04. Bab 2 Revisi 1.doc

  • Uploaded by: SkiperHa Lostsaga
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 04. Bab 2 Revisi 1.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 6,163
  • Pages: 33
8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menyajikan konsep dasar sikap, konsep keluarga, konsep HIV/AIDS, dan kerangka konsep.

2.1

Konsep Dasar Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap Sikap merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons (Lestari, 2015 : 11). Sikap adalah suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek atau situasi yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Lestari, 2015 : 12). 2.1.2 Komponen Sikap Struktur sikap menurut Lestari (2015 : 12-13) terdiri atas 3 komponen yang sangat menunjang, yaitu : 1.

Komponen kognitif Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini).

8

9

2.

Komponen afektif Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

3.

Komponen konatif Komponen konatif merupakan komponen perilaku yang cenderung untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Lestari, 2015 : 13). Menurut Donsu, J.D.T., (2017 : 166), sikap terbentuk oleh komponen

kognitif, juga komponen emosional, dan komponen perilaku. Dari susunan sikap inilah terbentuk kepribadian seseorang, sehingga orang lain mampu menilai kategori seseorang seperti apa. Ulasan tiga komponen tersebut menurut Donsu, J.D.T., (2017 : 166-167) dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.

Kognitif Sikap terbentuk oleh komponen kognitif. Oleh kognitif yang yang muncul adalah sikap percaya, stereotif, dan adanya persepsi. Komponen kognitif sering juga disebut dengan ikomponen perceptual yang berbicara tentang kepercayaan seseorang. Misalnya, bagaimana seseorang menilai orang lain berdasarkan gejala-gejala dan informasi yang diperolehnya, untuk membuat sebuah kesimpulan. Sebelum ke tahap kesimpulan, ada kemampuan ilmu pengetahuan, sehingga ketika seseorang berpersepsi dan menilai orang lain, selain kognitif, juga tergantung dari pengetahuan mereka. Orang yang

9

10

banyak pengetahuan, cenderung memiliki rasa empati terhadap sikap dan perilaku orang lain, dan lebih bias menghargai keputusan orang lain. 2.

Emosional Komponen emosional berisi tentang perasaan yang melibatkan emosi. Bias perasaan bahagia, perasaan sedih, dan perasaan terkejut. Komponen satu ini bersifat subjektif. Terbentuknya komponen emosional ini pun banyak dipengaruhi oleh persepsi diri, yang melibatkan emosi.

3.

Perilaku Komponen perilaku seringkali disebut dengan komponen konatif. Komponen ini bersifat predisposisi. Predisposisi merupakan kecenderungan seseorang terhadap stimulus/objek yang dihadapinya. Misalnya, lulusan SMK/SMA melihat peluang pekerjaan yang menjanjikan adalah profesi perawat. Maka, banyak lulusan SMK/SMA berbondong-bondong masuk ke sekolah perawatan.

2.1.3 Tingkatan Sikap Pembagian tingkatan sikap dimulai tingkat terendah sampai tingkat tertinggi. Keempat tingkat tersebut yaitu penerimaan (receiving), responding, menghargai, dan bertanggung jawab (responsible) (Donsu, J.D.T., 2017 : 168-169) 1.

Menerima Setiap orang memiliki rasa ingin diakui, termasuk ingin diterima oleh masyarakat sekitar. Termasuk munculnya rasa keinginan dan memperhatikan stimulus yang diterimanya.

2.

Merespons

10

11

Munculnya konflik dalam kehidupan masyarakat rata-rata disebabkan karena responding yang buruk. Sama halnya ketika kita memiliki itikad baik untuk menyampaikan pesan penting tetapi justru tidak mendapat tanggapan, maka muncullah rasa jengkel, tidak dihargai, marah dan sejenisnya. Dengan kata lain, setiap orang butuh diperhatikan. 3.

Menghargai Dari poin kedua, selalu ingin diperhatikan, seseorang juga butuh dihargai.

4.

Bertanggung jawab (Responsible) Tanggung jawab adalah salah satu sikap yang tidak semua orang sanggup melakukannya. Banyak orang yang memiliki ide-ide bagus, tetapi tidak memiliki tindakan dan tanggung jawab untuk menyelesaikannya.

2.1.4 Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Menurut Donsu, J.D.T., (2017 : 163-164), sikap merupakan hal penting dalam interaksi sosial dan sikap dapat mempengaruhi perilaku seseorang. 1.

Sikap mempengaruhi pemikiran sosial Sikap merefleksikan fondasi penting, sekaligus sebagai awal dari pemikiran sosial seseorang. Dalam interaksi sosial, baik sadar ataupun tidak disadari, sering melakukan evaluasi terhadap orang lain. Hasil evaluasi tersebut kadang menimbulkan like-dislike terhadap seseorang. Dari proses inilah menandakan bahwa selama proses terbentuknya sikap, melibatkan kognisi. Dari proses kognisi yang super kompleks inilah akhirnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita. Menariknya, meskipun sikap melibatkan proses kognitif, tapi terbentuknya sikap seringkali tanpa

11

12

dipelajari. Dengan kata lain sikap dapat terjadi dengan cepat, bahkan sebelum kita mampu memahami arti dari stimulus yang kita terima. 2.

Sikap mempengaruhi perilaku Sikap erat kaitannya dengan perilaku. Namun tidak berlaku untuk kebalikannya. Saat kita menyukai presiden A, maka saat pemilian presiden tiba, perilaku kita akan mendukung dan memberikan suara untuk presiden A. Sebaliknya, ketika kita tidak mengukai presiden B, maka saat pemilihan presiden tiba, kita pun tidak akan memilihnya sama sekali. Dengan mempelajari sikap seseorang seperti itu, dapat mendorong kita untuk memprediksi perilaku seseorang. Berawal dari mempelajari perilaku seseorang lewat sikap yang mereka rasakan itulah, yang mendorong para psikologi

sosial

mengembangkan

dan

meneliti

bagaimana

proses

terbentuknya sikap. Dulu, barangkali tidak tahu jawaban kenapa seseorang bersikap tertentu, dan motif apa yang diinginkan sebenarnya. Namun kini, dengan adanya kiprah pada ilmuan psikologi sosial, kita pun mampu memahami. 2.1.5 Pernyataan Sikap Pernyataan sikap (attitude statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. 1.

Pernyataan favorable Sikap yang menyatakan atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap yang kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.

2.

Pernyataan unfavorable

12

13

Sikap yang menyatakan atau mengatakan hal-hal negatif mengenai objek sikap, yang kalimatnya bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap yang hendak diungkap (Azwar S, 2016 : 106-107). 2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar, S., (2016 : 30), antara lin : 1.

Pengalaman pribadi Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuk sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Sehubungan dengan hal ini Middle Brook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut (Azwar S, 2016 : 30-31).

2.

Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantaranya orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami dan lain-lain (Azwar S, 2016 : 32).

3.

Pengaruh kebudayaan 13

14

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari kebudayaaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan

telah

mewarnai

sikap

anggota

masyarakatnya,

karena

kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya (Azwar S, 2016 : 33). 4.

Media masa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar S, 2016 : 34).

5.

Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Pendidikan dan agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral pada diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta anjuran anjarannya (Azwar S, 2016 : 35-36).

14

15

6.

Pengaruh faktor emosional Kadang-kadang bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai macam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak ‘fair’, atau tidak favorabel terhadap sekelompok orang (Azwar S, 2016 : 36-37).

2.1.7 Penilaian Sikap Secara umum, sikap baik dan buruk seseorang dapat diukur lewat dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung (Donsu, J.D.T., 2017 : 172-173). 1.

Langsung Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan. Beberapa jenis pengukuran sikap secara langsung, yaitu dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur, sebagai berikut : a.

Skala terstruktur Skala terstruktur selain secara tertulis, juga bisa dengan mengajukan pertanyaan yang tersusun rapi. Adapun beberapa nama alat tes pengukur sikap yang disebut skala, berikut macamnya : 1) Skala Bogardus Skala Bogardus adalah skala untuk mengetahui sejauh mana sikap seseorang, berdasarkan jarak sosialnya. Seperti yang kita rasakan, dalam interaksi sosial dengan sekeliling kita, sering terjadi 15

16

jarak sosial. Penyebabnya bermacam-macam, bisa disebabkan karena faktor usia, ras, agama dan masih banyak lagi. 2) Skala Thurston Skala yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap

pengaruh

like-dislike,

penggunaan

skala

Thurston

menggunakan metode equal-appearing interval yang telah disusun sedemikian rupa. Penyusunannya dibuat semacam range bawah ke atas, dari yang menyenangkan sampai tidak menyenangkan. 3) Skala Likert Skala likert, barangkali sudah pernah mengerjakan dalam psikotes. Skala ini dikemas dengan menampilkan lima pilihan jawaban. Pertanyaan yang diajukan pun berupa pernyataan. Tester biasanya disuruh memilih jawaban yang sudah disediakan. Bentuk pilihan jawabannya pun sama dengan jawaban sebelumnya, yaitu meliputi setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Donsu, J.D.T., 2017 : 172-173). Skala Likert merupakan salah satu alat pengukuran sikap yang cukup terkenal dan praktis adalah pengukuran sikap dengan skala Likert. Skala pengukuran ini disebut juga “Summated Ratings”. Skala Likert mengukur sikap dengan sejumlah pertanyaan berupa berilah tanda centang (√) pada alternatif jawaban yang cocok dengan pendapat atau diri anda masing-masing pada pernyataan dibawah ini. Alternatif jawaban adalah SS = Sangat Setuju, S = Setuju, Rr = Ragu-ragu, TS = Tidak Setuju, dan STS = Sangat tidak setuju (Saam Z, 2012 : 68).

16

17

Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorabel dan pernyataan tak favorabel dalam jumlah yang kurang lebih seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif yang mendatangkan kesan seakanakan isi skala yang bersangkutan seluruhnya memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung objek sikap. Variasi pernyataan favorabel dan tak favorabel akan membuat responden memikirkan lebih hati-hati ini pertanyaannya sebelum memberikan respons sehingga stereotipe responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar S, 2016 : 107). b.

Skala tidak terstruktur Penilaian sikap yang paling sederhana dan tanpa persiapan yang ribet adalah menggunakan skala tidak terstruktur. Penilaian ini dilakukan hanya dengan melakukan wawancara kepada partisipan. Bukan berarti hanya melakukan wawancara semata, tetapi juga melakukan pengamatan secara langsung dan melakukan survey. Bentuk survey itu sendiri tidak selalu dalam bentuk peninjauan langsung di rumah partisipan, tetapi bisa dengan melakukan survey di jejaring media sosial (Donsu, J.D.T., 2017 : 173).

2.

Tidak langsung Mengukur sikap secara tidak langsung dapat menggunakan skala semantik-diferensial. Dimana, cara pengukuran sikap ini lebih banyak digunakan saat menilai seseorang sosial (Donsu, J.D.T., 2017 : 173).

17

18

2.2

Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah atau adopsi. Satu dengan lainnya saling berinteraksi dan saling ketergantungan. Kondisi salah satu keluarga akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Indriyani dan Asmuji, 2014 : 48). 2.2.2 Fungsi Keluarga Fungsi keluarga menurut Kholifah dan Widagdo (2016: 35-36), antara lain : 1.

Fungsi afektif Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin secara lebih akrab, dan harga diri.

2.

Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.

3.

Fungsi reproduksi

18

19

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4.

Fungsi ekonomi Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi

dan

tempat

untuk

mengembangkan

kemampuan

individu

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5.

Fungsi perawatan kesehatan Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan. 1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. 2) Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga. 3) Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. 4) Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat. 5) Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas.

2.2.3 Peran Keluarga Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku keluarga, kelompok, dan masyarakat (Indriyani dan Asmuji, 2014 : 50).

19

20

Beberapa peran dalam keluarga menurut Indriyani dan Asmuji (2014 : 50), adalah : 1.

Peran ayah adalah menggunakan kepemimpinan moral dalam keluarga. Sebaliknya, pencari nafkah yang berjarak menggambarkan peran utama ayah sebagai penyedia, tetapi tidak terlibat dalam perawatan anak.

2.

Peran ibu, tampaknya menjadi semkin jelas bahwa dalam kebanyakan keluarga peran-peran penting tertumpu pada ibu, yaitu sebagai istri, pemimpin dan pemberi asuhan kesehatan. Perlu diketahui bahwa wanita lebih banyak menerima beban pemberian perawatan kepada yang sakit jauh melebihi pria.

3.

Peran kakak/adik, ketika anak telah beranjak dewasa peran sebagai kakak adik (sibling rule) mendapat arti yang penting sebagai sesuatu sosializing agent (perilaku yang bersosialisasi).

4.

Peran kaker/nenek, atau bahkan moyang, moyang laki-laki atau perempuan menjadi objek yang diminati. Riset empiris menggambarkan bahwa menjadi kakek/nenek sebagai pengalaman heterogen dengan berbagai variasi, menyangkut bagaimana peran kakek/nenek dijalankan.

2.2.4 Tugas-Tugas Kesehatan Dalam Keluarga Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan pada anggotanya, antara lain : 1.

Mengenal gangguan kesehatan tiap anggotanya.

2.

Mengambil keputusan tindakan yang tepat.

3.

Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu muda.

20

21

4.

Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5.

Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembagalembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitasfasilitas kesehatan.

2.3

Konsep Dasar HIV/AIDS

2.3.1 Pengertian HIV/AIDS HIV/AIDS adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrome). AIDS adalah tahap lanjut dari infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi lainnya. Virus akan memperburuk sistem kekebalan tubuh, dan penderita HIV/AIDS akan beakhir dengan kematian dalam waktu 5-10 tahun kemudian jika tanpa pengobatan yang cukup (Najmah, 2016 : 149). AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Purwanto, 2016 : 293) AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir) dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam responden imun tanpa gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas

21

22

yang jarang terjadi (center for disease control and preventation) (Padila, 2012 : 355). 2.3.2 Penyebab HIV/AIDS Penyebab

adalah

golongan

virus

retro

yang

disebut

human

immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1.

Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2.

Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

3.

Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4.

Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan (Purwanto, 2016 : 293).Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.

Menurut Purwanto (2016 : 293), yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : 1.

Lelaki homoseksual atau biseks.

22

23

2.

Orang yang ketagian obat intravena

3.

Partner seks dari penderita AIDS

4.

Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5.

Bayi dari ibu/bapak terinfeksi (Purwanto, 2016 : 293).

2.3.3 Patofisiologi HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4. HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset lomfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatakan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit yang terinfeksi dapat berperan sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridasi memperlihatkan asam nukleat viral pada

23

24

sel-sel kromofin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus lokal atau komplikasi infeksi lain atau autoimun. Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun periode inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal, dibandingkan pada infeksi dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibodi nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV daripada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan (Bararah dan Jauhar, 2016 : 297). Ketidakmampuan untuk berespons terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anakanak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Penjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan

24

25

sistem syaraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak (Bararah dan Jauhar, 2016 : 298).

2.3.4 Tanda, Gejala dan Tahapan HIV/AIDS Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS tergantung pada kekebalan dan kondisi individu, yang memerlukan waktu 2-15 tahu. Orang yang hidup dengan HIV umumnya tidak menyadari tentang status HIV mereka tanpa tes HIV karena mereka terlihat sehat dan setelah beberapa minggu terinfeksi mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit seperti demam, sakit kepala, ruam atau sakit tenggorokan. Namun, HIV terus berkembang dan menginfeksi sel T-helper yang mengandung reseptor CD4 sampai virus ini melemahkan system kekebalan tubuh dan menyebabkan gejala lebih lanjut, termasuk pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk dan penyakit berat berikutnya seperti tuberculosis, meningitis kriptokokus dan kanker seperti limfoma dan sarcoma kaposi (Najmah, 2016 : 152). Beberapa tahapan HIV/AIDS menurut Najmah (2016 : 152-153) dimulai ketika masuknya virus sampai timbulnya gejala AIDS : 1.

Tahap pertama (Periode jendela) 1) HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibody dalam darah. 2) Penderita HIV tampak dan merasa sehat. 3) Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus. 4) Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2.

Tahap kedua (HIV Asimptomatik/masa laten)

25

26

1) Pada tahap ini HIV mulai berkembang didalam tubuh. 2) Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibody yang mulai terbentuk. 3) Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun dinegara berkembang, durasi tersebut lebih pendek. 3.

Tahap ketiga (dengan gejala penyakit) 1) Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan system kekebalan tubuh yang semakin menurun. 2) Mulai muncul gejala infeksi oportunitis, misalnya pembengkakan kelenjar limfe aau diare terus menerus. 3) Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan tubuh penderita.

4.

AIDS 1) Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS. 2) Sistem kekebalan tubuh semakin menurun. 3) Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita semakin parah.

2.3.5 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menguji HIV yang meliputi tes ELISA, latex agglutination dan western blot. Penilaian ELISA dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase

26

27

chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi baru lahir dengan ibu HIV) (Bararah dan Jauhar, 2016 : 299). 2.3.6 Cara Penularan atau Transmisi HIV/AIDS Di indonesia, ada dua cara utama penularan HIV/AIDS; pertama melalui perilaku seksual yang tidak aman, khususnya dikalangan kelompok berisiko tingi seperti pekerja seks perempuan, homoseksual, dan transgender laki-laki. Kedua, transmisi juga trjadi melalui praktik-praktik yang tidak aman dari penggunaan narkoba suntik. Transmisi penularan seksual akan menghasilkan penyebaran HIV ke populasi umum (Najmah, 2016 : 155). Umumnya, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu : 1.

Hubungan seksual (vaginal, anal dan oral seks)

2.

Penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi dengan HIV, difasilitas kesehatan, pengguna narkoba suntik atau tato/tindik.

3.

Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin yang ada dalam rahim, yang dikenal sebagai penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Chile HIV Transmisión/MTCT). Pada perilaku seksual beresiko (tanpa kondom), virus HIV sangat mudah

menular melalui hubungan seksual dari orang yang positif HIV ke pasangan yang sehat. Risiko penularan HIV akan meningkat jika ada luka atau sakit disekitar vagina atau penis. Apalagi jika orang yang terinfeksi melakukan hubunagn seksual melalui anus, maka akan terjadi peningkatan resiko penularan HIV karena lapisan

27

28

anus lebuh mudah terluka. Oral seks juga memiliki gusi berdarah atau luka kecil dimulut dan tenggorokan mereka. Pajanan melalui darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi di fasilitas kesehatan meningkatkan risiko penularan HIV di fasilitas kesehatan. Resiko penularan HIV juga rentan terhadap petugas kesehatan jika mereka kontak dengan darah yang terinfeksi HIV pada jaringan kulit mereka yang terluka. Peralatan kesehatan yang tajam seperti jarum suntik yang telah terinfeksi HIV sangat rentan menjadi media penularan HIV di kalangan petugas kesehatan. Pengguna narokoba suntik yang berbagi jarum suntik juga rentan terinfeksi HIV dikalangan pengguna. Berbagi jarum suntik dikalangan pengguna narkoba suntik, jarum yang tidak steril selama tato atau tindik dan transmisi darah yang terinfeksi dan transplantasi organ juga termasuk faktor risiko penularan HIV. Penularan dari ibu ke anak selama kehamilan, melahirkan dan menyusui menyebabkan 90% dari anak yang terinfeksi HIV (Najmah, 2016 : 155-156). Transmini pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu). ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 10,4 sel, partikel virus ini dapat ditemukan pada komponen sel dan nonsel ASI. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antra lain mastitis atau luka pada puting, lesi di mukosa mulut bayi, pramturitas dan respons imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan pascapersalinan dan meningkatkan risiko transmisi dua kali lipat (Bararah dan Jauhar, 2016 : 296).

28

29

2.3.7 Pencegahan HIV/AIDS Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat berjalan efektif apabila adanya komitmen masyarakat dan pemerintah untuk mencegah atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV. Menurut Najmah (2016 : 156-157) beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS, adalah : 1.

Penyuluhan kesehatan. Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat mengenai perilaku risiko tinggi yang dapat menularkan HIV.

2.

Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, atau hanya berhubungan seks denagn satu orang saya yang diketahui tidak terinfeksi HIV.

3.

Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Penggunaan kondom yang benar saat melakukan hubungan seks baik secara vaginal, anal, dan oral dapat melindungi terhadap penyebaran infeksi menular seksual (IMS). Fakta menunjukkan bahwa penggunaan kondom lateks pada laki-laki memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya sebanyak 5%.

4.

Menyediakan fasilitas konseling dan Tes HIV sukarela (Voluntary Counseling and Testing/VCT) Konseling dan tes HIV secara sukarela ini sangat disarakan untuk semua orang yang terkena salah satu factor resiko sehingga mereka

29

30

mengetahui status infeksi serta dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini. 5.

Melakukan sunat bagi laki-laki Sunat pada laki-laki yang dilakukan oleh profesional kesehatan terlatih dan sesuai dengan aturan medis dapat mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual sekitar 60%.

6.

Menggunakan Antiretrovital (ART) Sebuah

percobaan

yang

dilakukan

pada

tahun

2011

telah

mengkonfirmasi bahwa orang HIV-positif yang telah mematuhi pengobatan Antiretroviral (ART), dapat mengurangi risiko penurunan HIV kepada pasangan seksual HIV-negatif sebesar 95%. 7.

Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba suntikan. Pengguna narkoba suntikan dapat melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap infeksi atau tidak berbagi jarum kepada pengguna lain.

8.

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention of Mother to Child HIV Transmission/PMTCT) Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to child HIV transmission/ MTCT) selam kehamilan, persalinan, atau menyusui jika tidak diberikan intervensi maka tingkat penularan HIV dari ibu ke anak dapat mencapai 1545%. WHO merekomendasikan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dan bayi selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, dan memberikan

30

31

pengobatan untuk wanita hamil dengan HIV-positif. Pada tahun 2013, diperkirakan 67% (62-73%) dari 1,4 (1,3 – 1,6) juta ibu hamil yang hidup dengan HIV di Negara-negara berpenghasilsan rendah dan menengah menerima obat anti retroviral (ARV) yang efektif untuk mencegah penularan HIV kepada anak-anak mereka, naik dari 47% pada tahun 2009. 9.

Melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas kesehatan. Bagi petugas kesehatan, harus berhati-hati dalam menangani pasien, memakai dan membuang jarum suntik agar tidak tertusuk, menggunakan APD (sarung tangan lateks, pelindung mata, dan pelindung lainnya) untuk menghindari terinfeksi HIV. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh harus segera dicuci dengan air dan sabun. Tindakan kehati-hatian ini harus dilakukan pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan kewaspadaan universal). Pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi menurut Bararah dan

Jauhar (2016 : 305), adalah : 1.

Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.

2.

Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral (Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode seksio sesarea karena terbukti mengurang risiko penularan sebanyak 80%.

3.

Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang risiko dan manfaat ASI.

31

32

2.3.8 Perawatan HIV/AIDS di Rumah Orang dengan HIV/AIDS tidak selalu harus dirawat dirumah sakit kecuali jika kondisi ODHA memerlukan perawatan yang hanya bisa dilakukan dirumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. ODHA adalah anggota keluarga sehingga tinggal bersama-sama anggota keluarga lainnya dirumah adalah tempat terbaik untuk merawat ODHA. Dukungan dari keluarga dan orang-orang yang mencintainya akan memberikan kekuatan tersendiri bagi ODHA agar bisa terus optimis, aktif dan produktif (Kemenkes RI, 2017 : 20). Beberapa langkah yang dapat dilakukan keluarga untuk membantu perawatan ODHA dirumah menurut Kemenkes, RI (2017 : 20-36), adalah : 1.

Langkah 1 : Jika pasien dan anggota keluarga baru mengetahui terinfeksi HIV Sebagai anggota keluarga, perlu memberikan ketenangan kepada ODHA dan anggota keluarga lainnya untuk menjaga agar tidak terjadi kepanikan dan kekhawatiran yang berlebihan. Beberapa cara bisa dilakukan antara lain : a.

Sampaikan bahwa untuk ODHA sudah ada obat ARV yang disediakan oleh pemerintah secara cuma-cuma dilayanan kesehatan yang telah menyediakan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan.

b.

Sampaikan informasi yang benar berkaitan dengan HIV agar ODHA dan keluarga tidak panik dan dapat menerima kondisinya dengan lebih baik.

c.

Tunjukan dukungan moral dan spiritual kepada ODHA dan anggota keluarga lainnya.

32

33

2.

Langkah 2 : Jika pasien tersebut telah mendapatkan pengobatan ARV, lakukan dukungan kepatuhan pengobatan a.

Sampaikan manfaat ARV yang diminum secara teratur dan terus menerus.

b.

Jadilah PMO (Pendamping minum obat) yang baik, sabar dan telaten dengan selalu mengingatkan untuk minum obat pada waktunya.

c.

Berilah dorongan kepada ODHA untuk mandiri dalam pengobatannya sehingga lambat laun PMO tidak selalu harus mengingatkan.

d.

Berilah dorongan dan kesempatan kepada ODHA untuk mampu melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa sebelum terinfeksi HIV serta meyakinkan ODHA bahwa pengobatan ARV yang teratur tetap menjadikannya aktif dan produktif seperti orang tidak terinfeksi HIV.

e.

Jika timbul efek samping yang tidak bisa diatasi oleh keluarga atau pendamping ODHA, maka segeralah rujuk ke fasilitas layanan kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas pengobatan bagi ODHA.

3.

Langkah 3 : Jika terjadi efek samping pengobatan Setiap obat pasti akan ada efek sampingnya, namun pada setiap orang tingkatan dan gejala efek samping dapat berbeda-beda. Jika efek samping berat dan tidak dapat ditolerir segera hubungi dokter dan ceritalah secara jujur kepada dokter. a.

Mual dan muntah Jika mual : 1) Hentikan makan/minum selama 1-2 jam 2) Pelan-pelan minum air hangat kuku, teh encer, oralit. 3) Tingkatkan jumlah cairan secara bertahap.

33

34

4) Secara bertahap berikan makan yang mudah dicerna. 5) Hindari mencium bau yang tajam 6) Beristirahat sambil duduk atau tidur dengan miring 7) Jika mual terasa tambah parah, tarik nafas secara perlahan dan dalam. a) Perhatikan ventilasi / pertukaran udara. b) Tutup mata dan kendurkan perut, kain basah yang diletakkan di dahi juga bisa membantu meredakannya. Jika muntah, dapat mengkonsumsi : 1) Makanan kering seperti nasi, roti bakar dan biskuit sereal. 2) Makanan dingin yang tidak berbau tajam misalnya es krim, susu sapi kental dan buah-buahan air, air sop, cairan elektrolit dan bungkahan es. 3) Berikan obat-obatan anti muntah. b.

Diare Mengenali tanda-tanda kurang cairan : mengeluh kehausan, gelisah, kulit nampak kisut, bila dicubit maka bekas cubitan tersebut akan lama kembali ke normal/kulit terlihat jelek. Beberapa jenis makanan yang dapat diberikan/disediakan : 1) Beberapa jenis makanan yang dapat diberikan/disediakan : a) Cairan lebih banyak dari biasanya seperti sari buah, larutan gula garam, kuah sayur, air tajin, oralit (bisa diperoleh diapotek atau dibuat sendiri dengan mencampur delapan sendok kecil gula dan setelah sendok kecil garam dengan satu liter air).

34

35

b) Buah-buahan yang mengandung serta rendah seperti pisang dan pepaya. c) Makanan yang bergizi dan mudah dicerna seperti bubur atau nasi lembek, sup. d) Hindari makanan yang berserat tinggi seperti bayam, kangkung, daun sinkong, genjer dan sawi hijau, makanan berlemak dan pedas. 2) Makanan porsi kecil tapi sering, bisa sampai 5 kali sehari. 3) Kalau tidak tahan dengan susu, berhenti minum susu sampai diarenya hilang. 4) Harus dihindari minuman yang sangat manis, alkohol dan kopi. 5) Jika air kencing berwarna kuning gelap atau tidak bisa buang air kecil setiap empat ham, minumlah banyak air untuk menghindari dehidrasi. Hubungi petugas kesehatan terlatih untuk keadaan berikut : 1) Darah dikotoran. 2) Diare berlangsung lebih dari 5 hari. 3) Jika keadaan menjadi lemah. 4) Jika terdapat perlukaan disekitar daerah dubur. c.

Sakit kepala Untuk nyeri kepala ringan : 1) Dapat berupa sakit kepala yang tegang yang biasanya timbul jika terdapat demam. 2) Pijatan pada kulit kepala dapat membantu menguranginya.

35

36

3) Bantulah/usahakan untuk dapat beristirahat dan santai. 4) Berikan parasetamol (500-1000 mg setiap 4-6 jam), atau aspirin (500 mg per tablet) atau ibuprofen (400 mg per tablet) pada malam hari. 5) Parasetamol jangan diberikan lebih dari 4.000 mg per hari. Hubungi petugas kesehatan terlatih jika : 1) Sakit kepala menetap lebih dari 24 jam, meskipun sudah minum obat anti sakit kepala. 2) Gangguan penglihatan, timbul muntah. 3) Bicara cadel 4) Nyeri dileher dan/atau kaku kuduk. 5) Kelemahan disatu sisi tubuh. 6) Perubahan tingka laku atau konsentrasi. d.

Masalah kulit Kulit yang gatal dapat disebabkan oleh kulit kering, infeksi atau reaksi tubuh terhadap pengobatan yang sedang digunakan. Kulit gatal sering dikaitkan dengan ruam kulit. Beberapa hal berikut ini dapat digunakan untuk mengurangi rasa gatal : 1) Usahakan kulit dalam keadaan sejuk atau dengan mengipasinya. 2) Hindarilah penggunaan air hangat pada kulit. 3) Hindarilah menggaruk, yang dapat menyebabkan kulit menjadi lebih gatal dan kadang-kadang infeksi. 4) Gunakan lotion (seperti calamine) 5) Daun teh yang direndam dalam air panas juga cukup baik untuk gatal.

36

37

Hubungi petugas kesehatan terlatih jika kulit gatal tidak menghilang dalam beberapa hari. Atau jika timbul lepuh atau kulit mengelupas, atau jika masalah menjadi meluas dan berlanjut ke mata dan selaput lendir. e.

Kurang darah (anemia) Anemia

dapat

menyebabkan

kelelahan

dan

penurunan

konsentrasi, sesak nafas, pusing, pucat, dan jantung berdebar-debar. Anemia dapat diketahui dengan tes darah (tes hemoglobin) secara berkala. Hubungi dokter jika mengalami gejala yang terkait anemia. f.

Demam Demam (suhu tubuh yang tinggi) bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan tanda bahwa sedang terjadi peradangan atau peningkatan metabolisme tubuh dan dapat menunjukkan kondisi sakit. Pada ODHA, demam sering hilang timbul. Cara menurunkan demam : 1) Hindari menggunakan baju atau selimut yang tidak perlu. 2) Mandi dengan air sejuk atau basahkan kulit dan biarkan kering sendiri (tanpa dilap dengan handuk). 3) Dinginkan badan dengan lap basah (kompres dingin) pada dahi, ketiak dan paha. 4) Jika air kencing berwarna kuning gelap atau tidak dapat buang air setiap empat jam, mimum banyak air untuk menghindari dehidrasi. 5) Berikan parasetamol 500 mg tablet : 2 tablet setiap 4 jam tetapi tidak boleh lebih dari 8 tablet perhari.

37

38

Hubungi petugas kesehatan terlatih jika : 1) Curiga terhadap malaria (riwayat demam, tanpa ruam kulit yang baru, penyakit malaria sedang menyerang daerah anda tinggal, tidak ada penyebab jelas lainnya) 2) Demam sangat tinggi lebih dari 390C pada orang dewasa dan lebih dari 380C pada anak tanpa atau setelah diberikan obat penurunan panas. 3) Demam diikuti penurunan kesadaran. 4) Demam diikuti oleh batuk, berat badan menurun, kuduk kaku, selaput putih mata berwarna kuning, diare, bernafas cepat dan terengah-engah, radang pada kulit, muntah. 5) Demam menetap lebih dari 7 hari. 6) Orang sakit tersebut sedang hamil atau baru saja melahirkan. g.

Sulit tidur Cara membantu ODHA dapat tidur dengan baik : 1) Pastikan orang sakit berada dilingkungan yang tenang sehingga mereka bisa tidur nyenyak. Sediakan minuman yang nyaman di malam hari, namun teh kental, kopi atau minuman karbonisasi harus dihindari pada sore hari. 2) Jika timbul rasa sakit, berikan dosis ganda obat anti nyeri sebelum tidur (tapi ingat, jangan memberikan lebih dari 8 parasetamol 500 mg tablet per hari) 3) Sulit tidur seringkali berkaitan dengan kecemasan yang dialami ODHA. 4) Berikan obat hiptonik sedatif jika dibutuhkan.

38

39

2.3.9 Pengobatan HIV/AIDS Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan kombinasi antiretroviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ARV. Namun, ART ini bukan merupakan obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol replikasi virus pada tubuh penderita serta memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih parah. Pada akhir tahun 2013, sekitar 11,7 juta orang HIV-positif di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah menerima pengobatan ART, 740.000 diantaranya adalah anak-anak. Cakupan pemakaian ART pada anak-anak masih rendah yaitu hanya 1 dari 4 yang menerima pengobatan ART dibandingkan dengan 1 dari 3 orang dewasa. Dari semua orang dewasa HIV-positif 37% yang menerima pengobatan ART, namun dari semua anak yang hidup dengan HIV hanya 23% yang menerima pengobatan ART pada tahun 2013 (Najmah, 2016 : 158-159).

39

40

2.4

Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah konsep yang dipakai sebagai landasan

berfikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2016 : 49).

Keluarga Fungsi perawatan kesehatan 1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. 2. Membuat keputusan yang tepat bagi keluarga. 3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. 4. Mempertahankan atau menciptakan suasana Keterangan : rumah yang sehat. : diteliti 5. Menggunakan fasilitas : tidak diteliti kesehatan.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap 1. Pengalaman pribadi 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. Pengaruh kebudayaan 4. Media masa 5. Lembaga pendidikan Sikap keluarga dalam dan lembaga agama merawat HIV/AIDS 6. Pengaruh faktor emosional

Perawatan ODHA dirumah : 1. Langkah 1 : Jika pasien dan anggota keluarga baru mengetahui terinfeksi HIV 2. Langkah 2 : Jika pasien tersebut telah mendapatkan pengobatan ARV, Unfavorabl Favorable elakukan dukungan (Positif) : berhubungan kepatuhan pengobatan (Negatif) : berpengaruh 3. Langkah 3 : Jika terjadi efek samping pengobatan

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sikap Anggota Keluarga Dalam Merawat HIV/AIDS Di Poli Sehati RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro.

Perawatan HIV/AIDS : Suportif dengan mengusahakan gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi. Menanggulangi infeksi oportunistik atau infeksi lain. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus. Mengatasi dampak psikososial. Konseling keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

40

Related Documents

Revisi Bab 2
May 2020 16
Bab 2 Inovasi Revisi
October 2019 26
Revisi Bab Ii.2.docx
May 2020 16
Revisi Bab 1 Dan Bab 2.docx
October 2019 17
Benchmarking 1doc
June 2020 45

More Documents from ""

Arthritis Gout
May 2020 20