13a. Askep Infeksi Pada Lansia.docx

  • Uploaded by: Fidiya
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 13a. Askep Infeksi Pada Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,961
  • Pages: 16
TUGAS BACA

KEPERAWATAN GERONTIK

INFEKSI PADA LANSIA

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh Bekasi, Indonesia

A. DEFINISI INFEKSI Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit.Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakitb akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal (Potter & perry, 2005). Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi / faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut mudah terkena infeksi, antara lain : 1.

2.

Faktor hospes meliputi : a.

Penyakit utama

b.

Prosedur invasif

c.

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai

d.

Malnutrisi

e.

Dehidrasi

f.

Gangguan mobilitas

g.

Inkontinensia

h.

Keadaan imunitas tubuh

i.

Berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita tersebut

Faktor agent meliputi : a. Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikasi b. Virulensi dari kuman

3.

Faktor lingkungan meliputi : a. Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau panti werdha b. Faktor lingkungan yang terdapat pada institusi meliputi pengawasan infeksi yang terbatas, area yang padat, kontaminasi silang, dan lambatnya deteksi dini

B. FAKTOR PADA PENDERITA

1. Faktor Nutrisi Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa

mikronutrien yang penting, misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh.

2. Faktor Imunitas Tubuh Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain – lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan selular (netrofil, makrofag, limfosit T). Sistem imun alamiah merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberi respons imun langsung terhadap antigen dan tanpa waktu untuk mengenalnya terlebih dahulu.

3. Faktor Perubahan Fisiologik Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga seringkali terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut kedalam saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (Yoshikawa, 1996). Berbagai obat – obatan yang aman diberikan pada usia muda harus secara hati – hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih memperburuk berbagai fungsi organ, antara lain hati dan ginjal.

4. Faktor Terdapatnya Berbagai Proses Patologik Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes melitus, PPOM, keganasan atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya infeksi, mempersulit pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.

C. MANIFESTASI INFEKSI PADA USIA LANJUT

Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut yang lain, manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti berikut ini : a) Demam Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip oleh Yoshikawa, mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Walaupun demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam masih penting, sehingga Yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut : 1) Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F 2) Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C b) Gejala tidak khas Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dll sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap batuk “biasa” (Fox, 1988; Hadi Martono 1992, 1993). c) Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid) Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya (Hadi Martono, 1993; Yoshikawa, 1986; Smith, 1980).

D. BERBAGAI INFEKSI PADA USIA LANJUT

Jenis Infeksi Pneumonia

Catatan Penyebab kematian utama karena infeksi pada usia lanjut, sehingga dinyatakan sebagai the old men’s friend

Infeksi saluran kemih

Penyebab terbanyak terjadinya bakteremia/sepsis pada lansia

Infeksi intra abdominal

Gangren apendiks dan vesika felea terbanyak pada lansia, di vertikulitis terdapat terutama pada lansia

Infeksi jaringan lunak

Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada lansia

Bakteremia/sepsis

Dari semua kasus 40% terjadi pada lansia, mengakibatkan 60% kematian

Endokarditis infektif

Meningkat prevalensinya pada lansia

Tuberkulosis

Peningkatan kasus secara mencolok pada lansia, termasuk yang berada di panti werdha

Atritis septika

Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan peningkatan resiko pada lansia

Tetanus

Di AS, 60% dari semua kasus tersering pada lansia

Herpes zoster

Prevalensi meningkat seiring dengan penuaan, neuralgia pasca herpetic sering timbulpertama pada usia lanjut

(Yoshikawa, 1990)

E. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA USIA LANJUT

1. Diagnosis Mengingat gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut yang tidak khas dan sering menyelinap, maka diagnosis merupakan tonggak penting pada penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut. Untuk hal tersebut asessmen geriatri merupakan tata cara baku yang dianjurkan. Pemeriksaan fisik, psikis dan lingkungan dan pemeriksaan tambahan yang penting secara menyeluruh sesuai form baku perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga kemungkinan mis- atau under diagnosis bisa dihindari sekecil mungkin dengan asessmen geriatri ini juga dapat ditegakkan : 1) Penyakit infeksi yang terdapat 2) Penyakit ko-morbid yang menyertai, antara lain gangguan imunologik, penyakit jantung, ginjal PPOM, penyakit hati dll. 3) Gangguan mental/kognitif yang mungkin mempersulit pengobatan 4) Sumberdaya sosial/manusia yang ada untuk penatalaksanaan jangka pendek atau jangka panjang

2. Terapi Antibiotika Terapi antibiotika harus segera dilakukan bila semua spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologis sudah dikirimkan. Secara empiris antibiotika berspektrum luas, antara lain golongan beta-laktam atau kuinolon dapat diberikan. Antibiotika berspektrum sempit baru bisa apabila hasil kultur dan sensitivitasnya mendukung (Hadi Martono, 1996). Pada usia lanjut, pemakaian antibiotika harus langsung diberikan dengan menggunakan dosis penuh, akan tetapi tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang terjadi.

3. Terapi Suportif Harus selalu diingat bahwa sebagian besar usia lanjut sudah dalam keadaan status gizi yang kurang baik sebelum sakit (keadaan ini pula yang menyebabkan lansia mudah terserang infeksi). Pemberian diet dengan kalori dan protein yang cukup harus diupayakan, bila perlu dengan pemberian nutrisi enteral/parenteral. Hidrasi yang cukup juga seringkali diperlukan untuk membantu penyembuhan penderita. Pemberian vitamin dan mineral (Cu, Zn) seringkali diperlukan pada keadaan gizi yang kurang baik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Agus Tessy, 2001). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

B.

Klasifikasi Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: 4. Kandung kemih (sistitis) 5. uretra (uretritis) 6. prostat (prostatitis) 7. ginjal (pielonefritis) Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi: 1. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. 2. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaankeadaan sebagi berikut: a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK. c. Gangguan daya tahan tubuh d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C. Etiologi 1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: a.

Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)

b.

Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated

c.

Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.

2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: a.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif

b.

Mobilitas menurun

c.

Nutrisi yang sering kurang baik

d.

Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral

e.

Adanya hambatan pada aliran urin

f.

Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: a.

masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.

b.

Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal

Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:

a.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.

b.

Mobilitas menurun

c.

Nutrisi yang sering kurang baik

d.

System imunnitas yng menurun

e.

Adanya hambatan pada saluran urin

f.

Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

E.

Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis): a.

Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih

b.

Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis

c.

Hematuria

d.

Nyeri punggung dapat terjadi

Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) a.

Demam

b.

Menggigil

c.

Nyeri panggul dan pinggang

d.

Nyeri ketika berkemih

e.

Malaise

f.

Pusing

g.

Mual dan muntah

F.

Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis - Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih. - Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2. Bakteriologis -

Mikroskopis

-

Biakan bakteri

3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek). c. Tes- tes tambahan: Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

G.

Penatalaksanaan Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas: -

Terapi antibiotika dosis tunggal

-

Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari

-

Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu

-

Terapi dosis rendah untuk supresi

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan

medikasi

yang

umum

mencakup:

sulfisoxazole

(gastrisin),

trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya: -

Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan

-

Interansi obat

-

Efek samping obat

-

Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal: 1.

Efek nefrotosik obat

2.

Efek toksisitas obat Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:

-

Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/

-

Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh membahnayakan/

-

Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?

-

Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

H. Pengkajian 1.

Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh

2.

Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:

3.

4.

-

Adakah riwayat infeksi sebelumnya?

-

Adakah obstruksi pada saluran kemih?

Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial. -

Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?

-

Imobilisasi dalam waktu yang lama.

-

Apakah terjadi inkontinensia urine?

Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih -

Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)

-

Adakah disuria?

-

Adakah urgensi?

-

Adakah hesitancy?

-

Adakah bau urine yang menyengat?

-

Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?

-

Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah

-

Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas

5.

Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.

Pengkajian psikologi pasien: -

Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

I.

Diagnosa Keperawatan Yang Timbul 1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. 2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. 3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

J. 1.

Intervensi Keperawatan Dx 1 : Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria evaluasi: Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul Intervensi: a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri. Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat; Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus e. Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot. f. Berikan perawatan perineal Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra g. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan. Kolaborasi: a. Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas b. Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri c. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari

Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih

2.

Dx 2: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria) Intervensi: a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi b. Tentukan pola berkemih pasien c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri. d. Kaji keluhan kandung kemih penuh Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung kemih/ginjal) a. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat b. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam Rasional: untuk mencegah statis urin Kolaborasi: a. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal b. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin. Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

3.

Dx 3: Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. Intervensi: a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi. b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik. c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan a. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri. Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC. Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih.Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Related Documents


More Documents from "mikekomala"