PETA KONSEP KASUS – KASUS KONTROVERSIAL DALAM PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI
KASUS SFAS No. 2
KASUS SFAS No. 33
Biaya Penelitian dan Pengembangan
Faktor-faktor yang mendasari perlakuan pengakuan biaya riset dan pengembangan adalah (Bierman dan Dukes, 1975) : 1) Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan oleh biaya riset dan pengembangan. 2) Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan. 3) Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep akuntansi untuk dapat
Pada tahun 1979 FSAB memutuskan untuk menerbitkan SFAS No.33. Setelah diterapkan, banyak pengguna mengungkapkan, pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan, biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar, serta pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data biaya kini. SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif.
KASUS STANDAR PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN Akuntansi Instrumen keuangan merupakan salah satu hal menarik karena kompleksitas setelah menggunakan basis IFRS. Dimana PSAK yang mengatur mengenai instrument keuangan adalah: 1. PSAK 50 (revisi 2006 kemudian direvisi lagi pada tahun 2014) yang merupakan adopsi dari IAS 32, mengatur tentang Prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. 2. PSAK 55 (revisi 2006 kemudian direvisi lagi pada tahun 2014) yang merupakan adopsi dari IAS 39 yang telah diamandemen, mengatur tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. 3. PSAK 60 (revisi 2014) yang diadopsi dari IFRS 7 merupakan standar yang mengatur tentang pengungkapan instrumen keuangan.
dikelompokkan sebagai aktiva. 4) Matching principles antara pendapatan dan biaya. 5) Kurangnya
PSAK 50, 55, dan 60 yang mengacu pada IFRS juga merupakan salah satu upaya untuk menekan praktek manajemen laba antara
relevansi
informasi
yang
dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan kredit.
lain dengan pendekatan principles based-nya, pengetatan aturan dan pendekatan fair value dalam penyajian laporan keuangan dianggap dapat meminimalisir tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Dalam penerapan PSAK 50, 55, dan 60 memiliki pengaruh dalam penyusunan laporan keuangan perbankan. Dimana ada kendala, yakni belum memadainya data historis yang dimiliki untuk menghitung penurunan nilai secara kolektif (collective impairment), sistem informasi, kebijakan akuntansi, ketersediaan data, sumber daya manusia, komparabilitas laporan keuangan, ketersediaan 1 data, feeding data dan waktu pelaporan.
1. KASUS SFAS NO. 2 1.1 Pengakuan Biaya Riset dan Pengembangan FASB menerbitkan SFAS nomor 2 mengenai peraturan pengakuan biaya riset dan pengembangan, yaitu biaya riset dan pengembangan langsung diakui sebagai biaya pada periode dikeluarkannya biaya tersebut, dengan pengecualian biaya pengembangan software. Peraturan tersebut mulai berlaku 1 Januari 1975. Faktor-faktor yang mendasari perlakuan pengakuan biaya riset dan pengembangan adalah (Bierman dan Dukes, 1975) : (1) Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan oleh biaya riset dan pengembangan. (2) Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan. (3) Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep akuntansi untuk dapat dikelompokkan sebagai aktiva. (4) Matching principles antara pendapatan dan biaya. (5) Kurangnya relevansi informasi yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan kredit. 1.2 Rasionalitas yang Mendasari Pengakuan Biaya Riset dan Pengembangan Rasionalitas alasan yang mendasari perlakuan riset dan pengembangan sebagai biaya dibahas sebagai berikut (Bierman dan Dukes, 1975): 1) Ketidakpastian manfaat masa depan biaya riset dan pengembangan. Ketidakpastian manfaat masa depan dari biaya riset dan pengembangan merupakan faktor utama yang melandasi FASB untuk mengakui biaya riset dan pengembangan dengan segera. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Mansfield dan Bradenburg (1969) dalam Bierman dan Dukes (1975) yang menemukan bahwa kepastian manfaat riset dan pengembangan pada 22 perusahaan minyak dan kimia besar relatif aman dari sudut pandang teknis.
2
Di samping itu, FASB mendefinisikan resiko sebagai kemungkinan kegagalan. FASB tidak mempertimbangkan penurunan ketidakpastian melalui portofolio proyek riset dan pengembangan. Contohnya sebagai berikut: Perusahaan A melaksanakan proyek riset independen sebanyak 100 proyek. Diasumsikan masing-masing proyek membutuhkan biaya $10.000 dengan kemungkinan keberhasilan 0,1 dan kemungkinan kegagalan 0,9 untuk setiap proyek. Apabila proyek sukses akan didapatkan hasil dengan present value $200.000 dari setiap proyek, sedangkan bila proyek gagal maka hasil yang diperoleh setiap proyek sebesar nol. Masing-masing proyek secara individual mempunyai kemungkinan sukses 1 dari 10 dan konsisten dengan pernyataan FASB bahwa kemungkinan seukses proyek tersebut terlihat rendah. Misalnya, probabilitas satu atau lebih proyek sukses sebesar 0,99997. Penghitungannya sebagai berikut: Probabilitas satu atau lebih proyek sukses sama dengan satu minus probabilitas sukses nol. Probabilitas sukses nol dihitung sebagai berikut:
P (0 successess) =
100! (0,1)0 (0,9)100 0!100!
= 0,00003
Probabilitas satu atau lebih proyek sukses sebesar 1 –0,00003 = 0,99997. Probabilitas satu atau lebih proyek berhasil sebesar 0,99997 menunjukkan perusahaan yakin akan terealisasikan 1 atau lebih proyek yang sukses dari portofolio 100 proyek riset dan pengembangan dengan probabilitas 0,99997. Ini merupakan pengurangan ketidakpastian yang substansial bila dibandingkan dengan probabilitas sukses 0,1 untuk proyek secara individual. Manfaat yang diharapkan dari portofolio di masa depan sebesar $ 2.000.000 dengan penghitungan sebagai berikut:
Expected present value from portofolio n = ∑ Expected present value of project i i=1 100 = ∑ [ (0,1)($200.000) + (0,9)(0) ] i=1
3
= 100 ($200.000) = $ 2.000.000
Dari contoh di atas, manfaat yang diharapkan dari masing-masing proyek sebesar $ 20.000 (yaitu dari probabilitas sukses 0,1 dikalikan dengan manfaat yang diharapkan di masa depan apabila proyek sukses sebesar $ 200.000) lebih besar daripada biaya tiap proyek sebesar $ 10.000. Hasil yang diharapkan dari portofolio dua kali total biaya $ 1.000.000 untuk seluruh proyek riset dan pengembangan sebanyak 100 proyek. 2) Kurangnya hubungan kausalitas antara biaya riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan. Terdapat beberapa bukti empiris yang mendukung hubungan antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan. Hasil penelitian Bailey (1972) dalam Bierman dan Dukes (1975) menunjukkan pretax rate of return biaya riset dan pengembangan perusahaan farmasi sebesar 25% sampai 35%. Earnings secara jelas berhubungan dengan jumlah paten yang dimiliki perusahaan, dan jumlah paten tersebut menunjukkan output dari kegiatan riset yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian Angiley (1973) menunjukkan bahwa hasil penjualan perusahaan farmasi secara signifikan berhubungan dengan output produk yang inovatif. Output yang bersifat inovatif tersebut secara signifikan berhubungan dengan jumlah biaya riset dan pengembangan yang dikeluarkan perusahaan. Grabowski dan Mueller (1974) dalam Bierman dan Dukes (1975) meneliti rate of return atas investasi fisik, biaya riset dan pengembangan, serta biaya iklan. Hasilnya menunjukkan bahwa biaya riset dan pengembangan betul-betul menaikkan profitabilitas dengan kenaikan yang kompetitif. Sedangkan Sougiannis (1994) menemukan bahwa rata-rata kenaikan setiap $1 biaya riset dan pengembangan akan memicu kenaikan laba sebesar $2 selama periode 7 tahun, dan $5 nilai pasar ekuitas perusahaan. Berdasarkan bukti empiris yang ditemukan Bailey Angiley ,Grabowski dan Mueller serta Sougiannis tersebut, alasan FASB mengenai kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan dapat dipertanyakan. 3) Konsep akuntansi atas aktiva
4
Menurut FASB, kriteria atas sumber daya yang diakui sebagai aktiva adalah pada saat aktiva tersebut diperoleh, manfaat ekonomi masa depan aktiva tersebut dapat diidentifikasi dan dapat diukur dengan obyektif. Pertanyaan yang dapat diajukan atas kriteria tersebut adalah: apakah manfaat ekonomis aktiva tetap kendaraan dapat diukur secara obyektif pada saat kendaraan tersebut diperoleh? Manfaat ekonomis, nilai residu dan masa manfaat kendaraan ditentukan berdasarkan judgement. Maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan kendaraan sebagai aktiva dan perlakuan biaya riset dan pengembangan sebagai biaya merupakan perlakuan yang tidak fair. 4) Matching antara pendapatan dan biaya. Karena manfaat masa depan biaya riset dan pengembangan kurang dapat ditentukan atau dilihat, maka biaya tersebut langsung dibebankan sebagai biaya pada saat dikeluarkan. Sedangkan, bagi perusahaan alasan mengeluarkan biaya riset dan pengembangan adalah adanya manfaat masa depan, yaitu adanya pendapatan yang dihasilkan dari biaya tersebut. Dengan mengakui riset dan pengembangan segera sebagai biaya, maka matching concept tidak terpenuhi. 5) Relevansi informasi dalam proses pengambilan keputusan investasi dan kredit. Manfaat data akuntansi berkaitan dengan jumlah biaya riset dan pengembangan dapat dibuktikan secara empiris. Dukes (1974) dalam Bierman dan Dukes (1975) menemukan bahwa jumlah biaya riset dan pengembangan yang terjadi dan dibebankan sebagai biaya secara signifikan berhubungan dengan harga saham perusahaan. Seluruh perusahaan dalam penelitian Dukes mengikuti aturan akuntansi untuk segera membebankan biaya riset dan pengembangan. Hasil penelitian Dukes menyimpulkan bahwa investor membuat penyesuaian kapitalisasi biaya riset dan pengembangan untuk memperkirakan potential earnings perusahaan. Dari penelitian tersebut, kapitalisasi biaya riset dan pengembangan mungkin akan memberi manfaat yang lebih membantu investor untuk memprediksi future return dari sekuritas. Penyesuaian untuk mengkapitalisasi biaya riset dan pengembangan dapat dilakukan oleh expert investor. Akan tetapi nonexpert investor tidak dapat melakukannya, sehingga pengakuan riset
5
dan pengembangan sebagai biaya mungkin akan mendistorsi pengambilan keputusan dan menyebabkan kesalahan pengukuran laba. 2. Kasus SFAS No. 33 2.1 Perkembangan SFAS No.33 Pada tahun 1979, FSAB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (statement of financial accounting standards-SFAS) No. 33. Berjudul “pelaporan keuangan dan perubahan harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap. FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar laporan keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan harga seharusnya disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan. Didukung dengan pendekatan dolar yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan pendekatan pengukuran yang berbeda. Menurut SFAS No. 33 perusahaan publik diartikan sebagai berikut: 1) Pemilik kewajiban atau sekuritas ekuitas yang diperdagangkan dalam sebuah pasar umum di bursa saham domestik atau dalam pasar di luar domestik. 2) Diwajibkan untuk mengajukan laporan keuangan kepada sekuritas dan SEC. Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan pengungkapan atas: 3) informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar berbasis kos historis atau dolar konstan. 4) keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak tahunan. Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah: 1) informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak tahunan berdasarkan basis biaya sekarang. 2) jumlah dari biaya sekarang dari persediaan properti, tanah dan perlengkapan di akhir peredaran pajak tahunan. 3) peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga sekarang sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada saat inflasi.
6
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif. 2.2 Penerapan SFAS No. 33 Pernyataanini berlaku untukperusahaan publikyang telah baik: 1. Persediaan dan aset, pabrikdan peralatan(sebelum dikurangi akumulasi penyusutan) sebesarlebih dari $ 125juta 2. Total asetsebesar lebihdari $ 1 miliar(setelah dikurangi akumulasi penyusutan). Tidak ada perubahanharus dibuatdalam laporankeuangan utama, informasi yang diperlukan olehpernyataanitu harusdisajikan sebagaiinformasi tambahandalam laporantahunan yang diterbitkan.Setelah 25 Desember 1979 , perusahaan diwajibkan untuk melaporkan: 1. Pendapatan dari operasi yang dilanjutkan disesuaikan dengan dampak dari inflasi umum 2. Keuntungan atau kerugian daya beli pada item moneter bersih . Setelah 25 Desember 1979 , perusahaan juga diwajibkan untuk melaporkan: a. Pendapatan dari operasi yang dilanjutkan atas dasar biaya saat ini b. Jumlah biaya saat persediaan dan properti , pabrik, dan peralatan pada akhir tahun fiskal c. Kenaikan atau penurunan jumlah biaya saat persediaan dan properti, pabrikdan peralatansetelah dikurangi inflasi. Namun, informasi tentang dasar biaya saat ini untuk tahun fiskal yang berakhir sebelum 25 Desember 1980 dapat disajikan dalam laporan tahunan pertama untuk tahun fiskal yang berakhir pada atau setelah 25 Desember 1980.Usaha yang diperlukan untuk menyajikan ringkasan lima tahun data keuangan yang dipilih, termasuk informasi mengenai pendapatan, penjualan dan pendapatan usaha lainnya, aktiva bersih, dividen per saham biasa, dan harga pasar per lembar saham. Dalam perhitungan aktiva bersih, hanya persediaan dan properti , pabrik, dan peralatan perlu disesuaikan dengan dampak dari perubahan harga .
2.3 Sudut Pandang Internasional Terhadap Akuntansi Inflasi AMERIKA SERIKAT
7
Pada tahun 1979, FSAB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (statement of financial accounting standards-SFAS) No. 33. Berjudul “pelaporan keuangan dan perubahan harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap. Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.33 mengemukakan bahwa : a. Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan. b. Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar. c. Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data biaya kini. 2.4 Laporan Keuangan di Masa Perubahan Harga Berpotensi Menyesatkan Selama periode inflasi, nilai aktiva yang dicatat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang mencerminkan nilai terkininya (yang lebih tinggi). Nilai aktiva yang lebih rendah menghasilkan beban yang dinilai lebih rendah dan laba dinilai lebih tinggi. Ketidakakuratan pengukuran ini mendistorsi (1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu historis, (2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja, dan (3) data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan. Laba yang dinilai lebih pada gilirannya akan menyebabkan : 1. Kenaikan dalam proporsi pajak. 2. Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham. 3. Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja. Pembahasan Tahun 1970 adalah satu dekade inflasi yang tinggi di Amerika Serikat. FASB menerbitkan sebuah draft eksposur yang akan mewajibkan perusahaan untuk melaporkan informasi hargatingkat disesuaikan dalam laporan tambahan. Masalah khusus timbul dalam penerapan persyaratan biaya saat pernyataan ini untuk jenis aset tertentu, terutama sumber daya alam dan menghasilkan pendapatan properti real estate. Dewan akan mempertimbangkan masalah lebih lanjut dan alamat mereka dalam Exposure Draft dengan maksud untuk menerbitkan Statement pada tahun 1980. Pernyataan ini memberikan petunjuk pengobatan dari aset dan biaya terkait untuk perusahaan yang menyajikan informasi biaya saat ini untuk tahun fiskal yang berakhir sebelum 25 Desember 1980. 8
Pernyataan ini panggilan untuk dua perhitungan penghasilan tambahan, salah satu berurusan dengan dampak inflasi umum, berurusan lain dengan efek perubahan harga sumber daya yang digunakan oleh perusahaan. Dewan percaya bahwa kedua jenis informasi yang mungkin berguna. 3. Kasus Standar Pengukuran Instrumen Keuangan Akuntansi Instrumen keuangan merupakan salah satu hal menarik karena kompleksitas setelah menggunakan basis IFRS. Ikatan akuntansi keuangan (IAI) padabulan September 2006 mengeluarkan exposure draft (ED) PSAK 50 dan 55 (revisi 2006)tentang instrumen keuangan, yang merupakan adopsi dari IAS 32 dan IAS 39 yang telahdiamandemen. PSAK 50 (Revisi 2014) mengatur tentang Prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitaskeuangan, sedangkan PSAK 55 (Revisi 2014) mengatur tentang pengakuan danpengukuran instrumen keuangan.PSAK 60 (revisi 2014) yang diadopsi dari IFRS 7 merupakan standar yangmengatur tentang pengungkapan instrumen keuangan. PSAK 60 adalah hasil revisi dari PSAK 50 (revisi 2006)yangberisi tentang penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan, yang pada tahun 2010 Ikatan AkuntanIndonesia (IAI) mengambil kebijakan untuk memisahkan isi dari penyesuaian PSAK 50 dimana penyajian instrument keuangan diatur dalam PSAK 50 dan pengungkapan instrumen keuangan diatur dalam PSAK 60, dan mulaiberlaku
efektif pada 1 Januari 2015 maka laporan
keuangan
perusahaan harus ditata ulang sesuai dengan PSAKyang telah berlaku saat ini. PSAK 55 secara mendasar mengubah metodepengukuran dan pengakuan. Salah satu perubahan adalah pengakuan aset keuangan. PSAK55 membagi aset keuangan menjadi empat klasifikasi yaitu; aset keuangan yang ditetapkanuntuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, investasi dimiliki hingga jatuhtempo, pinjaman yang di berikan atau piutang dan aset untuk dijual. Salah satu klasifikasi aset keuangan adalah pinjaman yang diberikan atau piutang. 3.1 Dampak Implementasi PSAK 50/55 (Revisi 2006) Pada Laporan Keuangan Perbankan Dalam Bank Indonesia (2010), pada awalnya PSAK 50/55 akan diterapkan untuk laporan keuangan yang dimulai pada 1 Januari 2009. Namun demikian, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh penyusun laporan keuangan, DSAK-IAI memutuskan untuk mengubah tanggal efektif pemberlakuan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) menjadi untuk
9
periode yang dimulai setelah 1
Januari
2010
sesuai
dengan
pengumuman
No.705/DSAK/IAI/XII/2008. Sebagai entitas yang mayoritas struktur neracanya terdiri dari aset keuangan dan kewajiban keuangan, implementasi PSAK 55 dan 50 akan memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perbankan dibandingkan entitas pelapor lainnya dengan struktur neraca yang tidak didominasi oleh instrumen keuangan. Salah satu tantangan yang dihadapi perbankan dalam implementasi PSAK 55 adalah belum memadainya data historis yang dimiliki untuk menghitung penurunan nilai secara kolektif (collective impairment). Untuk itu, Bank Indonesia bersama dengan DSAK- IAI dan Dewan Standar Profesi Akuntan Publik (DSPAP)-IAI memberikan masa transisi khusus yang secara standar akuntansi dimungkinkan. Bagi bank yang belum memiliki data kerugian historis yang cukup dan belum dapat melakukan proses estimasi yang memadai untuk menentukan besarnya collective impairment, maka pembentukan collective impairment dapat mengacu pada pembentukan cadangan umum dan cadangan khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum sampai dengan 31 Desember 2011. Adapun bank yang tidak memiliki keterbatasan wajib tetap menerapkan perhitungan collective impairment sesuai PSAK 55. Tantangan lain yang dihadapi adalah perubahan secara cukup mendasar dalam metode pengukuran dan klasifikasi instrumen keuangan yang berdampak pada perlakuan akuntansi di bank. Klasifikasi instrumen keuangan menjadi Diukur pada Nilai Wajar Melalui Laporan Laba Rugi yang sebelumnya hanya ada untuk surat berharga, saat ini diterapkan untuk seluruh instrumen keuangan, termasuk kredit. Tantangan juga dihadapi bank untuk kredit, yang merupakan instrumen keuangan yang signifikan di perbankan. Kredit kemungkinan besar akan masuk dalam kategori Pinjaman Yang Diberikan dan Piutang (Loan and Receivables) yang diukur dengan cara harga perolehan yang diamortisasi (amortised cost). Untuk itu, bank perlu melakukan penyesuaian pengukuran dari semula berdasarkan baki debet menjadi berdasarkan amortised cost. Selain itu, penyajian laporan keuangan berdasarkan IFRS belum sepenuhnya mengadopsi kepentingan kehati-hatian perbankan. Cadangan yang dibentuk adalah sebesar selisih antara estimasi arus kas awal dengan estimasi arus kas setelah terdapat bukti obyektif terjadinya penurunan nilai. Sementara itu, sesuai dengan prinsip kehati-hatian perbankan, pembentukan 10
cadangan didasarkan baik pada incurred losss maupun expected loss sehingga modal bank diharapkan dapat menutup potensi kerugian yang terjadi. Untuk menjembatani hal tersebut, perhitungan cadangan sesuai ketentuan Bank Indonesia akan digunakan dalam konteks perhitungan modal, sementara untuk penyajian laporan keuangan bank tetap menghitung cadangan sesuai PSAK. Untuk memantau persiapan bank dalam menerapkan PSAK 55, Bank Indonesia telah meminta bank untuk menyampaikan action plan baik dalam aspek sumber daya manusia, sistem maupun proses. Selain itu, Bank Indonesia juga telah melakukan on site visit ke beberapa bank untuk melihat secara langsung persiapan yang dilakukan oleh bank. 3.2 Penerapan PSAK 50/55 (Revisi 2014) Berbasis IFRS Terhadap Manajemen Laba Scott (2009) dalam Nazarudin (2017) menjelaskan manajemen laba adalah tindakan manajer untukmelaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan denganmenggunakan kebijakan akuntansi. Contoh beberapa kasus skandal pelaporan keuanganseperti Enron, Merck, World. Com dan mayoritas perusahaan yang lainnya di AmerikaSerikat menyebabkan publik Amerika Serikat meragukan integritas dan kredibilitas parapelaku dunia usaha (Sulistyanto, 2008). Salah satu kasus manajemen laba yang pernah terjadi di Indonesia yang cukupfenomenal adalah PT. Kimia Farma, Tbk yang merupakan produsen obat-obatan milikpemerintah di Indonesia. Berdasarkan hasil Badan Pengawas Pasar Modal (2002)diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian laporan keuangan PT. Kimia FarmaTbk, berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan dalammelakukan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkanoverstated laba pada laba bersih sebesar 32,7 Miyar untuk tahun yang berakhir 31Desember 2001. Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berbasis IFRS inimerupakan salah satu upaya untuk menekan praktek manajemen laba, antara lain denganpendekatan principles based-nya, pengetatan aturan dan pendekatan fair value dalampenyajian laporan keuangan dianggap dapat meminimalisir tingkat manajemen laba yangdilakukan oleh manajemen perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan IAI tahun 2009yang dikutip dari Narendra
(2013)
dalam
Nazarudin
(2017)
yang menyebutkan
bahwa
IFRS
dapat
mempersulittindakan manajemen laba melalui penerapan fair value dan balance sheet approach. 11
KESIMPULAN FASB menerbitkan SFAS nomor 2 mengenai peraturan pengakuan biaya riset dan pengembangan, yaitu biaya riset dan pengembangan langsung diakui sebagai biaya pada periode dikeluarkannya biaya tersebut, dengan pengecualian biaya pengembangan software. Peraturan tersebut mulai berlaku 1 Januari 1975. Faktor-faktor yang mendasari perlakuan pengakuan biaya riset dan pengembangan adalah (Bierman dan Dukes, 1975) adalah (1) Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan oleh biaya riset dan pengembangan, (2) Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan, (3) Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep akuntansi untuk dapat dikelompokkan sebagai aktiva, (4) Matching principles antara pendapatan dan biaya,(5) Kurangnya relevansi informasi yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan kredit. Pada tahun 1979 FSAB memutuskan untuk menerbitkan SFAS No.33. Setelah diterapkan, banyak pengguna mengungkapkan, pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan, biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar, serta pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data biaya kini. Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif.
12
Akuntansi Instrumen keuangan merupakan salah satu hal menarik karena kompleksitas setelah menggunakan basis IFRS. Dimana PSAK yang mengatur mengenai instrument keuangan adalah: 1. PSAK 50(revisi 2006 kemudian direvisi lagi pada tahun 2014) yang merupakan adopsi dari IAS32, mengatur tentang Prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. 2. PSAK 55 (revisi 2006 kemudian direvisi lagi pada tahun 2014) yang merupakan adopsi dari IAS 39 yang telah diamandemen, mengatur tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. 3. PSAK 60 (revisi 2014) yang diadopsi dari IFRS 7 merupakan
standar yang mengatur
tentang pengungkapan instrumen keuangan. Dalam penerapan PSAK 50, 55, dan 60 memiliki pengaruh dalam penyusunan laporan keuangan perbankan. Dimana ada kendala, yakni belum memadainya data historis yang dimiliki untuk menghitung penurunan nilai secara kolektif (collective impairment), sistem informasi, kebijakan akuntansi, ketersediaan data, sumber daya manusia, komparabilitas laporan keuangan, ketersediaan data, feeding data dan waktu pelaporan. PSAK 50, 55, dan 60 yang mengacu pada IFRS jugamerupakan salah satu upaya untuk menekan praktek manajemen labaantara lain denganpendekatan principles based-nya, pengetatan aturan dan pendekatan fair value dalampenyajian laporan keuangan dianggap dapat meminimalisir tingkat manajemen laba yangdilakukan oleh manajemen perusahaan.
13
DAFTAR PUSTAKA https://www.pdfcoke.com/doc/305327170/Teori-Akuntansi-SAP-7(dikases pada 9 Oktober 2018) http://lhiyagemini.blogspot.com/2012/04/bab-7-resume-pelaporan-keuangan-dan.html(diakses pada 9 Oktober 2018) Nazarudin dan Joko Suseno.Pengaruh PSAK 50/55 (Revisi 2014) Berbasis IFRS dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. 2017. Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Kewirausahaan. Vol 6 No 3.Dalamhttp://jurnal.untan.ac.id/index.php/JJ/article/view/23257 (diakses pada 9 Oktober 2018) Sri Luna Murdianingrum, Marita. Dampak Implementasi PSAK 50 dan PSAK 55 Pada Laporan Keuangan Perbankan. Jurnal. Universitas Pembanguan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Dalam http://icebuss.org/paper/225.pdf (diakses pada 9 Oktober 2018)
14