1 (2) Pindang.docx

  • Uploaded by: Permata Dewi Prawesti
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1 (2) Pindang.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,167
  • Pages: 24
ACARA III PEMINDANGAN

A. Pendahuluan 1.

Latar Belakang Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk. Maka diperlukan cara-cara penanganan yang baik untuk mempertahankan mutu ikan. Salah satunya pengolahan secara tradisional dari pengawetan hasil ikan yang ditangkap diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan cara pemindangan. Pengolahan ikan ini sudah cukup memasyarakat, terutama di kalangan nelayan. Cara pemindangan yang dilakukan sangat bervariasi tergantung daerah, jenis ikan, dan kebiasaan pengolah. Ikan pindang merupakan hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang dari ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk dimakan (ready to eat). Disamping itu juga praktis, semua jenis ikan dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang. Hambatan utama dalam pemasaran ikan pindang ialah daya awetnya yang relatif singkat. Namun sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan mutu bahan mentahnya, serta cara-cara pengolahan, pengemasan dan penyimpanannya. Pemindangan ikan menggunakan air garam adalah salah satu jenis cara pemindangan ikan. Cita rasa yang dihasilkan dengan pemindangan ikan menggunakan air garam lebih lezat dibandingkan pindang jenis lainnya. Sarana dan prasarana yang dibutuhkannya juga tidak mahal sehingga industri rumah tangga juga dapat membuatnya. Pemindangan

ikan perlu dilakukan adanya pengujian secara organoleptik untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil dari olahan ikan pindang tersebut. Sehingga akan dapat diketahui formulasi yang terbaik dan digemari oleh konsumen. 2.

Perumusan Masalah Perumusan masalah dari praktikum Acara III Pemindangan adalah a. Bagaimana mutu ikan pindang cue yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi larutan garam ? b. Bagaimana formulasi yang tepat dalam pembuatan ikan pindang cue dari segi kenampakan, tekstur, rasa, bau yang dapat diterima secara sensoris ? c. Bagaimana daya awet/ daya tahan ikan pindang cue yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi larutan garam ?

3.

Tujuan Tujuan dari praktikum Acara III Pemindangan adalah a. Untuk mengetahui mutu ikan pindang cue yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi larutan garam b. Untuk mengetahui formulasi yang tepat dalam pembuatan ikan pindang cue dari segi kenampakan, tekstur, rasa, bau yang dapat diterima secara sensoris c. Untuk mengetahui daya awet daya tahan ikan pindang cue yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi larutan garam

B. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak, baik secara biokimia maupun mikrobiologi. Kerusakan biokimia didorong adanya aktivitas enzim-enzim dan rekasi–reaksi biokimia yang masih berlangsung pada ikan segar. Kerusakan secara biokimia disebut otolisa yaitu kerusakan karena diri sendiri. Kerusakan mikrobiologi disebabkan aktivitas mikrobia. Tubuh ikan merupakan substrat bagi mikrobia karena menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi nitrogen, karbon serta nutrien lain untuk kehidupannya (Nugraheni, 2013).

Salah satu penyebab dari keadaan kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya pH 6,4–6,6 karena rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor mortis) selesai. Ciri-ciri ikan busuk atau rusak antara lain warna buram dan pucat, sisik lepas, mata buram, berkerut dan masuk, dagingnya kendur dan lunak, tekanan oleh jari tinggal, bau busuk atau asam terutama insang, kulitnya berlendir, tubuh lunak dan mudah melengkung, ikan terapung jika sudah busuk sekali (Buckle, 2010). Ikan pindang adalah salah produk ikan Indonesia yang diproses secara tradisional karena memiliki rasa yang enak. Ikan pindang umumnya diolah dari ikan pelagis kecil termasuk ikan kembung (Rastrellinger sp.), herring (Decapterus sp.), cakalang (Euthymus pelamis) dan ikan air payau termasuk bandeng (Chanos chanos). Ikan pindang kebanyakan memiliki umur simpan yang rendah yaitu hanya 2-3 hari bila disimpan pada suhu kamar. Banyak upaya telah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ikan pindang termasuk dengan merendam ikan dalam larutan kitosan, perendaman dalam kunyit dan solusi asam dan penggunaan kalium sorbat dikombinasikan dengan gliserol (Suryaningrum dan Syamdidi, 2013). Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang akan menjadi lebih lezat dan lebih awet ketimbang masih segar (Adawyah, 2014). Prinsip dasar pemindangan adalah membunuh atau mengurangi bakteri melalui pemanasan, penambahan garam dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang tersisa pada ikan, terjadinya pengurangan kadar air

pada daging ikan. Keberhasilan proses pemindangan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran ikan sebagai bahan baku, mutu garam dan kondisi lingkungan. Pada konsentrasi garam 10-15% sudah cukup untuk membunuh sebagian besar jenis bakteri, kecuali jenis bakteri halofilik. Kadar garam yang masih bisa ditahan oleh lidah maksimal 20% dari bobot ikan seluruhnya, bila lebih tinggi akan menghasilkan ikan yang rasanya pahit. Penggunaan garam sebesar 15% dari berat ikan sudah cukup efektif untuk mengawetkan ikan pindang. Sedangkan pindang yang paling disukai adalah dengan kadar garam 10%. Untuk pembuatan pindang ikan kembung membutuhkan lamanya proses perebusan 2,5 jam menghasilkan mutu gizi terbaik (Pandit, 2013). Perebusan dapat memperbaiki tekstur serta aroma yang baik. Selain itu, perebusan juga dapat mengurangi jumlah bakteri namun perebusan juga dapat menyebabkan denaturasi protein. Mekanisme perebusan dalam pengawetan ikan adalah mematikan semua bakteri terutama bakteri yang tidak tahan pada suhu tinggi sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Chavan, 2008). Jenis-jenis pemindangan yaitu pindang presto merupakan jenis pindang yang pembuatannya menggunakan pemanas bertekanan (autoclave) dan dikemas dalam kantung plastik hampa udara atau vakum. Pindang badeng atau paso dengan ditaburi garam diatasnya. Pindang naya atau cue yang pembuatannya direndam dalam larutan garam. Proses pembuatan pindang naya atau cue adalah ikan segar disiangi dengan menghilangkan isi perut. Kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan sisa darah yang masih menempel pada ikan. Ikan yang telah bersih disusun dalam naya, diatasnya ditaburi garam sebanyak 7–8% dari bobot ikan. Lalu naya yang berisi ikan dicelupkan ke dalam air garam mendidih dengan konsentrasi 15% selama 15 menit. Setelah itu, pencelupan naya berisi ikan diangkat dan ditiriskan (Ariyani dan Yusma, 2008). Kelemahan ikan pindang yaitu daya tahan yang relatif singkat sehingga kerusakan pindang umumnya terjadi yang ditandai dengan terjadinya pelendiran dan tumbuhnya kapang pada permukaan tubuh. Selain lendir juga

ditemukan adanya kapang dan bakteri yang didominasi oleh genus Micrococcus. Selain itu, penampilan dari pindang yang kurang menarik seperti kulit mengelupas, ikan kurang utuh, kurang bersih, dan kemasan yang seadanya (Hardoko, 2015). Dua faktor utama yang mengendalikan bakteri patogen makanan di produk fermentasi ikan yaitu konsentrasi garam tinggi dan nilai pH rendah. Konsentrasi garam yang tinggi akan dapat mematikan semua bakteri termasuk bakteri patogen kecuali bakteri halofilik yang tahan pada kadar garam yang tinggi. Sehingga dapat mempengaruhi juga pH menjadi turun atau rendah (Ezeama dan Udoh, 2012). Ikan kembung merupakan salah satu jenis ikan yang dimana daging ikan mengandung lipid secara signifikan rendah dan air lebih tinggi dari daging sapi atau ayam. Ikan kembung memiliki kadar air antara

60-80%,

protein antara 15-26% dan 2-13% untuk lemak. Kandungan lemak pada ikan kembung bervariasi tergantung pada spesies, umur, ukuran dan musim (Olagunju, 2012). Garam merupakan komoditas yang cukup penting pada industri perikanan terutama industri pengolahan hasil perikanan. Industri pengolahan hasil perikanan baik tradisional maupun modern memanfaatkan garam sebagai bahan bantu pengolahan. Umumnya, sebagian besar pemanfaatan garam pada industri pengolahan hasil perikanan diaplikasikan pada pengolahan yang bersifat tradisional, seperti pembuatan ikan asin, ikan pindang, dan produk ikan fermentasi. Industri pengolahan yang modern umumnya memanfaatkan garam untuk memperbaiki cita rasa, penampilan, dan sifat fungsional produk yang dihasilkan. Secara umum, garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa maupun untuk memperbaiki penampilan tekstur daging ikan. Perbedaan konsentrasi garam yang digunakan berpengaruh terhadap pH dan komposisi mikroorganisme yang hidup pada produk. Konsentrasi garam yang rendah akan menyebabkan penurunan pH. Hanya mikroorganisme tertentu yang tahan terhadap kadar garam tinggi. Penggaraman menyeleksi populasi bakteri yang

diinginkan dan mengeliminasi mikroorganisme penyebab pembusukan ikan, serta mengendalikan degradasi terhadap ikan (Assadad dan Bagus, 2011). Garam efektif sebagai pengawet karena mengurangi aktivitas air pada ikan sehingga pertumbuhan akibatnya bakteri dan enzim pembusukan terhambat. Namun penambahan garam yang berlebih dapat mempengaruhi sensoris dari ikan itu sendiri. Sehingga dalam pemindangan ikan perlu diperhatikan konsentrasi garam yang digunakan agar tidak membuat rasa yang kurang disukai (Ormanci dan Fatma, 2015). Wadah atau besek digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan. Selain itu, wadah atau besek digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemanasan. Wadah yang biasa digunakan dalam pemindangan ikan tidak selalu menggunakan besek melainkan wadah yang lain seperti reyeng, naya dan sebagainya yang memiliki lubang sehingga uap air selama pemanasan bisa keluar dan juga untuk air garam masuk ke dalam ikan yang berada dalam besek (Anisah dan Indah, 2007). C. Metode Penelitian 1.

Tempat dan Waktu Penelitian Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Rabu, 18 November 2015. Pembuatan ikan pindang dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Ilmu dan Teknologi Pangan UNS. Pengamatan mutu ikan pindang dilakukan selama 3 hari di Laboratorium Pangan dan Gizi, Ilmu dan Teknologi Pangan UNS.

2.

Alat dan Bahan a.

Ikan kembung

b.

Garam halus 25 g

c.

Garam kasar

d.

Air 3 L

e.

Besek

f.

Timbangan Analitik

g.

Kompor

h.

Panci

i.

Baskom

j.

Pisau

k.

Gelas ukur plastik

l.

Stopwatch

m. Sendok

3.

n.

Sarung tangan plastik

o.

Masker

p.

Label

Cara Kerja Ikan Kembung

Pencucian dengan air mengalir

4.

Rancangan Percobaan Praktikum ini menggunakan 18 sampel. Sampel masing-masing kelas tersebut dikelompokkan ke dalam 3 kelompok variasi secara acak dengan rancangan acak lengkap (RAL). Adapun kelompok variasi konsentrasi larutan garam adalah 10%, 25%, dan 35%. Selanjutnya pengamatan mutu ikan pindang cue selama 3 hari.

D. Hasil dan Pembahasan

Menurut Adawyah (2014) bahwa pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan

sekaligus

pengolahan

ikan

yang

menggunakan

teknik

penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang akan menjadi lebih lezat dan lebih awet ketimbang masih segar. Menurut Ariyani dan Yusma (2008) bahwa proses pembuatan pindang naya atau cue adalah ikan segar disiangi dengan menghilangkan isi perut. Kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan sisa darah yang masih menempel pada ikan. Ikan yang telah bersih disusun dalam naya, diatasnya ditaburi garam sebanyak 7–8% dari bobot ikan. Lalu naya yang berisi ikan dicelupkan ke dalam air garam mendidih dengan konsentrasi 15% selama 15 menit. Setelah itu, pencelupan naya berisi ikan diangkat dan ditiriskan. Sedangkan proses pembuatan pindang naya atau cue yang dipraktikumkan adalah ikan kembung dicuci degan air mengalir kemudian ditaburkan garam halus sebanyak 25 g pada ikan dengan rata. Lalu ditata dalam besek. Setelah itu, dibuat larutan garam dengan garam kasar (10% atau 25% atau 35% dari 3L air) dan air sebanyak 3 L. Kemudian larutan garam dimasak hingga mendidih. Lalu ikan direbus dalam larutan garam selama

15 menit.

Setelah itu, ikan pindang cue ditiriskan dan air sisa perebusan ikan cue disiramkan pada ikan pindang cue serta dilakukan uji organoleptik pada ikan pindang cue. Menurut Pandit (2013) bahwa fungsi pemanasan atau perebusan adalah membunuh atau mengurangi. Fungsi penambahan garam dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang tersisa pada ikan dan membuat terjadinya pengurangan kadar air pada daging ikan. Sehingga ikan pindang menjadi lebih awet dibandingkan dengan ikan segar.

Menurut Chavan (2008) bahwa mekanisme perebusan dalam pengawetan ikan adalah mematikan semua bakteri terutama bakteri yang tidak tahan pada suhu tinggi. Menurut Ezeama dan Udoh (2012) bahwa mekanisme penambahan garam dalam pengawetan ikan adalah mematikan semua bakteri termasuk bakteri patogen dengan cara melisiskan dinding sel bakteri tersebut kecuali bakteri halofilik yang tahan pada kadar garam yang tinggi. Sehingga akan lebih awet daripada ikan segar yang tanpa diberi perlakuan apapun. Menurut Pandit (2013) bahwa konsentrasi garam 10-15% sudah cukup untuk membunuh sebagian besar jenis bakteri, kecuali jenis bakteri halofilik. Sehingga mutu relatif baik dan daya simpan ikan pindang relatif panjang. Namun penggunaan konsentrasi garam yang lebih tinggi akan menghasilkan ikan yang rasanya pahit. Sehingga mutu relatif kurang baik namun daya simpan ikan pindang relatif lebih panjang. Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Pemindangan Ikan Perlakuan Kel (Konsentrasi Hari KeKenampakan Garam %) 0 +++ 1 ++ 1 2 + 3 + 0 + 1 + 2 10% 2 + 3 + 0 ++ 1 ++ 3 2 ++ 3 + 0 ++ 1 ++ 4 2 + 3 +

5

25%

0 1 2 3

+ + ++ ++

Parameter

+ + ++ ++

Bau

Rasa

Tekstur

++ ++ ++ + + ++ ++ + + ++ ++ + + ++ ++ +++

++ ++ + ++ ++ + ++ ++ + ++ ++ ++ -

+ ++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++

++ ++ -

++ ++ ++ ++

6

7

8

35%

9

10

11

10%

12

13

14

25%

15

16

35%

0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3

+ + + + + + + ++ + + + ++ + + + ++ + ++ ++ +++ + ++ ++ +++ ++ ++ ++ + + ++ ++ + + + + + + ++ ++ ++

+ + ++ + + ++ ++ ++ + ++ ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + ++ ++ + + + + + + + + ++ + + + ++ +++ +++

++ ++ ++ ++ + ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ ++ +++ -

++ ++ ++ +++ ++ ++ +++ + ++ ++ +++ + ++ ++ +++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + ++ ++ ++ + ++ ++ ++ +++ ++ +++ +++ +++

0 1 2

++ ++ ++

+ + ++

+++ +++ +++

+ ++ ++

3 0 1 2 3 0 1 2 3

17

18

++ ++ ++ ++ ++ ++ + +++ +

++ + + ++ ++ + + ++ ++

+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -

+++ + ++ ++ ++ + ++ ++ ++

Sumber: Laporan Sementara Keterangan: Kenampakan

: Sangat pucat (+++) Pucat (++) Kurang pucat (+)

Bau

: Sangat amis (+++) Amis (++) Kurang amis (+)

Rasa

: Sangat asin (+++) Asin (++) Kurang asin (+)

Tekstur

: Sangat kompak (+++) Kompak (++) Kurang kompak (+)

Berdasarkan hasil praktikum dihasilkan bahwa kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 1 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah sangat pucat, pucat, kurang pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 2 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 3 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, pucat, pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 4 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, pucat, kurang pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 5 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 6 dari

hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 7 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 8 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 9 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 10 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, pucat, pucat dan sangat pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 11 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, pucat, pucat dan sangat pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 12 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, pucat, pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 13 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, pucat, pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 14 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, kurang pucat, kurang pucat dan kurang pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 15 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang pucat, pucat, pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 16 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, pucat, pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 17 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, pucat, pucat dan pucat. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 18 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah pucat, kurang pucat, sangat pucat dan kurang pucat. Sehingga kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% paling baik berdasarkan hasil praktikum. Sedangkan menurut Pandit (2013) bahwa pindang yang paling disukai atau paling baik adalah dengan kadar garam 10%. Adanya penyimpangan tersebut terjadi karena penilaian kenampakan ikan pindang pada masing-masing orang berbeda.

Untuk parameter bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 1 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah amis, amis, amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 2 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 3 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 4 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan sangat amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 5 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 6 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 7 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 8 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 9 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 10 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah amis, amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 11 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, kurang amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 12 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah amis, kurang amis, kurang amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 13 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, kurang amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 14 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, kurang amis dan kurang amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 15 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, amis, sangat amis dan sangat amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 16 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan

konsentrasi garam 35% kelompok 17 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, amis dan amis. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 18 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang amis, kurang amis, amis dan amis. Sehingga bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% paling baik berdasarkan hasil praktikum. Hal tersebut telah sesuai dengan teori Pandit (2013) bahwa pindang yang paling disukai atau paling baik adalah dengan kadar garam 10%. Untuk parameter rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 1 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan kurang asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 2 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan kurang asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 3 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan kurang asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 4 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 5 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 6 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 7 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan kurang asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 8 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan kurang asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 9 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 10 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 11 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin, asin, asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 12 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 13 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin dan asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 14 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah sangat asin dan sangat asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 15 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah asin

dan sangat asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 16 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah sangat asin, sangat asin, sangat asin dan sangat asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 17 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah sangat asin, sangat asin, sangat asin dan sangat asin. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 18 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah sangat asin, sangat asin dan sangat asin. Sehingga rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% paling baik berdasarkan hasil praktikum. Hal tersebut telah sesuai dengan teori Pandit (2013) bahwa pindang yang paling disukai atau paling baik adalah dengan kadar garam 10%. Untuk parameter tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 1 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang kompak, kompak, sangat kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 2 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, sangat kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 3 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, sangat kompak, sangat kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 4 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, sangat kompak, sangat kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 5 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 6 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 7 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, sangat kompak dan kurang kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 8 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, sangat kompak dan kurang kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 9 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, sangat kompak dan kurang kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 10 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan kompak. Tekstur ikan pindang

dengan konsentrasi garam 10% kelompok 11 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% kelompok 12 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan kurang kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 13 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan kurang kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 14 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, kompak, kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% kelompok 15 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kompak, sangat kompak, sangat kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 16 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang kompak, kompak, kompak dan sangat kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 17 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang kompak, kompak, kompak dan kompak. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 35% kelompok 18 dari hari ke 0 hingga hari ke 3 adalah kurang kompak, kompak, kompak dan kompak. Sehingga tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% paling baik berdasarkan hasil praktikum. Sedangkan menurut Pandit (2013) bahwa pindang yang paling disukai atau paling baik adalah dengan kadar garam 10%. Adanya penyimpangan tersebut terjadi karena penilaian tekstur ikan pindang pada masing-masing orang berbeda. Menurut Ezeama dan Udoh (2012) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dan umur simpan ikan pindang cue adalah konsentrasi garam, nilai pH rendah dan waktu perebusan. Konsentrasi garam yang tinggi akan dapat mematikan semua bakteri termasuk bakteri patogen kecuali bakteri halofilik yang tahan pada kadar garam yang tinggi. Sehingga dapat mempengaruhi juga pH menjadi turun atau rendah. Pembuatan pindang ikan kembung membutuhkan lamanya proses perebusan 2,5 jam menghasilkan mutu gizi terbaik dan umur simpan yang relatif panjang. Menurut Adawyah (2014) bahwa karakteristik ikan pindang cue yang baik dan disukai konsumen adalah tekstur yang lebih kompak, kenampakan

yang tidak pucat, bau yang tidak amis dan rasa yang tidak terlalu asin. Sehingga ikan pindang akan menjadi lebih lezat dan lebih awet ketimbang masih segar. Selain itu, ikan pindang cue yang umur simpannya lebih panjang akan lebih disukai oleh konsumen. E. Kesimpulan dan Saran 1.

Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa: a. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Pemindangan ikan ini hanya mampu bertahan 2-3 hari. b. Kenampakan ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% adalah yang paling baik. c. Bau ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% adalah yang paling baik. d. Rasa ikan pindang dengan konsentrasi garam 10% adalah yang paling baik. e. Tekstur ikan pindang dengan konsentrasi garam 25% adalah paling baik. f. Pindang yang paling disukai atau paling baik adalah dengan kadar garam 10%. g. Terdapat penyimpangan pada beberapa hasil karena penilaian kenampakan dan tekstur ikan pindang pada masing-masing orang berbeda. h. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dan umur simpan ikan pindang cue adalah konsentrasi garam, nilai pH rendah dan waktu perebusan. i. Karakteristik ikan pindang cue yang baik dan disukai konsumen adalah tekstur yang lebih kompak, kenampakan yang tidak pucat, bau yang tidak amis dan rasa yang tidak terlalu asin.

2.

Saran Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil saran bahwa: a. Upaya untuk memperpanjang umur simpan ikan pindang perlu untuk dilakukan seperti dengan merendam ikan dalam larutan kitosan, perendaman dalam kunyit dan solusi asam dan penggunaan kalium sorbat dikombinasikan dengan gliserol. b. Pemindangan ikan perlu diperhatikan konsentrasi garam yang digunakan agar tidak membuat rasa yang kurang disukai. c. Pembuatan pindang ikan kembung sebaiknya lamanya proses perebusan 2,5 jam menghasilkan mutu gizi terbaik dan umur simpan yang relatif panjang.

DAFTAR PUSTAKA Adawyah, Rabiatul. 2014. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. Anisah, Rifka Nur dan Indah Susilowati. 2007. Kajian Manajemen Pemasaran Ikan Pindang Layang di Kota Tegal. Jurnal Pasir Laut Vol. 3 (1): 1-18. Ariyani, Farida dan Yusma Yennie. 2008. Pengawetan Pindang Ikan Layang (Decapterus russelli) menggunakan Kitosan. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 3 (2): 139-146. Assadad, Luthfi dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan Garam dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Squalen Vol. 6 (1): 26-37.

Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Chavan, B R, S Basu dan S R Kovale. 2008. Development of Edible Texturised Dried Fish Granules from Low-Value Fish Croaker (Otolithus argenteus) and Its Storage Characteristics. CMU Journal Natural Science Vol. 7 (1): 173-182. Ezeama, C F dan Udoh E J. 2012. The Influence of Fermentation and Salting on The Bacterial, Chemical and Sensory Characteristics of Catfish (Clarias buthupogon) based Marinate in Nigeria. African Journal of Food Science Vol. 6 (14): 381-385. Hardoko, Putri Yurida Sari, dan Yunita Eka Puspitasari. 2015. Subtitusi Jantung Pisang dalam Pembuatan Abon dari Pindang Ikan Tongkol. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 20 (1): 1-10. Nugraheni, Mutiara. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Olagunju, Abbas, Aliyu Muhammad, Sanusi Bello Mada, Aminu Mohammed, Hafsat Abdullahi Mohammed, Kasirat T Mahmoud. 2012. Nutrient Composition of Tilapia zilli, Hemi-synodontis membranacea, Clupea harengus and Scomber scombrus Consumed in Zaria. World Journal Life Science and Medical Research Vol. 2 (1): 16-19. Ormanci, Hasan Basri dan Fatma Arik Colakoglu. 2015. Nutritional and Sensory Properties of Salted Fish Product, Lakerda. Cogent Food & Agriculture Vol. 1 (1): 1-13. Pandit, I Gede Suranaya. 2013. Perbaikan Cara Pengolahan Ikan Pindang. Jurnal Perikanan. Suryaningrum, Theresia Dwi dan Syamdidi. 2013. Quality Changes of Boiled Salted Carp Fish (Cyprinus carpio) using Steaming and Boiling Methods, During Chilling Storage. Squalen Bulletin of Marine & Fisheries Postharvest & Biotechnology Vol. 8 (2): 77-86. LAMPIRAN

Gambar 3.1 Ikan kembung yang masih segar

Gambar 3.2 Garam kasar yang digunakan sebagai bahan pembuatan ikan pindang

Gambar 3.3 Penaburan garam pada pembuatan ikan pindang

Gambar 3.3 Penempatan ikan yang telah digarami kedalam besek

Gambar 3.5 Perebusan ikan pindang dalam larutan garam

Gambar 3.6 Kenampakan ikan pindang pada hari ke-0

Gambar 3.7 Kenampakan ikan pindang hari ke-1

Gambar 3.8 Kenampakan ikan pindang hari ke-2

Related Documents


More Documents from ""

1 (2) Pindang.docx
October 2019 8
Lampiran I.docx
October 2019 10
1 Sari Buah.docx
October 2019 7
Poin Pembahasan.docx
October 2019 21