21233_bab Iv.docx

  • Uploaded by: Rosela Part II
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 21233_bab Iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 727
  • Pages: 4
BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, pasien laki-laki berusia 2 tahun didiagnosis dengan kolestasis intrahepatic + hernia umbilikalis+ hernia skrotalis+gizi buruk. Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke intestinal. Berdasarkan penyebabnya, kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik atau kolestasis hepatoseluler terjadi karena adanya kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris intrahepatik. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem biliaris di dalam hati. Manifestasi klinis pada kolestasis antara lain: a. Ikterus atau kulit dan mukosa berwarna ikterus yang berlangsung lebih dari dua minggu, b. Urin berwarna lebih gelap, c. Tinja berwarna lebih pucat atau fluktuatif sampai berwarna dempul (akholik), d. Hepatomegali, e. Splenomegali, f. Gagal tumbuh,

44

h. Wajah dismorfik, i. Hipoglikemia yang biasanya ditemukan pada penyakit metabolik, hipopituitarisme atau kelainan hati yang berat, j. Perdarahan oleh karena defisiensi vitamin K, k. Hiperkolesterolemia, l. Xanthelasma, dan m. Asites.1, 2, 8 Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan berupa tubuh dan mata pasien tampak kuning yang terjadi sejak usia 9 bulan. Urin pasien juga berwarna kuning tua. Selain itu, terdapat juga keluhan lain seperti perut yang tampak membesar sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan juga adanya ikterik pada mata dan tubuh, distensi, asites, hepatomegali, splenomegali, dan jari tabuh. Pemeriksaan USG menunjukkan adanya sirosis hepar. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ini maka pasien didiagnosis kolestasis intrahepatic et cause liver metabolic disease. Untuk mengetahui penyebab kolestasi intrahepatik, diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Tatalaksana pada pasien kolestasis adalah dengan pemberian asam ursodeoksikolat/UDCA dengan dosis 10–20 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis. Pada pasien dalam laporan kasus ini, pasien sudah mendapatkan UDCA 3x100 mg. Dosis UDCA pada pasien kurang sesuai dengan teori dimana dengan berat badan koreksi 9,2 kg, pasien seharusnya dapat mendapatkan UDCA dengan dosis 92-184 mg/hari. Selain itu, pasien juga mendapatkan pengobatan injeksi

45

furosemid 2x10 mg, PO spironolakton 2x1/2 tablet, dan multivitamin 1x1. Furosemide adalah obat golongan diuretik yang digunakan untuk membuang cairan atau garam berlebih di dalam tubuh melalui urine dan meredakan pembengkakan yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, penyakit ginjal atau kondisi terkait. Injeksi furosemid diberikan pada pasien ini karena adanya asites. Dosis furosemid adalah 20-40mg/hari dan dosis yang digunakan pada pasien ini adalah 2x10 mg. Selain itu, pasien juga mendapatkan spironolakton terkait edema pada pasien. Spironolakton bermanfaat untuk mengobati pembengkakan akibat penumpukan cairan di salah satu bagian tubuh (edema) yang disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti gagal jantung dan penyakit liver. Dosis spironolakton pada anak-anak adalah 3 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam beberapa dosis sehingga seharusnya pasien mendapatkan dosis 27,6 mg/hari. Pada pasien, pasien mendapatkan spironolakton 2x12,5 mg. Pada pemeriksaan fisik lain, ditemukan adanya hernia umbilikalis dan hernia skrotalis pada pasien. Oleh karena itu pasien didiagnosis hernia umbilikalis dan hernia skrotalis. Penanganan hernia umbilikalis dan skrotalis adalah dengan melalui tindakan operasi. Berdasarkan status gizi, pasien didiagnosa gizi buruk marasmus karena memiliki berat badan koreksi (berat badan aktual: 11,3 kg dengan koreksi edema 20-25%) sebesar 9,2 kg. Pada pasien juga ditemukan adanya baggy pants. Secara teori, gejala klinis gizi buruk marasmus adalah pasien tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit; wajah seperti orang tua; cengeng, rewel; kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana

46

longgar); perut cekung; iga gambang; dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare kronik atau konstipasi/susah buang air.13 Pasien dengan gizi buruk marasmus seharusnya mendapatkan makanan sesuai dengan fasenya. Apabila pasien dalam fase stabilisasi maka energi yang diberikan 80100 kkal/kgbb/hari, protein 1-1,5 gram/kgbb/hari, cairan 130 ml/kgbb/hari dan bila edema 100 ml/kgbb/hari. Prinsip pemberian nutrisi adalah porsi kecil tetapi sering dan formula yang diberikan adalah laktosa rendah dan hipo/iso osmolar. Pada fase transisi, energi 100-150 kkal/kgbb/hari, protein 2-3 gram/kgbb/hari, dan cairan 150 ml/kgbb/hari. Sedangkan pada fase rehabilitasi yang berfungsi untuk mengejar tumbuh kejar, energi yang diberikan 200-220 kkal/kgbb/hari, protein 3-4 gram/kgbb/hari, dan cairan 150-200 ml/kgbb/hari. Selain itu, anak juga diberikan asam folat 5 mg/hari pada hari pertama dan selanjutnya 1 mg/hariserta zink 2 mg/kgbb/hari. Pasien saat ini mendapat diet dengan kalori 990 kkal, protein 133,5 gram, dan cairan 900 cc. Adapun menu makanan pasien bubur ayam 3x/hari dengan kebutuhan kalori 1234,8 kkal dan pregistemilk 6x60 cc dengan kebutuhan kalori 270 kkal.

47

More Documents from "Rosela Part II"

Ppt Sela.pptx
April 2020 0
21233_bab Iv.docx
April 2020 3
Bab Iii Follow Up.docx
April 2020 11
Hasil Lab.docx
April 2020 8
Bab I.docx
April 2020 1
Bab Iii Follow Up.docx
April 2020 2