Koagulasi Revisi 2.docx

  • Uploaded by: satria jaya
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Koagulasi Revisi 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,268
  • Pages: 20
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Koagulasi”. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyakbanyaknya untuk Ibu Hj. Tuti Emilia Agustina, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Teknik Pengolahan Limbah Universitas Sriwijaya yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait teknik pengolahan limbah yaitu koagulasi. Kritik dan saran kami harapkan dari pembaca demi kebaikan penulis agar kami dapat memperbaikinya dimasa yang akan datang.

Indralaya, Januari 2019

Penyusun

1

DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................................i Daftar isi..................................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan a. Latar belakang..............................................................................................................iii b. Rumusan masalah........................................................................................................iii c. Tujuan masalah............................................................................................................iii BAB II Pembahasan a. Pengertian koagulasi.....................................................................................................1 b. Proses koagulasi............................................................................................................1 c. Faktor-faktor yang memengaruhi proses koagulasi......................................................3 d. Jenis koagulan...............................................................................................................4 e. Mekanisme koagulasi...................................................................................................5 f. Contoh penerapan koagulasi.........................................................................................6 BAB III PENUTUP a. Kesimpulan.............................................................................................................. ....14 b. Saran........................................................................................................................ .....14 2

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Pencemaran air akibat limbah industri tekstil merupakan masalah yang sering terjadi di negara- negara berkembang dunia, salah satunya Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, Indonesia merupakan negara dengan beban air limbah industri tekstil terbesar. Beban air limbah organik yang dihasilkan di Indonesia adalah sebesar 883 ton/hari, yang mana 29% dari beban ini berasal dari industri tekstil.2 Industri tekstil biasanya menghasilkan limbah cair yang berwarna pekat serta mengandung BOD (biochemicaloxygendemand), COD (chemicaloxygendemand), pH, temperatur, turbiditas, salinitas, dan bahan kimia toksik yang tinggi dan berfluktuasi.3,4,5 Air limbah tersebut menimbulkan dampak negatif, baik langsung maupun tidak langsung, apabila dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan.3,6 Salah satu dampak langsungnya adalah pencemaran airtanah dangkal akibat proses pergerakan air limbah dari permukaan ke dalam tanah. Penelitian menunjukkan bahwa tanah memiliki laju infiltrasi lambat. Nilai laju infiltrasi menunjukkan kemampuan tanah untuk melewatkan cairan dari permukaan tanah secara vertikal. Tanah dengan nilai infiltrasi lambat harusnya 3

dapat menahan pergerakan pencemar mencemari airtanah. Namun, tanah juga memiliki kapasitas jenuh yang mana saat kapasitas ini sudah tercapai maka pencemar dalam air dapat lolos ke dalam airtanah. Pada kondisi ini semua jenis pencemar dapat masuk ke dalam airtanah, termasuk limbah domestik sebagai pencemar organik. Namun demikian, pencemar yang berasal dari limbah industri umumnya memberikan kontribusi organik yang lebih tinggi dibandingkan limbah lain. Dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan pengolahan air limbah untuk menurunkan nilai COD dan mengurangi intensitas warna limbah yang pekat untuk mencegah terjadinya pencemaran airtanah yang lebih serius. Koagulasi – flokulasi merupakan salah satu proses pengolahan air limbah yang dapat digunakan . Pemilihan ini dikarenakan prosesnya yang sederhana, mudah diaplikasikan, biaya relatif murah, dan mampu mengolah limbah hingga memenuhi baku mutu. Koagulasi adalah proses penambahan koagulan atau zat kimia ke dalam suatu larutan dengan tujuan untuk mengkondisikan suspensi, koloid, dan materi tersuspensi dalam persiapan proses lanjutan yaitu flokulasi. Pada beberapa jenis limbah cair tekstil, salah satunya limbah yang berkarakteristik bening, proses koagulasi - flokulasi tidak bisa diterapkan dengan

b. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari koagulasi? 2. Apa saja proses pada koagulasi? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi koagulasi? 4. Apa saja jenis koagulan dan zat yangyang meningkatkan pembentukan koagulan? 5. Bagaimana mekanisme koagulasi? c. Tujuan Masalah 1. Mengetahui apa pengertian dari koagulasi 2. Mengetahui apa saja proses pada koagulasi 3. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi koagulasi 4. Mengetahui apa saja jenis koagulan dan zat yangyang meningkatkan pembentukan koagulan 5. Mengetahui bagaimana mekanisme koagulasi

4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Koagulasi Koagulasi secara umum didefinisikan sebagai penambahan zat kimia (koagulan) ke dalam air baku dengan maksud mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel koloid, sehingga partikel –partikel tersebut dapat bergabung menjadi flokflok halus. Koagulasi terpenuhi dengan penambahan ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan partikel koloid. Partikel koloid umunya bermuatan negatif oleh karena itu ion-ion yang ditambahkan harus kation atau bermuatan positif. Kekuatan koagulasi ion-ion tersebut bergantung pada bilangan valensi atau besarnya muatan. Ion bivalen (+2) 30-60 kali lebih efektif dari ion monovalen (+1). Ion trivalen (+3) 700-1000 kali lebih efektif dari ion monovalen.

B. Proses Koagulasi Pada proses koagulasi terdiri dari dua tahap besar, yaitu : 1.

Penambahan koagulan Aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) dan

2.

Pengadukan campuran koagulan-air umpan, yang terdiri dari, 5

a)

Pengadukan cepat Pengadukan cepat (Rapidmixing) merupakan bagian integral dari proses Koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah, serta untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid, dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain

b)

Pengadukan pelan.

c)

Pengadukan pelan ini bertujuan menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi/ berkumpul dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya (Duliman, 1998). Setelah pengadukan pelan selesai flok-flok yang terbentuk dibiarkan mengendap. Setelah proses pralakuan koagulasi- selesai, derajat keasaman (pH) air umpan mikrofiltrasi akan turun. Selanjutnya air umpan jernih hasil koagulasi dialirkan ke reservoir kedua agar terpisah dari endapan - endapan yang terbentuk. Air inilah yang kemudian akan diumpankan pada proses mikrofiltrasi oleh membran.

Pada proses koagulasi, juga dibagi dalam tahap secara fisika dan kimia. 1. Secara fisika Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti: a. Pemanasan Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikelpartikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh:darah b. Pengadukan, contoh: tepung kanji c. Pendinginan, contoh: agar-agar 2. Secara kimia Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu: a. Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan 6

muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral. b. Penambahan koloid, dapat terjadi sebagai berikut: Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. (Sudarmo,2004) c. Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi.

Dalam proses koagulasi, stabilitas koloid sangat berpengaruh. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatip). Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu: 1. Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak tejadi jika partikel-partikel mempunyai muatan yang sejenis. 2. Bergabung dengan molekul air (reaksi hidrasi). 3. Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi 1) Suhu air Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan. 2) Derajat Keasaman (pH)

7

Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama lainnya. 3) Jenis Koagulan Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas daripadakoagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbukatau butiran. 4) Kadar ion terlarut Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu : pengaruh anion lebih bsar daripada kation. Dengan demikian ion natrium, kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi. 5) Tingkat kekeruhan Pada tingkat kekeruhan yang rendahprosesdestibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif. 6) Dosis koagulan Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik. 7) Kecepatan pengadukan Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila pengadukan terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbentuk dan sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk 8) Alkalinitas

8

Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida pada reaksihidrolisa koagulan.

D. Jenis Koagulan o



Garam-garam dari logam yang mudah terhidrolisis 

Alum : Al2(SO4)3 .14H2O



Copperas FeSO4. 7H2O



Feri sulfat : Fe2(SO4)3



Feri klorida : FeCl3

Zat untuk meningkatkan pembentukan koagulan o

Polielektrolit anion (PEA) : molekul organik bermuatan negatip

o

Polielektrolit kation (PEK) : molekul organik bermuatan positip

o

PAA Alam :

o

o



Polistirenasulfonat (lignin sulfat)



Pati



Asam humat

PAA Sintetik 

poliakrilamid



Poliamin

PAK : jarang ditemukan

E. Mekanisme Koagulasi o

Terjadi penetralan muatan dan adsorpsi

o

Penjebakan dalam endapan

o

Pembentukan jembatan antar partikel

1. o

Penetralan muatan Ion-ion logam Al3+ ataupun Fe3+ mudah terhidrolisis membentuk polinuklir M(OH)nZ+ yang bersifat amfoter

o

Polinuklir mudah menyerap kation atau anion dalam limbah, seolah-olah membentuk kompleks pada permukaan polinuklir. Kation atau anion menjadi tidak bermuatan 9

o

Molekul netral mudah menggumpal atau membentuk agregat atau flok Reaksi:

o

Penyerapan kation – penurunan pH

o

Penyerapan anion – peningkatan pH

2.

Penjebakan Polutan terjebak dalam koagulan yang merupakan molekul besar

sehingga berpindah dari air limbah ke dalam padatan koagulan – air limbah menjadi jernih 3.

Pembentukan jembatan

o Molekul/ion

polutan berikatan dengan 1 molekul koagulan dan koagulan

yang lain seperti membentuk jembatan o Polutan

terikat koagulan dan berpindah dari air limbah – air limbah menjadi

jernih

F. Contoh penerapan koagulasi Judul penelitian : Pengolahan Air Limbah Tekstil Melalui Proses Koagulasi – Flokulasi Dengan

Menggunakan

Lempung

Sebagai

Penyumbang

Partikel

Tersuspensi Studi Kasus

: Banaran, Sukoharjo dan Lawean, Kerto Suro, Jawa Tengah

Oleh

: Anna Fadliah Rusydi, Dadan Suherman, dan Nyoman Sumawijaya

`

10

a. Metode bahan : Bahan Pengolahan dilakukan dengan sistem batch dengan menambahkan bahan kimia ke dalam 500 mL air limbah pada gelas beker berukuran 1000 mL. Air limbah diambil dari outlet industri pencelupan. Bahan kimia yang ditambahkan adalah kaporit, kapur (CaO), lempung, dan tawas Air gambut memiliki sifat fisik yang sama dengan air limbah tekstil, yakni miskin partikel tersuspensi.Bahan kimia kaporit, kapur, dan tawas merupakan bahan-bahan yang ditemukan di pasaran dan dapat langsung digunakan dalam proses koagulasi – flokulasi. Sementara lempung, merupakan bahan alami yang harus diproses sebelum ditambahkan ke dalam air limbah. Proses penyiapan lempung dilakukan dengan pengeringan dalam oven pada suhu 100 – 105oC, kemudian ditumbuk, dan diayak pada ayakan yang lolos pada ukuran 100 mesh (-100 mesh). Selanjutnya dilakukan analisis fisik lempung. Hal ini penting, karena keberhasilan

lempung

dalam

memperkaya

kandungan

partikel-partikel

tersuspensi tergantung pada kandungan debu dan liat. Semakin banyak kandungan debu dan liat, maka penambahan lempung akan semakin membantu dalam memperkaya partikel-partikel tersuspensi dalam air limbah.

Seperti terlihat pada Gambar 1, setelah penambahan bahan kimia kemudian dilakukan

11

pengadukan menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan 200 rpm selama 2 menit. Pengadukan ini disebut sebagai pengadukan cepat. Selanjutnya, dilakukan pengadukan lambat yaitu pada saat kecepatan diturunkan perlahan hingga 0 rpm. Pada setiap penambahan bahan kimia dilakukan pengamatan dan analisis seperti pada

Penentuan dosis awal Dalam penentuan dosis optimum masingmasing bahan kimia dilakukan dengan cara menjadikan bahan kimia tertentu sebagai variabel tidak tetap dan bahan-bahan kimia lain sebagai variabel tetap. Tabel 2 memperlihatkan dosis awal untuk masing-masing bahan kimia.

Penambahan masing-masing zat kimia memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Kaporit Kaporit merupakan zat kimia yang pertama kali ditambahkan dan bertujuan untuk memutus ikatan rangkap pada gugus fungsi zat warna sehingga terjadi 12

reaksi addisi oleh Cl2 dari kaporit. Proses kimiawi kaporit dalam memutus ikatan rangkap zat warna dijelaskan pada bagian pembahasan. 2. Kapur Penambahan kapur bertujuan untuk menaikkan nilai pH karena kondisi basa akan mengoptimumkan fungsi koagulan tawas. 3.

Lempung Lempung bertujuan untuk memperkaya partikelpartikel tersuspensi dalam limbah karena limbah yang diolah secara fisik bersifat bening (miskin partikel tersuspensi). 4. Tawas Tawas berfungsi sebagai koagulan yang mengikat partikel-partikel tersuspensi yang berasal dari penambahan lempung sehingga terjadi proses koagulasi dan flokulasi.

Hasil Dan Pembahasan Karakteristik air limbah Air limbah yang diolah memiliki karakteristik sebagai berikut: (i) pH = 8,3; (ii) COD = 615 mg/L, dan (iii) intensitas warna = 7000 PCU (platina cobalt unit). Nilai pH limbah yang diolah masih memenuhi persyaratan, sedangkan nilai COD limbah 76 kali di atas baku mutu maksimum. Warna limbah meskipun bening secara fisik, namun sangat gelap dan akan mengganggu estetika apabila dibuang langsung ke lingkungan. Oleh karena itu, pada penelitian ini warna termasuk parameter yang penting untuk diproses meskipun belum diatur dalam baku mutu limbah cair. Penentuan dosis kaporit

13

Gambar 2. Penurunan kandungan COD

Gambar 3. Penurunan intensitas warna

Gambar 2 memperlihatkan penurunan kandungan COD setelah penambahan kaporit: (i) penambahan 0.5 g, COD turun dari 615 mg/L menjadi 270 mg/L (56%); (ii) penambahan 1 g, COD turun menjadi 250 mg/L (59%); (iii) penambahan 1.5 g, COD turun menjadi 200 mg/L (67%); dan (iv) penambahan 2 g, mampu menurunkan COD hingga 70 mg/L (89%). Intensitas warna juga mengalami penurunan seiring dengan penurunan COD, yaitu: (i) saat penambahan 0.5 g, intensitas warna dari 7000 PCU turun menjadi 350 PCU (95%); (ii) penambahan 1 g, warna turun menjadi 340 PCU (95%); (iii) penambahan 1.5 g, warna turun menjadi 125 PCU (98%); dan (iv) penambahan 2 g, warna turun menjadi 100 PCU (99%) (Gambar 3). Saat kaporit ditambahkan ke dalam limbah, terjadi penurunan intensitas warna yang signifikan dari berwarna gelap menjadi hampir tidak berwarna. Peristiwa ini menunjukkan terjadi perubahan struktur dari gugus fungsi zat warna. Proses penurunan intensitas warna karena penambahan kaporit disebabkan karena terjadinya reaksi addisi. Secara teori, warna tersusun dari gugus kromofor, antara lain gugus nitroso (-N=O), gugus azo (-N=N-), gugus karbonil (>C=O), gugus etilen (>C=C<), dan gugus azometin (>C=N). Gugus fungsi tersebut memiliki sifat fisik tidak berwarna, namun apabila berikatan dengan senyawa karbon rantai panjang atau rantai aromatik atau pun berikatan satu sama lain, maka akan terbentuk suatu senyawa yang berwarna17. Untuk menghilangkan sifat warna, maka ikatan pada gugus chromophore itu sendiri atau ikatan dengan rantai yang lain harusdiubah melalui reaksi addisi. Kaporit dalam air akan mengurai dan menghasilkan gas Cl2 (reaksi 1) yang dapat mengubah ikatan rangkap zat warna menjadi ikatan tunggal (reaksi 2). Cl2 dari kaporit (reaksi 2) bereaksi dengan C ikatan rangkap dua pada zat warna melalui reaksi addisi membentuk senyawa C ikatan tunggal bermuatan δ+ (delta positif). Hal ini terjadi karena elektronegatifitas klorida sangat tinggi, sehingga elektron tertarik kearah atom klor. Selanjutnya, karbon yang bermuatan δ+ akan menarik partikelpartikel tersuspensi yang bermuatan negatif (berasal dari penambahan lempung). Proses ini kemudian akan menghasilkan suatu zatyang dibungkus dengan muatan negatif dari partikel-partikel tersuspensi. Zat ini kemudian diendapkan melalui proses koagulasi – flokulasi setelah penambahan tawas (Al3+). Dengan demikian, kandungan COD dan intensitas warna dalam air limbah akan turun konsentrasinya.

14

Penentuan dosis kapur

Penurunan kadar COD tertinggi adalah saat penambahan kapur 0.5 g, sedangkan penurunan intensitas warna yang tinggi adalah pada penambahan kapur sebesar 0.3 g. Pada saat penambahan kapur lebih besar daripada 0.3 g penurunan intensitas warna tidak sebesar dosis\ sebelumnya. Hal ini dikarenakan penambahan kapur yang melebihi kebutuhan akan meningkatkan kekeruhan pada air limbah, sehingga pada saat analisis spektofotometri sinar tampak nilai yang terbaca lebih tinggi daripada semestinya. Setelah penambahan kapur, pH air limbah rata-rata meningkat menjadi 11 hingga 12. Kapur tohor (CaO) di dalam air membentuk senyawa kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang bersifat basa dan dalam air terurai menjadi dua ion OH- dan ion Ca2+ (reaksi 3). Ion hidroksida (OH-) akan meningkatkan pH air limbah. Reaksi 3:

Suasana basa juga berfungsi untuk mengefektifkan koagulan tawas. Hal ini terjadi karena dalam suasana basa, Al3+ di dalam air terhidrolisis membentuk ion kompleks 15

bermuatan positif (reaksi 4), ion ini memiliki kemampuan untuk menyerap permukaan partikel-partikel tersuspensi yang bermuatan negatif Reaksi 4: Al + 3OH → Al(OH) mengendap 6Al + 15OH → Al (OH) larut 7Al + 17OH → Al (OH) larut 8Al + 20OH → Al (OH) larut

Penentuan dosis lempung

Lempung yang digunakan termasuk dalam kategori liat berdebu dengan komposisi sebagai berikut: (i) 14% pasir kasar; (ii) 2% pasir halus; (iii) 44% debu; dan (iv) 40% liat. Hasil analisis COD dan intensitas warna pada penentuan dosis lempung ditampilkan pada Gambar 6 dan 7. Kandungan COD pada setiap variasi lempung memiliki nilai yang sama, yakni turun menjadi 80 mg/L. Sementara intensitas warna pada setiap variasi\ lempung turun menjadi: (i) 110 PCU, saat penambahan 1.5 g;(ii) 120 PCU, saat penambahan 2.5 g; (iii) 130 PCU, saat penambahan 2.5 g; dan (iv) 140 PCU, saat penambahan 3 g. Terlihat bahwa semakin banyak penambahan lempung menyebabkan semakin berkurang penurunan warna. Sama halnya dengan kapur, penambahan lempung yang melebihi kebutuhan akan meningkatkan kekeruhan yang selanjutnya dalam analisis spektofotometri sinar tampak akan terbaca sebagai intensitas warna.

16

Penurunan dosis tawas

Telah disebutkan sebelumnya bahwa tawas berperan sebagai koagulan. Tawas dengan rumus kimia KAl(SO4). KAl(SO4)2 dalam larutan terurai menjadi ion-ion K+ (aq), Al3+(aq), dan SO42-=(aq) (reaksi 5). Ion Al3+ (aq) akan bereaksi dengan air membentuk ion koagulan Al(OH)2+ (reaksi 6). Ion tawas dalam air akan menstabilkan muatan listrik pada permukaan koloid dan partikel sangat ringan lainnya, sehingga semua partikel dapat bergabung membentuk flokberukuran besar yang dapat dipisahkan melalui proses sederhana seperti sedimentasi atau filtrasi. Kandungan pencemar seperti zat organik dan logam akan tergabung ke dalam flok dan ikut mengendap bersama.

Selain berperan sebagai koagulan, tawas juga dapat membantu menurunkan pH air limbah. Saat penambahan kapur, pH meningkat menjadi 11 hingga 12, nilai pH ini tidak memenuhi baku mutu. Namun, pada penambahan tawas 1 g dan 1.5 g, pH air limbah dapat diturunkan menjadi 8.5 dan 7.5. Hal ini terjadi karena ion H+ yang terbentuk dari reaksi 6 dapat menurunkan nilai pH air limbah.2

17

Gambar 10 menunjukkan air limbah industri tekstil yang akan diolah (a) dan setelah diolah (b). Secara visual terlihat bahwa air limbah menjadi bening dan tidak berwarna. Dilihat dari kandungan COD yang telah turun dari 615 mg/L menjadi 130 mg/L dan telah memenuhi baku mutu limbah (150 mg/L), maka air limbah dipandang aman untuk dibuang ke lingkungan. Selain itu, intensitas warna pun menunjukkan penurunan yang signifikan, yakni dari 7000 PCU menjadi 45 PCU.

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan 18

Dalam rangkaian pengolahan air limbah melalui proses koagulasiflokulasi, sesaat setelah penambahan kaporit warna air limbah yang pekat dan bening berubah secara signifikan menjadi hampir tidak berwarna. Sifat bening ini mencerminkan kandungan partikel-partikel tersuspensi yang sangat rendah. Air limbah dengan kondisi ini tidak dapat diolah melalui proses koagulasiflokulasi tanpa penambahan partikelpartikel tersuspensi.

b. Saran Saat melakukan proses koagulasi, pastikan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan jenis limbah, serta sesuai takaran agar didapatkan hasil pengolahan limbah yang baik dan sesuai syarat untuk dibuang ke sungai.

DAFTAR PUSTAKA

Howe, J. K., et al. (2012). Principle of Water Treatment. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey.

19

Suherman, D. dan N. Sumawijaya. Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi – Flokulasi Suasana Basa. Riset Geologi dan Pertambangan Vol 23 (2), 125 – 137(2013). Freitas, T.K.F.S. Optimization of Coagulation- Flocculation Process for Treatment of Industrial Textile Wastewater using okra (a. esculentus) Mucilage as Natural Coagulant. Industrial Crops and Products 76, 538– 544(2015). Rajawali, Putra. 2013. Koagulasi-Flokulasi. (Online) putrarajawali76.blogspot.com. (Diakses pada tanggal 2 Febuari 2019)

20

Related Documents


More Documents from "Linda"