1. Yusuf AS Putra tersayang Nabi Ya'qub AS Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 12 orang putra Nabi Ya'qub AS. Rasa sayang Ya'qub yang berlebihan terhadapnya membuat saudara-saudaranya menjadi iri hati terhadapnya. Lebih dari itu, wajah Yusuf pun jauh lebih tampan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Suatu hari Yusuf bermimpi tentang 11 bintang, matahari dan bulan, turun dari langit dan bersujud di depannya. Ia menceritakan mimpinya ini kepada ayahnya. Ya'qub sangat gembira mendengar cerita itu dan menyatakan bahwa Allah SWT akan memberikan kemuliaan, ilmu, dan kenikmatan hidup yang mewah bagi putranya.Saudara-saudara Yusuf membinasakan Yusuf Saudara-saudara Yusuf merasa iri hati atas kelebihan kasih sayang yang dicurahkan ayah mereka kepada Yusuf dan adiknya, Bunyamin. Mereka merencanakan persekongkolan untuk membinasakan Yusuf. Salah satu dari mereka menyarankan agar jangan membunuhnya, tetapi membuangnya jauh-jauh ke dalam sumur, agar ia tidak bisa kembali kepada ayahnya. Yusuf kecil diajak bermain-main oleh kakak-kakaknya, setelah mereka berhasil membujuk ayahnya untuk mengizinkan mereka membawa Yusuf. Saat itulah mereka melaksanakan niat jahat mereka untuk menyingkirkan Yusuf. Ketika sampai di suatu tempat, mereka menceburkan Yusuf ke dalam sebuah sumur yang dalam. Baju Yusuf dikoyak-koyak dan dilumuri darah kambing. Kemudian dengan wajah sedih mereka menyampaikan berita pada ayah mereka bahwa Yusuf telah tewas dimakan serigala. Kisah mimpi Nabi Yusuf AS dan perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat dalam Al Qur'an surat Yûsuf: 4-21. Kisah Yusuf dan Zulaikha Tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang kafilah yang lewat di tempat itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk dijual sebagai budak hingga akhirnya dibeli oleh keluarga pembesar Mesir yang bernama Kitfir. Wajah Yusuf yang sangat tampan itu membuat istri pembesar yang bernama Zulaikha terpikat. Suatu ketika pada saat suaminya tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak Yusuf untuk berbuat tidak senonoh, akan tetapi Yusuf menolak ajakan tsb sehingga terjadilah ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung, suami Zulaikha datang dan Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa Yusuf telah berlaku tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun belum sempat ia berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada di sekitar tempat itu berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan bahwa jika kemeja Yusuf robek di bagian depan maka Yusuflah yang bersalah, tetapi kalau kemejanya robek di bagian belakang, maka Zulaikha yang bersalah. Setelah pembesar itu memeriksa, ternyata yang robek adalah kemeja bagian belakang Yusuf. Dengan demikian Yusuf pun selamat. Cerita tsb kemudian menyebar ke masyarakat luas. Zulaikha yang merasa malu karena menjadi pembicaraan orang lalu mengundang istri-istri para pembesar Mesir ke rumahnya. Mereka diberinya makanan yang enak-enak serta masing-masing diberi sebilah pisau untuk mengupas buah. Ketika mereka sibuk mengupas buah, Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Ketika melihat wajah Yusuf, saking terpesonanya tanpa sadar para wanita itu mengiris jari-jari tangan mereka sendiri. Kini mereka mengerti mengapa Zulaikha begitu terpikat pada Yusuf. Sebagian dari mereka menyarankan Yusuf untuk menerima keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha sendiri adalah wanita yang sangat cantik. Mendengar itu, Nabi Yusuf AS berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. Akhirnya, atas permintaan Zulaikha yang merasa terhina, Yusuf AS dimasukkan ke dalam penjara. Kisah ini terdapat dalam surat Yûsuf: 22-35. Kecerdasan Yusuf menafsirkan mimpi Nabi Yusuf AS dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Saat Yusuf AS
di penjara, suatu hari dua orang teman sepenjaranya bercerita padanya tentang mimpi mereka. yang pertama adalah kepala tukang pembuat minuman bernama Nabu, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memeras anggur untuk membuat arak. Orang kedua adalah kepala tukang roti bernama Malhab, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memikul roti di atas kepalanya, yang mana kepalanya itu dimakan oleh burung-burung. Yusuf pun menafsirkan mimpi mereka, ia berkata kepada kedua orang itu, "Wahai engkau kepala tukang minuman, bergembiralah, engkau akan memberi minum tuanmu dengan khamar, yang berarti engkau akan dibebaskan lantaran engkau tidak terbukti terlibat persekongkolan melawan raja. Adapun engkau hai kepala tukang roti, maafkan aku dengan terpaksa aku mengatakan bahwa engkau akan dihukum mati dengan cara disalib, dan burung-burung akan memakan sebagian kepalamu, karena engkau terbukti terlibat persekongkolan melawan raja. Demikian putusan Allah sebagaimana yang aku terangkan, dan itu pasti terjadi karena aku tidak berbicara sembarangan melainkan apa yang telah diilhamkan Tuhanku kepadaku dalam menafsirkan mimpi kalian berdua." Semua yang diramalkan Yusuf benar-benar terjadi, dan kepala minuman akhirnya menerima kebebasannya. Saat ia akan keluar, Yusuf berpesan padanya agar ia menceritakan kepada raja perihal keadaan dirinya. Ia ingin raja meninjau kembali keputusannya karena sesungguhnya ia tidak bersalah. Akan tetapi karena terlalu gembiranya tukang minuman itu sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf pada raja, dan mengakibatkan Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun lagi. Kemampuan Nabi Yusuf AS dalam menafsirkan mimpi kedua rekannya ini diceritakan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 36-42. Mimpi Raja Pada suatu hari, raja mengalami mimpi yang sangat menggelisahkan dan menakutkan dirinya. Ia lalu mengumpulkan dukun-dukun dan orang-orang pintar untuk meminta mereka menafsirkan mimpinya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah bermimpi melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula melihat 7 batang gandum hijau dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah takwil mimpi itu jika kalian mampu menafsirkannya." Orang-orang yang ada di situ terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka merasa bingung dan memberikan jawaban yang tidak memuaskan dengan mengatakan bahwa mimpi itu tidak bisa ditafsirkan karena ia hanya berupa impian yang kacau dari raja dan tidak memiliki makna apa-apa, disamping mereka sebenarnya memang tidak memiliki pengetahuan perihal penafsiran mimpi. Saat itu kepala tukang minuman mendengar mimpi raja dan jawaban dari para dukun dan orang-orang pintar itu. Ia pun teringat kembali pada Yusuf. Segera berkata ia pada hadirin yang ada di ruangan itu, "Aku sanggup memberitahu kalian tentang arti dari mimpi ini, karena di dalam penjara ada seorang pemuda bernama Yusuf. Aku dan kepala tukang roti pernah ditahan bersamanya. Kami pernah bermimpi dan telah diterangkan oleh Yusuf dan terbukti kebenarannya. Apabila paduka setuju mengirimkan aku kepada Yusuf, maka aku akan membawa penafsiran dari mimpi ini." Akhirnya diutuslah kepala tukang minuman itu kepada Yusuf. Setelah berbincang-bincang dengan Yusuf dan menceritakan sebab-sebab kealpaannya terhadap pesan Yusuf, ia pun mengutarakan maksud kedatangannya. "Hai Yusuf yang berkata benar, terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi kurus, dan 7 batang gandum hijau berdekatan dengan 7 batang gandum kering. Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf tentang hakikat mimpi ini, supaya aku memberitahukannya kepada orang-orang di kerajaan, barangkali mereka mengetahui keutamaan dan kedudukan ilmumu." Yusuf pun mulai menerangkan arti mimpi raja. Bukan hanya itu, ia menerangkan pula pemecahan kesulitan yang timbul dari arti mimpinya. Ia berkata, "Mesir akan mengalami 7 tahun yang subur, maka pada tahun-tahun itu hendaklah kamu menanami tanahmu dengan gandum dan sya'ir, kemudian hasil panenannya kamu simpan dalam batang-batang
gandumnya, dan jangan boros dalam pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan saja. Setelah itu akan datang 7 tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan gandum yang kamu simpan, dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat digunakan sebagai bibit untuk tahun-tahun berikutnya. Setelah lewat tahun-tahun kering ini, akan datang satu tahun yang subur dimana turun hujan dan tanah akan menghasilkan biji-bijian yang banyak dan sari buah-buahan seperti anggur dan zaitun." Kisah tentang mimpi raja ini diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49. Yusuf dibebaskan dari penjara Kepala tukang minuman segera menyampaikan tafsir mimpi yang telah diterangkan Yusuf kepada raja, maka raja pun mengirim utusan untuk memanggil Yusuf dan menjelaskan kembali secara rinci. Akan tetapi Yusuf enggan keluar dari penjara sebelum namanya dibebaskan dari segala tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia minta supaya pihak kerajaan menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan menanyai wanita-wanita yang menghadiri jamuan makan di rumah istri pembesar bekas majikannya dulu tentang sebab-sebab penahanannya supaya mereka menjadi saksi dalam perkaranya.Permintaan Yusuf ini kemudian disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja pun menyuruh para utusan untuk memanggil wanita-wanita itu dan menjelaskan fakta yang sebenarnya. Mereka pun bersaksi bahwa Yusuf memang tidak bersalah, dan bahwa istri pembesar Mesir, Zulaikha, itulah yang justru merayu Yusuf. Setelah adanya kesaksian dari wanita-wanita ini, Zulaikha sendiri tidak bisa menyangkal lagi. Akhirnya ia pun mengakui perbuatannya. Dengan demikian keluarlah Yusuf dari penjara dengan diri yang bersih dari segala tuduhan dan fitnah. Raja kemudian juga merehabilitasi namanya di masyarakat. Allah telah mentakdirkan kezaliman yang selama ini diterima oleh Yusuf berganti dengan kemuliaan. Kisah ini diterangkan dalam Al-Qur'an surat Yûsuf: 50-53. Kebenaran tentang Yusuf telah menambah kepercayaaan raja kepadanya, sehingga ia kemudian mengangkatnya menjadi menteri yang mengurusi berbagai masalah ekonomi dan keuangan bagi negara Mesir. Inilah balasan Allah kepada hamba-hambaNya yang saleh. Kisah pengangkatan Yusuf dalam kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 54-57. Pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya Takwil mimpi yang telah diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud. Pada masa 7 tahun yang subur, Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir untuk menyimpan kelebihan bijibijian dari hasil tanaman mereka. Kemudian datanglah masa paceklik pada 7 tahun berikutnya. Timbul bencana kelaparan dan kekeringan, terutama di negeri-negeri tetangga lantaran ketiadaan persiapan penduduk untuk menghadapinya, termasuk negeri Palestina dimana keluarga Yusuf tinggal. Ya'qub dan anak-anaknya juga mengalami kesulitan ini. Ia mendengar bahwa di Mesir ada persediaan makanan yang cukup, maka ia pun menyuruh anak-anaknya, kecuali Bunyamin, untuk pergi ke Mesir dengan membawa perbekalan berupa barang-barang dan perak serta lainnya untuk ditukar dengan gandum dan sya'ir. Tatkala mereka telah tiba di istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan Yusuf, melihat raut wajah mereka dan pakaian mereka yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari Palestina, tahulah Yusuf bahwa itu adalah saudara-saudaranya. Namun mereka tidak mengenali dirinya dikarenakan kondisi Yusuf yang sudah jauh berubah, pakaiannya yang khusus, dan logat bicaranya yang menggunakan bahasa Mesir kuno.Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya layaknya seorang tamu, dan menimbang gandum dan sya'ir bagi mereka dengan takaran yang dilebihkan, serta memberi bekal untuk perjalanan pulang mereka. Ketika mereka bersiap-siap akan pergi, Yusuf berkata, "Bawalah kepadaku seorang lagi saudaramu yang seayah denganmu. Jika kalian tidak membawanya, maka aku tidak akan mau menukarkan makanan lagi bagi kalian, jika kalian kembali ke Mesir untuk kedua kalinya."
Mereka pun berkata, "Kami akan membujuk ayah kami supaya beliau mengizinkan kami membawanya ke Mesir, dan kami tegaskan kepadamu bahwa kami akan melaksanakan perintahmu." Ketika mereka hendak berangkat pulang, Yusuf menyuruh pelayan menyisipkan kembali barang-barang saudaranya yang telah ditukar dengan gandum dan sya'ir itu ke dalam karung-karung mereka tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini dimaksudkan supaya mereka merasa senang dan berbaik sangka kepadanya, sehingga mereka akan kembali lagi ke Mesir karena berharap akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan darinya. Saudara-saudara Yusuf kembali ke Palestina dan menceritakan tentang kebaikan dari menteri ekonomi Mesir serta penghormatan yang mereka terima. Mereka juga menyampaikan permintaan menteri Mesir itu agar mereka membawa Bunyamin jika nanti mereka hendak kembali ke Mesir. Rupanya setelah ditinggalkan oleh Yusuf, Ya'qub sangat berduka. Setiap hari ia menangis sampai matanya memutih dan buta. Mendengar permintaan yang disampaikan saudarasaudara Yusuf ini, Ya'qub tidak mempercayai mereka. Namun mereka terus membujuk dan mengatakan bahwa jika Bunyamin tidak mereka bawa, mereka tidak akan mendapatkan makanan lagi dari menteri Mesir itu. Mereka juga berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan menyianyiakannya. Setelah mendengar janji putra-putranya ini, hati Ya'qub sedikit lebih tentram. Akhirnya dengan berat hati Ya'qub pun mengizinkan mereka membawa Bunyamin. Ia juga berpesan pada mereka supaya masuk ke kota melalui beberapa pintu agar tidak menarik perhatian. Kisah pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 58-67.Yusuf menahan Bunyamin Saat mereka datang lagi ke Mesir bersama Bunyamin, Yusuf berusaha mencari kesempatan untuk bisa berdua saja dengan Bunyamin, kemudian ia mengatakan padanya bahwa ia adalah Yusuf, saudaranya sekandung. Ia menceritakan tentang apa yang telah dilakukan saudarasaudaranya dulu kepadanya, dan apa yang telah terjadi padanya. Yusuf memiliki rencana untuk bisa menahan Bunyamin lebih lama bersamanya. Ketika saudara-saudara Yusuf akan pulang, Yusuf menyelipkan piala untuk minum raja ke dalam karung Bunyamin. Saat mereka sudah akan berangkat, salah seorang pegawai Yusuf memanggil mereka kembali, dan mengatakan bahwa piala raja telah hilang. Barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat muatan seekor unta. Saudara-saudara Yusuf bersumpah bahwa mereka tidak mencuri. Salah seorang pegawai Yusuf kemudian bertanya, "Apa balasannya jika ternyata kalian berdusta?" Mereka menjawab, "Pada siapa diketemukan barang yang hilang itu dalam karungnya, maka dia dijadikan budak. Ini adalah balasan yang adil bagi pencuri menurut syariat Ya'qub." Maka mulailah Yusuf dan para pegawainya memeriksa karung-karung mereka. Sengaja karung Bunyamin diperiksa paling akhir supaya tidak timbul kecurigaan pada saudara-saudaranya yang lain bahwa pencurian itu telah diatur. Saat ditemukan piala itu dalam karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf sangat terkejut menyaksikan hal itu. Mereka merasa malu dengan peristiwa ini, karenanya mereka berkata, "Sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya sebelum ini." Tentu saja yang mereka maksud adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa yang dimaksud saudara-saudaranya ini, dan sesungguhnya ia merasa jengkel dan kecewa terhadap mereka, tapi sikap itu tidak diperlihatkannya. Menurut riwayat, tatkala Rahel ibu Yusuf pergi bersama Yusuf menuju Palestina, ia membawa sebuah patung kecil milik ayahnya Laban. Laban yang merasa kehilangan patung itu kemudian mencarinya, tapi ia tidak bisa menemukannya baik pada Rahel maupun orang lain, karena Rahel telah menyembunyikannya di sela-sela perlengkapan unta yang dinaikinya.
Ketika Ya'qub dan keluarganya tiba di Palestina, patung itu berada pada Yusuf dan dibuat mainan lantaran ia menyerupai boneka yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil. Itulah sebabnya Yusuf dituduh mencurinya dari rumah kakeknya Laban, padahal kenyataannya tidaklah begitu. Saudara-saudara Yusuf memohon padanya agar Bunyamin dibebaskan dan mengambil salah satu dari mereka sebagai penggantinya. Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambilah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orangorang yang berbuat baik." Maka Yusuf pun menjawab, "Aku tidak akan menahan seseorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya. Jika kami menahan orang yang tidak bersalah, maka kami termasuk orang-orang yang zalim." Saudara-saudara Yusuf merasa bingung dan putus asa. Mereka telah berjanji pada ayah mereka untuk menjaga Bunyamin dengan sebaikbaiknya. Sebelum ini mereka telah menyia-nyiakan Yusuf, jika sekarang mereka tidak membawa Bunyamin pulang, pastilah ayah mereka akan marah dan tidak mempercayai mereka. Setelah berunding dan berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari mereka, "Aku tidak akan meninggalkan Mesir sampai ayah mengizinkan aku kembali, atau Allah memberikan keputusan kepadaku. Dan Dia adalah hakim yang paling adil." Namun Yusuf berkata, "Kembalilah pada ayahmu, dan katakan bahwa anaknya telah mencuri, dan bahwasanya kalian hanya menyaksikan apa yang terjadi dan tak mampu menjaga barang yang hilang." Akhirnya saudara-saudara Yusuf pulang tanpa Bunyamin. Dengan demikian siasat Yusuf untuk menahan adik kandungnya akhirnya berhasil. Kisah ini diterangkan dalam surat Yûsuf: 68-82. Yusuf berkumpul kembali bersama keluarganya Ya'qub sangat sedih mendengar kejadian yang menimpa Bunyamin. Ia tidak mempercayai perkataan anak-anaknya dan sangat kecewa terhadap mereka. Kendati demikian, ia memasrahkan semuanya kepada Allah SWT dan percaya bahwa Allah pasti akan mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu kembali dengan kedua putra tercintanya itu. Ya'qub memerintahkan anak-anaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan Bunyamin. Putra-putranya mematuhi perintah ayah mereka, dan kembali ke Mesir. Kepada Yusuf, mereka memohon belas kasihannya agar ia berkenan melepaskan Bunyamin. Mereka pun mengadukan keadaan mereka yang miskin dan membutuhkan makanan dengan harapan Yusuf mau memberi mereka bahan makanan yang cukup. Timbul rasa iba dalam hati Yusuf mendengar keluhan saudara-saudaranya, sehingga terpikir olehnya untuk mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya supaya mereka bisa tinggal bersamanya dalam keadaan sejahtera. Kemudian ia memanggil Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada saudarasaudaranya, "Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian kepada Yusuf dan saudaranya? Ingatkah kalian akan perbuatan kalian memisahkan Yusuf dan ayahnya dengan membuangnya ke dalam sumur? Dan kepada Bunyamin, maka kalian telah membuatnya bersedih atas kehilangan saudaranya sehingga ia pun ikut menderita." Mendengar perkataan Yusuf, mulai timbul dugaan dalam diri saudara-saudaranya, jangan-jangan pembesar yang berbicara di hadapan mereka ini adalah Yusuf. Dengan berdebar-debar mereka bertanya, "Apakah engkau Yusuf?" Yusuf menjawab, "Benar, aku Yusuf. Dan ini saudaraku Bunyamin." Maka saudara-saudara Yusuf pun segera memohon ampun dan meminta maaf kepadanya atas kejahatan yang pernah mereka lakukan dahulu. Dengan berlapang dada, Yusuf memaafkan kesalahan saudarasaudaranya. Ia lalu memerintahkan mereka untuk menjemput ayahnya beserta keluarga mereka untuk datang ke Mesir.
Mengetahui bahwa ayahnya telah kehilangan penglihatan lantaran kesedihan yang amat sangat semenjak kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk diusapkan ke wajah ayahnya supaya ia dapat melihat kembali. Setelah mengusapkan gamis Yusuf ke wajahnya, Ya'qub dapat merasakan keberadaan Yusuf dan segera mengetahui bahwa Yusuf masih hidup. Karena gembira dengan kenyataan itu ia pun dapat melihat kembali dengan seizin Allah.Akhirnya Yusuf pun dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtua dan saudara-saudaranya di Mesir. Ya'qub dan anak-anaknya telah diliputi rasa hormat kepada Yusuf yang telah diberi kemuliaan oleh Allah. Mereka pun memberikan penghormatan kepadanya dengan cara menundukkan kepala sesuai dengan adat pada masa itu dalam menghormati pembesar yang berkuasa. Melihat ini, Yusuf teringat akan mimpinya dulu ketika ia masih kecil, maka ia berkata kepada ayahnya, "Inilah tafsir mimpiku yang dulu kuceritakan kepadamu, ketika di dalam mimpi aku melihat 11 bintang serta matahari dan bulan bersujud kepadaku." Kisah mengharukan berkumpulnya Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam surat Yûsuf: 83-101
2. Daud AS Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani Israil, yaitu dari sibith Yahuda. Ia merupakan keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS. Thalut Sang Raja Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Nabi Yusya' bin Nun, yang memang telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan beliau sesaat sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan Yusya' bin Nun mereka dapat menguasai tanah Palestina dan bertempat tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin Nun wafat, mereka terpecah belah. Isi kitab Taurat berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga akhirnya hilanglah kekuatan persatuan mereka. Tanah Palestina diserbu dan dikuasai bangsa lain. Bani Israil menjadi bangsa jajahan yang tertindas. Mereka merindukan datangnya seorang pemimpin yang tegas dan gagah berani untuk melawan penjajah. Pada suatu hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk meminta petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di antara kami sebagai Raja yang akan memimpin kita berperang melawan penjajah." Tetapi Nabi Samuel menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin yang dipilih Allah, kalian justru tidak mau berangkat perang." "Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas," kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih lama lagi." Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian berdoa kepada Allah SWT agar menetapkan satu di antara mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel dikabulkan, Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin mereka. Tapi ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan oleh Nabi Samuel, mereka justru menolak dengan alasan bahwa Thalut tidak begitu dikenal, ia hanya seorang petani biasa yang sangat miskin. Nabi Samuel kemudian menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa, namun ia pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan kuat, dan pandai tentang ilmu tata negara. Baru akhirnya mereka mau menerima Thalut sebagai Raja mereka.Kisah Jalut dan Daud Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan rumah tangga dan perdagangan ke medan perang. Dengan memilih orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak terganggu dengan urusan rumah tangga dan perdagangan. Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut adalah seorang remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang maju ke medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke garis depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya lapar atau haus, dialah yang melayani dan menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka. Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh lebih banyak dan lebih besar tentara Jalut Sang Penindas (Goliath). Jalut sendiri adalah seorang panglima perang yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap orang yang berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut gemetar saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu. Demi melihat tentaranya ketakutan, Thalut berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir." Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara Jalut. Tak mengira lawan yang berjumlah sedikit itu mempunyai keberanian bagaikan singa terluka, akhirnya pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari tercerai berai. Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa pengawalnya yang masih tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani berhadapan dengan raksasa itu. Lalu Thalut mengumumkan, siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan diduga, Daud yang masih berusia remaja tampil ke depan, minta izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut ragu, mampukah Daud yang masih sangat belia itu mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak oleh Daud, akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan perang. Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia telah berteriak berkali-kali, menantang orang-orang Israil untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa Israil
sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang menyakitkan hati. Tiba-tiba Daud muncul di hadapan Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat anak muda itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-kali Jalut melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud dapat menghindar dengan gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru ketapelnya tepat di antara kedua mata Jalut. Jalut berteriak keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut. Ia dinikahkan dengan putri Thalut yang bernama Mikyai. Daud menjadi Raja Disamping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat sebagai penasihatnya. Ia dihormati semua orang, bahkan rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada Thalut. Hal ini membuat Thalut iri hati. Karenanya ia berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang sulit. Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar jumlahnya. Namun Daud justru memenangkan pertempuran itu dan kembali ke istana dengan disambut luapan kegembiraan rakyatnya.Thalut makin merasa iri dan tersaingi atas kepopuleran Daud di mata rakyatnya. Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan berbagai cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud seolah selalu dilindungi Allah.Akhirnya terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud serta pendukung mereka. Dalam peperangan itu Thalut tewas. Setelah kematian Thalut dan putra mahkotanya yang juga mati dalam pertempuran tsb, maka rakyat langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil. Mukjizat Nabi Daud AS Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS. Selain Zabur, keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas perintah Allah SWT mengikuti tasbihnya. Nabi Daud AS juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga mengikuti tasbih Nabi Daud AS. Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10. Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun dapat terkalahkan. Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia menduduki takhta kerajaan selama 40 tahun. Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat melunakkan besi seperti lilin, kemudian ia dapat merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan api atau peralatan apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju besi yang dikokohkan dengan tenunan dari bulatan-bulatan rantai yang saling menjalin secara berkesinambungan. Jenis baju ini membuat pemakainya lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju besi biasa yang dibuat dari besi lembaran. Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10 dan Al-Anbiyâ': 80. Nabi Daud juga dikaruniai suara yang sangat merdu sekali. Kitab Zabur yang diturunkan kepadanya selain berisi pelajaran dan peringatan, juga berisi nyanyian puji-pujian kepada Tuhan. Nyanyian ini sering juga disebut dengan Mazmur. Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi 4 bagian. Sehari untuk beribadah, sehari ia menjadi hakim, sehari untuk memberikan pengajaran, dan sehari lagi untuk kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia melakukan puasa dua hari sekali, sehari berpuasa, sehari lagi tidak. Peringatan Allah pada Nabi Daud AS Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan umat. Jika ia melakukan kesalahan, maka Allah segera memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya itu. Demikian pula halnya dengan Nabi Daud. Ia memiliki istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada pembatasan jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki. Seorang lelaki biasa untuk memiliki banyak istri, terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud ingin menggenapkan istrinya menjadi 100 orang. Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu kepada Nabi Daud. Seorang di antara mereka berkata, "Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor, sedang aku hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan mendesakku agar menyerahkan kambingku yang seekor itu kepadanya, supaya jumlah kambingnya menjadi genap 100 ekor. Ia membawa berbagai alasan yang tak bisa kubantah karena aku tak pandai berdebat."
Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi, "Benarkah ucapan saudaramu itu?" "Benar," jawab lelaki itu. Berkatalah Daud dengan marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu telah berbuat zalim. Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan perbuatanmu yang semena-mena itu atau engkau akan mendapat hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu!" "Hai Daud!" kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang pantas mendapat hukuman yang kau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau telah mempunyai 99 istri? Tetapi mengapa kau masih menyunting lagi seorang gadis yang sudah bertunangan dengan pemuda yang menjadi tentaramu sendiri? Padahal pemuda itu sangat setia dan berbakti kepadamu."Nabi Daud tercengang mendengar ucapan yang tegas dan berani dari lelaki itu. Ia berpikir keras, siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba kedua pria itu sudah hilang lenyap dari pandangannya. Tahulah Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah melalui malaikat-Nya. Ia segera bertaubat memohon ampun kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya. Pelanggaran terhadap Hari Sabath Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk melanggar ketentuan yang menyatakan hari Sabtu (Sabath) sebagai hari besar untuk Bani Israil, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, menyucikan hati dan pikiran dengan berzikir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan kesibukan-kesibukan yang bersifat duniawi.Penduduk desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah itu. Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan, tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan di laut banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk Ailat tidak dapat menahan diri untuk melanggar larangan hari Sabtu itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan. Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka diubah menjadi wajah yang amat buruk, kemudian terjadi gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini diriwayatkan dalam surat Al-A'râf: 163-166. Asal-usul Baitul Maqdis Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di wilayah kerajaan yang dikuasai Nabi Daud AS. Banyak rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud kemudian berdoa kepada Allah agar menghilangkan wabah ini, maka hilanglah penyakit itu. Untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak putranya, Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu Baitul Maqdis, yang sekarang kita kenal sebagai Masjidil Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat inilah yang menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke Ka'bah.
3. Musa AS
Nabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani Israil menyembah Allah SWT. Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub AS yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa disana. Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun. Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil, yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS. Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil hanya berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan pesuruh. Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia diktator bengis yang tidak berperi kemanusiaan. Mabuk dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut dirinya sebagai Tuhan. Kekejaman Fir'aun membunuh bayi laki-laki Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan dengan akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja. Seketika itu Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa sangat gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap akan dapat merawatnya. Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti kemana peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan berniat untuk memeliharanya. Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun lantaran takut Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras untuk memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air dan pohon (mu = air, sa = pohon). di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu pada Yukabad, sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa. Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi. Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13. Musa meninggalkan Mesir Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun. Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela kaumnya yang lemah. Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi melawan seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil, Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya Musa melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21. Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang
mereka gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar yang tampak tidak mau mengalah. Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tsb. Laki-laki kasar tadi mencoba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka. Musa menikah Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke rumah mereka.Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa. Sikapnya sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan. Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal di rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun. Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat mas kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun. Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat pelindung yang dapat dipercaya. Kisah tentang hal ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28. Musa kembali ke Mesir Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama istrinya. Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya, oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar. Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata kepada istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu untuk menerangi jalan kita." Tatkala Musa menghampiri api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku." Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya. Kisah ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23. Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah kepada Fir'aun. Musa masih merasa takut karena dulu ia pernah membunuh orang Mesir, namun Allah menjanjikan perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan menemui Musa. Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35 dan surat Tâhâ: 42-47. Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Musa tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun. Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak merasa berhutang budi pada Fir'aun. Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan lain yang berhak disembah, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan
tanda-tanda kebesaran Tuhan. Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir Fir'aun Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-ahli sihir Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya. Tak lama kemudian tali-tali dan tongkattongkat itu berubah menjadi ular yang ribuan ekor banyaknya. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum. Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu segera berubah menjadi ular yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun. Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi Musa. Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir yang mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir tsb berlutut kepada Musa, dan menyatakan diri sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat dan hanya akan menyembah Allah saja. Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51 Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun para ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta menyalib mereka di batang pohon kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang. Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang lebih banyak. Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun tak henti-hentinya mengejek dan menghina Musa. Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela, Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan pengikutnya diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. Selain itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati, disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau, muncul banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa Mesir mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun sendiri, termasuk putra mahkota. Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon agar azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah SWT mengabulkan permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya. Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A'râf: 130-135. Peristiwa Laut Merah terbelah Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta Nabi Musa AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir, Musa lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar mereka. Para pengikut Musa sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah hingga terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya mengejar rombongan itu, namun ketika Musa dan pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan pasukannya tenggelam. Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan menyatakan diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap kafir. Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 9092. Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti dengan diketemukannya mummi Fir'aun
(Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M. Karunia bagi Bani Israil Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa memukulkan tongkatnya ke batu. Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-masing suku memiliki mata air sendiri. Di Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan. Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa memohon pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan kepada mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun di atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai hampir menutupi bumi lantaran banyaknya. Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya dari Allah, Bani Israil bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi. Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur terhadap nikmat Allah. Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.Turunnya kitab Taurat Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan kitab suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya. Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit. Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb, seketika itu juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan. Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT. Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 142-145.
Nabi Ya’qub Nabi Ya’qub adalah putra dari Nabi Ishaq. Nabi Ishaq sendiri memiliki dua anak yang kembar yakni Aish dan juga Ya’qub. Lalu kemudian yang dipilih untuk menjadi nabi dan rosul oleh Allah adalah Ya’qub. Dalam kehidupannya, sang ayah lebih menyayangi Aish karena yang lahir pertama, sedangkan Ibunya menyayangi Yaqub karena dia adalah yang paling kecil. Namun demikian, kecintaan kepada keduanya dari orang tuanya cukup besar. Keduanya dihidupi oleh orang tuanya dengan baik sampai dewasa. Menginjak dewasa terjadi perselisihan antara Ya’qub dan juga Aish dimana ayahnya Ishaq lebih sayang lagi kepada Aish karena dia sering berburu dan membawa kijang saat pulang. Sementara itu, Ya’qub lebih sering berada di rumah dan mendalami ajaran-ajaran agama. Pada suatu hari, ishaq menyuruh Aish mengambilkan makanan, namun ibunya langsung menyuruh Ya’qub untuk mengambilkan dan memberikannya pada Ishaq ayahnya. Kemudian, nabi Ishaq mendoakan Ya’qub agar menjadi seorang yang bisa menurunkan nabi-nabi. Doa nabi-nabi memang cukup manjur dan begitupun dengan doa nabi Ishaq. Dalam sejarahnya, nabi Ishaq menjadi seorang nabi yang menurunkan banyak nabi setelahnya. Namun demikian, mendengar Ya’qub didoakan oleh ayahnya untuk mendapatkan keturunan nabinabi, maka saudaranya yakni Aish kecewa dan marah sekali pada Ya’qub. Lalu, Aish-pun berencana untuk membunuh Ya’qub. Namun demikian, hal itu diketahui oleh ibunya dan ibunya menyuruh Ya’qub untuk pergi mengungsi. Ya’qub pergi mengungsi ke rumah pamannya di Irak. Namun selama perjalanannya, Ya’qub tidak berani untuk berangkat di siang hari. Dia hanya berani berangkat di malam hari berjalan menuju ke rumah pamannya itu karena dia takut ditemukan oleh saudaranya Aish. Kemudian diapun sering disebut dengan penamaan israil yang kemudian selanjutnya dikenal dengan nama atau istilah Bani israil. Sesampainya di rumah pamannya yang bernama Laban bin Batwil, Ya’qub pun ingin menikahi salah satu anaknya Laban yang bernama Rahel. Namun pada waktu itu, Laban menolaknya karena Rahel adalah anak pertama dan anak keduanya adalah Laeah. Dalam tradisi waktu itu bahwa anak yang paling kecil yang harus terlebih dahulu dinikahkan. Maka dari itu kemudian Laban-pun mengharuskan Ya’qub menikahi dulu leah jika ingin menikahi rahel yang lebih cantik. Selain menikahi leah dulu, Ya’qub juga harus bekerja 7 tahun bersama Laban sebelum kemudian bisa menikahi Rahel. Menikahi dua gadis sekandung pada waktu itu adalah suatu kebiasaan atau tradisi yang biasa dilakukan. Kemudian setelah menikahi keduanya, Ya’qub diberikan beberapa hamba sahaya sehingga istri Ya’qub menjadi empat. Dari keempat istrinya ini, Ya’qub memiliki 12 anak yang kemudian menjadi penerus bani israil.
BERIKUT SILSILAH KELUARGA NABI YAKUB AS: Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ishaq as ⇒ Ya'qub as Usia: 147 tahun Periode sejarah: 1837 - 1690 SM Tempat diutus (lokasi): Syam (Syria/Siria) Jumlah keturunannya (anak): 12 anak Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron) Sebutan kaumnya: Bangsa Kan'an di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 18 kali Pengutusan Nabi Yakub Ya'qub hijrah dari negeri Kan'an menuju Faddan Aram atau Padan-Aram (Harran), sebelah utara Irak, ketempat paman dari jalur ibunya, Laban. Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Beliau lantas menikahi sepupunya, Putri Laban. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain. Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus). Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang. Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq, dan kakeknya, Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah. Ketika Allah menganugerahi Yusuf gelar kenabian dan jabatan Menteri Keuangan pada masa Hesos, Ya'qub dan anak-anaknya berangkat menemui Yusuf di Mesir. Sementara itu, Yusuf telah memaafkan perbuatan saudara-saudaranya dahulu, seperti yang disebutkan dalam surah Yusuf. Dengan demikian, bangsa Israil memasuki Mesir dan menetap disana untuk beberapa waktu. Pada sat itulah nabi Ya'qub wafat, dan tubuhnya sempat dipertahankan, kemudian dipindahkan ke Palestina dan dimakamkan disana, sesuai dengan permintaannya. Beliau dimakamkan di Gua al-Makfilah, di kota Hebron (al-Khalil). Wasiat Nabi Ya'qub Kepada Anaknya yang Termaktub dalam Al-Qur'an "Apakah kalian menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya'qub, ketika dia berkata kepada anakanaknya, 'Apa yang kalian sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Rabbmu dan Rabb nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa, dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya," (QS. Al-Baqarah [2]: 133). Kota Hebron (al-Khalil) Bangsa Kan'an (Kana'an) menyebut kota al-Khalil dengan nama Arba'. Nama ini dinisbahkan kepada raja mereka yang berbangsa Arab Kan'an yang kembali kepada kabilah 'Inaq. Nama tersebut selanjutnya dikenal dengan nama Gedron atau Gabrion. Ketika lokasi kota tersebut bersambung dengan rumah Ibrahim yang berada di kaki Gunung arRa's, kota baru itu pun dinamakan dengan al-Khalil. Nama yang dinisbahkan kepada KhalilurRahman (kekasih Allah Yang Maha Pengasih), Ibrahim. Ketika Sarah wafat, Nabi Ibrahim memakamkannya di Gua Makfilah (Makhpela) di kota al-Khalil (Hebron). Gua ini menjadi tempat pemakaman Ibrahim dan istrinya, Sarah; Ishaq dan Istrinya; Rifqah; Ya'qub, dan Yusuf. Pada periode Nabi Isa, di sekitar pemakaman tersebut dibangun tembok yang mengelilinginya dan kawasan itu dinamakan Kampung Keluarga Ibrahim al-Khalil.
Kisah Nabi Ya'qub Nabi Ya'qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ishaq mempunyai anak kembar, satu Ya'qub dan satu lagi bernama Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq. Melihat sikap saudaranya yang bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa dengki, bahkan ia selalu diancam. Maka, datanglah Ya'qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ya'qub berkata mengeluh : "Wahai ayahku! Tolonglah berikan pikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kana'an dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku pikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan. Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing: "Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut pikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, di mana bapak saudaramu yaitu saudara ibumu, Laban bin Batu'il. Engkau dapat dikawinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian, menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram. Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati Ya'qub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan mengikuti saran itu, dia akan dapat bertemu dengan bapak saudaranya dan anggotaanggota keluarganya dari pihak ibunya. Ya'qub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang sedih dia meminta restu kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah. Nabi Ya'qub Tiba di Iraq Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angin samumnya {panas} yang membakar kulit, Ya'qub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram dimana bapak saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih. Dan dalam salah satu tempat perhentiannya, lalu tertidurlah Ya'qub di bawah sebuah batu karang yang besar. Dalam tidurnya
yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki yang luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya. Akhirnya, Ya'qub sampai di kota Fadan A'ram. Sesampainya di salah satu persimpangan jalan, dia berhenti sebentar bertanya ke salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya, pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub: "Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya". Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri seorang gadis ayu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Ya'qub mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban. Diterangkan lagi kepada Rahil, tujuannya datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan. Mendengar kata-kata Ya'qub yang bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesana Ishaq. Maka, dengan senang hati, Rahil (anak gadis Laban) mempersilakan Ya'qub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya, Laban. Setelah berjumpa, Laban bin Batu'il, menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya'qub, yang tiada bedanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri, dengan senang hati Ya'qub tinggal di rumah Laban seperti rumah sendiri. Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Beliau lantas menikahi sepupunya, Putri Laban. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain. Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus). Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang. Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq, dan kakeknya, Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah. Ketika Allah menganugerahi Yusuf gelar kenabian dan jabatan Menteri Keuangan pada masa Hesos, Ya'qub dan anak-anaknya berangkat menemui Yusuf di Mesir. Sementara itu, Yusuf telah memaafkan perbuatan saudara-saudaranya dahulu, seperti yang disebutkan dalam surah Yusuf. Dengan demikian, bangsa Israil memasuki Mesir dan menetap disana untuk beberapa waktu. Pada sat itulah nabi Ya'qub wafat, dan tubuhnya sempat dipertahankan, kemudian dipindahkan ke Palestina dan dimakamkan disana, sesuai dengan permintaannya. Beliau dimakamkan di Gua al-Makfilah, di kota Hebron (al-Khalil).