REFERAT KEDOKTERAN PAPILITIS
Disusun Oleh : Mia Novita Sari 406181028
Pembimbing : dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD K.R.M.T SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 26 NOVEMBER – 30 DESEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Mia Novita Sari (406181028)
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Tarumanagara
Tingkat
: Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan
: Ilmu Penyakit Mata
Judul Referat
: PAPILITIS
Pembimbing
: dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL
: …………………………………….
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Mengetahui, Pembimbing,
Dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M NIP. 19580930 198610 2 001 2
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL............................................................................
1
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….
2
DAFTAR ISI............................................................................................
3
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...
4
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
6
2.1 ANATOMI ORBITA..........................................................................
6
2.2 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI.....................................................
6
2.3 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS ...................................................
7
2.4 MANIFESTASI KLINIS....................................................................
7
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.......................................................
8
2.5.1 ANAMNESIS………………………………………………
8
2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK……………………………………
8
2.5.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………..
9
2.6 DIAGNOSIS BANDING.................................................................
11
2.7 KOMPLIKASI.................................................................................
11
2.8 PENATALAKSANAAN.................................................................
12
2.9 PROGNOSIS...................................................................................
13
BAB III. KESIMPULAN........................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
15
3
DAFTAR GAMBAR GAMBAR2.1 Anatomi Orbita..................................................................
5
GAMBAR 2.2 Orbita dan Bola Mata…………………………………..
5
GAMBAR 2.3 Selulitis Orbita………………………………………….
8
GAMBAR 2.4 Selulitis Orbita pada pasien anak 3 tahun………………
8
GAMBAR 2.5 Selulitis Orbita pada pasien dewasa…………………….
8
GAMBAR 2.6 Swab konjungtiva……………………………………….
9
GAMBAR 2.7 Pewarnaan gram kuman Streptococcus sp………………
9
GAMBAR 2.8 Pewarnaan gram kuman Staph. Aureus…………………
9
GAMBAR 2.9 Pewarnaan gram kuman H. influenzae………………….
9
GAMBAR 2.10 CT Scan selulitis orbita………………………………..
9
GAMBAR 2.11 MRI Selulitis orbita……………………………………
9
GAMBAR 2.12 Tabel diagnose banding Selulitis orbita……..…………
10
4
BAB I PENDAHULUAN Selulitis adalah peradangan difus yang terjadi terutama pada subkutan jaringan ikat1, sedangkan selulitis orbita atau postseptal selulitis sendiri merupakan peradangan supuratifa jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum orbita. 2 Selulitis Orbita biasanya disebabkan oleh kelainan pada sinus paranasal, terutama etmoidalis,3 juga bakteri. Staphylococcus dan Streptococcus adalah bakteri paling sering menyerang pada dewasa, dan Haemophilus influenzae pada anak-anak.4 Sebagai seorang dokter umum, selulitis orbita harus menjadi perhatian karena merupakan hal serius dan termasuk kedaduratan mata yang dapat membahayakan penglihatan bahkan hidup.3,5,6 Seorang dokter umum harus mampu memberikan tatalaksana awal sebelum merujuk pasien dengan suspect selulitis orbita agar cepat ditangani. Selulitis orbita ini sendiri sering terjadi pada anak-anak.3,7 Gejala yang dikeluhkan oleh pasien juga hampir sama dengan keluhan pasien mata pada umunya, seperti kemerahan, penglihatan kabur atau penglihatan ganda, dll,4 sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, juga pemeriksaan penunjang harus dilakukan dengan benar dan teliti. Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita memiliki angka kematian yang tinggi berkisar 17% sampai 20%, namun dengan diagnosis yang tepat dan pemberian antibiotik yang tepat guna angka ini berkurang secara signifikan.8
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 ANATOMI ORBITA Orbita adalah struktur berbentuk piramid dengan empat dinding yang bertemu pada apeks, yang terdiri dari tujuh tulang, yaitu lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum, dan zigomatikum. Rongga ini berisi bola mata, muskulus, nervus, lemak, dan pembuluh darah, dengan ukuran panjang 35mm, lebar 40mm, kedalaman 40mm, dan volume sekitar 30mL, yang bervariasi sesuai ras dan jenis kelamin.9
Gambar 2.1 Anatomi Orbita
Gambar 2.2 Orbita dan bola mata
Terdapat beberapa celah pada rongga orbita:10
Foramen optik, yang terletak pada apeks orbita dan dilalui oleh saraf optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus koroid.
Fisura orbita superior, yang dilewati oleh saraf lakrimal(N. V), saraf frontal(N. V), saraf troklear(N. IV), saraf oculomotor(N. III), saraf nasosiliar(N. V), abdusen(N.VI), dan arteri vena oftalmik.
Fisura orbita inferior, dilalui oleh saraf infraorbital dan zigomatik, juga arteri infraorbital.
2.2 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum orbita.2,11 Infeksi ini juga bersifat serius karena melibatkan otot dan lemak dari orbita.12 Selulitis
6
Orbita juga bisa disebut Postsepta selulitis.7 Di negara dengan 4 musim, insidens sering terjadi saat musim dingin, dikarekanan kenaikan insidensi sinusitis secara bersamaan. Dalam penelitian di Amerika Serikat juga mengungkapkan bahwa penyebab tersering adalah infeksi dari golongan community acquired Staph. Aureus. Anak-anak menjadi pasien tersering untuk kasus ini dibandingkan orang dewasa.3,6,11 Bakteri Staph. Aureus dan Streptococcus sp., juga Haemophilus influenzae pada anak-anak, adalah infeksi bakteri yang ditemukan tersering, selain daripada etiologi lainnya seperti infeksi jamur, infeksi dari odontogen, sinusistis, trauma, dll.3,4,7 Untuk Indonesia, data selulitis orbita tidak diketahui, namun pernah tercatat dalam sebuah laporan kasus di salah satu Universitas di Surabaya mengenai infeksi yang awalnya odontogen yang berlanjut ke selulitis orbita pada seorang pasien dewasa.13
2.3 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Mikroorganisme penyebab selulitis orbita:3,4,7,11,14,15
Staphylococcus sp.
Streptococcus sp., dimana juga adalah salah satu odontogen tersering.
Haemophilus influenzae, penyebab tersering pada anak-anak.
Moraxella catarrhalis, Pseudomonas, E.coli
Jamur, Mucor dan kelompok Aspergillus sp., tersering pada pasien dengan imun rendah.
Penyakit ini juga dapat menginfeksi manusia dengan beberapa cara, yaitu:11,14
Eksogen, infeksi luar dari benda asing yang masuk langsung ke mata, trauma, ataupun infeksi pasca operasi mata.
Endogen, penyebaran yang jarang terjadi, seperti metastasis infeksi dari abses payudara, sepsis purpura, dan septicaemia.
Extension atau perluasan infeksi dari daerah sekitar mata yang terinfeksi terlebih dahulu, seperti daerah sinus paranasal, gigi, wajah, kelopak mata, dan lain-lain di sekitar anatomis mata.
Infeksi pada mata cepat menyebar karena kurangnya sistem limfatik daerah orbita yang kemudian menyebar seperti infeksi pada umumnya sampai ke daerah atau struktur sekitarnya. Kerusakan yang terjadi juga cepat dan meluas dikarenakan tekanan intraorbital dari mata sendiri.
2.4 MANIFESTASI KLINIS Pada umunya keluhan pasien selulitis orbita hampir sama dengan pasien mata lainnya. Keluhan Orbita:3,4,7,11
7
Nyeri mata, terutama saat menggerakan bola mata
Mata terasa bengkak dan kemerahan
Gangguan penglihatan, juga bisa diplopia
Keluhan non-orbita:
Demam
Malaise
Sakit kepala
Mual
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 2.5.1 ANAMNESA Beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan pada pasien yang dating dengan keluhan seperti di atas adalah mengenai awal terjadinya keluhan, progresivitas penyakit, dan pengobatan yang sudah dilakukan baik dari fasilitas kesehatan atau pribadi sendiri. Perlu ditanyakan juga mengenai lingkungan sekitar seperti tempat tinggal, pekerjaan, juga aktifitas sehari-hari. Infeksi ataupun trauma yang terjadi sebelum keluhan awal (biasanya 24-48 jam), juga perlu diperhatikan seperti infeksi gigi, ataupun trauma mata. Imunitas pasien juga perlu diketahui sehingga perlu ditanyakan apakah pasien punya penyakit tertentu yang tidak bisa sembuh dengan obat-obatan, mengingat infeksi jamur orbita juga sangat rentan pada pasien dengan imunitas rendah. 2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK3,4,7,11,13,16 Daerah Orbita:
Proptosis.
Sekitar mata bengkak, eritem, teraba hangat.
Bulu mata: masih sempurna atau kadang sulit dinilai jika daerah mata sangat bengkak.
Kelopak mata: kedudukan sudah tidak simetris, bengkak, dan pasien cenderung menutup mata oleh karena nyeri, dan terkadang bisa didapatkan lakrimasi ataupun cairan yg keluar dari mata.
Konjungtiva: kemerahan atau sulit ternilai pada pasien yang terasa nyeri sekali.
Kornea, bilik mata depan, iris, pupil, lensa dalam batas normal.
Pemeriksaan lapang pandang: lapang pandang sempit, pandangan ganda. 8
Pemeriksaan tajam penglihatan: penglihatan kabur atau berkurang pada mata yang terinfeksi.
Peningkatan TIO.
Tanda-tanda pasca trauma pada mata.
Gambar 2.311 Selulitis Orbita
Gambar 2.411 Selulitis Orbita pada pasien anak berusia 3 tahun
Gambar 2.53 Selulitis Orbita pada pasien dewasa
Non-orbita:
Tanda-tanda vital: Suhu tubuh meningkat, frekuensi pernapasan meningkat
Perhatikan daerah sekitar orbita: o Hidung: nyeri tekan sinus, sekret pada hidung, edem dan hipertrofi concha nasi o Gigi geligi: carries dentis, pulpitis, abses gingiva yang tidak diperhatikan
2.5.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG3,7,17
Laboratorium o Hematologi. Adanya peningkatan sel PMN(tanda akut) o Kultur (darah, swab konjungtiva, sekret hidung)
9
Gambar 2.617 Swab konjungtiva
Gambar 2.717 Pewarnaan gram kuman Streptococcus sp.
Gambar 2.817 Pewarnaan gram kuman Staph. Aureus
Gambar 2.917 Pewarnaan gram kuman H. influenzae
Radiologi o X-Ray sinusparanasal o CT-Scan o MRI
Gambar 2.107 CT scan selulitis orbita
Gambar 2.113 MRI selulitis orbita
10
2.6 DIAGNOSIS BANDING3
Gambar 2.12 Tabel diagnosa banding selulitis orbita 2.7 KOMPLIKASI3 Selulitis Orbit harus ditangani segera cepat dan tepat. Jika didapatkan adanya tanda-tanda selulitis orbita di pelayanan kesehatan primer, seorang dokter harus bisa memberikan penatalaksanaan awal dan rujukan segera ke fasilitas kesehatan yang tepat. Komplikasi dari selulitis orbita meliputi:
Optic neuropati
Keratopati
Endoftalmitis
Oklusi arteri dan vena retina
Abses subperiosteal
Meningitis
11
Abses otak
2.8 PENATALAKSANAAN7,9,12,18
Penanganan segera dari layanan primer ke fasilitasl lanjutan (rawat inap)
Perlindungan atau cover mata untuk cegah masuknya kotoran
Monitor fungsi optikus
Farmakologi o Analgesik dan anti inflamasi, untuk membantu menghilangkan nyeri dan demam. o Antibiotik Pemberian Antibiotik diberikan seger mungkin secara empirik pada pasien dengan selulitis orbita. Durasi pemberian abtibiotik yaitu selama 2-3 minggu. Pasien dengan sinusitis dari etmoid dan destruksi tulang sinus dianjurkan pemberian terapi lebih lama yaitu 4 minggu. Antibiotik yang diberikan secara empirik meliputi:
Sefalosporin gen 3: sefotaxim, seftriakson
Metronidazole atau klindamisin untuk infeksi kuman anaerobik
Vankomisin atau Klinadamisin untuk pasien degan riwayat trauma
Vankomisin, lefofloksasin, metronidazole, untuk pasien alergi penisilin
Untuk pasien anak yang sering terkena infeksi oleh H. influenzae diberikan kloramfenikol dan asam klavulanat.
Jika ada keluhan nasal, nasal dekongestan dan vasokonstriktor diperlukan oleh pasien dengan konsultasi dari Otolaryngologist.
Pemberian antibiotik secara Intravena dapat diberikan secara empirik pada pasien suspect selulitis orbita. Obat yang diberikan secara IV biasanya vankomisin, Seftriakson, Metronidazole, Siprofloksasin. Pemberian secara intravena harus dipantau, dan jika sudah ada perbaikan, pemberian terapi bisa diterusakn per oral.
Pembedahan Drainase abses secepatnya yang dilakukan oleh spesialis mata. Pembedahan dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon pada antibiotik, terdapatnya abses yang meluas, ataupun infeksi intrakranial.
Evaluasi Untuk melihat kemajuan atau perkembengan dari kesembuhan dan pengobatan yang diberikan dan mencegah timbulnya kekambuhan
12
2.9 PROGNOSIS Qua ad vitam: bonam (mengancam jiwa jika tidak diterapi secepatnya) Qua ad functionam: bonam (dapat mengakibtkan kebutaan jika sudah merusak N.II) Qua ad sanationam: bonam (tergantung dengan kepatuhan pasien dan ketepatan pemberian terapi)
13
BAB III KESIMPULAN Selulitis orbita adalah peradangan supuratifa jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum orbita. Anak-anak paling sering terkena penyakit ini. Pada dewasa penyakit ini sering disertai dengan sinusitis atau infeksi odontogen yang menyebar. Staph. Aureus, Streptococcus sp., H. influenzae adalah bakteri yang sering ditemukan. Keluhan dan pemeriksaan fisik dari pasien didapatkan adanya nyeri terutama saat menggerakkan bola mata, kemerahan, proptosis, demam, hingga malaise. Pemberian analgesik dan antibiotik diperlukan oleh pasien, sebelum dilakukan tindakan pembedahan yang perlu jika pemberian obat-obat tersebut tidak adekuat. Komplikasi yang fatal dapat mengakibatkan hilangnya fungsi penglihatan jika terapi tidak dilakukan dengan cepat dan tepat.
14
DAFTAR PUSTAKA 1. Merriam-webster.com. (2018). Definition of CELLULITIS. [online] Available at: https://www.merriam-webster.com/dictionary/cellulitis [Accessed 6 Dec. 2018]. 2. Ilyas, H. and Yulianti, S. (2015). ILMU PENYAKIT MATA. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp.104-105. 3. Bowling, B. and Kanski, J. (2016). Kanski's clinical ophthalmology. 8th ed. [Erscheinungsort nicht ermittelbar]: Elsevier, pp.87-89. 4. Yanoff, M., Duker, J. and Augsburger, J. (2009). Ophthalmology. 4th ed. [Edinburgh, etc.]: Mosby Elsevier, p.1328. 5. Murphy, C., Livingstone, I., Foot, B., Murgatroyd, H. and MacEwen, C. (2014). Orbital cellulitis in Scotland: current incidence, aetiology, management and outcomes: Table 1. British Journal of Ophthalmology, 98(11), pp.1575-1578. 6. JOHN, T. (2015). Chicago Manual: Mata dan Kedaruratan Mata. 1st ed. Jakarta: EGC, pp.258-259. 7. Asbury, T., Riordan-Eva, P. and Vaughan, D. (2011). Vaughan & Asbury's general ophthalmology. 18th ed. New York: McGraw-Hill, pp.264-265. 8. Chaudhry, I., Al-Rashed, W. and Arat, Y. (2012). The hot orbit: Orbital cellulitis. Middle East African Journal of Ophthalmology, 19(1), p.34. 9. Budiono, S. and Saleh, T. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. 1st ed. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP), pp.191-204. 10. Ilyas, H. (2009). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp.263-265. 11. Khurana, A., Khurana, A. and Bhawna, K. (2015). Comprehensive Ophthalmology. 6th ed. DL: Jaypee Brothers Medical Publishers(jaypee), p.409. 12. Danishyar A, Sergent SR. Orbital Cellulitis. [Updated 2018 Oct 27]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018 Jan-. 13. Riyanto, H., Desy, B. and Kaloso, H. (2009). Orbital Cellulitis and Endophthalmitis Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal Oftalmologi Indonesia, 7(1). 14. Emedicine.medscape.com. (2018). Orbital Cellulitis: Background, Etiology, Epidemiology. [online] Available at: https://emedicine.medscape.com/article/1217858overview#a5 [Accessed 6 Dec. 2018].
15
15. Bahl R, Sandhu S, Singh K, Sahai N, Gupta M. Odontogenic infections: Microbiology and management. Contemp Clin Dent. 2014;5(3):307-11. 16. Wijana, N. (2018). ILMU PENYAKIT MATA. 6th ed. pp.75-76. 17. Bjgp.org. (2018). [online] Available at: https://bjgp.org/content/bjgp/65/639/552/F1.large.jpg?width=800&height=600&carousel= 1 [Accessed 6 Dec. 2018]. 18. Sitompul, R. (2016). Panduan Pemerian Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Mara. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
16