16010070014 Profil Kemampuan Literasi Sains Siswa.docx

  • Uploaded by: Lenty
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 16010070014 Profil Kemampuan Literasi Sains Siswa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,427
  • Pages: 22
LAPORAN PENELITIAN PROFIL KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 2 BANTARKAWUNG

Disusun oleh : Lenty Canina Fairuza (1601070014)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO TAHUN AJARAN 2019/2020

1

PROFIL KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 2 BANTARKAWUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara harfiah literasi sians terdiri dari kata literatus yang berarti melek huruf dan scientia yang diartikan memiliki pengetahuan. Literasi sains menurut PISA (2010) adalah kemampuan menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menggambarkan buktibukti yang berdasarkan kesimpulan untuk dapat memahami dan membantu pembuatan kesimpulan tentang alam serta sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Menurut PISA literasi sains diartikan sebagai “The Capacity To Use Scientific Knowledge, To Identify Questionsand To Draw Evidence-Based Conclusions In Order To Understand And Help Make Decisions About The Changes Made To It Trough Human Activity” dari pemaparan tersebut literasi sains diartikan sebagai kemampuan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan buktibukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan dengan alam melalui aktivitas manusia (Harlen, 2004). Diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik yang baik dan melek sains serta teknologi, berpikir logis, kritiss, kreatif, serta mampu beragumentasi secara benar dan dapat berkolaborasi. Akan tetapi belum banyak yang mengetahui arti penting literasi sains pada pembelajaran IPA khusunya pada peserta didik tingkatan SMP. Oleh karena itu, artikel ini dibuat untuk membangun kesadaran mengenai pentingnnya literasi sains pada pembelajaran IPA SMP. Kemampuan literasi sains yang tinggi penting untuk dimiliki oleh setiap siswa di Indonesia, hal ini disebabkan karena kemampuan literasi sains berperan dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Peringkat Indonesia yang masih sangat rendah dalam penilaian literasi sains dunia mencerminkan bagaimana sistem pendidikan Indonesia yang sedang berjalan saat ini. Skill membaca siswa Indonesia masih sangat rendah. Budaya membaca terkait dengan kemauan “memaksa diri” untuk membeli buku dan kemauan meluangkan waktu untuk membacanya masih rendah. Padahal literasi sains siswa tidak akan tumbuh jika kemauan dan kesadaran untuk membaca tidak dimiliki oleh setiap siswa. Kemampuan literasi sains berkaitan erat dengan kemampuan riset siswa. Kemampuan riset yang 2

dimiliki oleh siswa akan berpengaruh pada upaya melahirkan penemuanpenemuan baru yang datang dari dunia pendidikan. Literasi sains dalam pembelajaran diharapkan siswa-siswi memiliki kemampuan yang harus dimiliki yaitu: a) memiliki kemampuan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat di era digital, b) kemampuan mencari atau menentukan jawaban pertanyaan yang berasal dari rasa ingin tahu yang berhubungan dengan pengalaman sehari-hari, c) memiliki kemampuan, menjelaskan dan memprediksi fenomena. d) dapat melakukan percakapan sosial yang melibatkan kemampuan dalam membaca dalam mengerti artikel tentang Ilmu pengetahuan; e) dapat mengindentifikasi masalah-masalah ilmiah dan teknologi informasi; f) memiliki kemampuan dalam mengevaluasi informasi ilmiah atas dasar sumber dan metode yang dipergunakan; g) dapat menarik kesimpulan dan argument serta memiliki kapasitas mengevaluasi argument berdasarkan bukti (Kusuma, 2016). PISA (2010) menyatakan literasi sains dibedakan dalam tiga dimensi yaitu : konten (pengetahuan sains), proses (kompetensi sains), dan konteks (aplikasi sains). Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang terjadi pada lingkungan disebabkan oleh aktivitas manusia. Dalam hal ini, PISA secara umum memberikan batasan ruang lingkup konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain. Proses sains merujuk pada proses yang melibatkan siswa ketika menjawab suatu pertanyaan ataupun memecahkan masalah, seperti menanalisis dan menjelaskan bukti serta menjabarkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dipecahkan atau tidak oleh sains, mengenal sesuatu yang dapat digunakan untuk suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. Konteks sains merujuk pada kondisi dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi acuan untuk aplikasi pemahaman konsep sains. Dimensi literasi sains menurut PISA mencakup bidang diantaranya: 1) bidang aplikasi sains meliputi penerapan sains dalam pengaturan personal, social, dan global; 2) bidang penilaian (assessment) dimana butir- butir soal pada penilaian pembelajaran sains, berfokus pada situasi yang terkait pada individu, keluarga dan kelompok individu, komunitas (sosial), dan pada kehidupan lintas Negara (global). Berpikir ilmiah adalah berpikir logis dan empiris. Logis : masuk akal sedangkan empiris : dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan bukti-bukti ilmiah dan membuat keputusan terhadap isu-isu sosial-sains (OECD, 2006) dan ini diprediksi ada kaitannya dengan lemahnya kemampuan literasi 3

sains siswa. Melalui situasi yang nyata dan relevan, literasi sains dapat dikembangkan (Dam & Volman, 2004). Situasi yang riil akan mendorong siswa untuk menjadi tertarik belajar Sains karena mereka mengetahui pentingnya Sains dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan indvidu memasuki dunia kehidupannya. Penilitian menunjukkan bahwa secara umum literasi sains siswa di Indonesia masih rendah meskipun telah terjadi peningkatan pada tahun 2016. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya perbaikan terhadap pembelajaran sains di sekolah. Upaya perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah harus didukung dengan informasi yang akurat tentang sejauh mana pencapaian literasi sains siswa khususnya siswa SMP yang merupakan siswa usia wajib belajar 9 tahun. Profil kemampuan literasi sains siswa SMP dapat menjadi bekal bagi guru maupun stakeholders untuk meningkatkan kualitas pendidikannya di sekolah sehingga menjadi tepat sasaran sesuai dengan harapan kurikulum. Pengukuran kemampuan literasi sains dapat ditinjau dari aspek-aspek literasi sains meliputi aspek konten, proses, dan konteks. Pembelajaran pengetahuan ipa untuk kelas IX di SMP Negeri 2 Batarkawung pada kelas IX A nilai rata-rata Ulangan Harian adalah 77,3 dan nilai rata-rata Ulangan Tengah Semester adalah 66,03. Pada kelas IX B nilai rata-rata UH adalah 67,6 dan nilai rata-rata UTS adalah 64,23. Nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah 6,5. Sehingga bisa dilihat bahwa kemampuan siswa dalam mengerjakan soal masih baik namun belum pada nilai UTS yang ada pada kelas IX B masih dibawah nilai KKM. Alasan mengapa literasi sains penting untuk dimiliki siswa, yaitu: (1) pemahaman sains menawarkan pemenuhan kebutuhan personal dan kegembiraan, dapat dibagikan dengan siapapun; dan (2) negara-negara di dunia dihadapkan pada pertanyaanpertanyaan dalam kehidupannya yang memerlukan informasi ilmiah dan cara berpikir ilmiah untuk mengambil keputusan dan kepentingan orang banyak yang perlu di informasikan seperti, udara, air dan hutan (Zuriani, 2013). Pemahaman ipa dan kemampuan dalam ipa juga akan meningkatkan kapasitas siswa untuk memegang pekerjaan penting dan produktif di masa depan. Mudzakir (dalam marta 2013) menngemukakan bahwa pendidikan sains memiliki potensi yang besar dan peranan srategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini akan terwujud jika pendidikan sains mempu melahirkan siswa yang cakap dalam bidangna dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, kreatif, mampu memecahkan masalah, kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Kelebihan dalam literasi sains yaitu merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains dalam upaya memecahkan masalah. Kelemahan literasi sains adalah kemampuan berfikir kritis tentang sains dengan cara harus berurusan dengan ahli sains. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran yang berpusat pada sains, yang salah satunya adalah biologi. Literasi sains merupakan hal 4

yang penting dikuasi oleh siswa sebab literasi sains dalam pendidikan sains memiliki potensi yang besar menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi, yakni siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, kreatif, mampu memecahkan masalah, kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Fungsi literasi sains memiliki kecocokan yang sangat baik dengan tujuan umum dari literasi bahasa. Pada dasarnya, literasi sains meliputi dua kompotensi utama. Pertama, kompotensi belajar sepanjang hayat (lifelong education), termaksud membekali peserta didik untuk belajar disekolah lebih lanjut. Kedua, kompotensi dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Bybee (Soobard & Rannikmae, 2011) mengusulkan kerangka kerja untuk menentukan tingkat kemampuan literasi sains setiap individu berdasarkan situasi, umur, pengalaman, dan kemampuan. Kerangka kerja tersebut terdiri dari empat tingkatan literasi sains yaitu nominal, fungsional, konseptual dan prosedural, dan multidimensional. Siswa yang berada pada tingkat nominal adalah mereka yang menggunakan dan menuliskan istilah ilmiah, namun tidak mampu untuk membenarkan istilah atau mengalami miskonsepsi, memiliki pemahaman yang minimal, serta memiliki naive theories. Pada tingkat fungsional, siswa telah mampu menggunakan istilah-istilah ilmiah, mendefiniskan istilah dengan benar pada aktifitas atau situasi tertentu saja (contoh: pada saat tes), pemahaman yang mereka miliki hanya berasal dari buku teks yang mereka baca. Pada tingkat yang lebih tinggi yaitu konseptual dan prosedural, siswa telah memahami prinsip-prinsip dan teori dalam sains, memahami bagaimana bagian konsep yang satu berhubungan dengan konsep lain sebagai suatu kesatuan, mengerti proses sains dan memeliki pemahaman tentang inkuri. Sedangkan siswa yang mampu memanfaatkan berbagai konsep dan menunjukkan kemampuan untuk menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kehidupan sehari-hari memahami bahwa sains, sosial dan teknologi itu saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, menunjukkan bahwa mereka berada pada level multidimensional, (Odja&Payu, 2014). Guru sebagai salah satu yang bertanggung jawab atas pendidikan, maka perlu mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pengukuran literasi sains. Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata. Menurut Thomas and Durant dalam Shwartz (2005), pengetahuan yg biasanya dihubungkan dengan literasi sains adalah: 1. Memahami ilmu pengetahuan alam–norma dan metode sains dan pengetahuan ilmiah 2. Memahami kunci konsep ilmiah 3. Memahami bagaimana sains dan teknologi bekerja bersama-sama 4. Menghargai dan memahami pengaruh sains dan teknologi dalam 5

masyarakat 5. Hubungan kompetensi-kompetensi dalam konteks sains- kemampuan membaca, menulis dan memahami sistem pengetahuan manusia 6. Mengaplikasikan beberapa pengetahuan ilmiah dan kemampuan mempertimbangkan dalam kehidupan sehari-hari. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian kali ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui profil kemampuan literasi sains siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Bantarkawung. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi siswa a. Siswa dapat memahami cara belajar pembelajaran sains dengan baik. b. Siswa dapat meningkatkan kemampuan literasi sains melalui pembelajaran yang baik. 2. Bagi Guru a. Guru mengetahui cara pembelajaran yang diberikan ke siswa agar literasi sains meningkat. b. Guru mengetahui kemampuan siswanya dalam pembelajaran sains.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Literasi Sains 2.1.1

Pengertian Literasi

Literasi sains (literasi ilmiah) yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain seseorang yang melek literasi sains akan mampu berperan aktif dalam segala segi kehidupan terutama pada bidang ilmu yang digelutinya (Holbrook, and Rannikmae, 2009). Berdasarkan pengertian tersebut, penekanan literasi sains bukan pada penguasaan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses dains saja, tetapi lebih mengarahkan bagaiman memungkinkan seseorang untuk dapat membuat suatu keputusan dan turut terlibat dalam kehidupan bermasyarakat ber dasarkan pengetahuan dan pemahaman sains yang dimilikinya. Literasi sains penting dimiliki setiap orang sebagai masyarakat, warga negara dan warga dunia. Setiap orang harus memiliki tingkat literasi sains tertentu agar dapat bertahan hidup di alam maupun di tempatnya bekerja. Literasi sains berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai yang terdapat di dalam sains. Hasil penelitian Holbrook (2009) menyatakan pembelajaran sains selama ini kurang relevan dan populer di mata para siswa. Hal ini disebabkan karena kurikulum lebih banyak menempatkan materi subyek terlebih dahulu namun tidak pada pengaplikasiannya. Pada kenyatannya prinsip sains dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah atau mengambil keputusan yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Social link ini penting karena siswa akan berada di tengah masyarakat. Selain itu pembelajaran yang relevan dapat membangun kesadaran siswa akan pentingnya sains dalam menentukan karir dan sebagai anggota masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembelajaran sains di sekolah yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang pentingnya sains apabila dikaitkan dengan masyarakat di masa kini dan yang akan datang. Berdasarkan data PISA (Programe for International Student Assessment) kemampuan literasi sains peserta didik Indonesia masih dibawah rata-rata jika dibandingkan dengan rerata skor internasional dan secara umum berada pada tahapan pengukuran terendah PISA (Toharudin, et. all, 2011: 19). Sebagaimana dikutip dari The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) peringkat 7

Indonesia di PISA pada tahun 2009 yaitu ke-57 dari 65 dengan perolehan skor 383. Pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari total 65 negara dengan perolehan nilai saat itu yaitu 382. Selanjutnya, pada tahun 2015 Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 72 negara yang ikut serta, dengan perolehan skor yaitu 403. Berdasarkan hasil tiga kali survey tersebut skor siswa Indonesia pada kemampuan literasi sains masih jauh dibawah skor standar internasional yang ditetapkan oleh lembaga OECD. Rendahnya hasil belajar sains ditengarai berhubungan dengan proses pembelajaran sains yang belum memberikan peluang bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan bernalar secara kritis. Berikut merupakan beberapa penelitian yang menunjukan bahwa masih lemahnya kemampuan guru dalam mengimplementasikan proses dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains. Pembelajaran sains masih bercirikan transfer sains sebagai produk (fakta, hukum, dan teori) yang harus dihafalkan sehingga aspek sains sebagai proses dan sikap benar-benar terabaikan (Istyadji, 2007: 2). Pada penelitiannya Suroso (2012) menyimpulkan bahwa pembelajaran tidak dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, pembelajaran jarang dimulai dari masalahmasalah aktual, pembelajaran sains di sekolah dasar cenderung bertolak dari materi pelajaran bukan dari tujuan pokok pembelajaran sains dan kebutuhan peserta didik, dan tindak pembelajaran sains cenderung hanya mengantisipasi ujian. Berbagai temuan empiris yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan indikasi bahwa pembelajaran sains yang terlaksana selama ini cenderung merupakan aktivitas konvensional yang berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik. Kondisi ini menuntut adanya pembenahan dalam pembelajaran sains untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih efektif terutama pada tingkat sekolah dasar supaya pada prosesnya lebih menekankan pada ketercapaian produk, proses, dan sikap ilmiah. Hal ini sangat penting, karena penilaian literasi sains menurut PISA bukan hanya pada konten tetapi meliputi context, knowledge (knowledge of science and knowledge about science), serta attitudes (PISA, 2006). Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat vital dalam menentukan keberhasilan peserta didik. Oleh karena itu guru hendaknya memiliki kemampuan yang mumpuni dalam merencanakan dan melaksakan pembelajaran. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka menyelesaikan permasalahan di atas adalah dengan menerapkan pembelajaran sains yang tidak hanya menekankan pada penguasasan konsep tetapi juga memperhatikan aspek lainnya. Unsur pokok yang terdapat pada literasi sains menurut Harlen (2004: 64) diantara nya adalah : 1. Concepts or ideas, which help understanding of scientific aspects of the world around and which enable us to make sense of new experiences by linking them to what we already know; 8

2. Processes, which are mental and physical skills used in obtaining, interpreting and using evidence about the world around to gain knowledge and build understanding; 3. Attitudes or dispositions, which indicate willingness and confidence to engage in enquiry, debate and further learning. 4. Understanding the nature (and limitations) of scientific knowledge. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa hal yang paling pokok dalam pengembangan literasi sains siswa meliputi pengetahuan tentang sains, proses sains, pengembangan sikap ilmiah, dan pemahaman peserta didik terhadap sains sehingga peserta didik bukan hanya sekedar tahu konsep sains melainkan juga dapat menerapkan kemampuan sains dalam memecahkan berbagai permasalahan dan dapat mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains. Berdasarkan beberapa pengertian literasi sains tersebut peserta didik diharapkan dapat menerapkan pengetahuan yang didapat disekolah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Poedjiadi (Toharudin, et.al, 2011: 2) seseorang memiliki literasi sains dan teknologi ditandai dengan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai dengan jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif dalam membuat hasil teknologi yang disederhanakan sehingga peserta didik mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat. Mengapa pada pendidikan abad 21 literasi sains penting untuk diintegrasikan dalam proses pembelajaran?, tujuan pendidikan sains adalah meningkatkan kompetensi peserta didik untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi termasuk dalam menghadapi berbagai tantangan hidup di era global. Dengan literasi sains, peserta didik akan mampu belajar lebih lanjut dan hidup di masyarakat modern yang saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Selain itu dengan literasi sains, peserta didik diharapkan dapat memiliki kepekaan dalam menyelesaikan permasalahan global seperti hal nya permasalahan lingkungan hidup, kesehatan dan ekonomi hal ini dikarenakan pemahaman sains menawarkan penyelesaian terkait permasalahan tersebut. Berbicara soal lingkungan yang menjadi salah satu isu sentral di era global ini, kenyataan yang terjadi saat ini sangat jauh dari kata peduli lingkungan. Hal tersebut ditunjukan dengan berbagai kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh masyarakat seperti membuang sampah sembarangan, menebang pohon secara illegal, eksplorasi tambang yang tidak ramah lingkungan, alih fungsi lahan dan lain-lain. Dengan memiliki kemampuan literasi 9

sains, diharapkan peserta didik dapat mengatasi berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut dengan kata lain dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan literasi sains diharapkan peserta didik mampu memenuhi berbagai tuntuntan zaman yaitu menjadi problem solver dengan pribadi yang kompetitif, inovatif, kreatif, kolaboratif, serta berkarakter. Hal tersebut dikarenakan penguasaan kemampuan literasi sains dapat mendukung pengembangan dan penggunaan kompetensi abad ke- 21. Ruang Lingkup Literasi Sains Literasi sains merupakan bagian dari sains, bersifat praktis, berkaitan dengan isu-isu tentang sains dan ide-ide sains. Warga negara harus memiliki kepekaan terhadap kesehatan, sumber daya alam, kualitas lingkungan, dan bencana alam dalam konteks personal, lokal, nasional, dan global. Dari sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi sains sangat luas, tidak hanya dalam mata pelajaran sains, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya. Bahan

Ajar

Berorientasi

Literasi

Sains

Terdapat dua pengertian mendasar yang harus dipahami mengenai Bahan Ajar Berorientasi Literasi sains, pertama literasi sains, dan yang kedua adalah adalah bahan ajar. Keduanya saling berhubungan, dalam pembelajaran di sekolah pada umumnya literasi sains berkaitan dengan penggunaan bahan ajar yang digunakan, keadaan bahan ajar menjadi sangat penting untuk dicermati (Toharuddin, et.al:2011). Secara harfiah literasi sains berasal dari dua padanan kata yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan buta huruf. Sains berarti ilmu pengetahuan. Sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah. Bahwa orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University yang menyatakan Scientific Literacy berarti memahami sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains dan teknologi adalah suatu kebutuhan dan tantangan, karena keduanya memainkan peranan penting dalam kehidupan, terutama untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai. Bahan ajar atau materi pelajaran sains tidak hanya merupakan sekumpulan fakta, konsep, prosedur serta 10

pengetahuan yang bersifat metakognitif semata. Bahan ajar sains yang diperlukan oleh siswa adalah bahan ajar yang dapat memenuhi kebutuhannya dalam usaha menguasai materi pelajaran dan kompetensi yang berkaitan dengan literasi sains harus dimilikinya. Tujuan pendidikan sains adalah meningkatkan kompetensi siswa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi, yaitu untuk belajar lebih lanjut dan hidup di masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi, sehingga siswa dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Literasi sains penting untuk dikuasai siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat tergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki literasi sains menurut Poedjiadi (2005: 102-103). Pertama, ia menggunakan konsep sains-konsep sains, keterampilan proses dan nilai apabila mengambil keputusan yang bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, ia mengetahui bagaimana masyarakat mempengaruhi sains dan teknologi serta bagaimana sains dan teknologi mempengaruhi masyarakat. Ketiga, ia mengetahui bahwa masyarakat mengontrol sains dan teknologi melalui pengelolaan sumber daya alam. Keempat, ia menyadari keterbatasan dan kegunaan sains dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Kelima, ia memahami sebagian besar konsep-konsep sains, hipotesis dan teori sains dan mampu menggunakannya. Keenam, ia menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang dimilikinya. Ketujuh, ia mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah tergantung pada proses-proses inkuari dan teori-teori. Kedelapan, ia membedakan antara fakta-fakta ilmiah dan opini pribadi. Kesembilan, ia mengakui asal usul sains dan mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah adalah tentatif. Kesepuluh, ia mengetahui aplikasi teknologi dan pengambilan keputusan menggunakan teknolog. Kesebelas, ia memiliki pengetahuan dan pengalaman cukup untuk memberi penghargaan pada penelitian dan pengembangan teknologi. Keduabelas, ia mengetahui sumber-sumber informasi dari sains dan teknologi yang dipercaya dan menggunakan sumber-sumber tersebut dalam pengambilan keputusan. Setelah memahami karakteristik orang yang memiliki literasi sains, maka para praktisi dapat menentukan arah pendidikan sains dan bagaimana menciptakan sebuah kondisi agar penguasaan literasi sains oleh siswa tersebut dapat terwujud.

11

Kriteria Bahan Ajar Berorientasi Literasi Sains Pada saat menyusun dan menulis bahan ajar untuk mengembangkan literasi sains, guru atau penulis bahan ajar perlu mempertimbangkan beberapa aspek seperti berikut. 1. Sudut Pandang Bahan ajar yang disusun sebaiknya mempunyai landasan, prinsip atau sudut pandang tertentu yang menjiwai atau melandasinya. Dalam pembelajaran sains, pemahaman seorang penulis bahan ajar mengenai hakikat sains dan literasi sains akan sangat menentukan kualitas bahan ajar yang disusunnya. 2.Tujuan Penyusunan Bahan Ajar Penyusunan bahan ajar sebaiknya memiliki tujuan yang jelas, apakah untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, ataukah psikomotor. Bahan ajar yang disusun bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan berdasarkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator yang dirumuskan. 3.Kejelasan dan Kebenaran Konsep Konsep-konsep yang diuraikan dalam bahan ajar hendaknya jelas. Penjelasan mengenai suatu konsep hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa, oleh karena itu penulis bahan ajar sebaiknya mampu menyederhanakan suatu konsep kedalam bahasa anak dan pemahaman anak. 4.Sesuai dengan Kurikulum yang berlaku Kurikulum adalah acuan utama dalam pengembangan bahan ajar. Dalam kurikulum disebutkan tujuan pembelajaran dalam bentuk kompetensi-kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa sesudah mengalami proses pembelajaran. Dengan demikian, bahan ajar merupakan hasil analisis dan uraian lebih lanjut dari kompetensi dan merupakan kumpulan pengetahuan yang perlu diketahui siswa untuk dapat memperoleh kompetensi yang ditetapkan. 5.Menarik Minat Siswa Bahan ajar yang disusun sebaiknya dapat menarik minat siswa yang membacanya. Ketertarikan siswa terhadap bahan ajar merupakan sebuah kekuatan yang dapat membantu tercapainya tujuan yang diharapkan. 6.Menumbuhkan Motivasi, Menstimulasi Aktivitas dan Kemampuan Berpikir Siswa Selain menarik, bahan ajar sebaiknya dapat meningkatkan rasa keingintahuan siswa 12

sehingga terdorong untuk mempelajarinya dan menstimulusnya untuk melakukan aktifitas pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan dan indikator pembelajaran. 7.Ilustratif Ilustrasi adalah penggambaran terhadap sesuatu. Ilustrasi berfungsi untuk lebih memperjelas konsep dan dapat disajikan dalam bentuk deskripsi dan grafis. Fungsi pokok ilustrasi ialah menyederhanakan, meringkas, memperjelas, menarik/memusatkan perhatikan, menghindari kejenuhan, dan menghias ruang kosong. 8.Penggunaan Bahasa yang Komunikatif, Logis dan Sistematis Penggunaan bahasa dalam bahan ajar hendaknya memperhatikan beberapa aspek untuk dapat membantunya memahami uraian materi, yaitu: sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, menggunakan kalimat efektif dan terhindar dari makna ganda. 9.Kontekstual dan Mutakhir Materi yang disusun dalam bahan ajar hendaknya mutakhir atau kontekstual serta menunjang penguasaan kemampuan literasi sains siswa, maksudnya adalah bahwa bahan ajar tersebut memiliki kesesuaian dengan kehidupan anak sehari-hari dan dapat membekalinya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata yang dihadapinya.

10.Menghargai Perbedaan Individu Sebuah bahan ajar yang baik tidaklah membesar-besarkan perbedaan individu tertentu. Perbedaan dalam kemampuan , bakat, minat, ekonomi, sosial, budaya setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya. 11.Memantapkan Nilai-Nilai Bahan ajar yang disusun hendaknya dapat menyentuh berbagai aspek kehidupan mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar berangsur angsur meluas ke regional, nasional dan internasional. Bahan ajar juga hendaknya menunjang pemahaman bagi mata pelajaran lainnya, bersifat membangun keteladanan atau contoh yang pantas ditiru, serta dapat menumbuhkan perbendaharaan kata siswa. Menumbuhkan keberanian antara lain menampilkan diri melalui ekspresi buah pikiran, menanggapi, adu argumentasi. Bersifat kultural-edukatif dan memantapkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat 13

2.1.2

Pentingnya Penguasaan Literasi Sains

Seorang pendidik dalam mengembangkan literasi sains peserta didiknya untuk meningkatkan: 1) pengetahuan dan penyelidikan Ilmu Pengetahuan Alam, 2) kosa kata lisan dan tertulis yang diperlukan untuk memahami dan berkomunikasi ilmu pengetahuan dan, 3) hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya literasi sains dalam pembelajaran, siswa-siswi diharapkan memiliki kemampuan yang harus dimiliki yaitu: a) memiliki kemampuan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat di era digital, b) kemampuan mencari atau menentukan jawaban pertanyaan yang berasal dari rasa ingin tahu yang berhubungan dengan pengalaman sehari-hari, c) memiliki kemampuan, menjelaskan dan memprediksi fenomena. d) dapat melakukan percakapan sosial yang melibatkan kemampuan dalam membaca dalam mengerti artikel tentang Ilmu pengetahuan; e) dapat mengindentifikasi masalah-masalah ilmiah dan teknologi informasi; f) memiliki kemampuan dalam mengevaluasi informasi ilmiah atas dasar sumber dan metode yang dipergunakan; g) dapat menarik kesimpulan dan argument serta memiliki kapasitas mengevaluasi argument berdasarkan bukti (Kusuma, 2016). Pembelajaran di sekolah melalui pelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan kemampuan siswa menghadapi kemajuan IPTEK dengan literasi sains, berawal dari kurikulum di sekolah. Perubahan kurikulum di Indonesia terjadi karena konsekuensi logis perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Dapat dikatakan bahwa kurikulum merefleksikan dan merupakan produk pada suatu zaman. Hal ini bisa terlihat ketika mulai terdengar istilah literasi sains untuk menghadapi permasalahan global, maka beberapa negara kemudian menjadikan literasi sains sebagai tujuan kurikulum saat itu dan sampai saat ini. Pembelajaran IPA perlu diimplementasikan dengan memperhatikan literasi sains yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yaitu proses, produk dan sikap. PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu: (1) mengenal pertanyaan ilmiah; (2) mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah; (3) menarik dan mengevaluasi kesimpulan; (4) mengkomunikasikan kesimpulan yang valid; (5) mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains. Tiga dimensi dalam sains atau IPA yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap. Adapun penjelasan dari tiga dimensi tersebut yaitu : IPA sebagai proses artinya siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan 14

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu mengindentifikasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang percobaan, melakukan eksperimen, menganalisis data dan menarik kesimpulan. IPA sebagai produk artinya, siswa diharapkan dapat memahami konsepkonsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. IPA dalam pengembangan sikap artinya siswa diharapkan mempunyai minat untuk mmpelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab. Penguasaan kemampuan literasi sains dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendekatan atau metode pembelajaran sains yang digunakan oleh guru dalam membangun konsep pembelajaran. Pembelajaran yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa terkait topik pembelajaran dan mendorong semangat siswa untuk memecahkan masalah yang disajikan guru diyakini mampu membangun keterampilan proses sains yang merupakan bagian dari aspek kompetensi literasi sains. Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran sains adalah metode praktikum yang menggunakan langkah-langkah metode ilmiah dalam membangun konsep pengetahuan. Melalui kegiatan praktikum yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPA, akan melatih siswa terbiasa untuk bisa merencanakan pembelajarannya, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajarannya secara mandiri. Jadi, kemampuan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains dapat dioptimalkan melalui penerapan pembelajaran berbasis kegiatan praktikum. Kemampuan literasi sains juga mencakup kemampuan dalam memahami NOS (Nature of Science) yang sejalan dengan konsep keterampilan inkuiri sains seperti merancang percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menggambar kesimpulan yang ditarik berdasarkan bukti. Pembelajaran inkuiri ini juga sejalan dengan pembelajaran berbasis konstruktivisme yang juga berpotensi untuk bisa mendorong munculnya berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk bisa menguasai kemampuan literasi sains. Pembelajaran berbasis konstruktivisme memfasilitasi siswa untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri dalam hubungannya dengan dunia nyata. Penerapan literasi sains dalam pembelajaran IPA di sekolah harus melalui kegiatan-kegiatan ilmiah yang mencakup tiga komponen penting yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran di sekolah harus mendukung kemampuan literasi sains siswa seperti

15

praktikum, pembuatan karya ilmiah, problem solving, diskusi ilmiah dan lain sebagainya. Literasi sains (Scientific Literacy) merupakan hal yang penting untuk dikuasai karena aplikasinya yang luas dan hampir di segala bidang. Negara-negara maju terus berupaya meningkatkan kemampuan literasi sains generasi muda dengan harapan agar bisa lebih kompetitif terutama dalam dunia kerja global. Konsep literasi sains mengharapkan siswa untuk memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang telah dipahaminya. Oleh karena itu agar siswa dapat meningkatkan penguasaan materi sains, kecakapan hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan prosesproses sains pada kehidupan nyata baik sebagai individu, sosial dan masyarakat dunia, dan juga untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan yang modern dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat literasi sains sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran sekolah – sekolah di Indonesia. Pembelajaran Literasi Sains Pembelajaran merupakan kegiatan mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa. Pembelajaran sains selama ini kurang relevan dan kurang populer di mata para siswa SMP. Hal ini dikarenakan kurikulum yang digunakan di sekolah cenderung menempatkan materi subyek terlebih dahulu kemudian sedikit aplikasinya. Padahal penerapan prinsipprinsip sains harus berjalan seimbang sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil keputusan yang berkenaan dengan masalah sehari-hari. Pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam penentuan ketercapaian penguasaan literasi sains, Permendiknas RI No. 41 (2007: 6) menjelaskan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Penjelasan tersebut dimaksudkan supaya pembelajaran menjadi aktivitas yang bermakna dimana setiap siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Pembelajaran yang menitik beratkan kepada pencapaian literasi sains adalah pembelajaran yang sesuai dengan hakitat pembelajaran sains yang mana pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan pada hafalan pengetauan saja melainkan berorientasi pada proses dan ketercapaian sikap ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (Scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja 16

dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pemberian pengalaman langsung dengan cara inkuiri kritis ini, diharapkan dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Sedangkan, keaktifan atau proses kerja inkuiri dalam mengikuti proses pembelajaran diperlukan agar pengetahuan yang diperoleh peserta didik dapat lebih bertahan lama. Proses kerja inkuiri ini dilakukan dalam kerja kolaboratif sehingga siswa akan mampu berkolaborasi sekaligus akan terampil berkomunikasi. Selain itu kebermaknan pembelajaran sains juga dapat dicapai dengan cara mengaitkan konsep yang dipelajari peserta didik dengan kehidupan sehari-hari hal ini dikarenakan keberhasilan pembelajaran dalam mewujudkan visinya ditunjukkan apabila peserta didik memahami apa yang dipelajari serta dapat mengaplikasikannya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pada kehidupan sehari-hari. Millar dan Osbome (Harlen, 2004: 63) literasi sains dapat ditingkatkan dengan memperhatikan pembelajaran sebagai berikut : 1. Sustain and develop the curiosity of young people about the natural worldaround them, and build up their confidence in their ability to enquire into its behaviour. It should seek to foster a sense of wonder, enthusiasm and interest in science so that young people feel confident and competent to engage with scientific and technical matters. 2. Help young people acquire a broad, general understanding of the important ideas and explanatory frameworks of science, and of the procedures of scientific enquiry, which have had a major impact on our material environment and on our culture in general. Berdasarkan penjelasan di atas alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik adalah dengan menerapkan pembelajaran sains yang mengedepankan pada pengembangan sikap, gagasan, dan keterampilan proses sains yang menekankan pada kegiatan inkuiri ilmiah, dengan pembelajaran seperti itu maka akan meningkatkan antusiasme, minat, dan kekaguman siswa akan sains. Terdapat beberapa alternatif model pembelajaran yang cukup efektif dalam membangun literasi sains untuk siswa sekolah dasar pada konteks pendidikan abad 21. Model pembelajaran tersebut salah satunya adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif. Mengapa harus pembelajaran berbasis masalah? Mengingat begitu pesatnya perkembangan sains dan teknologi di era modern, dapat berdampak pada munculnya berbagai permasalahan global sehingga dalam pembelajaran peserta didik senantiasa harus dilatih memecahkan berbagai permasalahan yang bersifat autentik. Pada pembelajaran berbasis masalah, masalah 17

dijadikan sebagai stimulus dan fokus bagi aktivitas belajar siswa. Permasalahan yang dimunculkan dalam pembelajaran biasanya berupa kasus, uraian permasalahan, tantangan hidup nyata yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang dipelajari. Adapun langkah PBM adalah sebagai berikut:

Melalui berbagai kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang beragam diantaranya pengalaman belajar yang berhubungan dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreatif pemecahan masalah dan kerjasama dalam kelompok. Penilaian Literasi Sains Penilaian literasi sains yaitu menilai pemahaman peserta didik terhadap konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains. Konten dalam literasi sains meliputi materi yang terdapat dalam kurikulum dan materi yang bersifat lintas kurikulum dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk menggunakannya dalam kehidupan. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika peserta didik memecahkan permasalahan. Sedangkan konteks adalah area aplikasi dari konsep-konsep sains. Sesuai dengan pandangan tersebut, penilaian literasi sains tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, ini berarti bahwa penilaian 18

literasi sains tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi sains akan tetapi juga pada penguasaan kecakapan hidup, kemampuan berpikir dan kemampuan dalam melakukan prosesproses sains pada kehidupan nyata peserta didik. Media Pembelajaran Literasi Sains Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan keefektifan proses pembelajaran. Media pembelajaran selayaknya dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi ajar dan juga karakteristik peserta didik sebagai subjek belajar. Penggunaan media sebagai alat pendukung penguasaan kompetensi literasi sains dan kompetensi abad 21 dapat memainkan peranan pentingnya apabila dijadikan sebagai alat berpikir kritis dan digunakan dalam kegiatan inkuiri yang dilakukan oleh peserta didik. Apabila dilihat dari karakteristiknya siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada tahap berpikir oprasional kongkrit, hal ini berdampak pada pemilihan media pembelajaran yang akan digunakan yang mana pada pembelajaran hendaknya media yang digunakan merupakan media konkrit yang dapat dioprasikan secara langsung sehingga konsep yang dipelajari dapat lebih mudah diterima dan difahami oleh peserta didik. Namun pemilihan media juga harus senantiasa didasarkan pada keterwakilan media tersebut dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

2.2 Dimensi Literasi Sains Literasi sains dikategorikan dalam 3 dimensi pengukurannya yaitu konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains. Pertama: Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang dibutuhkan untuk memahami fenomena alam dan perubahan alam yang terjadi melalui aktivitas manusia (Suciati, et al., 2013). Hal ini dapat memperjelas aspekaspek lingkungan fisik. Pertanyaan yang diterima terdapat dari berbagai macam bidang ilmu baik konsep-konsep bidang kimia,fisika, biologi, ilmu bumi serta antariksa. Kedua: dalam proses sains merujuk pada pada proses mental dalam menjawab pertanyaan dari permasalahan yang muncul, seperti mengindentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menjelaskan kesimpulan (Rustaman, 2011). Kemampuan diuji dalam proses sains meliputi; 1) mengenali pertanyaan ilmiah; 2) mengindentifikasi bukti; 3) menarik kesimpulan; 4) mengkomunikasikan kesimpulan; 5) pemahaman konsep ilmiah. Ketiga: konteks aplikasi sains ditekankan lebih pada kehidupan sehari-hari, serta mengaplikan konsep sains dalam memecahkan masalah sehari-hari baik bidang kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi (Kusuma, 2016). Ibrahim dan Aspar (2006) mengemukakan keterkaitan antara dimensi-dimesi literasi sains. Rendahnya salah satu dimensi literasi sains akan berpengaruh terhadap dimensi literasi sains lainnya. Rendahnya pemahaman konsep siswa terhadap pengetahuan sains akan berdampak pada rendahnya aplikasi sains. Fakta di 19

lapangan menunjukkan meskipun siswa sangat pandai menghafal namun juga kenyataanya kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. 2.2.1

Konten Sains

Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam dimensi konsep ilmiah (scientific concepts) siswa perlu menangkap sejumlah konsep esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Dalam kaitan ini, PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang dapat diperoleh melalui sumbersumber informasi lain yang tersedia. PISA menentukan kriteria pemilihan konten sains sebagai berikut: a. Relevan dengan situasi kehidupan nyata b. Merupakan pengetahuan penting sehingga penggunaanya berjangka panjang c. Sesuai untuk tingkat perkembangan anak usia 15 tahun. Berdasarkan kriteria konten tersebut, maka dalam konten sains dipilih pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan memaknai pengalaman dalam konteks personal, sosial, dan global meliputi bidang-bidang studi biologi, fisika, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa dengan merujuk pada kriteria tersebut. 2.2.2

Konteks Sains

Konteks literasi sains melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Konteks sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Dalam kaitan ini PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi. Situasi nyata yang menjadi konteks aplikasi sains dalam PISA tidak secara khusus diangkat dari materi yang dipelajari di sekolah, melainkan diangkat dari kehidupan sehari-hari. Pengetahuan Ilmiah meliputi pengetahuan sains dan pengetahuan mengenai sains. Pengetahuan sains mencakup fisika, kimia, biologi, ilmu pengeta-huan bumi antariksa, dan teknologi berbasis sains. Adapun pengetahuan mengenai sains adalah alat (inkuiri ilmiah) dan tujuan (penjelasan ilmiah). Situasi atau konteks meliputi area aplikasi konsep-konsep sains, sedangkan sikap mengindi-kasikan minat siswa pada sains, menyukai inkuiri ilmiah, motivasi untuk mau bertanggung jawab, misalnya terhadap dirinya, sumber daya alam dan lingkungan. 2.2.3

Proses Sains

20

Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti, seperti : mengenali pertanyaan ilmiah (i), mengidentifikasi bukti (ii), menarik kesimpulan (iii), mengkomunikasikan kesimpulan (iv), dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah (v). Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika mwnjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan sesuai dengan bukti yang tersedia. PISA memandang pendidikan sains berfungsi untuk mempersiapkan warga negara masa depan. Oleh karena itu pendidikan sains perlu mengembangkan kemampuan peserta didik memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan kelemahan sains. Proses kognitif yang terlibat dalam proses sains antara lain penalaran induktif/ deduktif, berpikir kritis dan terpadu, pengubahan representasi, mengkonstruksi ekplanasi berdasarkan data, serta berpikir dengan menggunakan model (Zuriyani, 2012). Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaanpercobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup tetepi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

21

Daftar Pustaka

Huryah, F., Sumarmin, R., & Effendi, J. (2017). ANALISIS CAPAIAN LITERASI SAINS BIOLOGI SISWA SMA KELAS X DI KOTA PADANG JEP, 1. Nofiana, M., & Julianto, T. (2017). PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS JSSH, 1. Pertiwi, D., Atantik, D., & Ismawati, R. (2018). PENTINGNYA LITERASI SAINS PADA PEMBELAJARAN IPA SMP ABAD 21 Indonesian Journal of Natural Science Education (IJNSE) 01. Shofiyah, N. (2015). DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA PEDAGOGIA, 4. wijayanti, a., sundari, s., & agustini, f. (2016). MENGEMBANGKAN LITERASI SAINS MELALUI PENERAPAN E-PORTOFOLIO BERBASIS WEB BLOG UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KRITIS MAHASISWA CALON GURU SD UPGRISS, 1. Yuliati, Y. (2017). LITERASI SAINS DALAM PEMBELAJARAN IPA Cakrawala 3.

22

Related Documents

Literasi
August 2019 38
Profil=
December 2019 59
Profil
November 2019 69
Profil
December 2019 57

More Documents from "lp3y.org"