1.docx

  • Uploaded by: efka anindia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,597
  • Pages: 11
1.

Sindroma Koroner Akut (SKA)

2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI) 8. 2.1.2 Etiologi Sindroma Koroner Akut Penyebab tersering adalah deposit ateroma di jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis) 10. Aterosklerosis adalah proses kronis yang progresif dan tibatiba muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Progresivitas aterosklerosis berhubungan dengan faktor lingkungan dan genetik dimana faktor tersebut akan berubah menjadi faktor resiko penyakit jantung coroner. Penyebab sindroma koroner akut adalah menurut Departmen Kesehatan :a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur akan mengakibatkan infark kecil di distal adalah petanda kerusakan miokard. b) Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi) Penyebab agak jarang , yang mungkin sebab oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Juga bisa terjadi akibat konstiksi abnormal pada pembuluh darah yang kecil . c) Obstruksi mekanik yang progresif Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI) . d) Inflamasi dan/atau infeksi Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi SKA. e) Faktor atau keadaan pencetus 12 Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang menyebabkan terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini menderita angina stabil 12. 2.1.3 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut

1. Angina Pektoris Tak Stabil (APTS) APTS adalah dimana simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien 1. Yang termasuk dalam angina tak stabil adalah : a) Bila pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina adalah cukup berat dan frekuensi lebih dari 3 kali per hari. b) Bila pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, tapi serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat nyerinya tetapi faktor presipitasi makin ringan. c)

Pasien dengan serangan angina masa istirahat.

2. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah sama dengan angina pektoris tak stabil dan penatalaksanaan juga adalah sama. Akan tetapi NSTEMI ditegakkan dengan adanya nekrosis miokard dan adanya peningkatan biomaker jantung. 3. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) Infark miokard ini merupakan gambaran cedera miokard transmural akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus. 2.1.4 Patofisiologi Sindroma Koroner Akut 2.1.4.1 Angina Pektoris Tak Stabil 1. Ruptur Plak Ruptur plak arterosklerotik adalah penyebab penting untuk kasus angina pektoris tak stabil, hingga terjadi oklusi subtotal atau total secara tiba-tiba dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung lemak dan jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil bila terdapat infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak berdekatan intima yang normal. Keretakan bisa juga terjadi pada dinding plak yang lemah karena terdapat enzim protease yang dihasilkan oleh makrofag yang dapat melemahkan dinding plak (fibrous cap). Ruptur menyebabkan terjadinya aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan mengakibatkan terbentuknya trombus. Trombus akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah 100% dan mengakibatkan terjadinya infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bagi pembuluh yang tidak disumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan menyebabkan angina tak stabil 9. 2. Trombosis dan agregasi trombosit Agregasi platlet dan pembentukan trombus merupakan salah satu faktor terjadinya angina tak stabil. Trombosis terjadi akibat interaksi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang terdapat dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Bila berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa

untuk memulai kaskade reaksi yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. 3. Vasospasme Spasme berlaku bila terdapat perubahan tonus pembuluh darah yang terjadi karena adanya produksi bahan vasoaktif dan disfungsi endotel oleh platelet. Spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan berperan dalam pembentukan trombus. Spasme yang terlokalisir pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil 9. 4. Erosi pada plak tanpa ruptur Penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Perubahan bentuk pembuluh karena bertambahnya sel otot polos dapat menyebabkan penjempitan pembuluh dengan cepat 9. 2.1.4.2 Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosik sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, injury dicetus oleh hipertensi, merokok dan akumulasi lipid. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat selalunya tidak akan memicu STEMI 13. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon pada terapi trombolitik. Pada lokasi ruptur, agonis(kolagen,ADP,efinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit yang akan memproduksi dan melepaskan tromboxanA2 (vasokonstriktor). Juga terjadi perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa 13. Setelah mengalami konversi fungsi, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuan asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agrerasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin ke trombin dan fribrinogen ke fibrin. Arteri koroner tersebut akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregasi trombosit dan fibrin. 2.1.4.3 Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard. NSTEMI juga terjadi karena trombosis akut atau konstriksi koroner. Trombosis akut diawali dengan ruptur plak yang tidak stabil. Plak ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah ,fibrous cap tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Di lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang mengindikasi proses inflamasi 14.

2.1.5 Faktor Resiko Faktor resiko penyakit jantung koroner dapat dibagi kepada dua faktor resiko utama dan faktor resiko pendukung.

Faktor resiko utama adalah faktor yang sering menyebabkan penyakit jantung koroner. Faktor resiko utama dapat dibagi lagi kepada dua yaitu faktor resiko utama yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi. 2.1.5.1 Faktor Resiko Utama 1. Faktor risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi : a) Usia Pertambahan usia berkait rapat dengan perubahan pada arteri koroner. Perubahan utama yang terjadi adalah penebalan tunika intima disertai tunika media yang mengalami fibrosis 16. Umur dapat mempengaruhi faktor lain untuk meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung koroner. Faktor lain seperti tekanan darah tinggi, obesitas dan peningkatan kadar lemak. Gangguan dalam profil lemak, seperti nilai total kolesterol dan peningkatan LDL disertai penurunan HDL, juga berhubung dengan pertambahan umur. b) Jenis kelamin Pria mempunyai risiko lebih besar dan kecenderungan mendapat serangan lebih awal dalam kehidupannya kalau dibandingkan wanita 18. Setelah menopause, estrogen tidak melindungi wanita, maka angka kematian pada wanita akibat penyakit jantung koroner meningkat.Wanita mempunyai faktor resiko tambahan yang berperan meningkatkan kejadian terjadinya penyakit jantung koroner. Faktor resiko tambahan adalah seperti sindrom ovarium polikistik, preeklampsia, menopause, penggunaan obat kontrasepsi oral dan terapi hormonal. Wanita dengan sindrom ovarium polikistik menyebabkan peningkatan resiko terjadinya sindroma metabolik dan faktor resiko penyakit jantung coroner. Wanita hamil dengan preeklampsia ditandai dengan hipertensi (>140/90 mmHg) dan proteinuria (> 0,3g/24 jam) masa kehamilan 20 minggu berisiko 2 kali terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan wanita normotensi selama masa kehamilan. Menopause awal pada wanita meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner atau stroke dibanding dengan wanita yang dapat menopause pada waktu normal. c) Genetik Studi mengenai genom berhasil mengidentifikasi SNPs (single nucleotide polymorphism) berkaitan dengan peyakit jantung koroner, infark miokard atau keduanya (24). Gen Ch9p21 SNP adalah gen yang berperan dalam terjadinya penyakit jantung koroner dan infark miokard. Anak dari orang tua dengan penyakit jantung koroner lebih berpotensi terkena penyakit jantung (19). Baik pria atau wanita yang memiliki minimum satu orang tua yang memiliki penyakit jantung koroner beresiko 1,4 - 1,6 kali untuk terkena penyakit jantung koroner . 2. Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi : a) Merokok Rokok mengandung zat kimia seperti nikotin, karbon monoksida, ammonia, formaldehida, tar dan lain-lain. Bahan aktif utama adalah nikotin yang memberi efek akut dan tar memberi efek kronis. Nikotin menyebabkan efek simpatomimetik pada sistem kardiovaskuler seperti takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol, meningkatkan noradrenalin dalam plasma, meningkatkan tekanan darah, cardiac output naik, dan

meningkatkan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan aterosklerotik, penempelan platelet dan menurunkan HDL. Merokok dapat meningkatkan oksidasi dari LDL yang dapat meningkatkan faktor lain seperti hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melittus. Merokok meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebanyak 2-4 kali dari orang yang tidak merokok. Orang yang merokok satu bungkus rokok setiap hari resiko serangan jantung berlipat 2 kali dari orang yang tidak merokok 19. Wanita yang merokok mempunyai resiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan pria yang merokok. b) Kadar lemak yang abnormal (kolestrol dan trigliserida) Kolesterol adalah salah satu komponen lemak tubuh yang sangat penting bagi sel yang sehat. Bila tubuh mengakumulasikannya dalam jumlah banyak, maka kolesterol akan deposit ke dinding pembuluh darah dan menghambat aliran darah. Ini akan meningkatkan resiko serangan jantung. Kolesterol terdiri dari HDL (high density lipoprotein) dan LDL (low density lipoprotein). HDL berperan membawa kadar lemak yang tinggi ke dalam jaringan hati untuk dimetabolisme dan diekskresi dari tubuh. LDL berperan membawa kolesterol ke jaringan, termasuk arteri koroner 18. Komponen lain adalah trigliserida. Kadarnya selalu berpasangan dengan kadar HDL yang rendah 30. Rasio non-HDL kolesterol, trigliserida dan total kolesterol dengan HDL kolesterol lebih berhubungan dengan resiko penyakit jantung koroner dibandingkan dengan hanya LDL kolesterol 31. c) Tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan dinding jantung menjadi kaku dan tebal yang menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik dan meningkatkan resiko serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Terdapat dua patofisiologi bagaimana hipertensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Teori pertama adalah, hipertensi menyebabkan kerusakn pada endotel yang menybabkan senyawa vasodilator tidak keluar dan membuat penumpukan oksigen reaktif serta penumpukan faktor -faktor inflamasi yang mendukung aterosklerosis, trombosis dan penyumbatan pembuluh darah. Teori kedua, hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang mengakibatkan hipertropi dari ventrikel kiri yang menybabkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium dan penurunan aliran darah coroner. Orang dengan hipertensi memiliki resiko 3 kali lebih besar untuk terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan orang yang normotensi. d) Aktivitas fisik yang kurang Aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebanyak 2 kali lipat dan dapat memperburukkan faktor-faktor resiko yang lain seperti tekanan darah, kadar kolesterol, trigliserida yang tinggi, diabetes dan berat badan 18. Seseorang dengan aktivitas fisik sedang yang intensif selama 150 menit/minggu dan tambahan 300 menit/minggu akan menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 14% dibanding dengan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik 34. e) Berat badan berlebihan (obesitas dan overweight)

Obesitas abdominal atau sentral, dapat diukur melalui berat badan dan juga lingkar pinggang. Obesitas sentral dapat menyebabkan berbagai hal seperti peningkatan kadar insulin dan resistensi insulin (diabetes melitus) dimana insulin bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan mempengaruhi retensi garam. Berat badan berlebihan akan meningkatkan kerja jantung karena meningkatkan jumlah tahanan perifer total sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Ini menyebabkan penebalan dinding ventrikel sehingga meningkatkan massa pada ventrikel terutama ventrikel kiri. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida serta menurunkan kadar HDL. Peningkatan 10kg berat badan akan meningkatkan tekanan sistol sebesar 3mmHg dan tekanan diastol sebesar 2,5mmHg dan setiap peningkatan IMT sebesar 4kg/m² meningkatkan resiko terkena penyakit jantung iskemik sebesar 26%. f) Diabetes melitus Kadar gula dalam darah yang tinggi menyebabkan peningkatan plak ateromatous pada arteri 18. Kematian pasien diabetes melitus sering disebabkan serangan sindroma koroner akut dibandingkan dengan yang tidak memiliki diabetes melitus 39. Diabetes dapat meningkatkan resiko menjadi penyakit jantung sebesar 2 kali lipat 40. 2.1.5.2 Faktor Resiko Pendukung Faktor resiko pendukung adalah faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner, tetapi hasilnya tidak terlalu bermakna. Faktor resiko pendukung terdiri dari : a) Stress Stress merupakan efek fisik dan emosi yang dapat berefek pada jantung akibat perlepasan hormon-hormon tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat mendorong pembentukan clotting pada arteri. Yang termasuk dalam pemicu stress adalah isolasi sosial, stress pekerjaan dan peristiwa dalam kehidupan. Stress bisa meningkatkan tekanan darah karena menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah arteri. Ini bisa menyebabkan peningkatan serangan jantung. Faktor psikologi seperti stress, depresi, dan anxiety secara signifikan kontribusi dalam onset, gejala klinis dan prognosis penyakit jantung koroner 41. Orang yang mengalami stres berat beresiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 1,27 kali dibanding yang mengalami stres ringan. b) Alkohol Alkohol berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga menyebabkan gagal jantung dan memicu stroke 19. Minum alkohol dalam jumlah sedang dapat menurunkan resiko penyakit jantung 30. Alkohol dengan dosis 15g/hari untuk wanita dan 30g/hari untuk pria secara signifikan dapat meningkatkan kadar HDL, apolipoprotein A1, adiponektin dan tidak berefek pada level trigliserida. c) Diet dan Nutrisi yang tidak sehat Mengkonsumsi daging yang telah diproses berkaitan dengan insidensi yang lebih tinggi dari penyakit jantung koroner 44. Diet yang tidak sehat seperti tinggi gula, lemak, dan garam dapat menyebabkan peningkatan berat badan, tekanan darah, kadar lemak dalam tubuh dan kadar gula darah sehingga meningkatkan resiko penyakit jantung coroner. Untuk mencegah penyakit jantung, asam lemak jenuh diganti dengan asam lemak tidak jenuh rantai jamak daripada asam lemak tidak jenuh rantai tunggal atau karbohidrat 45 dan menghindari konsumsi makanan trans-fatty acid dan makanan tinggi indeks glikemik.

2. STEMI a. Definisi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. b. Patofisiologi

Petanda (cardiac biomarker) kerusakan jantung Cardiac biomarker merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis STEMI. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau (cTn)I dan dilakukan secara serial. Pada STEMI, pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu hasil biomarker jantung namun dilakukan sesegera mungkin. Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis pada miokard jantung.

Infark anterior

Adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 - V4 disebut infark anterior.

Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left anterior desending (LAD). LAD mensuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri dan 2/3 area septum intraventrikular anterior. Komplikasi dari STEMI anterior adalah disfungsi ventrikel kiri yang berat yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock kardiogenik. Oklusi LAD juga dapat menyebabkan AV block akibat infark pada septum intraventrikular. Sinus tachycardia merupakan tanda yang umum dijumpai akibat respon neurohormonal symphatetic untuk mengurangi cardiac output atau tekanan darah. Infark inferior dan posterior Infark inferior dan posterior diakibatkan oleh oklusi right coronary artery (RCA) pada 8090% pasien sedangkan 10-20% pasien diakibatkan oleh oklusi arteri left circumflex (LCX). Pada infark inferior dijumpai adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead II, III, aVF sedangkan infark posterior dijumpai adanya ST segmen depresi di V1 - V4. Infark lateral Infark miokardial lateral terjadi bila dijumpai adanya perubahan ST elevasi pada EKG di lead I, aVL, V5, V6. Infark ini diakibatkan oleh cabang-cabang arteri yang mensuplai darah pada dinding lateral ventrikel kiri yaitu cabang left circumflex (LCx), diagonal LAD dan cabang terminal dari right coronary artery (RCA). Karena LCx mensuplai AV junction, bundle his, dan anterior dan posterior muscle papillary pada 10% populasi, oklusi arteri ini berkaitan dengan abnormalitas konduksi jantung atau insufisiensi katup mitral yang berkaitan dengan dysfungsi muscle papillary. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan biasa terjadi pada infark inferior dengan trias karakteristik yaitu hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis dengan tanda kusmaul’s, serta area paru bersih. Infark inferior di diagnosis bila dijumpai elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan. V3R dan V4R serta adanya abnormalitas gerakan dinding ventrikel kanan. Penatalaksanaan dilakukan dengan volume loading untuk mempertahankan PCWP 18-20 mmHg, menghindari penggunaan nitrat serta pemberian dobutamin untuk mengatasi hipotensi. Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan salah satu aspek penting perawatan pasien STEMI. Adapun pengkajian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: Tingkat kesadaran Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat yang mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan terhadap adanya tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang harus dilakukan. Nyeri dada Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi gangguan pada saluran percernaan seperti mual, muntah,. Rasa tidak nyaman didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada pasien STEMI terutama pada pasien yang lanjut usia ataupun menderita diabetes mellitus. Frekuensi dan irama jantung Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus. Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum terakhir.

Bunyi jantung Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan fungsi otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan adanya pericarditis. Tekanan Darah Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator. Denyut nadi perifer Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas Status volume cairan Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari kelebihan cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria) yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik. Pemberian Oksigen Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal. Nitrogliserin Nitogliserin (NTG) sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk mengurangi nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai mengalami infark ventrikel kanan. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 - 4 mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan interval 5 - 15 menit. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriol melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Aspirin Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 162 mg - 325 mg di ruang emergensi dengan daily dose 75 - 162 mg.

Beta blocker Beta‐blocker mulai diberikan‐ segera setelah keadaan pasien stabil. Jika tidak ada kontraindikasi, pasien diberi beta blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari rumah sakit. Kontraindikasi terapi beta‐blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg, bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block, riwayat penyakit saluran nafas yang reversible, Beta‐blocker harus diti

trasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleransi ACE inhibitor mulai diberikan dalam 24 48 jam pasca MI pada pasien yang telah stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan afterload ventrikel kiri karena inhibisi. sistem renin‐angiotensin, menurunkan dilasi ventrikel. ACE inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi yang dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi, gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal bilateral, dan alergi ACE inhibitor. Elektrolit serum, fungsi ginjal dan tekanan darah harus dicek sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu. Terapi penurunan kadar lipid Manfaat HMG Co‐A reductase inhibitor (statin) selain berfungsi sebagai penurun kolesterol juga mempunyai efek pleiotropic yang dapat berperan sebagai antiinflamasi, anti trombolitik. Target penurunan LDL < 100 mg/dl, sedangkan pada pasien dengan risiko tinggi, DM, penyakit jantung koroner, target penurunan LDL kolesterol adalah < 70 mg/dl. Anti koagulan LMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena untuk membatasi perluasan thrombosis koroner. Studi ESSENCE menunjukkan enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih tinggi, tetapi mempunyai aktivitas anti‐ faktor Xa lebih besar, tidak memerlukan monitor terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah sehingga menjadi pilihan terapi yang cukup popular. Enoxaparin diberikan terus sampai pasien dari angina atau paling sedikit selama 24 jam, durasi terapi yang dianjurkan adalah 2 8 hari.

Terapi reperfusi Terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention (PCI) primer ataupun dengan terapi fibrinolisis.

Related Documents


More Documents from "Kevin Bran"