1554277192315_fix Referat Koagulasi Aamiin Insyaallah.docx

  • Uploaded by: Devi Masila
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1554277192315_fix Referat Koagulasi Aamiin Insyaallah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,779
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemostasis didefinisikan sebagai penghentian perdarahan, berasal dari bahasa Yunani, haeme berarti darah dan stasis yang berhenti. Hemostasis ini sebagai respon untuk menghentikan keluarnya darah yang diperankan oleh spasme pembuluh darah, adhesi, agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi. Terdapat beberapa komponen dalam mekanisme hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, prokoagulan plasma protein faktor, natural antikoagulan protein, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. 1 Koagulasi (pembekuan) yang merupakan salah satu proses hemostasis terpenting. Oleh karena itu dalam keadaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga ada suatu mekanisme lain dengan efek antagonis yang bertujuan untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap cair; salah satu diantaranya adalah proses fibrinolisis.2 Dalam hemostasis dapat terjadi beberapa gangguan koagulasi dalam sistem hemostasis yaitu, gangguan perdarahan akibat kelainan pembuluh darah, gangguan perdarahan karena trombositopenia, dan gangguan perdarahan karena penurunan fungsi trombosit.1.2 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan referat hemostasis ini adalah sebagai berikut : 1. Agar dapat mengetahui definisi dari hemostasis 2. Agar dapat mengetahui fisiologi dari hemostasis 3. Agar dapat mengetahui klasifikasi dari kelainan hemostasis 4. Agar mengetahui masing-masing definisi dari kelainan hemostasis hingga penatalaksanaan kelainan hemostasis khususnya di bidang ilmu penyakit dalam

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemostasis Hemostasis adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang amat penting dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Mekanisme hemostasis mempunyai dua fungsi primer yaitu untuk menjamin bahwa sirkulasi darah tetap cair ketika di dalam pembuluh darah, dan untuk menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Hemostasis normal tergantung pada keseimbangan yang baik dan interaksi yang kompleks.1 Dalam hemostasis terdapat 3 mekanisme yaitu mekanisme hemostasis primer yang berperan dalam proses sumbat trombosit (platelet plug), mekanisme hemostasis sekunder (koagulasi), dan hemostasis tersier yang melibatkan sistem fibrinolisis.1 2.2 Epidemiologi Gangguan hemostasis yang sering dijumpai dalam bidang ilmu penyakit dalam adalah trombosis vena dalam (DVT), sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation, Immune Thrombocytopenic Purpura, Dengue Hemorrhagic Fever, dan Heparin-Induced Thrombocytovenia.1 Trombosis Vena Dalam (DVT) merupakan penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah dalam. Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100 ribu atau sekitar 398 ribu per tahun. Tingkat fatalitas DVT yang sebagian besar diakibatkan oleh emboli pulmonal sebesar 1% pada pasien muda hingga 10% pada pasien yang lebih tua. Tanpa profilaksis, insidensi DVT yang diperoleh di rumah sakit adalah 10- 40% pada pasien medikal dan surgikal dan 40-60% pada operasi ortopedik mayor. Dari sekitar 7 juta pasien yang selesai dirawat di 944 rumah sakit di Amerika, tromboemboli vena adalah komplikasi medis kedua terbanyak, penyebab peningkatan lama rawatan, dan penyebab kematian ketiga terbanyak. Untuk di Indonesia sendiri penelitian tentang insiden DVT belum dilakukan.2 Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome). Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya yang dilakukan di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012 mengenai profil penderita sepsis akibat bakteri penghasil extended-spectrum beta lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis karena bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata 2

kejadian sebesar 47,27% kasus per tahunnya. Penelitian tersebut melaporkan bahwa 27,08% kasus adalah sepsis berat, 14,58% syok sepsis dan 53,33% kasus adalah kasus sepsis.3 Sebuah studi yang dilakukan di sebuah rumah sakit menilai angka kejadian DIC pada pasien sepsis. Data menunjukan pasien sepsis dengan DIC memiliki mortalitas yang lebih tinggi, yakni 43% jika dibandingkan pasien sepsis tanpa DIC yaitu sebesar 27%.4 Gangguan hemostasis berikutnya yang sering dijumpai adalah perdarahan pada DHF. Penelitian di Indonesia yang sudah dilakukan, melaporkan manifestasi perdarahan terbanyak adalah TestTorniquet 79,2 %, petekia 33,1 %, epistaxis 6,6 %, hematemesis 11,4 %, ekimosis 6,6 %,melena 7,4 %, perdarahan gusi 1,9 %.5 Gangguan hemostasis yang lainnya adalah ITP. Penyakit ITP dapat diklasifikasikan berdasarkan usianya (anak-anak dan dewasa), berdasarkan durasi penyakitnya (akut dan kronis), serta adanya penyakit atau kondisi lain yang menjadi penyebabnya (primer dan sekunder). Kondisi trombositopeni yang lebih dari 6 bulan termasuk klasifikasi ITP kronis. Insidensi ITP adalah 4 sampai 5,3 per 100.000 pasien. Kejadian ITP lebih banyak terjadi pada wanita usia muda dan dewasa.6 Risiko trombositopenia akibat heparin juga termasuk dalam gangguan hemostasis. Risiko trombositopenia akibat heparin berkaitan dengan tipe heparin yang digunakan dan karakteristik pasien; wanita dan orang tua lebih berisiko. Trombositopenia akibat heparin lebih sering terjadi pada pasien bedah mayor dibandingkan pasien bedah minor atau nonbedah. Risiko trombositopenia akibat heparin juga berkaitan dengan durasi paparan heparin dan molekul heparin. Insidens meningkat 10 kali pada populasi yang menerima heparin tidak terfraksi (3000 sampai 30000 Daltons) dibandingkan dengan heparin berat molekul rendah (2000 sampai 9000 Daltons).7 Pada penyakit sirosis hepatis juga ditemukan gangguan hemostasis berupa perdarahan. Di Indonesia, beberapa penelitian menemukan kelainan hemostasis sebanyak 78,57% pada sirosis hati dan 65,55% di antaranya disertai dengan gejala klinis perdarahan. Dari penelitian juga menemukan manifestasi perdarahan pada sirosis hati seperti melena 56,2%, hematemesis 50,6%, perdarahan gusi 27% dan epistaksis 13,2%.8 Gangguan hemostasis juga dapat ditemukan pada penyakit ginjal kronik. Sebuah studi berbasis rumah sakit menunjukkan bahwa secara klinis, kecenderungan pendarahan meningkat pada pasien dengan gagal ginjal dapat dijumpai keadaan seperti pendarahan gastrointestinal, pendarahan dari daerah kanulasi, pendarahan retina, hematoma

3

subdural, epistaksis, hematuria, ekimosis, purpura, pendarahan dari gusi, pendarahan gingiva, pendarahan genital, hemoptisis, telangeksia, hemarthrosis dan petekie.9 2.3 Komponen Hemostasis Hemostasis adalah suatu fungsi yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah. Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas10: 1. Pembuluh darah 2. Trombosit 3. Faktor-faktor koagulasi 4. Inhibitor koagulasi 5. Sistem fibrinolisis 2.3.1 Pembuluh Darah Pembuluh darah adalah bagian dari tubuh yang berperan sebagai tempat mengangkut darah ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri yang berfungsi membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh, pembuluh kapiler berfungsi sebagai tempat pertukaran air dan bahan kimia antara darah dan jaringan dan vena membawa darah dari kapiler kembali ke jantung, seperti yang dijelaskan pada gambar 1.11

Gambar 1. Jenis Pembuluh Darah1 a. Arteri Pembuluh Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah yang mengandung banyak oksigen dan nutrisi dari jantung ke seluruh tubuh.1,3 4

Gambar 2. Struktur Pembuluh Darah1 Pembuluh darah arteri terdiri beberapa lapisan berikut: 1. Tunika intima yaitu lapisan paling dalam dari pembuluh darah yang terdiri atas satu lapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam pembuluh. Di bawah lapisan endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas jaringan penyambung jarang halus yang kadang-kadang mengandung sel otot polos yang berperan untuk kontraksi pembuluh darah. 11 2. Tunika media yaitu lapisan tengah yang terdiri dari serat otot polos yang tersusun melingkar. Pada arteri yang lebih besar, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu lamina elastik interna. Membran ini terdiri atas serat elastik, biasanya berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat masuk melalui lubang-lubang yang terdapat dalam membran dan memberikan suplai O2 dan nutrisi lainnya kepada sel-sel yang terletak jauh di dalam dinding pembuluh.11 3. Tunika adventitia yaitu lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan elastik, terutama kolagen tipe I. Pada pembuluh yang lebih besar, terdapat vasa vasorum bercabang-cabang luas dalam adventitia. 11 4. Anastomosis Arteriovenosa adalah sambungan langsung antara sirkulasi arteri dan vena. Anastomosis arteriovenosa ini tersebar di seluruh tubuh dan umumnya terdapat pada pembuluh-pembuluh kecil berfungsi mengatur sirkulasi pada daerah tertentu, terutama pada jari, kuku, dan telinga. Sistem ini mempunyai peranan pengaturan sirkulasi pada berbagai organ dan berperanan pada beberapa fenomena fisiologi seperti menstruasi, perlindungan terhadap suhu yang rendah, dan ereksi. Anastomosis arteriovenosa banyak dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis (sistem saraf otonom). Selain mengatur aliran darah pada berbagai organ, anastomosis ini

5

mempunyai fungsi termoregulator atau pengatur suhu yang khususnya terbukti pada kulit anggota gerak (ekstremitas), seperti yang dijelaskan pada gambar 3. 11

Gambar 3. Arteriovenosus Anastomosis1 b. Pembuluh Vena Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi membawa darah dari perifer (ujung) kembali ke jantung dan paru-paru. 11,12 Vena terdiri dari beberapa lapisan, yaitu : 1. Tunika intima yaitu lapisan endothelium yang mengandung sel pipih selapis, dan lapisan subendothelium yang berisi jaringan ikat tipis langsung berhubungan dengan tunika adventitia. 11,12 2. Tunika media yaitu lapisan yang tipis, otot polosnya bercampur dengan jaringan ikat berada dibagian tengah. 11,12 3. Tunika adventitia yaitu lapisan paling tebal pada vena, lapisan ini juga lapisan yang paling berkembang. Jaringan ikat longgar dengan serabut kolagen yang membentuk berkas-berkas longitudinal, sel fibroblas tampak diantaranya. Sel-sel otot polos juga sering tampak pula. 11,12 2.3.2 Trombosit Trombosit atau platelet adalah sel darah yang berperan dalam membekukan darah. Trombosit tersebut merupakan bagian darah yang paling utama saat pembuluh darah rusak maupun kulit mengalami luka dan bocor yang mengakibatkan darah keluar dari pembuluh atau terjadi perdarahan. Pada manusia yang memiliki jumlah trombosit normal, yaitu berkisar sekitar 150.000 sampai 400.000 trombosit tiap mikro liter darah. Apabila kadar trombosit dalam darah kurang dari 150.000 maka orang tersebut mengalami kekurangan trombosit atau yang disebut trombositopenia. Namun apabila kadar trombosit dalam darah lebih dari 400.000 maka mengalami kelebihan trombosit atau dikenal dengan istilah trombositosis. Trombosit dalam darah mempuyai waktu hidup selama 5 sampai 9 hari. Trombosit dalam darah akan melakukan fungsinya selama masa hidupnya dan akan 6

mengalami penuaan dan dimusnahkan oleh limpa pada tubuh dan akan digantikan dengan trombosit yang baru dibentuk.13

Gambar 4. Struktur trombosit1 a) Proses pembentukan trombosit Trombosit merupakan komponen darah yang berperan dalam proses hemostasis. Trombosit ini di organ-organ tubuh pembentuk darah dan setelah pembentukan trombosit dibentuk di sumsum tulang. 10,12

Gambar 5. Proses terbentuknya trombosit1

7

Proses terbentuknya trombosit seperti halnya sel-sel lain berasal dari sel induk, yaitu stem sel. Stem sel akan melakukan proses proliferasi, differensiasi dan maturasi. Proliferasi, yaitu proses perbanyakan sel dimana sel induk akan mengalami pembelahan menjadi sel-sel yang sifatnya sama. Differensiasi yaitu proses pembelahan sel menjadi sel-sel yang memiliki sifat yang berbeda. Sedangkan maturasi adalah proses pematangan sel dimana sel akan mengalami perubahan perubahan sifat yang pada akhirnya akan menjadi sel yang matang dan siap difungsikan. 12,14 Jika terjadi proses perdarahan atau ada rangsangan lain yang mendorong untuk memproduksi trombosit, maka ginjal akan memproduksi hormone ini lebih banyak.Ginjal ini merupakan salah satu tempat pembentukan hormon trombopoitin. Produksi trombopoetin biasanya ditemukan pada penderita dengan jumlah trombosit yang kurang dari normal atau dikenal dengan istilah trombositopenia. Produksi trombosit diatur juga berdasarkan jumlah atau masa trombosit yang ada. Selain itu faktor-faktor lain seperti limpa dan kadar besi dalam serum juga mungkin berpengaruh pada trombopoesis.12,14 b) Pembentukan sumbatan trombosit Pada saat terjadi luka pada kulit atau permukaan tubuh, komponen darah, yaitu trombosit akan segera melakukan fungsinya yaitu melakukan adhesi, dimana permukaan trombosit akan menempel pada bagian luka yang terbuka yaitu adanya serat kolagen.14 1) Adhesi trombosit Pada saat terjadi luka pada kulit atau permukaan tubuh, komponen darah, yaitu trombosit akan segera melakukan fungsinya yaitu melakukan adhesi, dimana permukaan trombosit akan menempel pada bagian luka yang terbuka yaitu adanya serat kolagen. Pembuluh darah yang luka akan merusak sel endotel sehingga jaringan ikat dibawah endotel akan terbuka. Hal ini akan menginduksi terjadinya adhesi trombosit, dimana trombosit akan melekat pada permukaan jaringan kolagen dengan reseptor permukaan kolagen spesifik glikoprotein Ia/IIa. Proses adhesi ini diperkuat dengan protein von Willebrand factor (vWF), yang akan membentuk jembatan antara glikoprotein Ib/IX/V pada permukaan trombosit dengan benang kolagen.13,14

8

Gambar 6. Adhesi1 2) Agregasi Trombosit Trombosit kemudian membentuk agregasi dengan melekat pada trombosit lainnya, yang menginduksi terjadinya sumbatan. Proses agregasi ini dapat dirangsang oleh beberapa substansi misalnya adenosine diphosphate (ADP), kolagen, epinefrin, trombin dan asam arakidonat. Selama proses agregassi, trombosit akan mengalami perubahan bentuk dari bentuk bulat menjadi cakram disertai dengan pembentukan pseudopodi.13,14

Gambar 7. Agregasi1 3) Sekresi Trombosit Trombosit mengandung dua jenis butiran: butiran alpha dan butiran padat. Granul alpha mengandung banyak protein termasuk fibrinogen, vWF, thrombospondin, platelet derived growth factor (PDGF), faktor trombosit 4, dan P-selektin. Butiran padat mengandung ADP, ATP, kalsium terionisasi, histamin, dan serotonin. Granula trombosit yang terkumpul ditengah akan melepaskan protein-protein tersebut, hal inilah yang disebut sebagai reaksi pelepasan. Massa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga sumbat trombosit atau platelet plug dapat menutup luka pada pembuluh darah. Proses ini akan menginisiasi fase sistem koagulasi terutama faktor-faktor koagulasi.13,14 9

2.3.3 Fase Koagulasi Koagulasi merupakan suatu proses perubahan bentuk darah dari bentuk cair hingga mengental sebagai hasil dari transformasi protein yang larut menjadi tidak larut serta perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Proses ini melibatkan sejumlah besar faktor-faktor protein yang sebagian besar merupakan pro-enzym (zymogens) yang diubah oleh partial proteolysis menjadi bentuk aktif. Tahapan ini disebut sebagai Hemostasis sekunder. Koagulasi merupakan bagian dari hemostasis yang bertanggung jawab terhadap proses pembekuan darah. Produk dari prosedur ini adalah fibrin yang mengandung gumpalan untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki pembuluh darah yang rusak. Ketidaknormalan pada proses koagulasi berakibat pada peningkatan risiko perdarahan, penggumpalan (clotting) dan penyumbatan (embolism). 11,12,15 Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsik pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan negatif. Lintasan intrinsik dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terakhir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi trombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis trombin untuk membentuk fibrin. 11,13,15 Pada peristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut: a. Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi b. Kofaktor c. Fibrinogen d. Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin e. Protein pengatur dan sejumla protein lainnya 1. Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways) Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat 10

proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu terbentuk, faktorXIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk menghasilkan serin protease 2rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X. Semua reaksi dalam hemostasis yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (faktor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+.12,13 Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Faktor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Faktor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.10,11

Gambar 8. Jalur Intrinsik 1 11

2. Lintasan / jalur Ekstrinsik (Extrinsic Pathways) Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan meningkatkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan faktor X. Aktivasi faktor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsik dan ekstrinsik. Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsik adalah bahwa kompleks faktor jaringan dengan faktor VIIa juga mengaktifkan faktor IX dalam lintasan intrinsik.12,13 Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsik, yang turut melibatkan faktor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa dan Xia dapat memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkan urokinase rantaitunggal. Inhibitor lintasan faktor jaringan (TFPI: Tissue factor Pathway inhibitior) merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa dengan terikat pada enzim tersebut disekitar area aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-TFPI ini manghambat kompleks faktor VIIa-faktor jaringan. 12,13

Gambar 9. Jalur Ekstrinsik.1 12

3. Lintasan / jalur Bersama (common pathways) Pada lintasan / jalur bersama yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protrombin. Faktor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dengan kerja mirip faktor VIII. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsur ini terikat dengan reseptor spesifik pada membran trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan faktor Xa serta protrombin. Selanjutnya kompleks ini diinaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi trombin.11,13 Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati. Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepuluh residu Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan kompleks faktor Va serta Xa pada membran trombosit, protrombin dipecah oleh faktor Xa pada dua area aktif untuk menghasilkan molekul trombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.11,13

13

PT Protein C

APTT Protein C

AT III

TT Gambar 10. Jalur Bersama ( Common Pathway)1

14

Tabel 1. 13 faktor-faktor pembekuan darah adalah sebagai berikut10 : Nomor

Nama faktor

Asal dan fungsi

I

Fibrinogen

Protein plasma yang disintesis dalam hati, diubah menjadi fibrin

II

Protombin

Protein Plasma yang disintesis didalam hati, diubah menjadi trombin

III

Tromboplastin

Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak. Mengaktivasi faktor VII untuk pembentukan trombin

IV

Ion kalsium

Ion anorganik dalam plasma, didapat dari makanan dan tulang diperlukan dalam setiap pembekuan darah

V

Proakselerin

Protein plasma yabg disintesis di dalam hati, diperlukan dalam mekanisme intrinsik dan ekstrinsik

VI

Tidak dipakai lagi

Fungsinya sama dengan nomor V

VII

Prokonvelin

Protein plasma yang disintesis dalam hati diperlukan dalam mekanisme intrinsik

VIII

Faktor Antihemolitik

Protein plasma (enzim) yang disintesis didalam hati dalam mekanisme ekstrinsik (memerlukan vitamin K )

IX

Plasma Tromboplastin

Protein plasma yang disintesis didalam hati berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik

X

Faktor Stuart-power

Protein plasma yang disintesis didalam hati berfungsi dalam mekanisme intrinsik

Nomor

Nama faktor

Asal dan fungsi

XI

Anteseden tromboplastin plasma

Protein plasma yang yang disintesis didalam hati berfungsi dalam mekanisme intrinsik

XII

Faktor hageman

Protein plasma yang disintesiis didalam hati, berfungsi dalam mekanisme intrinsik

15

2.3.4 Sistem Fibrinolisis

Gambar 11. Sistem Fibrinolisis1 Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh sistem fibrinolosis sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis merupakan sistem enzim multikomponen yang menghasilkan pembentukan enzim aktif plasmin. Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Sistem fibrinolisis terdiri dari tiga komponen utama yaitu plasminogen, aktivator plasminogen, Inhibitor plasmin.11 Seperti yang terlihat pada gambar 11. 13 Tujuan utama dari sistem fibrinolisis adalah untuk membatasi pembentukan trombus pada sisi luka, juga melarutkan pembekuan selama penyembuhan luka, sehingga timbul rekanalisasi pembuluh. Sistem ini diatur oleh rangkaian aktivator dan inhibitor. Jika aktivitas fibrinolisis tertekan, trombotic diastesis bisa terjadi. Sebaliknya, overaktivitas sistem ini menimbulkan pendarahan. 13,15

16

BAB III GANGGUAN KOAGULASI PADA SISTEM HEMOSTATIS 3.1 Gangguan Perdarahan Akibat Kelainan Pembuluh Darah 3.1.1 Trombosis Vena Dalam16 Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow mengungkapkan suatu trias yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal sebagai trias virchow. Trias ini terdiri dari : 1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis 2. Gangguan keseimbangan antara prokoagulan dan anti koagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan Trombosis terjadi jika, keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi : gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel, aktivasi koagulasi, terganggunya fibrinolisis, stasis. Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat, terdiri dari trombosis yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena terutama terbentuk didaerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit.16 3.1.2 Sepsis 17 Gangguan koagulasi pada sepsis terjadi melalui tiga mekanisme : 1. Pembentukan trombin yang diperantarai Tissue factor (TF) diekspresikan pada permukaan sel endotel, monosit, dan platelet ketika sel-sel ini distimulasi oleh toksin, sitokin atau mediator lain. Adanya endotoksin menyebabkan peningkatan beberapa sitokin proinflamasi seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL)-6. Sitokin IL-6 merupakan sitokin proinflamasi yang paling berhubungan dengan klinis sepsis dan komplikasi. Pembentukan trombin yang diperantarai oleh TF merupakan tahap penting dari patogenesis sepsis. Secara fisiologis pembentukan ini segera dihambat oleh antitrombin, namun dengan pembentukan trombin yang sangat cepat 17

jalur inhibisi ini bisa fatigue sehingga terjadi trombinemia. Setelah trombin terbentuk maka fibrinogen dipolimerasi sehingga terbentuk bekuan fibrin dan terdeposisi di mikrosirkulasi. Deposisi fibrin ini dapat menyebabkan disfungsi organ.17 2. Gangguan mekanisme antikoagulan terdapat tiga mekanisme antikoagulan yang terganggu pada sepsis a. Sistem antitrombin Secara teori antitrombin memiliki peran penting dalam kekacauan koagulasi pada sepsis, dibuktikan dengan jumlah antitrombin rendah pada sepsis. Jumlah antitrombin berkurang disebabkan karena antitrombin digunakan untuk menghambat formasi trombin, didegradasi oleh elastase yang dilepaskan sel neutrofil serta gangguan sintesis antitrombin akibat gagal hati pada sepsis.16,17 b. Sistem protein C Protein C disintesis di hati dan diaktivasi menjadi activated protein C (APC) yang berfungsi dalam menghambat FVIII dan FV. Pada sepsis, terjadi depresi sistem protein C yang disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan, gangguan hati, perembesan vascular, dan aktivasi TNF-α. 16,17 c. Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI) Tissue factor pathway inhibitor disekresi oleh sel endotel dan berfungsi untuk menghambat aktivasi FX oleh kompleks TF-FVIIa. Penurunan TFPI dapat dijumpai pada sepsis. 17 3. Penghentian sistem fibrinolisis Pada kondisi bakteremia dan endotoksemia dijumpai peningkatan aktivitas fibrinolisis yang mungkin disebabkan oleh pelepasan plasminogen activator oleh sel endotel. Keadaan tersebut diikuti dengan supresi aktivitas fibrinolisis secara cepat oleh PAI-1. Jumlah PAI-1 yang tinggi dipertahankan sehingga menghentikan kemampuan fibrinolisis yang mengakibatkan penumpukan bekuan fibrin pada mikrosirkulasi. Pada sepsis berat dapat terjadi trombositopenia. Faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah trombosit pada sepsis adalah produksi trombosit yang terganggu, peningkatan pemakaian maupun destruksi, atau sekuestrasi trombosit di limpa. 17

18

3.1.3 DIC18 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuanbekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Secara klinis, DIC ditandai oleh trombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan oleh aktivasi koagulasi lokal atau sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor koagulasi dan fibrinogen sampai dengan trombositopeni.18 DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang mendasari DIC yaitu, sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya lipopolisakarida), leukemia akut, kanker, trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban atau kematian pada kehamilan (dilepasnya faktor jaringan/tissue factor). Aneurisma aorta dan hemangioma kavernosum dapat memicu DIC melalui stasis vaskuler, bisa gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat adanya toksin eksogen.17,18 Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fibrinogen masih dalam interval normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif (jarang sampai berat), pemanjangan aPTT dan PT serta kadar fibrinogen yang rendah. Kadar D-dimer umumnya akan meningkat akibat aktivasi koagulasi dan fibrin yang saling terhubung secara difus. Tidak semua DIC digolongkan dalam kedaruratan medis, hanya DIC fulminan atau akut, sedangkan DIC derajat rendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai bahwa DIC derajat rendah dapat berubah menjadi DIC fulminan, sehingga memerlukan pengobatan segera. 18 3.1.4 Sirosis Hepatis19 Sirosis hati adalah penyakit hati kronis dimana terjadi perubahan struktur dan arsitektur dari parenkim hati sehingga hati tidak dapat berfungsi dengan baik. Sirosis hati dapat menyebabkan gangguan hemostasis yaitu pemanjangan PT dan aPTT serta trombositopenia.19 Kerusakan sel-sel hati pada penderita sirosis hati akan mengganggu pembentukan faktorfaktor pembekuan pembekuan XII, prekalikrein, XI, IX, dan VIII. Pada pasien sirosis hati dekompensata yang dilakukan pemeriksaan waktu protrombin, maka akan didapati

19

pemanjangan waktu protrombin akibat defisiensi faktor jalur pembekuan ekstrinsik dan jalur bersama.18,19 Trombositopenia merupakan hal yang umum terjadi pada penyakit sirosis hati, hal ini berkaitan dengan splenomegali dan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan komplikasi dari sirosis hati. Pada hipertensi porta, aliran darah dialihkan ke limpa melalui vena splenik. Sebagian darah ekstra (sampai beberapa ratus mililiter banyak pada orang dewasa) dapat disimpan dalam limpa sehingga limpa membesar dan terjadi splenomegali kongestif atau disebut juga hipersplenisme. Karena darah yang tersimpan di limpa tidak dapat digunakan untuk sirkulasi umum, maka dapat terjadi anemia, trombositopenia dan leukopenia.19

3.1.5

Penyakit Ginjal Kronik20

Pada PGK terjadi gangguan hemostasis yang berkaitan erat dengan penurunan fungsiginjal yang progresif kearah penyakit ginjal tahap akhir. Ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan senyawa berpotensi beracun dari darah kedalam urin sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi racun didalam tubuhyang disebut toksin uremik. Adanya akumulasi toksin uremik golongan indol tersebut didalam darah pasien uremia juga berperan terhadap terjadinya peningkatan risiko trombosis. Penelitian menunjukkan Indoxyl sulfate dapat meningkatkan trombosis dengan cara menginduksi ekspresi TF baik pada sel endotelial maupun pada sel otot polos pembuluh darah juga menemukan Indoxyl sulfate dapat mengaktivasi phosphatydilserine yang ada pada bagian dalam membran sel sehingga mengeksternalisasi permukaan sel serta sekaligus melepaskan mikropartikel. Permukaan sel dan mikropartikel yang terpapar dengan phosphatydilserine tersebut pada akhirnya akan berikatan denganfaktor Xa dan protrombinase kompleks dan selanjutnya akan mempercepat terbentuknya trombus.20 Pada penderita penyakit ginjal kronik terjadi akumulasi toksin uremik Indoxyl sulfate yang akan menyebabkan injury jaringan dengan mengaktivasi berbagai sel pada tubuh seperti sel endotel, sel otot polos vaskular, monosit untuk mengekspresikan Tissue Factoryang selanjutnya berperan dalam kaskadekoagulasi.Tissue factormemulai koagulasi dari jalur ekstrinsik dengan mengaktivasi faktor VII dan seterusnya hingga membentuk trombin dan fibrin, sedangkan sel endotel dan kolagen pada matriks sub endotel memicu akumulasi dan aktivasi trombosit ke tempat terjadinya injury. Indoxyl sulfate juga mengaktivasi phosphatydilserine yang terdapat pada bagian membran sel sehingga sel akan terpapar dan 20

melepaskan mikropartikel-mikropartikel Tissue Factor. Mikropartikel dan Phosphatidylserine tersebut juga berperan dalam meningkatkan aktivitas prokoagulan dengan cara berikatan dengan faktor Xa dan kompleks protrombinase sehingga memicu aktivitas koagulasi dan akhirnya meningkatkan fibrin. Selanjutnya terjadi peningkatan terbentuknyatrombus dan berperan dalam terjadinya trombosis. Salah satu antikoagulan tubuh yang dihasilkan secara alamiah yaitu Anti trombin (AT) yang disintesa di hati.19,20 Antitrombin akan menghambat trombin dengan membentuk kompleks yang disebut Trombin Anti thrombin complex (TATcomplex). Kompleks TAT ini dihasilkan selama inaktivasi trombin oleh anti trombin. Peningkatan kadar TAT complex merupakan petanda yang dipercaya dari peningkatan pembentukan trombin sehingga TAT complex dapat dipakai sebagai salah satu petanda aktivasi faktor koagulasi.20 3.2 Gangguan Perdarahan karena Trombositopenia 21 3.2.1 Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh penurunan jumlah trombosit. Awalnya, ITP merupakan singkatan dari idiopathic thrombocytopenic purpura karena belum diketahui penyebabnya. Dengan perkembangan ilmu diketahui ternyata penyebabnya adalah kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi immune thrombocytopenic purpura. Klasifikasi ITP dibagi menjadi dua yaitu ITP Primer dan ITP sekunder. ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP antara lain, penyakit autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan HIV).20,21 Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan disregulasi imun akibat kehilangan toleransi sistem imun terhadap antigen yang berada di permukaan trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada APC yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang diekspresikan pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit kemudian terjadi perlekatan pada efector fuction makrofag limpa yang mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi 21

kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibodi (A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa (B) dan menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit (C).20,21

Gambar 12. Patogenesis ITP21 3.2.2 Dengue Hemmoragic Fever (DHF)22 Dengue Hemmoragic Fever (DHF) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus. Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DHF. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DHF masih kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosin di posphat) diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. 20,22 Adanya kebocoran plasma pada demam berdarah dengue yang sering berakibat pada gangguan hemodinamik dan terjadi syok hipovolemik. Abnormalitas hematologi sering muncul pada demam berdarah dengue termasuk leukopenia, trombositopenia, gangguan koagulasi juga penekanan sumsum tulang. Infeksi virus dengue dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang kompleks dan unik pada berbagai mekanisme homeostasis dalam tubuh penderita. Kompleks virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem kaskade koagulasi hingga terbentuknya suatu fibrin. Disamping itu selain terhadap sistem 22

koagulasi, juga mengaktifkan sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan akibat yang kompleks yang ditimbulkan oleh infeksi virus dengue tersebut. Mekanisme gejala klinis berupa perdarahan didasari faktor yang multipel, yaitu trombositopenia, trombopati, vaskulopati, dan koagulasi intravaskuler diseminata (KID), masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan beberapa kadar faktor koagulasi, hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin (fibrinogen degradation product).22 3.3 Gangguan Perdarahan karena Penurunan Fungsi Trombosit 3.3.1 Penggunaan obat Aspirin23 Aspirin adalah obat antiinflamasi non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (4-6 Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) golongan Non-selective COX-1 inhibitor merupakan agonis dari suatu agregasi trombosit.23 Obat-obatan ini menghambat pembentukan prostaglandin PGG2 dan PGH2 sehingga pembentukan tromboksan A2 juga dihambat akibatnya fungsi agregasi dan reaksi pelepasan akan dihambat. Segera setelah terpapar pada aspirin, proses pelepasan yang merupakan fungsi trombosit terganggu selama trombosit itu hidup. Obat antiinflamasi lain mungkin mempunyai efek yang sama. Obat-obat antihistamin, antidepresan dan metilxantin adalah beberapa diantara obat-obat yang menyebabkan penurunan fungsi trombosit, sehingga sering menunjukkan hasil test laboratorium yang membingungkan, walaupun jarang menimbulkan gejala klinik. 23 3.3.2 Heparin-Induced Thrombocytopenia (HIT)24 Pengobatan menggunakan heparin yang memadai dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit trombosis akut, tetapi penggunaan heparin juga menyebabkan komplikasi perdarahan dan trombositopenia, sehingga perlu memantau dosis antikoagulan dan efek penggunaan antiplatelet tersebut.Gangguan fungsi trombosit akibat penggunaan heparin berupa trombosis vena, arteri,menguatnya aktivasi, dan agregasi trombosit setelah menggunakan heparin.Pada pasien yang sebelumnya menggunakan heparin, trombositopenia dapat terjadi dalam minggu pertama setelah terapi. Trombositopenia ini dapat terjadi setelah pemberian heparin intravena atau subkutan. Hitung trombosit kembali normal dalam beberapa hari setelah heparin dihentikan. 23,24 Trombositopenia imbas heparin berbeda dengan trombositopenia imbas obat lain dalam dua hal penting. Pertama, trombositopenia yang terjadi biasanya tidak terlalu berat, dengan nadir 23

jarang mencapai <20.000/μL. Kedua, trombositopenia imbas heparin (HIT) tidak berhubungan dengan manifestasi perdarahan dan bahkan justru meningkatkan risiko trombosis secara bermakna. 23,24 HIT disebabkan oleh Heparin yang mengikat platelet faktor 4 (PF4) yang dilepaskan oleh trombosit membentuk platelet faktor 4(PF4)-heparin complex dalam sirkulasi darah. Antibodi antiheparin/PF4 dapat mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcγRIIa dan kadang dapat mengaktifkan sel endothelial sehingga menyebabkan thrombosis walaupun pada kondisi trombositopenia. Banyak pasien yang terpajan heparin akan membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada konsekuensi apapun. Sebagian pasien yang membentuk antibodi akan mengalami trombositopenia, dan sebagian pasien ini (sampai dengan 50%) mengalami HIT dan trombosis (HITT). 24

24

BAB IV PEMERIKSAAN KOAGULASI DAN HEMOSTASIS 4.1 Pemeriksaan Fungsi Vaskular Pemeriksaan Rumple Leede Pemeriksaan rumple leede merupakan pemeriksaan dimana pembuluh darah dibendung menggunakan spignomanometer pada tekanan tertentu selama 10 menit. Apabila pembuluh vaskuler tidak kuat menahan tekanan yang diberikan, maka darah akan akan keluar dari pembuluh darah dan terlihat sebagai bercak merah pada permukaan kulit (petechiae). Tekanan darah pada saat pembendungan merupakan nilai tengah antara tekanan darah sistole dengan diastole. Contoh : Pemeriksaan tekanan darah seorang pasien yang akan melakukan pemeriksaan rumple leede adalah 120/80 mmHg (sistole 120 mmHg, diastole 80 mmHg), maka tekanan spigmomanometer pada uji rumple leede = 120+80:2 = 100 mmHg. 1,10

Gambar 13. Purpura dan Petechiae1 Pada pemeriksaan rumple leede hasil positif dapat diketahui jika pada lingkaran berdiameter 5 cm, kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti terbentuk petechia (bercak merah) sebanyak lebih dari 10 petechia.Hasil positif juga dapat disimpulkan apabila terdapat banyak pechia pada bagian daerah distal sekitar pergelangan tangan. Hasil positif memperlihatkan bahwa kemampuan vaskuler pasien tidak baik ketika terjadi tekanan pada pembuluh darah. Hasil negatif dapat disimpulkan apabila tidak terdapat petechiae pada lingkaran berdiameter 5 cm, kira-kira4 cm distal dari fossa cubiti. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan vaskuler pasien tersebut baik, ketika terjadi tekanan pada pembuluh darah. 10 25

4.2 Pemeriksaan Fungsi Selular1 a) Pemeriksaan jumlah trombosit Jumlah trombosit dapat diketahui dengan melakukan perhitungan sel trombosit, baik menggunakan alat otomatisasi ataupun menggunakan metode manual. Perhitungan sel trombosit pada alat otomatisas dapat menggunakan berbagai macam metode, seperti electrical impedance, flowsitometri dan flowresensi flowsitometri. Metode electrical impedance disebut juga dengan Coulter principle. Alat otomatisasi dengan metode impedance, menghitung sel berdasarkan ukuran sel. Pada metode electrical impedance sel dihitung berdasarkan ukuran sel. Sel dalam darah akan melewati oriface/celah, dimana sel yang tersebut akan melewati celah satu persatu dan mengganggu aliran listrik ketika melewati celah. 15 Besar gangguan aliran listrik sebanding dengan ukuran sel. Metode ini mempunyai kekurangan yaitu, apabila sel trombosit yang melalui oriface (celah) lebih besar dari normal (giant trombosit), maka alat dapat salah melakukan pembacaan, sel trombosit akan dihitung sebagai sel eritrosit atau lekosit. Kesalahan pembacaan dapat juga terjadi ketika terdapat kelainan sel eritrosit seperti sel eritrosit terfragmentasi. Pada kondisi tersebut, sel eritrosit terfragmentasi dapat terbaca sebagai sel trombosit. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan pembacaan, maka dapat dilihat flaging pada alat otomatisasi tersebut.15 b) Pemeriksaan fungsi trombosit Pada proses hemostasis, trombosit berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit, agar perdarahan dapat terhenti. Untuk mengetahui fungsi trombosit, dapat dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit. Pemeriksaan agregasi trombosit dapat dilakukan menggunakan alat aggregometer. Selain untuk menilai fungsi trombosit, pemeriksaan agregasi trombosit dapat digunakan untuk membantu diagnosa hiperkoagulasi yang dapat menyebabkan trombosis akibat terbentuknya trombus. 15

26

Gambar 14. Aggregometer1 4.3 Pemeriksaan Fungsi Biokimia a) Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik Koagulasi jalur intrinsik melibatkan aktivasi faktor kontak prekalikrein, faktor XII dan XI. Faktor-faktor ini berinteraksi pada permukaan untuk mengaktifkan faktor IX menjadi IXa. Faktor IXa bereaksi dengan faktor VIII, PF3, dan kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Bersama faktor V, faktor Xa mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin, yang selanjutnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan darah pada jalur ini, seperti faktor XII, IX, X, VIII, V, II, I. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan aPTT (activated Partial Tromboplastin Time). 15 b) Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik Koagulasi jalur ekstrinsik distimulus oleh masuknya tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah. Tromboplastin jaringan berasal dari phospolipoprotein dan membran organel dari sel-sel jaringan yang terganggu. Faktor VII akan mengikat fosfolipid pada membran sel dan jaringan membentuk faktor VIIa, yang merupakan enzim kuat yang mampu mengaktifkan faktor X menjadi Xa bersama dengan ion kalsium terionisasi. Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktorfaktor pembekuan darah pada jalur ini. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan PT (Protrombin Time). 15

27

4.4 Pemeriksaan D-Dimer D-Dimer merupakan suatu protein yang dihasilkan selama proses penghancuran bekuan fibrin. D-Dimer digunakan untuk mendeteksi cross linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D-dimer normal <500 mg/dl. Uji laboratorium D-dimer adalah produk degradasi fibrin (FDP, fibrin degradation products), waktu protrombin (PT, prothrombin time), waktu tromboplastin parsial (PTT, partial thromboplastin time atau aPTT), fibrinogen dan hitung plasma. FDP dari D Dimer menunjukkan adanya reaksi fibrinolisis. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara uji D-dimer pada diagnosis tromboemboli. Kenaikan konsentrasi D-dimer menunjukkan keberadaan trombus, dan hal ini dapat ditemukan pada keadaan DVT, emboli pulmo dan DIC.16 4.5 Pemeriksaan INR International Normalized Ratio (INR) adalah satuan yang lazim digunakan untuk pemantauan pemakaian antikoagulan oral. INR didadapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian dipangkatkan dengan ISI. INR merupakan rancangan untuk memperbaiki proses pemantauan terhadap terapi warfarin sehingga INR digunakan sebagai uji terstandardisasi internasional untuk PT. INR dirancang untuk pemberian terapi warfarin jangka panjang dan hanya boleh digunakan setelah respons klien stabil terhadap warfarin. Stabilisasi memerlukan waktu sedikitnya seminggu. Standar INR tidak boleh digunakan jika klien baru memulai terapi warfarin guna menghindari hasil yang salah pada uji penetapan.16

28

BAB V PENATALAKSANAAN 5.1 Obat Antikoagulan Obat antikoagulan ialah golongan obat yang kerjanya menghalangi pembekuan darah. Menurut cara kerjanya ada dua jenis obat anti koagulan yaitu : a). langsung (direk) pada pembekuan darah dan antitrombin III baik in vivo maupun in vitro, b). yang tidak langsung (indirek) mempunyai khasiat menghambat pembekuan darah dengan memutuskan hubungan antara faktor pembekuan yang dibentuk dihati yang memerlukan vitamin K. Obat yang termasuk golongan ini bekerja in vivo termasuk didalamnya golongan anti koagulan oral.14 5.1.1 Heparin9 Heparin adalah obat golongan antikoagulan yang mencegah pembekuan darah. Meningkatkan efek antitrombin III dan menginaktivasi trombin (demikian juga dengan faktor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin) dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. ATIII merupakan penghambat faktor koagulasi yang lambat tanpa heparin. Heparin dengan pentasakarida yang berafinitas kuat mengikat AT-III dan menginduksi perubahan bentuk dari AT-III, dengan demikian mengubah AT-III dari penghambat faktor koagulasi yang lambat menjadi sangat cepat. AT-III berikatan secara kovalen dengan faktor koagulasi dan heparin akan berdisasoiasi dari kompleks tersebut, serta dapat digunakan kembali.9 Ada petunjuk bahwa antitrombin III berperan dalam menghambat pengaktifan faktor XI dan heparin mempercepat reaksi ini. Jadi heparin dapat menurunkan aktifitas antitrombin III, hal demikian akan tampak pada pasien yang mendapatkan pengobatan baik secara terus menerus ataupun terputus. Pengaruh lain suntikan heparin ialah dapat membersihkan plasma lipid pada pasien dengan plasma keruh(lipemia). 9

a. Cara Pemberian dan Dosis 29

Heparin dapat disuntikkan intravena maupun subkutan, dan jangan berikan intramuskular. Obat yang tersedia biasanya berbentuk heparin sodium injection USP. Dosis awal penggunaan heparin harus berdasarkan berat badan terkini. Pasien yang mempunyai resiko tinggi perdarahan, penyakit ginjal, dan gangguan hati harus sangat diperhatikan bila akan mendapat terapi heparin. Nilai masa protrombin (PT), APTT, serta jumlah trombosit harus diperiksa dahulu sebelumnya. Berikut ini adalah penyesuaian dosis heparin terhadap nilai APTT : Tabel 2. Dosis heparin terhadap nilai APTT13 Nilai APTT

Dosis Heparin

Dosis Terapetik

80 unit/kg bolus, kemudian 18 U/kgBb/jam

APTT <35

80 unit/kg bolus, kemudian 4 U/kgBb/jam

APTT 35-45

40 unit/kg bolus, kemudian 2 U/kgBb/jam

APTT 46-70

40 unit/kg bolus, kemudian 2 U/kgBb/jam

APTT 71-90

Kurangin kecepatan infus, kemudian 2 U/kgBb/jam

APTT >90

Infus 1 jam , lemudian 3 U/kgBb/jam

b. Efek Samping Efek samping pada penggunaan heparin biasanya jarang terjadi. Bila hendak memberi heparin pada pasien, perlu diketahui obat-obatan lain yang dikonsumsi oleh pasien. Sebaiknya jangan dulu memberikan 1.000 unit. Reaksi hipersensitifitas dapat berupa : menggigil, demam, urtika dan renjatan anafilaktik. 9 Efek samping dapat berupa : - Terjadinya rambut rontok yang sifatnya reversibel - Osteoporosis sampai patah dilaporkan pada pasien yang mendapat heparin. - Perdarahan merupakan komplikasi utama pemberian heparin. Perdarahan dapat dikurangi dengan kontrol yang cermat pada dosis yang diberikan. - Trombositopeni dapat terjadi setelah pemberian heparin. 5.1.2 Fondaparinux 30

Fondaparinux merupakan derivat heparin yang hanya memiliki sekuen pentasakarida, dengan berat molekul berkisar 1728 Dalton. Aktivitasnya spesifik hanya mengkatalisir penghambatan faktor Xa. Fondaparinux berikatan dengan antitrombin dan menghasilkan perubahan formasi pada sisi reaktif dari antitrombin yang akan mengaktivasi penghambatan faktor Xa. Fondaparinux kemudian dilepaskan dari antitrombin, untuk mengaktivasi antitrombin selanjutnya. Setelah diberikan secara subkutan, fondaparinux cepat diabsorbsi, dengan waktu paruh berkisar 17 jam pada dewasa muda dan 21 jam pada orang tua sehingga dosis pemberian hanya sekali sehari. Fondaparinux berikatan secara non spesifik dan minimal dengan protein plasma sehingga tidak diperlukan pemantauan khusus secara rutin. Dosis fondaparinux pada IMA STE dengan atau tanpa fibrinolitik adalah 2,5 mg bolus intravena, yang kemudian diikuti dengan 2,5 mg subkutan perhari selama 8 hari. Fondaparinux hanya diberikan pada penderita dengan kadar kreatinin kurang atau sama dengan 3 mg/dl. Selain perdarahan, efek samping lain pemberian fondaparinux belum diketahui secara luas.5,12 5.2 Antikoagulan Oral Yang termasuk ke dalam golongan obat ini adalah kelas kumarin (bishidroksikumarin) dan indandion (fenindion). Strukturnya mirip dengan vitamin K yang sintetik. Diperkirakan kerja golongan antikoagulan ini kompetitif terhadap vitamin K, sehingga faktor-faktor pembekuan darah yang membutuhkan vitamin K dalam pembentukannya akan terganggu. Gangguan pembekuan darah tidak langsung terjadi melainkan tergantung penyusutan atau hilangnya faktor-faktor pembekuan yang bersangkutan, dimana masing-masing mempunyai waktu paruh yang berbeda. Yang pertama hilang adalah faktor VII karena waktu paruhnya terpendek dan diikuti IX, X, dan II. Dengan demikian efek antikoagulan baru terlihat setelah 12-24 jam. 9,10,11 Indikasi Indikasi utama terapi antikoagulan oral adalah trombosis vena dalam. Selain itu juga digunakan pada pasien embolisme paru, fibrilasi atrium dengan risiko embolisasi, dan pasien dengan katup jantung prostetik mekanik (untuk mencegah terjadinya emboli di atas katup tersebut). Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas12 Beberapa faktor yang mempengaruhi obat antikoagulan oral :

31

1. Faktor yang meningkatkan hipoprotrombinemia - Faktor yang mengakibatkan defisiensi vitamin K (diet yg kurang, penyakit usus halus) - Penyakit hati dengan berbagai etiologi 2. Keadaan hipermetabolik seperti: demam, hipertiroidisme 3. Faktor yang menurunkan respon hipoprotrombinemia : kehamilan sindrom nefrotik, uremia. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi kerja antikoagukan oral : 1. Yang meningkatkan respon : aspirin, fenilbutason, oksifenbutason, metronidazol, tiroksin, steroid anabolik, kinidin dan glukagon. 2. Yang mengurangi respon : barbiturat, griseofulvin, vitamin K, vitamin C dosis tinggi dan adrenokortikosteroid. Cara Pemberian dan Dosis14,16 Salah satu obat antikoagulan oral yang paling banyak digunakan adalah Warfarin. Warfarin dapat diperoleh dalam bentuk tablet 2, 2,5, 5, 7,5, 10 dan 25mg, terapi dapat dimulai dengan 10-15mg dan untuk dosis pemeliharaan antara 2-15mg tiap hari. 5.3 Obat Antitrombotik Cara kerja obat antitrombotik berbeda dengan obat antikoagulan. Obat antirombotik bekerja yang menekan fungsi trombosit, sedangkan obat antikoagulan menekan pembentukan trombosit atau fungsi faktor-faktor pembekuan. Antitrombotik diindikasikan terutama pada penyakit trombotik arterial, sedangkan antikoagulan diindikasikan untuk mengontrol gangguan tromboembolik vena. Beberapa contoh obat antitrombotik yaitu16 : 1. Aspirin Obat ini dapat menghambat pengeluaran ADP dari trombosit dan menghambat pembentukan prostasiklin dan tromboksan A2 akibatnya trombosit tidak cepat beragregasi dan waktu perdarahan memanjang. Dosis antara 325-1300mg memberikan pengaruh antitrombotik dan waktu protrombin pun akan memanjang dengan pemberian dosis tinggi ini, sebaliknya jika dosis 100-300mg tidak mempunyai pengaruh. Faktor koagulasi (II, VII, IX, X) menunjukan penurunan aktifitas pembekuan dengan dosis aspirin antara 1.300-2.000mg yang dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K. 9 2. Dipiridamol

32

Obat ini berkhasiat vasodilator, cara kerja obat ini menekan fungsi trombosit dengan merangsang aktivitas prostasiklin atau menghambat aktivitas siklik nukleotid fosfodiesterase, dengan hasil meningkatkan kadar AMP siklik. Dosis obat ini pada pasien dengan katup jantung buatan ialah 400mg setiap hari. 9 3. Sufinpirazon Obat ini digunakan untuk tujuan urikosuria, dan disampingnya dapat menghambat fungsi trombosit dalam hal kemampuannya melekat pada sel subendotel dan sintesis prostaglandin9 4. Clopidogrel merupakan obat anti agregasi trombosit yang telah digunakan secara luas sejak 2 dekade terakhir. Dosis harian clopidogrel adalah 75 mg.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Hemostasis adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang amat penting dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Mekanisme hemostasis mempunyai dua fungsi primer yaitu untuk menjamin bahwa sirkulasi darah tetap cair ketika di dalam pembuluh darah, dan untuk menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Hemostasis normal tergantung pada keseimbangan yang baik dan interaksi yang kompleks 2. Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas pembuluh darah, trombosit, faktor-faktor koagulasi , inhibitor koagulasi, sistem fibrinolisis 33

3. Kelainan di antara nya yaitu trombosis vena dalam (DVT), sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation, sirosis hepatis, penyakit ginjal kronik, Immune Thrombocytopenic Purpura, Dengue Hemorrhagic Fever, dan Heparin-Induced Thrombocytovenia. 4. Pemeriksaan hemostasis yang berhubungan dengan koagulasi dara yaitu pemeriksaan rumple leed, pemeriksaan jumlah dan fungsi trombosit, pemeriksaaan PT dan apTT. 5. Penatalaksanaan pada gangguan sistem koagulasi yaitu dengan pemberian obat antikoagulan dan obat antitrombotik 6.2 Saran 1. Diaharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sistem koagulasi darah yang dapat memberikan manfaat di bidang ilmu penyakit dalam. 2. Referat ini perlu disempurnakan untuk pemanfaatan pengetahuan dibidang ilmu penyakit dalam khususnya tentang sistem koagulasi darah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Durachim A,Dewi Astuti.2018. Hemostasis.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2. Baker WF. Diagnosis of deep venous thrombosis and pulmonary embolism.In:Bick RL.Guest Editor. The medicalclinics of north America.Current concepts of thrombosis.Prevalent trends for diagnosis and management 2008;82:3:4597 3. Irawan et al., 2012. Profil Penderita Sepsis Akibat Bakteri Penghasil ESBL. J Peny Dalam. 13 : 63-68 4. Kusuma, B. And T.K. Schulz, Acute Disseminated Intravascular Coagulation. Hospital Physician, 2009. 45: p. 35-36. 5. http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-di-11provinsi.html. diakses: 14 maret 2019 6. Ministry of Health Malaysia. Clinical Practice Guideline: Management of Immune Thrombocytopenic purpura. Agustus 2006. Diakses dari: www.moh.gov.my, di unduh: 14 maret 2019. 34

7. Kelton JG, Arnold DM, Bates SM. Nonheparin anticoagulants for heparin-induced thrombocytopenia. N Engl J Med. 2013;368(8):737-44. 8. Garry G. Saragih et al.2016. Gambaran gangguan hemostasis pada penderita sirosis hati yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Agustus 2013 – Agustus 2015: Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 9. Subdan-ud-Din, Shah A.R. Shahida. Heomostatic defects in chronic kidneydisease J.Med.Sci 2013; 21(3) : 149-152 10. http://repository.unimus.ac.id/1248/3/BAB%20II.pdf. Diakses: 16 maret 2019 11. Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc 12. Goodnight SH, Hathaway WE. Disorder of haemostatis & thrombosis a clinical quide. Second ed. New York : McGraw-Hill, 2015 13. Bithell TC. The physiology of primary hemostasis. In : Lee GR, Bithell TC, Foester J, Athens JW, Lukens JN, Editors. Wintrobe’s Clinical Hematology. Volume 1, 9th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 2013: 540 – 65 14. Setiabudi, Rahajuningsih D. 2012.Hemostasis dan Trombosis Jakarta:Badan Penerbit FKUI 15. Burstein SA, Breton-Gorius J. Megakaryopoiesis and platelet formation. In : Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Eds. Williams Hematology. 5th ed. New York : McGraw-Hill, 2014 : 1149 – 60 16. Baker WF. Diagnosis of deep venous thrombosis and pulmonary embolism.In:Bick RL.Guest Editor. The medicalclinics of north America.Current concepts of thrombosis.Prevalent trends for diagnosis and management 2008;82:3:4597 17. Root RK, Jacobs R. Septicemia and septic shock. In : Wilson JD, Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harison’s Principles of internal medicine. 12th ed. New York : McGraw-Hill, 2009 : 502-7 18. Irawan et al., 2012. Profil Penderita Sepsis Akibat Bakteri Penghasil ESBL. J Peny Dalam. 13 : 63-68 19. Bacon BR. Cirrhosis and its complications. In:Harrison’s Principles of Internal Medicine Vol 2 (18th ed).New York: McGraw-Hill, 2012; p.2592-602 20. Ocak G.2010.Chronic Kidney disease increase the risk for venous thromboembolism.J Thromb haemost 2010;8:2428-2435 35

21. Ministry of Health Malaysia. Clinical Practice Guideline: Management of Immune Thrombocytopenic purpura. Agustus 2013. Diakses dari: www.moh.gov.my, di unduh: 14 maret 2019. 22. SrichaikulT. Platelet function during the acute phase of dengue hemorrhagic fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2012;20(1):19-25 Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.In: Braunwald, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill Companies, 2012. 23. Hu Y,et al.2013.Thrombocytopenia induced aspirin.Diakses dari www.ncbi,nlm.gov, diakses 17 Maret 2019 24. Kelton JG, Arnold DM, Bates SM. Nonheparin anticoagulants for heparin-induced thrombocytopenia. N Engl J Med. 2013;368(8):737-44. doi: 10.1056/NEJMct1206642

36

Related Documents


More Documents from "Salsabila Putri Romadhan"