Virus demam berdarah akan masuk ke dalam makrofag. Menurut antibody dependent enhancement, antigen infeksi pertama pada makrofag justru menjadi semacam opsonisasi untuk memfasilitasi virus menempel ke permukaan makrofag dan masuk ke dalamnya. Makrofag akan melepaskan monokin, sitokin, histamine, dan interferon, yang akan mengakibatkan celah endotel melebar, selanjutnya terjadi kebocoran cairan intravaskular ke ruang eks-travaskular. Konsekuensinya, terjadi hipovolemia, hemokonsentrasi, tubuh lemah, edema, dan kongesti visceral. Perenggangan celah antar sel endotel dapat juga disebabkan oleh virus dengue itu sendiri. Saat sel endotel terinfeksi DV, terjadi kerusakan sel endotel. Akan tetapi pelebaran celah sel endotel terutama disebabkan oleh pelepasan sitokin inflamasi.
Adapun mekanisme hipotesis antibody dependent enhancement dijelaskan sebagai berikut :
Bagian 1. Homologous Antibodies Form Non-Infectious Complexes Manusia yang pernah terinfeksi demam berdarah akan membuat serum antibodi yang dapat menetralkan virus dengue yang serotipenya sama (homolog).
Bagian 2. Heterologous Antibodies Form Infectious Complexes Dalam infeksi berikutnya, antibodi heterolog yang sudah ada sebelumnya membentuk kompleks dengan serotipe virus baru yang menginfeksi, tetapi tidak menetralkan virus baru.
Bagian 3. Heterologous Complexes Enter More Monocytes, Where Virus Replicates
Peningkatan antibodi-terikat adalah proses di mana strain tertentu dari virus dengue, bergabung dengan antibodi non-penetral, menginisiasi munculnya monosit yang lebih banyak, sehingga meningkatkan produksi virus. Monosit yang terinfeksi melepaskan mediator vasoaktif, mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah meningkat dan manifestasi perdarahan yang menjadi ciri DBD dan DSS.
Dengan demikian, manifestasi klinis yang paling penting dalam penyakit DBD adalah kebocoran plasma. Dan untuk mengetahui tanda-tanda kebocoran plasma bukannya trombosit yang dipantau tetapi hematokrit. Selain itu, penting juga pemantauan urine output dan hemostasis. Dari pengalaman dokter, apabila tidak terjadi pendarahan massive, trombosit 3.000 atau 7.000 juga tidak mengakibatkan kematian pasien. Adapun tingkat keparahan sindrom kebocoran kapiler tergantung ukuran celah endotel dan lokasi atau daerah yang terkena infeksi, komposisi matriks kompartemen perivaskular, dan perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik di intra dan ekstravaskular. Tekanan hidrostatik dipengaruhi oleh tekanan pompa jantung yang mendorong plasma keluar dari intravaskular ke ekstravaskular. Tekanan onkotik adalah nilai tekanan zat-zat yang terkandung dalam darah yang memiliki sifat osmolaritas untuk menahan plasma tetap berada pada intravaskular. Pada arteri tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik maka plasma bisa keluar ke ekstravaskular memberikan nutrisi dan oksigen pada jaringan tubuh. Sedangkan di mikrokapiler tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan onkotik sehingga cairan tubuh yang telah kehilangan nutrisi dan mengandung CO2 dapat dikembalikan ke dalam pembuluh darah. Perlu dipahami bahwa apabila kita telah mengetahui kalau kebocoran plasma dipengaruhi oleh tekanan onkotik, penggunaan koloid untuk meningkatkan tekanan osmotik dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya tanda-tanda kebocoran plasma. Pelebaran celah endotel dapat juga menyebabkan leukosit keluar dari intravaskular mengejar makrofag yang mengandung virus dengue, sehingga dapat dimengerti terjadi leukopenia pada DBD. Manisfestasi trombositopeni pada infeksi dengue memiliki beberapa hipotesa penyebab: 1. terjadi destruksi trombosit akibat interaksi antibody-antigen virus dengue di permukaan trombosit;
2. kerusakan dinding endotel oleh virus dengue sehingga menyebabkan interaksi trombosit dengan kolagen subendotel sehingga terjadilah agregasi dan destruksi trombosit; 3. IL-6 menginduksi antibodi IgM antitrombosit sehingga terjadilah destruksi trombosit; 4. manifestasi pendarahan pada DBD meningkatkan kebutuhan akan trombosit. Manifestasi (nomor 3) menguatkan bahwa tidak perlu diberikan infus trombosit pada pederita DBD, karena pada akhirnya trombosit yang di berikan akan didestruksi dengan adanya antibodi antitrombosit. Pada kasus dengue, ada masa inkubasi (virus dengue ada dalam tubuh tapi tidak ada manifestasi klinis penyakit), fase akut (demam hari I-IV), dan fase kritis (hari V-VII), dan fase konvalesense. Proses plasma leakage hanya terjadi pada fase kritis, dan hanya terjadi dalam 24-48 jam. Untuk mengidentifikasi fase kritis perhatikan bahwa pada sekitar hari kelima demam sudah mulai turun, tetapi kematrokit makin meningkat, leukosit makin anjlok, dan trombosit juga makin anjlok. Leukopeni rata-rata selalu mendahului trombositopeni, dan trombositopeni mendahului plasma leakage. Pemeriksaan serologi baru dapat terdeteksi setelah hari kelima, karena disitu kemungkinan besar konsentrasi antibodi cukup di atas batas deteksi alat. Sedangkan pemeriksaan antigen NS1 dapat dilakukan dari H-1 sampai dengan hari keempat, kadar optimal NS1 adalah pada hari ketiga. Pemeriksaan antigen NS1 ada dua, yaitu dengan ELISA dan rapid test. Pemeriksaan dengan ELISA lebih akurat tetapi membutuhkan waktu yang lama (4 jam). Sedangkan pemeriksaan dengan rapid test hanya mebutuhkan waktu 5 menit. NS1 merupakan non structure protein yang terdapat pada permukaan virus, merupakan antigen yang letaknya paling luar sehingga paling mudah terdeteksi dan merupakan biang kerok utama manifestasi respon imun yang telah diterangkan sebelumnya. Menurut penemu alat rapid test untuk NS1 ini, hari ketiga merupakan puncak kadar NS1 sehingga paling memungkinkan deteksi NS1 pada hari itu. Akan tetapi setelah hari kelima, jumlah antigen sudah menurun sampai tidak bisa terdeteksi. Untuk antibodi, dapat dideteksi setelah kelima demam. Pemeriksaan NS1 tidak bisa menggantikan pemeriksaan antibodi. Akan tetapi tidak dapat menentukan infeksi yang terjadi primer atau sekunder. Kita juga telah melupakan uji tourniquet. Padahal uji tourniquet merupakan uji yang paling sederhana dan spesifik untuk DBD. Perbedaan antara demam dengue dengan demam berdarah dengue, pada DBD sudah pasti terjadi plasma leakage, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi. (Prakosa, 2011)
A. MANIFESTASI KLINIS Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome (Depkes, 2006). a. Demam Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis. b. Perdarahan Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena. c. Hepatomegali Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang-kadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus. d. Shock Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock. e. Trombositopenia Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit. f. Kenaikan Nilai Hematokrit Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik. g. Gejala Klinik Lain Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006).
Komplikasi 1. Perdarahan luas Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya kelainan fungsi trombosit sehingga akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. 2. Syok Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan berdampak pada kebocoran plasma. Volume plasma akan menurun sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada penderita. 3. Efusi pleura Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini menyebabkan kebocoran plasma sehingga terjadi efusi pleura. 4. Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang ditandai dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang sulit diukur. (Mansjoer, 2000:428)
1.
Kriteria Diagnosis Sampai saat ini diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria WHO (1997) yang meliputi kriteria klinis dan laboratories : (Hadinegoro SRH, dkk, 2004) a.
Kriteria klinis 1) Demam mendadak tinggi terus menerus, tanpa sebab yang jelas selama 2- 7 hari. 2) Terdapat manifestasi pendarahan seperti uji tourniquet positip, petekie, purpura, ekimosis, pendarahan gusi, hematemesis, melena, hematuria. 3) Pembesaran hati (hepatomegali). 4) Tanpa atau dengan gejala syok seperti : a) Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tak teraba. b) Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang. c) Kulit teraba dingin dan lembab, terutama di daerah akral seperti ujung hidung, jari tangan dan kaki. d) Sianosis di sekitar mulut, ujung jari tangan dan kaki.
b.
Kriteria laboratories 1) Trombositopenia (trombosit 100.000 / mm3 atau kurang) 2) Hemokonsentrasi (adanya peningkatan hematokrit > 20 %)
Diagnosis klinis DHF ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria klinis ditambah trombositopenia dengan atau tanpa hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit.
2.
Pemeriksaan Penunjang a.
Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menskrining penderita DF adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan vaskular. Uji ini juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus selain virus dengue. Hasil dikatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan dan pada lipat siku.
Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia. 2) Pemeriksaan urine. Mungkin ditemukan albuminuria ringan 3) Sumsum tulang. Pada awalnya hiposeluler, kemudia menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali normal. 4) Serologi 1. Uji Hambatan Hemaglutinasi yang merupakan gold standard WHO untuk mendiagnosis infeksi virus dengue. 2. Uji fiksasi komplemen dan uji netralisasi 3. Uji ELISA 4. Uji Dengue Blot Dot imunoasai Dengue Stick 5. Uji Imunokromatografi b.
Pemeriksaan Radiologi Kelainan yang didapatkan antara lain : 1.
Dilatasi pembuluh darah paru
2.
Efusi pleura
3.
Kardiomegali atau efusi perikard
4.
Hepatomegali
5.
Cairan dalam pongga peritoneum
6.
Penebalan dinding vesika felea
a.
Penatalaksanaan secara umum
b.
Pada kasus DHF derajat I dan II
1. Tirah baring 2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan untuk mencegah dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Apabila
cairan oralit tidak dapat diberikan karena penderita muntah , tidak mau minum, atau nyeri perut yang berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena. 3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan dipiron. Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39o C dengan dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat (aspirin, asetosal) karena dapat menimbulkan pendarahan saluran cerna dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan juga dilakukan pemberian kompres dingin. 4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan). Jika kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari, terutama saat dimana periode febris berubah menjadi afebril. Monitor tanda-tanda rejatan dini meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasilhasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. Bila penderita terus muntah atau keadaan semakin memburuk perlu diberkan cairan per intravena dengan Ringer laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.
c.
Pada kasus DHF derajat III dan IV
1.
Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang berat, sering tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih kurang cepat karena kolapnya pembuluh darah perifer. Untuk itu perlu diberikan cairan secara intravena dengan tekanan yaitu menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari semprit dan setelah agak lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus. Tetesan dapat diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam.
2.
Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik, maka cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam. Dosis dapat dinaikkansampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa kasus mungkin perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena sentral.
3.
Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT tiap 4 jam. Observasi hepatomegali, pendarahan, efusi pleura, gejala edema paru, produksi urin dan suhu badan.
4.
Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus 6.
Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7.
Oksigen pada setiap pasien syok
8.
Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial
d.
Kriteria memulangkan pasien Pasien dapat dipulangkan apabila : 1.
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipretik
2.
Nafsu makan membaik
3.
Secara klinis tampak perbaikan
4.
Hematokrit stabil
5.
Tiga hari setelah syok teratasi
6.
Jumlah trombosit > 50.000 / ul
7.
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
9. Pencegahan DHF Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara: -
Rumah selalu terang
-
Tidak menggantung pakaian
-
Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
-
Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
-
Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan PEN KES -
Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
-
Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
-
Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
-
Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan