Vi. Analisis Efek Multiplier-revisi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Vi. Analisis Efek Multiplier-revisi as PDF for free.

More details

  • Words: 8,800
  • Pages: 34
Moch. Rum Alim. ANALISIS KETERKAITAN DAN KESENJANGAN EKONOMI INTRA DAN INTERREGIONAL JAWA-SUMATERA. Disertasi. IPB. 2006

VI. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL INTRA REGION DAN INTERREGIONAL JAWA DAN SUMATERA 6.1. Analisis Multiplier Output Bruto dan Nilai Tambah Intra Region Peningkatan output dalam model social accounting matrix (SAM) diketahui melalui analisis accounting multiplier effect, yaitu: menganalisis efek dari perubahan variabel eksogen terhadap output sektor-sektor produksi. Perubahan variabel eksogen tersebut membuat output sektor yang diguncang meningkat untuk pertama kali sebesar nilai guncangan itu. Dalam beberapa literatur perubahan awal tersebut dinamakan ‘injeksi’. Namun beberapa pakar tidak menerima penggunaan istilah ‘injeksi’ dalam model SAM untuk memaknai perubahan output pada tahap awal sebagai akibat adanya berubahan neraca eksogen. Alasannya, istilah ‘injeksi’ mempunyai makna: memasukkan sesuatu secara sengaja ke dalam sistem yang kemudian menimbulkan perubahan menyeluruh; dan sesuatu yang dimasukkan itu harus disebut secara spesifik. Dalam model SAM, sumber yang menyebabkan output meningkat pada tahap awal tidak dapat disebutkan secara spesifik. Untuk menghindari kerancuan semantik, disertasi ini menggunakan istilah “guncangan output” dengan maksud untuk menerangkan perubahan output pada tahap awal sebesar satuan tertentu sebagai manifestasi dari perubahan neraca eksogen. Guncangan output ini pada dasarnya merupakan efek langsung (direct effect) dan koefisien multiplier merupakan penjumlahan dari efek langsung (direct effect)

dan efek tidak

langsung (indirect effect). Sebagai contoh, pada baris kedua kolom kedua Tabel 12. terdapat koefisien multiplier output bruto sebesar 3.7242. Angka ini mengandung arti bahwa apabila terjadi guncangan output sebesar satu rupiah pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa maka output sektor tersebut

154 meningkat sebesar 3.7242 rupiah, dimana peningkatan output sebesar satu rupiah merupakan efek langsung dan 2.7242 rupiah sebagai efek tidak langsung. Hal ini terjadi mengingat bahwa meningkatnya output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar satu rupiah mendorong sektor tersebut meningkatkan permintaan input, baik input primer maupun input antara yang berasal berbagai sektor produksi lainnya. Akibatnya, sektor-sektor produksi lainnya juga akan meningkatkan produksinya, yang berarti pula sektor-sektor tersebut meningkatkan permintaan faktor produksi, termasuk permintaan input antara dari sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya. Demikian seterusnya sampai pada batas mana tidak terjadi lagi efek guncangan output tersebut. Sementara itu, meningkatnya permintaan

atas

input

primer

akan

meningkatkan

pendapatan

institusi

(rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah) sebagai pemilik kapital dan tenagakerja. Meningkatnya pendapatan institusi ini mendorong peningkatan permintaan output sektor-sektor produksi, termasuk sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (efek tidak langsung). Proses ini berlangsung secara berantai dan berulang, sehingga output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya meningkat lebih besar dari nilai guncangan outputnya. Koefisien multiplier nilai tambah pada baris kedua kolom ketiga Tabel 12. sebesar 3.5483 menunjukkan bahwa apabila terjadi guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar satu rupiah maka nilai tambah sektor ini meningkat sebesar 3.5483 rupiah yang terdistribusikan pada tenagakerja sebesar 1.5745 rupiah dan kapital sebesar 1.9738 rupiah. Dengan demikian, multiplier effect dalam model SAM menggambarkan peningkatan output suatu wilayah dan distribusi pendapatan wilayah tersebut, baik distribusi pendapatan faktorial maupun distibusi pendapatan institusional.

155 Tabel 12. menggambarkan multiplier output dan nilai tambah sektor-sektor produksi di Jawa, dan Tabel 13. menggambarkan multiplier output dan nilai tambah sektor-sektor produksi di Sumatera. Kedua Tabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien multiplier semua sektor dalam perekonomian Jawa lebih besar dari koefisien multiplier dalam perekonomian Sumatera. Perbedaan koefisien multiplier output dan nilai tambah yang sangat ekstrim antara Jawa dan Sumatera terjadi pada sektor jasa-jasa lainnya. Sektor ini antara lain meliputi: realestate dan jasa perusahaan, pemerintah dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa hiburan lainnya, jasa sosial, dan jasa perseorangan. Ekstrimnya perbedaan sektor jasa ini menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa lainnya di Jawa sudah sangat berkembang, baik jenis, ragam produk, maupun kapasitas produksi. Selanjutnya, Tabel 12. menunjukkan bahwa koefisien multiplier sektor produksi di Jawa yang tergolong dalam kelompok lima besar adalah sektor jasajasa lain, sektor konstruksi, sektor listrik, gas dan air, sektor kehutanan dan perburuan, dan sektor perikanan. Bila pengelompokan ini diperluas menjadi kelompok 10 besar, maka sektor-sektor yang juga masuk ke dalamnya adalah sektor industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya, sektor peternakan, sektor keuangan dan perbankan, sektor perdagangan, restoran dan hotel, dan sektor industri pemintalan, tekstil, dan kulit. Nampak bahwa dalam kelompok lima besar tidak satupun sektor-sektor industri pengolahan yang masuk ke dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa keterkaitan sektor-sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya di Jawa relatif kecil dibandingkan dengan lima sektor yang disebutkan pertama. Ini berarti industri pengolahan di Jawa relatif lebih banyak menggunakan bahan baku yang berasal dari luar Jawa. Mengapa? Alasan yang rasional adalah bahwa efek multiplier mengandung dua unsur, yakni efek lansung dan efek tidak langsung.

156 Tabel 12. Koefisien Multiplier Output Bruto, Nilai Tambah, Tenagakerja dan Kapital Menurut Sektor Produksi di Jawa Sektor Produksi

Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil dan kulit Industri kayu dan barang-barang dari kayu Industri kertas, cetak, alat angkutan, barang Logam dan Lainnya Industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan logam dasar Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Output Bruto

3.724 2 3.801 5 3.809 5 3.806 8 3.516 8 3.665 9 3.749 4 3.630 0 3.806 9 3.745 4 3.815 2 3.828 0 3.763 2 3.743 2 3.777 9 7.662 6

Nilai Tenagakerja Tambah

3.548 3 3.651 5 3.665 6 3.653 1 3.284 1 3.451 6 3.571 8 3.401 6 3.654 1 3.571 8 3.651 2 3.695 3 3.608 4 3.567 8 3.621 9 7.381 8

Kapital

1.5745

1.9738

1.6690

1.9825

1.6805

1.9851

1.6696

1.9835

1.3606

1.9235

1.6452

1.8064

1.6624

1.9094

1.5758

1.8258

1.6731

1.9810

1.6658

1.9060

1.6627

1.9885

1.8156

1.8797

1.6270

1.9814

1.6245

1.9433

1.6943

1.9276

3.7677

3.6141

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Efek tidak langsung ditimbulkan oleh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya dan keterkaitan antarsektor industri. Dalam kelompok 10 besar, industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya, dan sektor industri pemintalan, tekstil, dan kulit termasuk ke dalamnya. Ini berarti bahwa kedua sektor industri pengolahan ini relatif lebih mampu mendorong peningkatan sektor-sektor lainnya di Jawa dibandingkan dengan sektor industri pengolahan lainnya. Di sisi lain Tabel 13. menunjukkan bahwa koefisien multiplier sektor produksi di Sumatera yang tergolong dalam kelompok lima besar adalah sektor jasa konstruksi; sektor listrik, gas dan air; sektor jasa-jasa lainnya; sektor tanaman

157 pangan dan tanaman lainnya; sektor peternakan; dan sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Di samping lima sektor tersebut, koefisien multiplier sektor-sektor lainnya yang masuk dalam kelompok 10 besar adalah sektor kehutanan dan perburuan; sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor industri Tabel 13. Koefisien Multiplier Output Bruto, Nilai Tambah, Tenagakerja, dan Kapital Menurut Sektor Produksi di Sumatera Sektor Produksi

Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil dan kulit Industri kayu dan barang-barang dari kayu Industri kertas, cetak, alat angkutan, barang logam dan lainnya Industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan logam dsr Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Output Bruto

3.1198 3.1179 3.0643 3.0276 2.8980 3.0831 3.0395 3.0402 3.0363 3.0291 3.1418 3.2099 3.0481 2.9953 3.0350 3.1198

Nilai Tambah

Tenagakerja

2.901 5 2.850 2 2.797 3 2.738 3 2.611 7 2.821 8 2.645 1 2.662 7 2.637 6 2.745 8 2.895 2 3.004 2 2.794 6 2.693 4 2.747 9 5.857 1

1.188 6 1.270 4 1.153 4 1.134 7 0.929 2 1.214 2 1.185 3 1.173 4 1.159 2 1.214 7 1.237 6 1.429 5 1.176 4 1.131 9 1.168 5 3.027 3

Kapital

1.7129 1.5798 1.6439 1.6036 1.6825 1.6076 1.4598 1.4893 1.4784 1.5311 1.6576 1.5747 1.6182 1.5615 1.5794 2.8298

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) kayu dan barang-barang dari kayu; sektor industri pemintalan, tekstil dan kulit; dan sektor industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya. Koefisien multiplier sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya sama besarnya dengan koefisien multiplier jasa-jasa lainnya, sehingga keduanya

158 ditempatkan pada urutan ketiga, dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau masuk pada urutan kelima. Dengan demikian sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Sumatera tergolong sektor yang memiliki keterkaitan yang relatif tinggi dengan sektor-sektor produksi lainnya di Sumatera. Ini berarti bahwa dalam perspektif ekonomi intra region, sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Sumatera relatif lebih mampu mendorong peningkatan sektorsektor produksi lokal lainnya dibandingkan dengan sektor industri lainnya di Sumatera. Industri pemintalan, tekstil dan kulit, dan industri kayu, dan barang dari kayu menunjukkan perilaku yang serupa dengan industri makanan, minuman dan tembakau. Di sisi lain, sektor industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam di Jawa relatif lebih mampu mendorong peningkatan sektorsektor lokal lainnya dibandingkan dengan sektor yang sama di Sumatera. 6.2. Analisis Multiplier Output Bruto dan Nilai Tambah Interregional Analisis multiplier dalam model SAM pada dasarnya hendak menunjukkan efek perubahan dari peubah-peubah dalam blok neraca eksogen terhadap peubahpeubah dalam blok-blok neraca endogen. Dalam kaitan ini, koefisien multiplier merupakan petunjuk mengenai berapa besar perubahan yang dialami oleh suatu sektor tertentu dalam blok neraca sektor produksi atau dalam blok neraca institusi ataupun dalam blok neraca faktor produksi apabila terjadi perubahan dalam blok neraca eksogen. Sejalan dengan ini, koefisien multiplier dalam model SAM Interregional,

juga

memberikan

makna

yang

senada

dengan koefisien

multiplier pada SAM intra region (region tunggal), hanya saja di dalam SAM Interregional terekam juga efek perubahan dari variabel-variabel dalam blok neraca eksogen terhadap variabel-variabel dalam blok-blok neraca endogen di

159 suatu wilayah kemudian melimpah keluar dan mempengaruhi variabel-variabel dalam blok-blok neraca endogen wilayah lain. Koefisien multiplier output bruto (gross output multiplier) interregional terdapat dalam Tabel 14. kolom kedua dan ketiga, sedangkan koefisien multiplier nilai tambah (value added multiplier) interregional pada kolom keempat dan kelima. Kolom keenam dan ketujuh menggambarkan share nilai tambah interregional yang diterima oleh faktor produksi tenagakerja, sedangkan kolom kedelapan dan kesembilan menggambarkan share nilai tambah interregional yang diterima oleh faktor produksi kapital. Makna dari koefisien multiplier output interregional adalah peningkatan output suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah sebesar koefisien multipliernya, apabila perekonomian wilayah lain mengalami peningkatan sebesar satu rupiah (satu unit). Contoh, koefisien multiplier output bruto sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya pada kolom dua baris kedua sebesar 0.4399 dan nilai tambah (baris kedua kolom keempat) sebesar 0.4619. Nilai koefisien ini mengandung makna bahwa apabila terjadi guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lain di Jawa sebesar satu rupiah maka output bruto sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera mengalami peningkatan sebesar 0.4399 rupiah dan nilai tambahnya meningkat sebesar 0.4619 rupiah. Makna koefisien multiplier interregional sebagaimana diungkapkan di atas sejalan dengan logika ekonomi, yaitu apabila suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah mengalami peningkatan output karena sesuatu sebab (guncangan output) maka sektor tersebut membutuhkan tambahan input (input primer dan input antara) baik yang berasal dari wilayah sendiri maupun dari wilayah lain.

160 Akibatnya output semua sektor-sektor produksi (sebagai pemasok input antara) baik di wilayah sendiri maupun di wilayah lain mengalami peningkatan. Proses ini berlangsung secara berantai dan berkesinambungan sampai pada batas mana efek guncangan output tersebut berakhir. Efek multiplier dari suatu guncangan output yang melimpah ke wilayah lain disebut spillover effects. Contoh sebagaimana telah diungkapkan di atas menunjukkan spillover effects yang diterima sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera sebagai akibat dari guncangan output pada sektor yang sama di Jawa. Dengan demikian, Koefisien multiplier yang terdapat dalam Tabel 14. pada dasarnya merupakan spillover effects sektoral yang diterima oleh sektorsektor produksi di wilayah yang disebut pertama sebagai akibat guncangan output yang terjadi pada wilayah yang disebut kedua. Tabel 14. Koefisien Multiplier Output Bruto, Nilai Tambah, Tenagakerja dan Kapital Interregional Antara Jawa dan Sumatera Sektor Produksi

Output Bruto

Nilai tambah

Tenagakerja

Kapital

SM-JW

JW-SM

SM-JW

JW-SM

SM-JW

JW-SM

SM-JW

JW-SM

Tanaman pangan dan tanaman lainnya

0.4399

2.0122

0.4619

2.0110

0.1979

0.9184

0.2640

1.0926

Peternakan

0.4135

2.0333

0.4159

2.0421

0.1785

0.9335

0.2374

1.1086

Kehutanan dan perburuan

0.4113

2.0452

0.4141

2.0656

0.1777

0.9411

0.2364

1.1245

Perikanan

0.4242

2.0709

0.4292

2.1058

0.1843

0.9584

0.2449

1.1474

Pertambangan dan penggalian

0.4020

2.1001

0.4183

2.1884

0.1773

0.9728

0.2410

1.2156

Ind. makanan, minuman dan tembakau

0.4548

2.0347

0.4890

2.0600

0.2140

0.9404

0.2750

1.1196

Ind. pemintalan, tekstil dan kulit

0.4323

2.1083

0.4496

2.1304

0.1941

0.9745

0.2555

1.1559

Ind. kayu dan barang-barang dari kayu

0.4548

2.1030

0.4847

2.1298

0.2099

0.9733

0.2748

1.1565

Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Lgm dan Lainnya

0.4137

2.1190

0.4183

2.1274

0.1796

0.9718

0.2387

1.1556

Ind. Kimia, pupuk, tanah liat, semen dan lgm dsr

0.4353

2.0636

0.4587

2.1277

0.1986

0.9732

0.2601

1.1545

Listrik,gas dan air

0.4308

2.0305

0.4313

2.0218

0.1848

0.9237

0.2465

1.0981

Konstruksi

0.3959

1.9737

0.4008

1.9706

0.1723

0.9007

0.2285

1.0699

Perdagangan, restoran dan hotel

0.4134

2.0360

0.4252

2.0757

0.1827

0.9457

0.2425

1.1300

Transportasi dan komunikasi

0.4307

2.0733

0.4457

2.1338

0.1917

0.9706

0.2540

1.1632

Keuangan dan perbankan

0.4186

2.0627

0.4305

2.0987

0.1856

0.9569

0.2449

1.1418

Jasa-jasa lainnya

0.7990

3.9791

0.8116

4.0282

0.3492

1.8455

0.4624

2.1827

Keterangan : SM = Sumatera, JW = Jawa

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah)

161 Tabel 14. menunjukan bahwa spillover effects output bruto dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari satu pada semua sektor. Sebaliknya, spillover effects output bruto dari Jawa ke Sumatera mempunyai nilai lebih kecil dari satu pada semua sektor. Spillover effects output bruto sektoral yang diterima oleh perekonomian Jawa dari Sumatera rata-rata hampir lima kali lipat dari spillover effects output bruto sektoral yang diterima oleh perekonomian Sumatera dari Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa : (1) dalam aktivitas perdagangan antara Jawa dan Sumatera, aliran uang dari Sumatera ke Jawa lebih besar daripada sebaliknya, dalam arti impor Sumatera dari Jawa lebih besar daripada impor Jawa dari Sumatera, (2) peningkatan permintaan Sumatera ke Jawa yang relatif besar tersebut mengakibatkan aktivitas produksi di Jawa meningkat dan peningkatan tersebut menimbulkan efek peningkatan berantai pada semua sektor produksi di Jawa. (3) peningkatan ekonomi Jawa tidak memberikan efek balik secara sepadan ke dalam perekonomian Sumatera. Selanjutnya, koefisien multiplier tenagakerja dan kapital interregional menunjukan bahwa spillover effects nilai tambah, baik yang diterima oleh perekonomian Jawa maupun oleh perekonomian Sumatera bias kapital pada semua sektor. Di samping itu, spillover effects tenagakerja dan kapital dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effects tenagakerja dan kapital dari Jawa ke Sumatera. Bahkan spillover effects nilai tambah kapital yang diterima perekonomian Jawa lebih besar dari satu. Ini berarti bahwa peningkatan nilai tambah kapital didalam perekonomian Jawa sebagai akibat dari guncangan output yang terjadi di Sumatera lebih besar dari nilai guncangan outputnya sendiri. Hal ini

mengindikasikan

bahwa

penggunaan

faktor

produksi

primer

oleh

162 perekonomian Sumatera yang berasal dari Jawa relatif lebih besar dari penggunaan faktor produksi primer oleh perekonomian Jawa yang berasal dari Sumatera. Akibatnya kompensasi (atas penggunaan faktor produksi tersebut) yang mengalir ke Jawa lebih besar dari yang mengalir ke Sumatera, terutama kompensasi atas penggunaan faktor produksi kapital. 6.3. Analisis Distribusi Pendapatan Institusi Intra Region Institusi dalam model SAM terdiri atas rumahtangga, perusahaan, dan perusahaan. Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan distribusi pendapatan institusi adalah distribusi pendapatan yang terjadi antara rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Distribusi pendapatan dalam model SAM dapat dilihat dari sebaran nilai multiplier di antara rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Sementara itu, koefisien (nilai) multiplier pendapatan pada dasarnya menyatakan bahwa guncangan output satu rupiah pada sektor tertentu (perubahan neraca eksogen menyebabkan output sektor tertentu naik sebesar satu rupiah pada tahap awal) akan meningkatkan pendapatan rumahtangga, pendapatan perusahaan, dan pendapatan pemerintah masing-masing sebesar nilai multipliernya. Contoh, guncangan output sebesar satu rupiah pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (Tabel 15. baris kedua) akan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar 3.3526 rupiah, pendapatan perusahaan (swasta) sebesar 1.4617 rupiah, dan pendapatan pemerintah sebesar 1.6116 rupiah. Sub-bab ini akan membahas distribusi pendapatan institusi intra Jawa yang diperagakan dalam Tabel 15. dan distribusi pendapatan institusi intra Sumatera yang diperagakan dalam Tabel 16. Secara agregat distribusi pendapatan institusional di Jawa dan di Sumatera mempunyai pola yang serupa, yakni

163 kenaikan pendapatan rumahtangga yang paling tinggi dan yang paling rendah adalah kenaikan pendapatan perusahaan. Ini berarti bahwa input primer yang digunakan oleh sektor-sektor produksi di Jawa dan di Sumatera lebih banyak berasal dari rumahtangga, kemudian dari pemerintah dan yang paling sedikit berasal dari perusahaan. Rumahtangga tidak hanya memiliki faktor produksi tenagakerja tetapi juga kapital yang bersumber dari bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan Mengingat jumlah rumahtangga cukup banyak maka sangat beralasan apabila rumahtangga memiliki faktor produksi tenagakerja dan kapital yang

paling

besar,

sehingga

dalam

distribusi

pendapatan

institusional

rumahtangga memperoleh bagian kenaikan pendapatan yang terbesar. Tabel 15. Koefisien Multiplier Pendapatan Rumahtangga, Swasta dan Pemerintah di Jawa Sektor Produksi Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil dan kulit Industri kayu dan barang-barang dari kayu Industri kertas, cetak, alat angkutan, barang lgm & Lainnya Industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan lgm ds Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Rumahtangga 3.3526 3.4551 3.4693 3.4579 3.0797 3.2914 3.3909 3.2337 3.4586 3.3927 3.4550 3.5237 3.4107 3.3786 3.4380 7.0731

Swasta 1.4617 1.4671 1.4690 1.4681 1.4238 1.3390 1.4140 1.3533 1.4661 1.4116 1.4718 1.3912 1.4664 1.4389 1.4270 2.6756

Pemerintah 1.6116 1.6196 1.6221 1.6218 1.5553 1.4958 1.5688 1.5051 1.6190 1.5675 1.6253 1.5526 1.6168 1.5908 1.5825 3.0089

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Observasi secara agregat selanjutnya, menunjukkan bahwa guncangan output pada sektor jasa-jasa lainnya, baik di Jawa maupun di Sumatera, memberikan efek kenaikan pendapatan institusi yang paling tinggi dibandingkan dengan guncangan

164 output pada sektor produksi lainnya. Hal ini berarti bahwa sektor jasa-jasa lainnya menggunakan input primer yang relatif lebih banyak daripada sektor produksi lainnya, sehingga nilai tambah sektor ini meningkat lebih tinggi daripada sektor produksi lainnya. Selanjutnya kenaikan nilai tambah tersebut didistribusikan kepada faktor produksi tenagakerja dan faktor produksi kapital, kemudian didistribusikan lagi kepada berbagai institusi berdasarkan besarnya pemilikan faktor produksi primer oleh masing-masing anggota institusi. Share kenaikan pendapatan yang terbesar diterima oleh rumahtangga, kemudian oleh pemerintah, dan perusahaan menerima share kenaikan pendapatan yang relatif kecil. Berarti peranan rumahtangga pada sektor jasa-jasa lain relati jauh lebih besar daripada peranannya di sektor-sektor lain. Tabel 16. Koefisien Multiplier Pendapatan Rumahtangga, Swasta dan Pemerintah di Sumatera Sektor Produksi Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil dan kulit Industri kayu dan barang-barang dari kayu Industri kertas, cetak, alat angkutan, barang logam & lainnya Industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan lg ds Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Rumahtangga 2.7064 2.6788 2.6128 2.5600 2.4163 2.6446 2.4910 2.5037 2.4798 2.5814 2.7104 2.8376 2.6150 2.5219 2.5743 5.5799

Swasta 1.1647 1.0749 1.1183 1.0913 1.1450 1.0938 0.9941 1.0141 1.0067 1.0423 1.1274 1.0712 1.1010 1.0629 1.0748 1.9268

Pemerintah 1.5432 1.4404 1.4843 1.4501 1.5004 1.4591 1.3357 1.3592 1.3489 1.3970 1.5017 1.4481 1.4651 1.4155 1.4327 2.6470

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Secara parsial, dalam kelompok sektor primer di Jawa, guncangan output pada sektor kehutanan dan perburuan dan sektor perikanan memberikan efek

165 kenaikan pendapatan terbesar bagi rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan. Sedangkan di Sumatera, efek kenaikan pendapatan yang terbesar bagi rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan ditimbulkan oleh guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya. Efek kenaikan pendapatan terbesar kedua dalam kelompok sektor mprimer di Sumatera, bagi rumahtangga berasal dari guncangan output pada sektor peternakan dan bagi pemerintah dan perusahan berasal dari guncangan output pada sektor pertambangan dan penggalian. Dalam kelompok sektor industri, guncangan output pada sektor industri kertas, barang cetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya di Jawa memberikan efek pendapatan yang terbesar dalam kelompok ini bagi rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan intra region. Efek kenaikan pendapatan terbesar kedua dalam kelompok ini bagi rumahtangga berasal dari guncangan output pada sektor industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan logam dasar dan bagi pemerintah dan perusahaan berasal dari guncangan output pada sektor industri pemintalan, tekstil dan kulit. Sedangkan di Sumatera efek kenaikan pendapatan terbesar kelompok sektor industri bagi rumahtangga, pemerintah dan perusahaan berasal dari guncangan output pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau, dan sektor sektor industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen dan logam dasar. Dalam kelompok sektor jasa, guncangan output pada sektor jasa-jasa lainnya baik di Jawa maupun di Sumatera memberikan efek pendapatan yang terbesar dalam kelompok ini bagi rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan di masing-masing wilayah. Efek kenaikan pendapatan terbesar kedua dalam

166 kelompok ini bagi rumahtangga baik di Jawa maupun di Sumatera berasal dari guncangan output pada sektor konstruksi; sedangkan bagi pemerintah dan perusahaan baik di Jawa maupun Sumatera berasal dari guncangan output pada sektor listrik, gas dan air. Analisis berikut ini berkaitan dengan distribusi efek kenaikan pendapatan di antara berbagai golongan rumahtangga yang mencerminkan besarnya pemilikan faktor produksi primer oleh masing-masing golongan rumahtangga pada setiap sektor. Sebagaimana telah diuraikan bahwa dalam model SAMIJASUM 2002, rumahtangga dikelompokkan ke dalam enam golongan, yaitu rumahtangga: buruh tani (RBT), pengusaha tani (RPT), golongan rendah desa (GRD), golongan atas desa (GAD), golongan rendah kota (GRK), dan golongan atas kota (GAK). Distribusi pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga di Jawa di tunjukkan dalam Tabel 17. sedangkan di Sumatera dalam Tabel 18. Tabel 17. menunjukkan bahwa koefisien multiplier pendapatan golongan rendah kota di Jawa (GRKJ) lebih besar dari satu pada semua sektor, kecuali yang bersumber dari sektor industri kayu dan barang dari kayu. Tabel 17. Efek Guncangan output Sektor Produksi di Jawa Terhadap Pendapatan Rumahtangga di Jawa Menurut Golongan Rumahtangga Jawa

Sektor Produksi

Total

RBTJ

RPTJ

GRDJ

GADJ

GRKJ

GAKJ

Tanaman pangan dan tanaman lainnya

0.3043

0.6210

0.3999

0.2621

1.0023

0.7630

3.3526

Peternakan

0.3111

0.6342

0.4090

0.2658

1.0512

0.7838

3.4551

Kehutanan dan perburuan

0.3121

0.6363

0.4103

0.2665

1.0573

0.7868

3.4693

Perikanan

0.3114

0.6348

0.4093

0.2661

1.0518

0.7845

3.4579

Pertambangan dan Penggalian

0.2840

0.5816

0.3732

0.2486

0.8866

0.7057

3.0797

Industri makanan, minuman dan tembakau

0.2936

0.5966

0.3858

0.2483

1.0237

0.7434

3.2914

Industri pemintalan, tekstil dan kulit

0.3041

0.6191

0.3997

0.2587

1.0415

0.7678

3.3909

Industri kayu dan barang-barang dari kayu

0.2906

0.5914

0.3818

0.2476

0.9896

0.7327

3.2337

Industri kertas, cetak, alat angkutan, barang lgm

0.3113

0.6345

0.4092

0.2659

1.0532

0.7845

3.4586

Industri kimia, pupuk, tn liat, semen dan lg ds

0.3041

0.6191

0.3997

0.2586

1.0431

0.7681

3.3927

Listrik, gas dan air

0.3114

0.6350

0.4094

0.2664

1.0487

0.7841

3.4550

Konstruksi

0.3113

0.6322

0.4093

0.2607

1.1171

0.7931

3.5237

Perdagangan, restoran dan hotel

0.3082

0.6287

0.4051

0.2643

1.0295

0.7749

3.4107

167 Transportasi dan komunikasi

0.3046

0.6210

0.4004

0.2607

1.0251

0.7668

3.3786

Keuangan dan perbankan

0.3078

0.6267

0.4046

0.2615

1.0594

0.7780

3.4380

Jasa-jasa lainnya

0.6184

1.2530

0.8131

0.5122

2.2913

1.5851

7.0731

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Sedangkan golongan rumahtangga lainnya koefisien multipliernya lebih kecil dari satu pada semua sektor, kecuali pada sektor jasa-jasa lainnya. Inipun hanya terhadap rumahtangga golongan atas kota (GAKJ) dan pengusaha tani (RPTJ). Dengan demikian share GRKJ dari setiap kenaikan pendapatan rumahtangga dalam perekonomian Jawa adalah yang paling besar, terutama yang bersumber dari sektor kehutanan dan perburuan; sektor perikanan; sektor industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya; sektor jasa-jasa lainnya, dan sektor konstruksi. Koefisien multiplier pendapatan golongan rumahtangga lainnya, memang lebih kecil dari satu, namun share rumahtangga golongan atas kota di Jawa (GAKJ) lebih besar dari share golongan rumahtangga lainnya kecuali terhadap GRKJ. Dengan demikian, nampak bahwa di Jawa golongan rumahtangga yang paling menikmati kenaikan pendapatan rumahtangga dari setiap guncangan output adalah golongan rumahtangga di kota, terutama GRKJ. Sementara itu, di Sumatera share yang paling besar dari setiap kenaikan pendapatan rumahtangga pada semua sektor adalah RPTS dan

golongan

rumahtangga

GRKS. Dengan demikian, rumahtangga di Sumatera yang paling

menikmati setiap kenaikan pendapatan adalah RPTS dan GRKS. Umumnya distribusi kenaikan pendapatan rumahtangga di Jawa dan di Sumatera berada pada

posisi divergen baik secara sektoral maupun agregat.

Namun demikian, perbedaan kenaikan pendapatan antara rumahtangga buruh tani dan golongan atas desa di Jawa berada pada interval yang relatif sempit

168 dibandingkan dengan yang lainnya. Ini berarti bahwa distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga buruh tani dan rumahtangga golongan atas desa di Jawa termasuk dalam kategori konvergen. Hal serupa terjadi juga di Sumatera antara rumahtangga buruh tani dan rumahtangga golongan atas desa. Segmen lain di Sumatera yang juga tergolong konvergen adalah distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga atas desa dan rumahtangga atas kota. Selanjutnya Tabel 18. menunjukkan bahwa koefisien multiplier pendapatan semua golongan rumahtangga di Sumatera lebih kecil dari satu pada semua sektor, Tabel 18. Efek Guncangan output Sektor Produksi di Sumatera Terhadap Pendapatan Rumahtangga di Sumatera Menurut Golongan Sektor Produksi

Rumahtangga Sumatera GRDS GADS GRKS

GAKS

Total

RBTS

RPTS

Tanaman pangan dan tanaman lain

0.3005

0.6867

0.4183

0.2461

0.5988

0.4560

2.7064

Peternakan

0.2950

0.6748

0.4065

0.2464

0.6077

0.4484

2.6788

Kehutanan dan perburuan

0.2900

0.6625

0.4034

0.2378

0.5790

0.4401

2.6128

Perikanan

0.2840

0.6488

0.3949

0.2332

0.5681

0.4310

2.5600

Pertambangan dan Penggalian

0.2718

0.6193

0.3843

0.2160

0.5135

0.4114

2.4163

Industri makanan, minu. dan tembku

0.2923

0.6682

0.4045

0.2421

0.5936

0.4439

2.6446

Industri pemintalan, tekstil dan kulit

0.2743

0.6271

0.3777

0.2293

0.5658

0.4168

2.4910

Industri kayu dan barang dr kayu

0.2762

0.6312

0.3811

0.2299

0.5658

0.4195

2.5037

Industri kertas, cetak, al agk., barang lg

0.2736

0.6253

0.3777

0.2277

0.5599

0.4156

2.4798

Industri kimia, ppk, tn liat, smn dan LD

0.2846

0.6506

0.3925

0.2372

0.5841

0.4324

2.5814

Listrik,gas dan air

0.2997

0.6853

0.4151

0.2479

0.6072

0.4552

2.7104

Konstruksi

0.3103

0.7108

0.4237

0.2634

0.6571

0.4723

2.8376

Perdagangan, restoran dan hotel

0.2897

0.6619

0.4020

0.2387

0.5830

0.4397

2.6150

Transportasi dan komunikasi

0.2795

0.6383

0.3879

0.2301

0.5619

0.4242

2.5219

Keuangan dan perbankan

0.2849

0.6510

0.3949

0.2353

0.5756

0.4326

2.5743

Jasa-jasa lainnya

0.6047

1.3866

0.8158

0.5243

1.3267

0.9218

5.5799

Sumber : SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) kecuali yang bersumber dari sektor jasa-jasa lain untuk golongan rumahtangga pengusaha tani (RPTS) dan rumahtangga golongan rendah kota (GRKS). Hal ini menunjukkan bahwa efek guncangan output pada setiap sektor terhadap kenaikan pendapatan berbagai golongan rumahtangga di Sumatera lebih kecil dari kenaikan pendapatan berbagai golongan rumahtangga di Jawa. 6.4. Analisis Distribusi Pendapatan Institusi Interregional

169 Pendapatan institusi interregional secara teoretis ditunjukkan dalam Gambar 1 (Bagan Kerangka SAM-Interregional) oleh garis panah T24 dan T51. Garis panah T24 menggambarkan aliran uang dari blok faktor produksi di region II (Jawa) ke blok institusi di region I (Sumatera). Garis ini menggambarkan bahwa institusi yang ada di Sumatera memperoleh sebagai kompensasi (pendapatan) atas faktor produksi yang dimilikinya yang beroperasi di Jawa. Disisi lain, garis panah T 51 menggambarkan aliran uang dari blok faktor produksi di region I (Sumatera) ke blok institusi di region II (Jawa). Hal ini berati bahwa institusi yang ada di Jawa menerima sebagai kompensasi atas faktor produksi yang dimilikinya yang beroperasi di Sumatera. Tabel 19. kolom kedua, keempat, dan keenam menunjukkan besaran multiplier pendapatan institusi (rumahtangga, swasta, dan pemerintah) yang berada di Sumatera sebagai akibat adanya guncangan output pada berbagai sektor produksi di Jawa. Sedangkan kolom ketiga, kelima, dan ketujuh menunjukkan besaran multiplier pendapatan institusi berada di Jawa sebagai akibat adanya guncangan output pada berbagai sektor produksi di Sumatera. Sebagai contoh, koefisien multiplier pada baris kedua kolom kedua, keempat, dan keenam berturut-turut sebesar 0.4845, 0.1920, dan 0.2911. Makna dari koefisien multiplier ini adalah: guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa sebesar satu rupiah, maka pendapatan rumahtangga di Sumatera meningkat sebesar 0.4845 rupiah, perusahaan sebesar 0.1920 rupiah, dan pemerintah sebesar 0.2911 rupiah. Demikian halnya dengan koefisien multiplier pada baris yang sama pada kolom ketiga (2.1940), kelima (0.8678), dan ketujuh (1.1944). Koefisien multiplier ini menyatakan bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan

170 dan tanaman lainnya di Sumatera sebesar satu rupiah mengakibatkan pendapatan rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah di Jawa meningkat berturut-turut sebesar 2.1940 rupiah, 0.8678 rupiah, dan 1.1944 rupiah. Observasi menyeluruh Tabel 19. menunjukkan bahwa guncangan output pada berbagai sektor produksi yang ada di Sumatera, memberikan efek peningkatan pendapatan kepada rumahtangga, perusahaan (swasta), dan pemerintah yang berada di Jawa jauh lebih besar daripada yang sebaliknya. Tabel 19. Koefisien Multiplier Pendapatan Institusi Interregional Jawa dan Sumatera Pendapatan Sektor Produksi

Rumahtangga

Swasta

Pemerintah

SM-JW

JW-SM

SM-JW

JW-SM

SM-JW

JW-SM

Tanaman pangan dan tanaman lainnya

0.4845

2.1940

0.1920

0.8678

0.2911

1.1944

Peternakan

0.4430

2.2071

0.1741

0.8745

0.2680

1.1848

Kehutanan dan perburuan

0.4412

2.2322

0.1734

0.8886

0.2671

1.2065

Perikanan

0.4552

2.2627

0.1791

0.9040

0.2747

1.2170

Pertambangan dan penggalian

0.4410

2.3362

0.1761

0.9571

0.2685

1.2788

Ind. makanan, minuman dan tembakau

0.5072

2.2249

0.1982

0.8837

0.2971

1.1974

Ind. pemintalan, tekstil dan kulit

0.4725

2.2675

0.1858

0.9049

0.2822

1.1995

Ind. Kayu dan barang-barang dari kayu

0.5027

2.2707

0.1983

0.9064

0.2970

1.2050

Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Lgm dan Lainnya

0.4452

2.2660

0.1749

0.9053

0.2691

1.2020

Ind. kimia, pupuk, tanah liat, semen dan lgm dsr

0.4811

2.2772

0.1889

0.9065

0.2863

1.2117

Listrik,gas dan air

0.4572

2.1983

0.1802

0.8697

0.2761

1.1898

Konstruksi

0.4278

2.1475

0.1673

0.8459

0.2577

1.1560

Perdagangan, restoran dan hotel

0.4513

2.2391

0.1775

0.8917

0.2724

1.2067

Transportasi dan komunikasi

0.4693

2.2820

0.1850

0.9140

0.2816

1.2218

Keuangan dan perbankan

0.4186

2.0627

0.4305

2.0987

0.1856

0.9569

Jasa-jasa lainnya

0.7990

3.9791

0.8116

4.0282

0.3492

1.8455

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Perbandingan efek multiplier interregional dari suatu guncangan output sektoral terhadap pendapatan institusi tersebut berkisar antara 4.0 sampai 6.0 berbanding satu. Artinya guncangan output yang terjadi di Sumatera memberikan efek terhadap pendapatan institusi di Jawa berkisar antara empat sampai enam kali lipat daripada guncangan output di Jawa terhadap pendapatan institusi di Sumatera.

171 Selanjutnya spillover effect pendapatan berbagai golongan rumahtangga di tunjukkan pada Tabel 20. dan Tabel 21. Tabel 20. menunjukkan efek guncangan output berbagai sektor produksi di Sumatera terhadap kenaikan pendapatan berbagai golongan rumahtangga di Jawa. Sedangkan Tabel 21. menunjukkan efek guncangan output berbagai sektor produksi di Jawa terhadap kenaikan pendapatan berbagai golongan rumahtangga di Sumatera. Interpretasi Tabel 20. baris kedua adalah bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera sebesar satu rupiah mengakibatkan pendapatan rumahtangga di Jawa meningkat sebesar 2.1940 rupiah yang terdistribusikan kepada kenaikan pendapatan rumahtangga buruh tani (RBTJ) sebesar 0.2093 rupiah, rumahtangga pengusaha tani (RPTJ) sebesar 0.4099 Tabel 20. Koefisien Multiplier Pendapatan Berbagai Golongan Rumahtangga di Jawa Sebagai Akibat dari Guncangan Output Sektoral di Sumatera Sektor Produksi Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian

Ind. makanan, minuman dan tembakau Ind. pemintalan, tekstil dan kulit Ind. kayu dan barang-barang dari kayu Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Logam Ind. kimia, pupuk, tanah liat, semen dan lgm dsr Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Rumahtangga Jawa RBTJ

RPTJ

GRDJ

GADJ

GRKJ

0.209 3 0.209 5 0.212 3 0.214 8 0.223 0 0.211 3 0.214 0 0.214 5 0.214 0 0.215 4 0.209 3 0.204 2 0.212 7 0.216 2 0.213 8 0.409 7

0.409 9 0.411 3 0.416 8 0.422 3 0.439 2 0.415 0 0.421 8 0.422 7 0.421 8 0.423 9 0.410 2 0.400 2 0.417 9 0.425 7 0.420 4 0.805 6

0.269 8 0.270 4 0.274 0 0.277 4 0.288 0 0.272 8 0.276 7 0.277 3 0.276 7 0.278 3 0.269 9 0.263 3 0.274 6 0.279 4 0.276 1 0.529 2

0.185 0 0.184 6 0.187 4 0.189 4 0.197 6 0.186 3 0.187 9 0.188 5 0.188 1 0.189 4 0.184 8 0.180 1 0.187 7 0.190 5 0.188 4 0.359 8

0.619 9 0.628 6 0.632 9 0.643 1 0.654 5 0.632 6 0.650 9 0.650 7 0.649 4 0.651 7 0.623 2 0.610 7 0.635 9 0.650 2 0.642 0 1.246 3

GAKJ

Total

0.5001

2.1940

0.5027

2.2071

0.5088

2.2322

0.5157

2.2627

0.5339

2.3362

0.5069

2.2249

0.5162

2.2675

0.5170

2.2707

0.5160

2.2660

0.5185

2.2772

0.5009

2.1983

0.4890

2.1475

0.5103

2.2391

0.5200

2.2820

0.5136

2.2543

0.9864

4.3370

172 Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) rupiah, rumahtangga golongan rendah desa (GRDJ) sebesar

0.2698 rupiah,

rumahtangga golongan atas desa (GADJ) sebesar 0.1850 rupiah, rumahtangga golongan rendah kota (GRKJ) sebesar 0.6199 rupiah, dan rumahtangga golongan atas kota (GAKJ) sebesar 0.5001 rupiah. Ini berarti bahwa rumahtangga golongan rendah kota di Jawa (GRKJ) memperoleh bagian (share) terbesar dari kenaikan pendapatan rumahtangga di Jawa sebagai akibat adanya guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera. Disusul kemudian oleh rumahtangga golongan atas kota di Jawa (GAKJ). Observasi menyeluruh terhadap Tabel 20. menunjukkan bahwa guncangan output pada setiap sektor produksi di Sumatera sebesar satu rupiah mengakibatkan kenaikan total pendapatan rumahtangga di Jawa berkisar antara 2.1475 sampai dengan 4.3370 rupiah. Bagian (share) kenaikan pendapatan terbesar dialami oleh rumahtangga golongan rendah kota (GRKJ) dan rumahtangga golongan atas kota (GAKJ). Ini berarti bahwa GRKJ dan GAKJ memiliki bagian yang paling besar dari faktor-faktor produksi yang berasal dari rumahtangga Jawa, yang beroperasi di Sumatera. Tabel 21. baris kedua menunjukkan bahwa guncangan output pada sektor produksi tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa sebesar satu rupiah mengakibatkan pendapatan rumahtangga di Sumatera meningkat sebesar 0.4845 rupiah yang terdistribusikan kepada rumahtangga buruh tani (RBTS) sebesar 0.553 rupiah, rumahtangga pengusaha tani (RPTS) sebesar 0.1199 rupiah, rumahtangga golongan rendah desa (GRDS) sebesar 7.70 rupiah, rumahtangga golongan atas desa (GADS) sebesar 0.0446 rupiah, rumahtangga golongan rendah

173 kota (GRKS) sebesar 0.1055 rupiah, dan rumahtangga golongan atas kota (GAKS) sebesar 0.0822 rupiah. Share terbesar dari kenaikan pendapatan ini diterima oleh RPTS dan GRKS. Observasi Tabel 21 secara menyeluruh menunjukkan bahwa guncangan output pada berbagai sektor produksi di Jawa satu rupiah mengakibatkan pendapatan rumahtangga di Sumatera meningkat antara 0.4410 sampai dengan 0.8628 rupiah. Golongan rumahtangga yang memperoleh share terbesar dari setiap kenaikan pendapatan adalah RPTS, disusul kemudian oleh GRKS dan GAKS. Ini berarti golongan rumahtangga Sumatera yang memilik faktor produksi didalam perekonomian Jawa adalah rumahtangga pengusaha tani (RPTS) dan rumahtangga golongan rendah kota (GRKS). Tabel 21. Koefisien Multiplier Pendapatan Berbagai Golongan Rumahtangga di Sumatera Sebagai Akibat dari Guncangan Output Sektoral di Jawa Sektor Produksi Tanaman pangan dan tanaman lainnya Peternakan Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian Ind. makanan, minuman dan tembakau Ind. pemintalan, tekstil dan kulit Ind. kayu dan barang-barang dari kayu Ind. kertas, cetak, alat ang., brg. Lgm Ind. kimia, ppk, tnh liat, semen dan lgm dsr Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan dan perbankan Jasa-jasa lainnya

Rumahtangga Sumatera RBTS

RPTS

GRDS

0.055 3 0.050 8 0.050 6 0.052 1 0.050 5 0.057 6 0.053 9 0.057 1 0.051 0 0.054 9 0.052 3 0.049 0 0.051 7 0.053 6 0.052 1 0.098 6

0.119 9 0.109 3 0.108 9 0.112 4 0.109 1 0.125 6 0.116 8 0.124 6 0.109 9 0.119 0 0.112 9 0.105 5 0.111 4 0.116 0 0.112 5 0.213 0

0.077 0 0.070 7 0.070 4 0.072 5 0.070 5 0.079 9 0.075 0 0.079 4 0.071 0 0.076 2 0.072 9 0.068 2 0.071 9 0.074 6 0.072 4 0.137 2

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah)

Total

GADS

GRKS

GAKS

0.0446

0.1055

0.0822

0.4845

0.0408

0.0962

0.0752

0.4430

0.0406

0.0958

0.0749

0.4412

0.0419

0.0990

0.0773

0.4552

0.0405

0.0955

0.0749

0.4410

0.0468

0.1116

0.0857

0.5072

0.0435

0.1032

0.0801

0.4725

0.0463

0.1102

0.0851

0.5027

0.0410

0.0967

0.0756

0.4452

0.0443

0.1052

0.0815

0.4811

0.0421

0.0994

0.0776

0.4572

0.0394

0.0931

0.0726

0.4278

0.0416

0.0981

0.0766

0.4513

0.0432

0.1023

0.0796

0.4693

0.0420

0.0993

0.0773

0.4556

0.0796

0.1881

0.1463

0.8628

174 Uraian di atas menunjukkan bahwa efek guncangan output pada berbagai sektor produksi di Sumatera terhadap kenaikan pendapatan institusi di Jawa jauh lebih besar daripada efek guncangan output yang sama di Jawa terhadap kenaikan pendapatan institusi di Sumatera. Ini berarti bahwa faktor produksi milik institusi Jawa yang beroperasi di Sumatera jauh lebih besar daripada faktor produksi milik institusi Sumatera yang beroperasi di Jawa. Distribusi

pendapatan

faktorial

menunjukkan

bahwa

rumahtangga

memperoleh bagian (share) terbesar dari kenaikan pendapatan yang bersumber faktor produksi interregional dibandingkan dengan kenaikan pendapatan pemerintah dan perusahaan (swasta). Golongan rumahtangga di Jawa yang memperoleh

share

terbesar

dari

distribusi

pendapatan

tersebut

adalah

rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas kota. Sedangkan di Sumatera adalah rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota. 6.5. Analisis Total Efek Multiplier Analisis efek total dalam sub-bab ini dilakukan melalui dekomposisi multiplier interregional. Dekomposisi multiplier interregional pada dasarnya hendak menjelaskan tentang efek berantai dari guncangan output pada salah satu sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian keseluruhan wilayah yang diamati. Efek guncangan output ini dapat berlangsung pada blok neracanya sendiri, kemudian ke blok neraca lain dan akhirnya kembali ke blok neracanya sendiri. Dalam kaitan ini, dekomposisi multiplier interregional terdiri atas: (1) Own effect (Mr1) menunjukkan efek guncangan output dalam region yang sama, (2) Open loop effect (Mr2) menunjukan efek guncangan output interregional yaitu

175 efek guncangan output dari satu region ke region lainnya, dan (3) Closed loop effect (Mr3) menunjukkan efek guncangan output yang kembali pada blok neraca semula. Hasil lengkap dekomposisi SAMIJASUM 2002 terdapat dalam Lampiran 9 dan Lampiran 10, yang secara teknis tidak dapat ditampilkan secara keseluruhan (secara utuh) didalam sub-bab ini. Namun untuk kepentingan analisis yang bermuara pada tujuan penelitian ini, dekomposisi model SAMIJASUM 2002 ditampilkan sebagian dalam bentuk rekapitulasi efek total dari suatu guncangan output. Kolom pertama Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa guncangan output pada setiap sektor produksi memberikan efek terhadap semua neraca endogen, yakni : pendapatan faktorial, pendapatan institusi, dan output setiap sektor produksi melalui serangkain efek multiplier yang dikategorikan ke dalam Own Effects, Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects. Angka-angka pada kedua Lampiran tersebut bila dijumlahkan ke samping kanan (baris) diperoleh koefisien multiplier untuk setiap faktor produksi, setiap institusi, dan setiap sektor produksi. Dua baris terakhir pada setiap blok baris Lampiran tersebut terdapat total efek interregional dan efek total. Efek total pada dasarnya merupakan penjumlahan dari total efek interregional dan total efek intra region. Tabel 22. dan Tabel 23. sesungguhnya merupakan rekapitulasi efek total yang diekstrak dari Lampiran 9 dan 10. Tabel 22. dan Tabel 23. menggambarkan efek total yang terjadi melalui Own Effects, Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, sedangkan efek total

176 interregional terjadi melalui Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, dan efek total intra region terjadi melaui Own Effects dan Closed Loop Effects. Pada blok baris yang pertama Tabel 22. menggambarkan bahwa guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa (TPTJ) sebesar satu rupiah memberikan efek total sebesar 15.5661 rupiah yang terdistribusikan pada efek total yang terjadi di Jawa (intra region) sebesar 13.6980 rupiah dan efek total yang melimpah ke Sumatera (interregional) sebesar 1.8681 rupiah. Dengan kata lain, efek total dari guncangan output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa menimbulkan efek multiplier didalam wilayah sendiri (selfgenerate) sebesar 13.6980 dan spillover effects total ke Sumatera sebesar 1.8681. Tabel 22. Rekapitulasi Efek Total dari Guncangan Output Sektoral Jawa Awal Guncangan output TPTJ

Efek Guncangan output

I

DTOT INTRA REG

1

Own Effects 11.2326

DTOT INTERREG. PTRJ

1.8681

DTOT INTRA REG

1

11.6455

0.0000

1.3484

13.9939

1.5352

0.1783

1.7135

EFEK TOTAL

1

11.6455

1.5352

1.5267

15.7075

DTOT INTRA REG

1

11.6916

0.0000

1.3432

14.0348

1.5287

0.1776

1.7063

EFEK TOTAL

1

11.6916

1.5287

1.5209

15.7412

DTOT INTRA REG

1

11.6219

0.0000

1.3855

14.0074

1.5783

0.1832

1.7616

EFEK TOTAL

1

11.6219

1.5783

1.5687

15.7689

DTOT INTRA REG

1

10.5192

0.0000

1.3403

12.8595

1.5280

0.1773

1.7053

EFEK TOTAL

1

10.5192

1.5280

1.5176

14.5648

DTOT INTRA REG

1

10.7238

0.0000

1.5197

13.2435

1.7443

0.2010

1.9453

EFEK TOTAL

1

10.7238

1.7443

1.7207

15.1888

DTOT INTRA REG

1

11.2658

0.0000

1.4288

13.6946

1.6329

0.1890

1.8219

EFEK TOTAL

1

11.2658

1.6329

1.6178

15.5164

DTOT INTRA REG

1

10.6083

0.0000

1.5159

13.1242

1.7364

0.2004

1.9368

EFEK TOTAL

1

10.6083

1.7364

1.7163

15.0610

DTOT INTRA REG

1

11.6505

0.0000

1.3537

14.0042

1.5415

0.1790

1.7205

DTOT INTERREG. IKRJ

13.6980 15.5661

DTOT INTERREG. IKKJ

0.1938 1.6592

DTOT INTERREG. IPTJ

1.4654

1.6743 1.6743

DTOT INTERREG. IMMJ

0.0000

11.2326

DTOT INTERREG. PPGJ

Multiplier M

1

DTOT INTERREG. PRKJ

Closed Loop Effects

EFEK TOTAL DTOT INTERREG. KPRJ

Open Loop Effects

DTOT INTERREG.

177

IKPJ

EFEK TOTAL

1

11.6505

1.5415

1.5327

15.7247

DTOT INTRA REG

1

11.2399

0.0000

1.4487

13.6886

1.6581

0.1916

1.8497

DTOT INTERREG. LGAJ

EFEK TOTAL

1

11.2399

1.6581

1.6404

15.5383

DTOT INTRA REG

1

11.6200

0.0000

1.3984

14.0184

1.5900

0.1849

1.7750

DTOT INTERREG. KNIJ

EFEK TOTAL

1

11.6200

1.5900

1.5833

15.7934

DTOT INTRA REG

1

11.6944

0.0000

1.2963

13.9907

1.4773

0.1714

1.6488

DTOT INTERREG. PHRJ

EFEK TOTAL

1

11.6944

1.4773

1.4678

15.6395

DTOT INTRA REG

1

11.4987

0.0000

1.3664

13.8651

1.5588

0.1807

1.7396

EFEK TOTAL

1

11.4987

1.5588

1.5471

15.6046

DTOT INTRA REG

1

11.2972

0.0000

1.4218

13.7190

1.6232

0.1880

1.8112

DTOT INTERREG. TPKJ

DTOT INTERREG. KUBJ

EFEK TOTAL

1

11.2972

1.6232

1.6098

15.5302

DTOT INTRA REG

1

11.4676

0.0000

1.3794

13.8470

1.5739

0.1824

1.7563

1.5739

1.5619

15.6034

DTOT INTERREG. EFEK TOTAL

1

11.4676

Tabel 22. Lanjutan Awal Guncangan output JPMJ

Efek Guncangan output DTOT INTRA REG

Own Effects

I 1

Open Loop Effects

Closed Loop Effects

0.0000

1.2711

1.4507

0.1681

1.6188

11.5974

DTOT INTERREG. JLLJ

Multiplier M 13.8685

EFEK TOTAL

1

11.5974

1.4507

1.4392

15.4873

DTOT INTRA REG

1

11.5904

0.0000

1.3421

13.9325

1.5298

0.1775

1.7073

1

11.5904

1.5298

1.5196

15.6398

DTOT INTERREG. EFEK TOTAL

Keterangan: DTOT INTRA REG. = efek total intra region, DTOT INTERREG = efek total interregional. Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Tabel 23. Rekapitulasi Efek Total dari Guncangan Output Sektoral di Sumatera Awal Guncangan output TPTS

Efek Guncangan output

I

DTOT INTRA REG

1

Own Effects 9.3393

DTOT INTERREG. PTRS

Multiplier M

0.0000

1.0961

11.4354

7.4182

0.8611

8.2793

1

9.3393

7.4182

1.9572

19.7147

DTOT INTRA REG

1

9.0581

0.0000

1.1035

11.1616

7.4746

0.8669

8.3414

EFEK TOTAL

1

9.0581

7.4746

1.9703

19.5030

DTOT INTRA REG

1

8.9627

0.0000

1.1138

11.0765

7.5628

0.8751

8.4379

DTOT INTERREG. PRKS

Closed Loop Effects

EFEK TOTAL DTOT INTERREG. KPRS

Open Loop Effects

EFEK TOTAL

1

8.9627

7.5628

1.9889

19.5144

DTOT INTRA REG

1

8.7376

0.0000

1.1295

10.8671

7.6725

0.8873

8.5598

DTOT INTERREG.

178

PPGS

EFEK TOTAL

1

8.7376

7.6725

2.0169

19.4270

DTOT INTRA REG

1

8.4065

0.0000

1.1647

10.5712

7.9452

0.9152

8.8605

DTOT INTERREG. IMMS

EFEK TOTAL

1

8.4065

7.9452

2.0799

19.4316

DTOT INTRA REG

1

8.9924

0.0000

1.1098

11.1022

7.5285

0.8717

8.4003

DTOT INTERREG. IPTS

EFEK TOTAL

1

8.9924

7.5285

1.9815

19.5024

DTOT INTRA REG

1

8.3679

0.0000

1.1373

10.5052

7.7170

0.8933

8.6103

DTOT INTERREG. IKKS

EFEK TOTAL

1

8.3679

7.7170

2.0305

19.1154

DTOT INTRA REG

1

8.4421

0.0000

1.1374

10.5795

7.7213

0.8935

8.6148

EFEK TOTAL

1

8.4421

7.7213

2.0309

19.1943

DTOT INTRA REG

1

8.3696

0.0000

1.1396

10.5092

7.7244

0.8950

8.6194

DTOT INTERREG. IKRS

DTOT INTERREG. IKPS

EFEK TOTAL

1

8.3696

7.7244

2.0347

19.1286

DTOT INTRA REG

1

8.6644

0.0000

1.1307

10.7951

7.6979

0.8884

8.5863

1

8.6644

7.6979

2.0191

19.3814

DTOT INTERREG. EFEK TOTAL

178 Tabel 23. Lanjutan Awal Guncangan output LGAS

Efek Guncangan output

I

DTOT INTRA REG

1

Own Effects 9.2771

DTOT INTERREG. KNIS

JLLS

1.0996

11.3767

7.4467

0.8637

8.3104

9.2771

7.4467

1.9633

19.6871

1

9.4985

0.0000

1.0722

11.5707

7.2514

0.8423

8.0937

EFEK TOTAL

1

9.4985

7.2514

1.9145

19.6644

DTOT INTRA REG

1

8.9088

0.0000

1.1146

11.0234

7.5733

0.8759

8.4492

EFEK TOTAL

1

8.9088

7.5733

1.9904

19.4726

DTOT INTRA REG

1

8.5530

0.0000

1.1359

10.6889

7.7324

0.8926

8.6250

EFEK TOTAL

1

8.553

7.7324

2.0285

19.3139

DTOT INTRA REG

1

8.7392

0.0000

1.1251

10.8643

7.6395

0.8837

8.5232

DTOT INTERREG. JPMS

0.0000

1

DTOT INTERREG. KUBS

Multiplier M

DTOT INTRA REG

DTOT INTERREG. TPKS

Closed Loop Effects

EFEK TOTAL DTOT INTERREG. PHRS

Open Loop Effects

EFEK TOTAL

1

8.7392

7.6395

2.0088

19.3875

DTOT INTRA REG

1

9.5910

0.0000

1.0465

11.6375

DTOT INTERREG. EFEK TOTAL

1

9.591

7.0752 7.0752

0.8221 1.8686

7.8973 19.5348

DTOT INTRA REG

1

8.6178

0.0000

1.1141

10.7319

7.5749

0.8754

8.4503

7.5749

1.9895

19.1821

DTOT INTERREG. EFEK TOTAL

1

8.6178

Sumber: SAMIJASUM 2002 Updating (diolah) Apabila angka-angka ini dipersentasekan, nampak bahwa guncangan output pada sektor TPTJ menimbulkan efek total didalam wilayah sendiri (self-generate) sebesar 88 persen dan spillover effects total sebesar 12 persen dari total efek TPTJ. Disisi lain Tabel 23. menunjukkan bahwa guncangan output pada sektor yang sama di Sumatera (TPTS) sebesar satu rupiah menimbulkan efek total sebesar 19.7147 rupiah, yang terdistribusi pada efek total intra region (selfgenerate)

sebesar 11.4354 rupiah dan spillover effects total sebesar 8.2793

rupiah. Dalam konteks ini nampaknya bahwa guncangan output pada sektor TPTS memberikan efek total yang lebih besar dibandingkan dengan efek total yang ditimbulkan oleh guncangan output pada sektor PTPJ. Namun demikian, selfgenerate dari TPTS relatif kecil dibandingkan dengan self-generate yang

179 ditimbulkan oleh PTPJ di satu sisi dan disisi yang lain total spillover effects dari guncangan output PTPS ke dalam perekonomian Jawa relatif lebih besar dari total spillover effects yang diterima oleh perekonomian Sumatera. Fenomena ketimpangan tingkat peningkatan output sektoral antara Jawa dan Sumatera sebagaimana diungkapkan di atas, tidak hanya timbul dari guncangan output pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPT) saja, tetapi juga oleh semua sektor lainnya. Dengan demikian, guncangan output pada sektor yang manapun didalam perekonomian Sumatera akan menimbulkan total efek yang lebih besar daripada guncangan output pada sektor yang sama di Jawa. Namun efek self-generate nya lebih kecil daripada self-generate yang dihasilkan di Jawa. Sedangkan spillover effects nya lebih besar daripada guncangan output pada sektor yang sama di Jawa. Fenomena ini mengindikasikan bahwa guncangan output pada sektor produksi yang manapun pada kedua wilayah, akan menimbulkan peningkatan output (baik sektoral maupun agregat) pada masingmasing wilayah, akan tetapi bersamaan dengan itu kesenjangan pendapatan regional antara kedua wilayah menjadi semakin melebar. Selanjutnya, spillover effects total yang ditimbulkan oleh guncangan output sektoral di Jawa berkisar antara 1.6188-1.9453. Rata-rata spillover effects total per sektor sebesar 1.76977. Disisi lain, spillover effects total yang ditimbulkan oleh guncangan output sektoral di Sumatera berkisar antara 7.8973-8.8605 dan ratarata per sektor sebesar 8.45055. Perbedaan spillover effects rata-rata tersebut cukup ekstrim. Perbedaan yang ekstrim inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi antara kedua wilayah.

180 Berikutnya, sektor produksi di Jawa yang menimbulkan spillover effects di atas rata-rata ke dalam perekonomian Sumatera adalah sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPTJ), industri makanan, minuman dan tembakau (IMMJ), industri kayu dan barang dari kayu (IKKJ), industri kimia, pupuk dan logam dasar (IKPJ), listrik, gas dan air bersih (LGAJ), transportasi dan komunikasi (TPKJ). Sedangkan sektor produksi di Sumatera yang menimbulkan spillover effects di atas rata-rata ke dalam perekonomian Jawa adalah sektor perikanan (PRKS), pertambangan dan penggalian (PPGS), industri pemintalan, tekstil dan kulit (IPTS), industri kayu dan barang dari kayu (IKKS), industri kertas, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya (IKRS), industri kimia, pupuk dan logam dasar (IKPS), transportasi dan komunikasi (TPKS), dan jasa keuangan dan perbankan (KUBS). Sektor-sektor yang menimbulkan spillover effects total yang lebih besar (diatas rata-rata) pada umumnya mempunyai koefisien backward linkages interregional yang lebih tinggi, kecuali sektor jasa-jasa lainnya. Dengan demikian, suatu sektor di suatu wilayah yang memeliki ketergantungan pada faktor input dari wilayah lain yang relatif tinggi akan menimbulkan spillover effects total yang lebih besar. 6.5. Rangkuman 1. Guncangan output yang sama besar pada sektor yang sama di wilayah yang berbeda (Jawa dan Sumatera) memberikan efek peningkatan output dan peningkatan nilai tambah yang berbeda. Perbedaan peningkatan output dan nilai tambah antara kedua wilayah tersebut terutama disebabkan oleh adanya perbedaan stuktur ekonomi sektoral (tiap sektor). Struktur setiap sektor

181 ekonomi di Jawa berada dalam spektrum yang relatif lebih ‘luas’ dan ‘dalam’ daripada struktur sektor produksi di Sumatera. Spektrum yang ‘luas’ dalam arti suatu sektor tertentu memiliki variasi atau ragam yang lebih banyak, sedangkan spektrum yang ‘dalam’ mengandung arti jumlah sub-sektornya lebih banyak dan kapasitas produksinya lebih besar. Perbedaan struktur ekonomi sektoral ini terutama terjadi pada sektor industri pengolahan. 2. Secara keseluruhan koefisien spillover effects output bruto dan nilai tambah dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari satu pada semua sektor. Sebaliknya, koefisien spillover effects output bruto dan nilai tambah dari Jawa ke Sumatera mempunyai nilai lebih kecil dari satu pada semua sektor. Hal ini menunjukkan bahwa spillover effects output bruto dan nilai tambah sektoral yang diterima oleh perekonomian Sumatera lebih kecil daripada spillover effects yang diberikan oleh perekonomian Sumatera kepada perekonomian Jawa. Spillover effects output bruto dan nilai tambah yang diterima perekonomian Jawa lebih dari dua kali lipat nilai guncangan output yang terjadi dalam perekonomian Sumatera, bahkan spillover effects pada sektor jasa-jasa lain sampai empat kali lipat nilai guncangan output. Sebaliknya, spillover effects output bruto dan nilai tambah yang diterima oleh perekonomian Sumatera dari Jawa hanya dengan kelipatan yang kurang dari 0.5 (kecuali sektor jasa-jasa lain). Perbedaan spillover effect pada dasarnya menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebutuhan impor antara kedua wilayah, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk kebutuhan input. Ini berarti bahwa tingkat kebutuhan impor Sumatera dari Jawa lebih besar dari tingkat kebutuhan impor Jawa dari Sumatera.

182 3. Distribusi multiplier nilai tambah (distribusi faktorial) intra region, baik di Jawa maupun Sumatera, bias kapital pada semua sektor kecuali pada sektor jasa-jasa lainnya. Ini berarti bahwa faktor produksi tenaga kerja relatif lebih berperanan dalam sektor jasa-jasa lain daripada faktor produksi kapital. Fenomena ini cukup beralasan mengingat di dalam sektor jasa-jasa lain terdapat subsektor jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa hiburan, pemerintah dan pertahanan, jasa perseorangan, dan jasa sosial. 4. Dsitribusi kenaikan pendapatan institusi bias pendapatan rumahtangga, baik di Jawa maupun di Sumatera. Ini berarti, rumahtangga di Jawa dan di Sumatera memiliki faktor-faktor produksi primer yang relatif lebih banyak daripada yang dimiliki perusahaan dan pemerintah Rumahtangga tidak hanya menyediakan faktor ptoduksi tenagakerja tetapi juga kapital. Dengan jumlah rumahtangga yang lebih banyak dari jumlah institusi perusahaan dan institusi pemerintah, sangat beralasan apabila efek guncangan output sektoral terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga lebih besar dari kenaikan pendapatan pemerintah dan perusahaan. 5. Golongan rumahtangga di Jawa yang paling menikmati efek kenaikan pendapatan dari setiap guncangan output pada semua sektor adalah rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas kota. Sedangkan di Sumatera golongan rumahtangga yang paling menikmati efek kenaikan pendapatan dari setiap guncangan output pada semua sektor adalah rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota. 6. Distribusi kenaikan pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga di Jawa dan di Sumatera umumnya divergen. Namun, jika dilakukan segmentasi

183 kenaikan pendapatan rumahtangga dalam tiga segmen, yakni segmen kenaikan pendapatan pada tingkat rendah, pada tingkat sedang dan pada tingkat tinggi, maka distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga buruh tani dan rumahtangga golongan atas desa, baik di Jawa maupun di Sumatera, termasuk dalam kategori distribusi kenaikan pendapatan yang konvergen pada tingkat (level) rendah. Di samping itu distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga golongan rendah desa dan rumahtangga golongan atas kota di Sumatera tergolong distribusi kenaikan pendapatan yang konvergen pada level sedang. Dengan demikian, sekalipun distribusi kenaikan pendapatan di Jawa dan di Sumatera secara agregat divergen, namun distribusi kenaikan pendapatan di Sumatera relatif lebih baik. 7. Koefisien multiplier tenagakerja dan kapital interregional menunjukan bahwa spillover effects nilai tambah, baik yang diterima oleh perekonomian Jawa maupun oleh perekonomian Sumatera bias kapital pada semua sektor. Di samping itu, spillover effects tenagakerja dan kapital dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effects tenagakerja dan kapital dari Jawa ke Sumatera. Bahkan koefisien spillover effects kapital yang diterima perekonomian Jawa lebih besar dari satu. Ini berarti bahwa peningkatan nilai tambah kapital didalam perekonomian Jawa sebagai akibat dari guncangan output yang terjadi di Sumatera lebih besar dari nilai guncangan outputnya sendiri. 8. Guncangan output ekonomi di wilayah Sumatera memberikan peningkatan tingkat pendapatan rumahtangga, swasta, dan pemerintah di Jawa jauh lebih besar daripada peningkatan tingkat pendapatan rumahtangga, swasta, dan

184 pemerintah yang diterima Sumatera dari Jawa. Selain itu, rumahtangga Jawa memperoleh peningkatan pendapatan dari semua sektor lebih dari dua kali nilai guncangan output yang terjadi di Sumatera, bahkan yang bersumber dari sektor jasa-jasa lainnya hampir empat kali lipat dari nilai guncangan output. Sebaliknya, rumahtangga Sumatera memperoleh peningkatan pendapatan yang kurang dari 0.5 dari nilai guncangan output yang terjadi di Jawa, kecuali yang bersumber dari sektor jasa-jasa lainnya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Demikian halnya dengan pendapatan pemerintah di Jawa. Dampak dari guncangan output yang terjadi di Sumatera terhadap pendapatan pemerintah di Jawa menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah di Jawa yang bersumber dari berbagai sektor, pada umumnya lebih besar dari nilai guncangan output, kecuali sektor keuangan dan perbankan. Sementara itu, koefisien multiplier pendapatan perusahaan di Jawa yang lebih besar dari satu bersumber dari sektor jasa-jasa lainnya, dan sektor keuangan dan perbankan. Ini menunjukkan bahwa guncangan output yang terjadi dalam perekonomian Sumatera akan meningkatkan pendapatan perusahaan jasa-jasa lainnya di Jawa sebesar 4.0282 kali nilai guncangan output dan perusahaan jasa keuangan dan perbankan sebesar 2.0987 kali nilai guncangan output. Dengan demikian, nampak bahwa guncangan output yang terjadidalam perekonomian Sumatera memberikan peningkatan pendapatan yang lebih besar kepada berbagai institusi di Jawa daripada sebaliknya, bahkan memberikan peningkatan pendapatan berlipat ganda kepada institusi rumahtangga dan pemerintah di Jawa.

185 9. Analisis dekomposisi menunjukkan bahwa guncangan output pada setiap sektor produksi di Sumatera menimbulkan dampak total terhadap keseluruhan perekonomian kedua wilayah yang lebih besar daripada dampak total yang ditimbulkan oleh guncangan output pada setiap sektor produksi di Jawa. Akan tetapi self-generate dari guncangan output pada setiap sektor produksi di Sumatera terhadap perekonomian Sumatera relatif kecil dibandingkan dengan self-generate yang ditimbulkan oleh guncangan output pada setiap sektor produksi di Jawa terhadap perekonomian Jawa. Di sisi lain, total spillover effects yang ditimbulkan oleh guncangan output pada setiap sektor produksi dalam perekonomian Sumatera relatif lebih besar daripada total spillover effects yang ditimbulkan oleh setiap guncangan output dalam perekonomian Jawa. Fenomena ini mengindikasikan bahwa guncangan output pada sektor produksi yang manapun pada kedua wilayah secara bersamaan, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan ekonomi, baik secara sektoral maupun agregat, namun bersamaan dengan itu kesenjangan pendapatan regional antara kedua wilayah menjadi semakin melebar. 10. Sektor-sektor yang menimbulkan total spillover effects yang lebih besar daripada sektor-sektor lainnya (di atas rata-rata), pada umumnya mempunyai koefisien backward linkages interregional yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah yang memeliki tingkat ketergantungan pada faktor input dari wilayah lain yang relatif tinggi, akan menimbulkan total spillover effects yang lebih besar.

Related Documents

Analisis Kls Vi A.xlsx
June 2020 16
Vi
November 2019 54
Vi
November 2019 58
Vi
November 2019 55
Vi
May 2020 31