Referat
Selulitis Orbita dan Perseptal
OLEH :
1.
Bayu Pratama Putra, S.Ked
2.
Latifah Ramadani, S.Ked
3.
M. Kasyfi Ramadhan, S.Ked
4.
M. Ukrio Zefrizon, S.Ked
5.
Nur Rahmad, S.Ked
6.
Rika Wandari, S.Ked
7.
Shabrina Maharani, S.Ked
PEMBIMBING : dr. Isfyanto, SpM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU 2019 BAB I PENDAHULUAN Penyakit inflamasi orbital merupakan penyakit inflamasi yang terjadi pada beberapa atau semua struktur mulai dari orbital eksternal beserta bagian dalamnya. Penyakit inflamasi orbita diklasifikasi menjadi dua, yaitu inflamasi orbita akut dan inflmasi orbita kronik, yang mana selulitis preseptal dan selulitis orbital merupakan bagian dari penyakit inflamasi yang akut.1 Selulitis preseptal merupakan infeksi jaringan subkutan anterior dari septum orbital. Biasanya disebabkan oleh infeksi yang timbul di dalam kelopak mata akibat hordeolum, operasi kelopak mata, luka traumatis, atau gigitan hewan dan serangga. Penyebab lainnya yaitu pathogen prodominan spesies S.aureus dan Streptococcus.2 Walaupun tidak sepenuhnya merupakan penyakit orbital, penyakit ini harus dibedakan dari selulitis orbital. Gejala selulitis preseptal dapat menyerupai gejala tahap awal selulitis orbital, namun ditemukan proptosis, kemosis, atau keterbatasan gerakan ekstraokular.2 Selulitis preseptal jauh lebih umum namun lebih serius, terkadang penyakit dapat terjadi komplikasi cepat kearah selulitis orbital, hal tersebut disebabkan adanya penjalaran ke retroseptal.1 Sedangkan selulitis orbital adalah infeksi jaringan lunak di belakang septum orbital yang mengancam jiwa. dapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering terjadi pada anakanak. organisme penyebab yang paling umum adalah S.pneumonaiae, S.aureus, S.pyogenes dan H.Influenza. selulitis orbita mempunyai komplikasi yang cukup membahayakan, akibat letaknya yang berdekatan dengan 1
organ vital yaitu otak kita, sehingga salah satu komplikasinya dapat menyebabkan meningitis.3
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
1. Palpebra Mata dilengkapi dengan palpebra untuk melindungi diri terhadap gangguan lingkungan. Palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata dari segala trauma, mencegah terjadinya penguapan air mata, menjaga kelembapan mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan pada bagian belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus. Kulit palpebra sangat tipis sehingga mudah membengkak pada keadaan tertentu.4,5 Lapisan otot palpebra terdiri dari muskulus orbikularis okuli yang berfungsi untuk menutup kelopak mata, muskulus levator palpebra yang berfungsi untuk membuka mata, dan muskulus tarsalis superior dan inferior yang berfungsi untuk memperlebar celah mata. Palpebra bagian belakang ditutupi oleh konjungtiva. Konjungtiva yang melapisi permukaan belakang kelopak disebut konjungtiva palpebra sedangkan konjungtiva yang melapisi sklera bagian depan disebut sebagai konjungtiva bulbi. 4 Palpebra mempunyai 4 macam kelenjar yaitu kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut,dan kelenjar Meibom pada tarsus. Vaskularisasi palpebra berasal dari a. Oftalmik, a.zigomatik dan a.angularis. 4,5
2, Orbita Orbita merupakan lekuk untuk menempatkan bola mata dan sebagai pelindung bola mata dari dalam dan belakang. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang: Os. Frontalis, Os. Maxillari, Os. Zygomaticum, Os. Sphenoid, Os. Palatinum, Os. Ethmoid, dan Os. Lacrimalis. Dinding orbita terdiri dari tulang :5
3
I. II. III. IV.
Atap (superior) : os.frontal Lateral : os.frontal, os.zigomatik, ala magna os.sfenoid Inferior : os.zigomatik, os.maksila, os.palatina Nasal : os.maksila, os.lakrimal, os.etmoid
Kedua orbita terdapat di kanankiri garis tengah vertikal tengkorak antara kranium dan tulang wajah. Orbita berbentuk seperti piramid empat sisi dengan dasarnya menghadap kedepan luar, dan puncaknya adalah foramen optikum. 4 3. Bola Mata Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata terdiri atas sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa. Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. bagian depan dari bola kecil membentuk segmen anterior mata yang dibatasi oleh kornea yang jernih di depan, sedangkan sebagian besar bola abu abu membentuk segmen posterior yang terletak dibelakang lensa. Segmen anterior terbagi dua, yang terletak diantara lensa dan iris yang disebut kamera okuli posterior, dan yang diantara iris dan kornea disebut kamera okuli anterior. 4
Gambar 1 Anatomi Bola Mata6 4. Konjungtiva
4
Membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet yang berfungsi untuk membasahi bola mata terutama kornea. 5 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitae di fornices dan melipat berkalikali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.4,5
Gambar 2 Irisan melintang kelopak mata4
5. Sklera dan Episklera Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar.Jaringan ini padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di belakang. Sklera tersusun atas jaringan fibrosa yang padat, yang terdiri dari kolagen tipe 1, proteoglikan, elastin, dan glikoprotein. Tebal sklera pada
5
polus posterior 1mm dan ekuator 0,5 mm. Sedangkan episklera adalah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, yang membungkus permukaan luar sklera anterior, mengandung banyak pembuluh darah yang memasok sklera.4,5
6. Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, dan merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea berbentuk agak elips dengan diameter horizontal 12,6 mm dan diameter vertikal 11,7 mm. Berbeda dengan sklera yang berwarna putih, kornea jernih. Hal ini dikarenakan letak epitel kornea yang tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata rapi dan padat serta kadar airnya yang konstan dan tidak adanya pembuluh darah. Kornea disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang di lalui berkas cahaya menuju retina.Kornea bersifat tembus cahaya karena strukturnya uniform, avaskuler, dan deturgesens. Detugesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan olehfungsi sawar epitel dan endotel. Kerusakan selsel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, sedangkan cedera epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat, hilang pada saat epitel sudah beregenerasi.4,5 7. Uvea Uvea terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh darah, serabut saraf, jaringan ikat, dan otot. Iris merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior, terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing masing berisi humor aquaeus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Korpus siliaris: secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris ( + 6 mm ).Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal,sirkuler, dan radial. Fungsi seratserat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi seratserat zonula.Otot ini mengubah
6
tegangan pada kapsul lensa, sehinga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauhdalam lapangan pandang. Koroid merupakan segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid; besar,sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid,semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khoriokapilaris.4,5
8. Lensa Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus di sebelah posterior vitreus.Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.5
9. Humor Aquaeus Humor Aquaeus diproduksi oleh korpus siliare. Setelah memasuki kamera posterior, humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut kamera anterior.5
10. Sudut Kamera Anterior Sudut kamera anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. 5
11. Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina mengandung reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsangan cahaya. Di tengahtengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil). Di tengah makula, di sebelah
7
lateral diskus optikus, terdapat fovea yang merupakan suatu cekungan yang memberi pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Pembuluh darah didalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina mendapatkan nutrisi dari koroid.4,5
2.2
Definisi Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak
posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Selulitis preseptal didefinisikan sebagai suatu inflamasi dan infeksi yang terjadi pada kelopak mata dan struktur periorbital anterior sampai ke septum orbital.7
2.3
Etiologi Selulitis orbita adalah infeksi pada jaringan posterior di septum orbital.
Pada anakanak, selulitis orbita umumnya disebabkan infeksi bakteri seperti Streptococcus beta hemoliticus Grup A, S. Aureus, S. pneumoniae, H. influenza, M. catarrhalis, dan bakteri anaerob.8 Faktor predisposisi dari selulitis orbita dapat berupa sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis, benda asing dimata, infeksi gigi, tumor orbita dan endoftalmitis.6,9 Selulitis perseptal adalah infeksi pada jaringan yang berada didepan septum orbita umumnya terjadi pada anakanak pada rentang usia 37 tahun. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh bakteri S. aureus, S. epidermidis, S. pneumonia dan bakteri anaerob ataupun bakteri aerob.8 Selulitis perseptal dapat disebabkan oleh fokus infeksi yang berasal dari kelopak mata seperti dakriosistitis
8
akut, hordeolum, kalazion, konjungtivitis berat, impetigo, dan erysipelas. Selulitis ini juga dapat disebabkan akibat operasi mata dan gigitan binatang.8
2.4 Epidemiologi
Berdasarkan analisis retropekstif, infeksi pada mata dapat terjadi pada semua usia namun lebih sering terjadi pada anak anak. Usia pasien yang mengalami infeksi adalah usia 1 minggu sampai 16 tahun dengan usia rata rata 6 hingga 8 tahun. Pada studi lain dinyatakan sebagian besar kasus selultis orbita dapat terjadi pada kelompok usia anak (020 tahun) dengan persentase sebesar 44 %, kemudia dilanjutkan dengan usia pertengahan sebesar 40 %, dan lanjut usia dengan persentase sebesar 16 % dengan usia ditas 50 tahun. Tidak ada hubungan perbedaan jenis kelamin. Diketahui terdapat hubungan musim dengan peningkatan angka kejadian selulitis preseptal dan orbita karena berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan dan sinus paranasal dan menampakkan gejala infeksi orbita yang unilateral.7
2.5
Patogenesis Kuman masuk kedalam rongga mata bisa secara langsung melalui sinus
paranasal dan dapat masuk melaui pembuluh darah ketika terjadinya trauma. Dinding medial orbita yang tipis, merupakan celah untuk jalur neurovaskular dan merupakan defek alami pada tulang yang memungkinkan jalur mudah bagi bahan infeksius ethmoidal dan ruang subperiorbital ke bagian medial orbita. Selulitis orbita pada bayi sering disebabkan oleh sinusitis edmoidal yang merupakan penyebab eksoftalmus monocular pada bayi.5
9
2.6
Diagnosis dan diagnosis banding Diagnosis selulitis orbital dan selulitis perseptal dapat ditegakkan
berdasarkan keluhan pasien yaitu pembengkakan kelopak mata dan kemerahan dan dapat disertai gejala umum seperti demam dan malaise. Di antara tandatanda klasik selulitis preseptal adalah edema kelopak mata / eritema / kehangatan dan demam.10 Berikut kunci klinis yang dapat membantu kita membedakan selulitis preseptal dan orbital :10 a. Selulitis preseptal; edema dan eritema kelopak mata, ketajaman visual
normal, tidak adanya proptosis, pupil dengan reaksi normal terhadap cahaya, saturasi warna normal, konjungtiva normal, dan gerakan okular normal. b. Selulitis orbita: edema kelopak mata dan eritema, berkurangnya ketajaman
visual, terdapat proptosis, defek pupil aferen relatif dapat terjadi, saturasi warna berkurang, konjungtiva dan gerakan ekstraokular berkurang dengan nyeri yang timbul akibat gerakan. Selulitis dapat meluas ke pipi dan dahi. Juga tak jarang dapat ditemukan abses kelopak mata yang berhubungan dengan selulitis preseptal, yang mungkin memerlukan tindakan insisi dan drainase.
10
Gambar 3. Selulitis Preseptal10
Gambar 4. Selulitis orbita10
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang dan menegakkan diagnosis berguna untuk menggambarkan area wajah yang terkena selulitis menggunakan penanda kulit, untuk memantau perkembangan penyakit seiring berjalanannya waktu. Adapun pemeriksaan tersebut meliputi :10 1. Hitung darah lengkap untuk melihat adanya gambaran leukositosis. 2. CT scan: Kadangkadang edema kelopak mata begitu parah sehingga
menghalangi pemeriksaan mata dan hal ini membuat perbedaan antara selulitis preseptal dan orbital sulit dilakukan.. Dalam kasus ini, sangat berguna untuk dilakukannya CT scan orbita dan sinus (untuk mendiagnosis apakah terdapat kaitannya juga dengan sinusitis). 3. Kultur melalui pengambilan bahan dari luka kelopak mata, konjungtiva,
darah, isi abses, atau sekresi sinus paranasal. Ini penting karena akan 11
berkaitan dengan terapi antibiotik yang paling tepat sesuai dengan sensitivitas bakteri. 4. Kelenjar getah bening kepala dan leher untuk menilai adanya
limfadenomegali. 5. Periksa tandatanda iritasi meningeal untuk mengevaluasi adanya
komplikasi intrakranial. Diagnosis Banding:10 1. Orbital cellulitis. 2. Adenoviral keratoconjunctivitis. 3. Allergic conjunctivitis. 4. Contact dermatitis. 5. Kawasaki’s disease (children). 6. Idiopathic orbital inflammation. 7. Thyroid eye disease. 8. Dacryocystitis.
2.7
Tatalaksana Manajemen selulitis preseptal pada dasarnya adalah tatalaksana medis
nonbedah, pendekatan bedah biasanya tidak diperlukan. Namun apabila mengenai anak di bawah 1 tahun harus ditindaklanjuti di rumah sakit. Pengobatan rawat jalan dengan sefalosporin generasi pertama, amoksisilin dan asamklavulanat atau seftriakson cocok untuk kasuskasus ringan anakanak yang lebih besar dari 1 tahun. Jika tidak ada respons terhadap pengobatan dalam 4872 jam, terapi intravena harus dilakukan. Pada kasus yang parah, diperlukan terapi intravena dan observasi ketat di rumah sakit. Menggunakan sefalosporin generasi kedua atau ketiga dan penisilin. Pada kasus yang disebabkan bakteri anaerob dan S. Aureus pengobatan klindamisin + sefalosporin bisa menjadi pilihan.8
12
Kloramfenikol dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Followup tambahan selama satu hari disarankan setelah mencapai perbaikan klinis dalam waktu 4872 jam setelah terapi antibiotik. Total pengobatan harus diselesaikan 14 hari dengan antibiotik oral.8 Jika ditemukan abses pada palpebra, drainase abses harus dilakukan.11 Manajemen selulitas orbita menggunakan terapi ampicillinsulbactam intravena untuk 2448 jam awal bisa menjadi pilihan, dengan mengingat bahwa rejimen ini mungkin memerlukan evaluasi ulang. Drainase bedah yang diikuti dengan terapi antibiotik adalah andalan dengan adanya abses subperiosteal atau intraorbital. Kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa anakanak di bawah 12 15 bulan dengan tandatanda penyakit sistemik dapat ditindaklanjuti di rumah sakit untuk terapi parenteral.8
2.8
Prognosis Selulitis preseptal adalah penyakit dengan risiko komplikasi yang rendah,
asalkan pasien menjalani perawatan medis yang tepat. Namun, kemungkinan inflamasi berkepanjangan di daerah retroseptal membuat manajemen multidisiplin ilmu diperlukan untuk mencapai penyembuhan dan meminimalkan risiko cacat pengelihatan yang merugikan. Selulitis orbita dapat menyebabkan komplikasi okular dan neurologis yang serius. Penggunaan modalitas pencitraan yang tepat waktu dan tepat sasaran, terapi antimikroba yang adekuat dan terapi pembedahan akan memberikan prognosis lebih baik.8
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international,2007. hal. 384386.
2.
Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi Umum Edisi 19. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2018. hal. 607608.
3.
Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 6th ed. Elsevier, 2007.hal.175176.
4.
Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada; 2012.hal.40.
5.
Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2004. Hal. 113, 101102.
6.
Kersten RC, et al. Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco, California 2005
7.
Mallika OU, Sujatha, Narayan S. Orbital and preseptal cellulitis. Kerala Journal of Opthalmology. MAret 2011; Vol XXIII (1); 104.
8.
Ackay E, Can GD, Cagil N. Preseptal and orbital cellulitis. Journal of Microbiology and Infectious Disease. 2014;4 (3): 123127
14
9.
Chaudhry IA, Shamsi FA, Elzaridi E, AlRashed W, AlAmri A, AlAnezi F, et al. Outcome of Treated Orbital Celluliti in a Tertiary Eye Care Center in the Middle East. Ophthalmology. 2007; 114(2): hal. 34554.
10. Fabiola, Rodiguez VM. Perseptal celulitis. Available on https://eyewiki.aao.org/Preseptal_cellulitis. 11. Botting AM, Mc Intosh D, Mahadevan M. Paediatric pre and postseptal periorbital infections are different diseases: A retrospective review of 262 cases. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2008; volume 72: hal 377–83.
15