anatomy. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders http://image.slidesharecdn.com/33281866-bone-fractures-nonunion-diagnosisand-management-at-shaheed-suhrawardy-medical-college-hospital-dhakabangladesh-a., diunduh tanggal 16 Januari, 2015 Romeo, Nicholas. 2015. Femur Injuries and Fracture. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6. Jakarta: EGC. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ed ke9. London: Hodder Arnold. Thompson, Jon C. 2010. Netter Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders.

20

21

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Lp Fraktur.docx
October 2019 21
Sp Isolasi Sosial-2.docx
October 2019 22
Asma Bronkhialis
August 2019 22
Asma Bronkhialis.docx
August 2019 23
Lp Sc.docx
August 2019 30