maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan (orang tuanya).” (HR. Bukhari & Muslim) Hukum Menuntut Ilmu Syar'i
zakat. Begitulah seterusnya dalam setiap urusan seperti juga puasa, haji, muamalah dan lainnya. Dalam keadaan yang lain, menuntut ilmu bisa menjadi fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat secara umum. Bila tidak ada yang melakukannya atau untuk bisa mewakilinya, maka semua umat Islam akan berdosa. Dan ada kalanya menuntut ilmu itu hanya dihukum sebagai sunnah saja.
Tidak semua hukum menuntut ilmu dalam setiap keadaan adalah sunnah. Yakni, diberikan pahala bagi pelakunya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya. Ada beberapa keadaan yang menuntut ilmu Kriteria Ilmu Syar'i menjadi sesuatu yang wajib 'ain bagi setiap orang, dan ia akan berdosa bila tidak 1. Ilmu syar'i yang benar adalah ilmu yang diambil dari Al-Quran dan As-Sunnah melakukannya, sebagaimana sabda Nabi sesuai dengan pemahaman Sholafush Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Menuntut sholeh (generasi sahabat dan tabi'in ilmu adalah wajib bagi seorang muslim.” serta tabi' tabi'in) (HR. Muslim) Kewajiban dalam hal ini berbeda pada 2 . I l m u s y a r ' i a d a l a h i l m u y a n g mengantarkan pemiliknya untuk taat setiap orang sesuai dengan kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, kedudukannya. Kewajiban seorang takut kepada-Nya, dalam keadaan pemimpin mempelajari ilmu tentang sendiri ataupun bersama orang lain. rakyatnya tidak sama dengan kewajiban Abdullah bin Mas'ud berkata, “Bukanlah seorang suami pada keluarga dan ilmu dengan banyaknya riwayat, tetapi tetangganya. Kewajiban pedagang untuk ilmu adalah rasa takut (kepada Allah). mempelajari ilmu tentang jual beli tidak (lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim Alsama dengan mereka yang bukan Jauziyah) pedagang. Intinya adalah harus disesuaikan dengan kebutuhan masing- 3. Ilmu syar'i yang harus kita raih adalah ilmu yang mendorong pelakunya untuk masing. beramal dan mempraktekkan ilmunya, Seorang muslim wajib mempelajari bukan sebatas pengetahuan atau ilmu terhadap sesuatu pekerjaan yang akan penambah wawasan, atau sekedar dilakukannya, yang mana tanpa ilmu, bisa meraih jabatan dan ijazah. Jangan lupa menghalanginya dalam melakukan sesuatu bahwasanya ilmu tanpa amal bagaikan tersebut dengan benar. Misalnya, ketika pohon tanpa buah. Buah ilmu yang seseorang hendak mengerjakan shalat, sebenarnya adalah mengamalkan ilmu maka ia harus mempunyai ilmu tentang itu. shalat, jika tidak maka ketidaktahuannya tentang shalat akan menghalanginya untuk Rahmat dapat shalat dengan cara yang benar. Apabila ia mempunyai harta yang harus di Bahan bacaan: zakatkan dan sudah terpenuhi persyaratan - 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara, karangan Abul qa'qa' wajib zakat, maka wajib baginya mengkaji Muhammad bin Shalih Alu Abdillah. hukum-hukum yang berkaitan dengan 4 Nasehat Jangan dibaca ketika Khatib berkhutbah
Diterbitkan Oleh:
Yayasan Dar el-Iman Padang Tim Ahli
: Ust. Faishal Abdurrahman, Lc Ust. Muhammad Elvi Syam, Lc Dewan Redaksi : Abu Salman, Rahmat Ika Syahrial Alamat Redaksi : Jl. Rasak No 28 Lolong Padang Sirkulasi : 0751-7801636 & 081374328222 Kritik & Saran : 08126638098, 0751-7801669 Konsultasi Agama : 085274072458 E-mail :
[email protected] No Rekening : BNI cab Padang Jl A.Yani 0119869013 a/n Faisal Rahman
Dakwah Kita
Info Kajian Umum
Buletin Vol 10/Th 1/2007
Meniti Jejak Generasi Islam Pertama
BAGI YANG TAHU BETAPA PENTINGNYA ILMU Kenapa kita perlu berbicara tentang ilmu syar'i? Tidak diragukan lagi bahwasanya kebangkitan Islam, dalam bentuk apapun juga, jika tidak berdiri di atas ilmu syar'i yang benar, bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman yang benar, maka akan berakibat kehancuran dan kemusnahan. Karena tanpa ilmu syar'i perbuatan laksana bulu diterpa angin. Terkadang digerakkan ke kanan oleh perasaan hati yang kering dari ilmu syar'i, terkadang pula condong ke kiri oleh semangat membabi buta, sehingga kebangkitan seperti ini berakhir dengan keruntuhan dalam waktu yang sangat singkat. Berbeda dengan semua itu, apabila seorang pemuda dibina untuk menuntut ilmu syar'i yang sesuai dengan dalil-dalil syar'i dan fenomena Rabbani, lalu mengamalkan isinya dan berpegang teguh dengannya, maka kebangkitan seperti ini akan tumbuh sedikit demi sedikit. Mulai tumbuh dan berkembang hingga mencapai masa matangnya. Setelah itu akan berbuah yang baik dan masak, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS. AlA'raf: 58)
Jangan dibaca ketika Khatib berkhutbah
Nasehat
1
Meniti Jejak Generasi Islam Pertama
Adalah penting bagi kita untuk berbicara mengenai motivasi belajar ilmu syar'i mengingat kita tengah berada di zaman yang semangatnya sudah mati, sehingga keinginan belajar ilmu syar'i semakin melemah dan kemauan untuk belajar dan mengajarinya semakin menurun. Semoga Allah Ta'ala merahmati Ibnu Jarir Ath-Thabrani Rahimahullah. Suatu saat ia pernah berkata kepada muridnya, “Apakah kalian siap untuk menulis sejarah?” Para murid bertanya, “Berapa lembar?” Ibnu Jarir berkata, “Tiga puluh ribu lembar.” Mereka berkata, “Ini suatu yang sulit yang menghabiskan seluruh umat.” Ibnu Jarir berkata, “la haula wala quwata illa billah, semangat sudah mati.” (lihat Tarikh Baghdad, Khatib Al-Baghdady, hal: 2) Lantas apa sekiranya yang akan dikatakan Ibnu Jarir Rahimahullah ketika menjumpai masa kita ini, yang seseorang tidak bisa memaksa dirinya untuk menulis atau menghafal tiga puluh lembar? Pendapat Ulama Salaf Mengenai Ilmu Syar'i Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata, “Orang-orang lebih butuh kepada ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman. Yang demikian itu karena seseorang terkadang hanya butuh kepada makan dan minum hanya sekali atau dua kali saja. Sementara kebutuhan dia terhadap ilmu sejumlah detak nafasnya.” (lihat Tahdzibu Madarijis Salikin, Ar-Rasyid) Imam Syafi'i Rahimahullah pernah ditanya, “Bagaimana semangat anda untuk ilmu?” Beliau menjawab, “Saya mendengar kalimat yang sebelumnya tidak pernah saya dengar, maka anggota tubuh saya yang lain ingin memiliki pandangan untuk bisa menikmati ilmu tersebut sebagaimana
2
Nasehat
yang dirasakan telinga.” Lalu ditanya, “Bagaimana kerakusan anda kepada ilmu?” Beliau menjawab, “Seperti rakusnya orang penimbun harta, yang mencari kepuasan dengan hartanya.” “Bagaimana anda mencarinya?” beliau menjawab, “Sebagaimana seorang ibu mencari anaknya yang hilang, yang ia tidak memiliki anak lain, selain dia.” (lihat Tawaalit Ta'sis bi Manaqibi Muhammad bin Idris, Ibnu Hajar Al-Asqalani, hlm 106) Keutamaan Ilmu Syar'i Ilmu syar'i dimuliakan oleh Allah Ta'ala dengan beberapa kelebihan, dan dikhususkan dengan berbagai kekhususan. Allah Ta'ala tidak memberikan kelebihan dan kekhususan itu pada ibadah-ibadah lainnya. Perhatikanlah wahai saudaraku yang tercinta, tentang kemuliaan ilmu syar'i dan keutamaannya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim) Syaikh Abdurrahman As-Sa'di Rahimahullah ketika mengomentari hadits di atas berkata, “Setiap jalan, baik konkret maupun abstrak yang ditempuh oleh ahlul ilmi sehingga membantunya mendapatkan ilmu, maka ia termasuk ke dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam , “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (lihat Kitab Fatawa As-Sa'diyah, As-Sa'di, 1/623) Allah Ta'ala memerintahkan RasulNya Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk berdoa dan meminta kepada-Nya agar
Jangan dibaca ketika Khatib berkhutbah
ditambahkan ilmu yang bermanfaat. Allah Ta'ala berfirman yang artinya: “Dan Katakanlah: "Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS.Thaha: 114) A l l a h Ta ' a l a t i d a k p e r n a h memerintahkan untuk berdoa meminta tambahan terhadap sesuatu kecuali ilmu syar'i. Karena keutamaan, kemuliaan dan kedudukan ilmu itu tinggi di sisi Allah Ta'ala. Allah Ta'ala memerintahkan manusia untuk kembali kepada orang-orang yang berilmu, bertanya kepada mereka tentang permasalahan agama, dan menjadikan perbuatan itu sebagai kewajiban, sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl:43) Selanjutnya, karena kemuliaan ilmu, Allah Ta’ala membolehkan kita untuk memakan hasil buruan anjing yang terlatih (untuk berburu) dan mengharamkan memakan buruan anjing yang tidak terlatih. Dalil ini menunjukkan bahwa binatang menjadi mulia karena ilmu, dan diberi kedudukan yang berbeda dengan yang tidak berilmu. Bagaimana dengan anak Adam? Allah Ta’ala berfirman yang artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al-Maidah: 4) Bayangkan, seandainya tidak karena
keutamaan ilmu, niscaya hasil buruan anjing yang terlatih dan tidak terlatih akan sama. Ilmu syar'i adalah warisan Nabi. Khatib Al-Baghdadi rahimahullah menyebutkan seorang Arab Badui yang melintas ketika Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu mengajarkan hadits kepada para muridnya yang berkumpul di sekelilingnya. Badui itu berkata, “Untuk apa mereka berkumpul?” Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu menjawab, “Mereka bekumpul untuk bagi-bagi warisan Nabi.” (lihat Syarafu Ashabil Hadits, Khatib AlBaghdadi) Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam : “Keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama dibanding semua bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris Nabi. Seorang Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi ia mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami', No 4212) Adalah hak Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk dijaga warisannya dari kebinasaan dan kemusnahan. Semua ini tidak bisa dilakukan kecuali mempelajari ilmu syar'i dan meraihnya. Bukti kemuliaan ilmu di sisi Allah Ta'ala adalah pahala mengajarkan ilmu syar'i akan sampai kepada orang yang mengajarkannya, meskipun dia telah mati dan berada di dalam kuburan. Seakanakan mengalirnya pahala ilmu itu setelah kematiannya adalah kehidupan kedua baginya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila anak Adam meninggal dunia,
Jangan dibaca ketika Khatib berkhutbah
Nasehat
3