BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Pada tanggal, 07 Desember 1975, pemerintah Indonesia dengan kekuatan
militernya telah menginvasi dan mengklaim wilayah Timor-Leste menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tidak diterima oleh masyarakat Timor Leste dan diperkuat oleh hukum internasional, yang hanya mengakui Timor Leste merupakan bagian administrasi dari pemerintahan Portugal. Untuk itu, secara de jure atau yuridis, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui bahwa Timor Leste adalah wilayah pemerintahan portugis hingga adanya pemberian kebebasan kepada masyarakat Timor Leste untuk menentukan nasibnya sendiri. Artinya, ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republic Indonesia atau merdeka, berfederasi dengan Australia, kembali bergabung dengan Portugal atau berintegrasi ke Indonesia. Fakta menunjukan bahwa pemerintah Indonesia, di bawah kekuasan presiden Soeharto, telah memerintah secara de facto di wilayah Timor Leste selama 24 tahun. Keinginan rakyat Timor Leste pada waktu itu untuk bergabung dengan Australia maupun kembali ke pemerintahan Portugis semua tidak terjadi. Masyarakat Timor Leste mayoritas hanya ingin memisahkan diri dari kekuasan pemerintah Indonesia atau ingin menetukan nasibnya sendiri (merdeka). Selama masa pendudukan Pemerintahan Indonesia di Negara Republik Demokratik Timor-Leste( RDTL), yang telah menyatakan kemerdekaan pada tanggal 28 Nevember 1975 namun tetap saja disebut sebagai Propinsi Timor-Timur yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
1
undang-undang nomor 07 pada tahun 1976, tertanggal, 17 Juli 1976, yang diputuskan berintegrasi kekesatuan Republik Indonesis sebagai propinsi yang ke 27. pemerintah Indonesia berperan aktif dalam pembangunan, diberbagai bidang, salah satu sektor adalah sektor Infrastruktur yakni; membangun gedung sekolah, gedung perkantoran, serta perumahan-perumahan baik itu milik instansi pemeritah maupun perusahan perusahan swasta, yang mana saling bekerjasama. Namun demikian tahun 1999, pada masa pemerintahan B.J. Habibie sebagai Presiden Indonesia pada saat itu secara diplomatik menawarkan opsi kepada masyarakat Timor-Timur untuk menentukan nasib sendiri atau otonomi yang seluas-luasnya dengan jalan melakukan referedum, berdasarkan pada perjanjian 5 Mei 1999 yang diadakan di Newyork, Amerika Serikat antara pemrintah Portugal dan pemerintah Indonesaia yang telah diprakasai oleh pereikatan bangsa-bangsa (PBB). Dimana dalam isi perjanjian tersebut mengatakan bahwa “memberikan kesempatan kepada rakyat Timor-timur untuk menentukan nasib sendiri dengan jalan melaksanakan referendum. Maka masyarakat Timor-Timur dengan dukungan Dunia Internasional tepatnya pada tanggal 30 Agustus 1999, masyarakat Timor-Timur melaksanakan pemilu (Referendum) tersebut atas prakrasa Dewan keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). dalam penyelenggaraan referendum ini dimemenangkan oleh Pro-kemerdekaan dengan suara terbanyak yakni, (78,5% suara) dan pihak prootonomi yang mendukung pemerintah Indonesia hanya memperoleh 21,5% suara. Dengan hasil tersebut, pemerintah Indonesia telah meninggalkan propinsi kesayangan Timor-Timur pada tanggal, 04 September 1999. Atas kemenangan masyarakat Timor Leste yakni “pro-kemerdekaan”, mengakibatkan terjadinya
2
pembumihangusan diseluruh wilayah Timor Leste terhadap sebagian bangunanbangunan yang dibangun oleh pemerintah Indonesia, namun masih ada sebagian bangunan-bangunan yang masih utuh berupa perumahan- perumahan atau aset lain yang berada di kota Dili dan di kota-kota lain di Timor Leste masih tampak ada yang dikuasai oleh masyarakat Timor Leste pada tahun 1999 hingga saat ini. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat Timor Leste dangan menempati perumahan-perumahan peninggalan milik pemerintah Indonesia tersebut walaupun secara ilegal karena pada saat itu terjadi kevakuman hukum, untuk mengatur kepemilikan bangunan-bangunan tersebut., maka dengan hadirnya perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNTAET (United Nation Transitional Administration in East Timor) bertujuan untuk membantu memulihkan kembali stabilitas keamanan, kevakuman hukum dan keadaan ekonomi yang moratmarit, pemerintah transisi mengeluarkan udang-undang, salah satunya adalah Regulasi UNTAET No 1 tahun 1999 tentang pembentukan pemerintahan transisi di Timor Leste. Dalam pasal 7 yang mengatur secara khusus tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak yang ada di Timor Leste bertujuan melindungi dan menyelamatkan aset-aset peninggalan pemerintah Indonesia yang pada suatu saat akan dikuasai oleh negara dan dijadikan menjadi milik pemerintah Timor-Leste menurut hukum yang berlaku. Regulasi tersebut di atas ditindak lanjuti dengan Regulasi UNTAET Nomor 27 tahun 2000 untuk mempertahankan benda tidak bergerak, akan tetapi pemerintah transisi mengalami kendala karena banyak penempatan perumahan oleh masyarakat secara ilegal, baik itu perumahan pemerintah, perumahan swasta maupun perumahan masyarakat biasa.
3
Namun selama pemerintah UNTAET
berkuasa telah mencoba mengidentifikasi perumahan-perumahan dan aset-aset lain yang telah ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia maupun masyarakatnya paska referendum di tahun 1999. Setelah restorasi kemerdekaan Negara Republik Demokratik Timor-Leste pada tanggal, 20 Mei tahun 2002, serta penyerahan kekuasaan oleh pemerintah Transisi (UNTAET) kepada pemerintah Timor-Leste. Dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah Timor Leste telah membuat suatu peraturan yang mengatur harta benda bergerak dan harta benda yang tidak bergerak yang ditinggalkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia paska referendum, pemerintah Timor-Leste telah mengeluarkan undang-undang atau Lei No 1 tahun 2003 “tentang kepemilikan benda bergerak dan benda tidak bergerak atau kepemilikan pribadi maupun umum yang tergolong dalam kategori harta milik pemerintah RDTL”. Dengan diberlakukannnya undang-undang No 1 tahun 2003 maka pemerintah Timor Leste melalui kantor bagian pertanahan berusaha mengidentifikasi asset-asset milik pemerintah Portugal dan pemerintah Indonesia untuk didata, didaftarkan dan menjumlahkan perumahan-perumahan yang ada. Dalam pendataan yang dilakukan oleh kementrian kehakiman melalui DNTP (Dirasaun Nasional Terras e Propriadade) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN)dan adanya kesadaran dari masyarakat mendaftarkan rumah yang ditempati, bertujuan untuk mengetahui jumlah perumahan yang ditempati oleh masyarakat secara ilegal. Berdasarkan pada pasal 16 ayat 1 UU nomor 1 tahun 2003 mengatakan bahwa” laiha aktu sira ba dispozisaun (fa’an ka fo) kona-ba soin metin iha fatin ne’ebé Estadu Portugues hanesan na’in to’o iha loron 7 fulan Dezembru tinan 1975, ne’ebé selebra tiha ona entre loron 7 fulan Dezembru tinan 1975 no
4
loron 19 fulan Maiu tinan 2002, no mos hanesan sira ne’ebé Administrasaun Indonesia halo”,. (dilarang menjual atau memberikan atau menghibahkan benda tetap yang dimiliki oleh pemerintah portugis hingga tanggal 7 Desember 1975 maupun benda-benda tetap yang diatur oleh pemerintah Indonesia hingga tanggal, 17 Mei 2002 ( tidak bukti ada pembagain ( penjualan atau pemberian) atas hak milik terhadap benda tidak bergerak milik pemerintah pertogues mulai dari tanggal 7 Desember 1975 sampai dengan tanggal 17 mei 2002, dan juga seperti hak milik benda tidak bergerak yang pemerintah Indonesia telah ditinggalkan. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 1 tahun 2003 memberikan batas waktu kepada masyarakat untuk melakukan pendaftaran atas penempatan perumahan tersebut dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2003, bagi masyarakat dalam negeri. Sedangkan untuk warga Negara asing berada di luar Negeri diberikan batas waktu hanya sampai pada tanggal 19 Mei 2002. Pasal 13 ayat 1-3 Lei No 1/2003 mengatakan bahwa: A. Ema rai liur bele, iha prazu tinan ida nia laran hahu husi loron ne’ebe lei ida nee Tama iha vigor, intrega informasaun sira hotu ba DNTP kona ba soin metin iha fatin ema sira ne’ebe nai’n to loron 19 fulan Maiu tinan 2002 ba efeitu sira lei ida sei harii (untuk mereka atau orang yang bukan warga negara Timor Leste, diberikan batas waktu satu tahun sesudah peraturan ini peraturan ini diimplementasikan, dapat memberikan semua informasun kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas hak milik benda tidak bergerak sampai dengan tanggal 19 Mei tahun 2002 untuk mengantisipasi peraturan yang baru) B. Ba efeitu ne’ebe iha numeru liu ba hateten, tenke halibur kedas provas sira hatu nian neebe presiza, karik la halo nu’ne’e soin metin iha fatin hirak ne’e fila ba
5
stadu ( seperti yang telah tertera atau tertulis diatas, bahwa harus mempersiapakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, jika tidak maka benda tidak bergerak tersebut kembali kepada pemerintah); C. Aktu sira hanesan dispozisaun (fa’an ka fo) kona ba soin metin iha fatin husi sidadaun estranjeiru sira ne’ebe realizadu ona molok ona 20 fulan Maiu tinan 2002 hahu lei ida ne’e konsidera nu’udar aktu sira ne’e laiha (bukti yang telah di disposisi (penjualan atau pemberian) atas benda tidak bergerak dari warga negara asaing yang telah dibuktikan sebelum tanggal 20 Mei tahun 2002 sesuadah undang-undang ini berjalan, dinyatakan tidak berlaku). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2003, Dirasaun Nasional Terras e Propriadade (DNTP) bukan berarti akan mengambil alih kepemilikan, akan tetapi bertujuan untuk mengetahui hak pemakaian atas aset peninggalan pemerintah Indonesia oleh masyarakat Timor-Leste khususnya kota Dili. Dengan demikian memperjelas bahwa hak milik pemerintah yang diberikan atau disewakan kepada masyarakat, hanya mempunyai hak pakai bukan hak milik sehingga suatu waktu pemerintah membutuhkan tanah dan perumahan tersebut demi kepentingan umum maka akan mengambil alih kepemilikannya. Di lain pihak masyarakat yang tidak memenuhi kewajiban membayar iuran atau sewa kepada pemerintah, pemerintah mempunyai hak untuk mengambil-alih kepemilikan benda-benda tidak bergerak tersebut (perumahan) untuk disewakan kepada masyarakat mempunyai kemampuan yang membayar uang sewa, dalam pasal 58 mengatakan bahwa “setiap warga Negara berhak untuk diri dan keluardanya, atas sebuah tempat tinggal dengan ukuran yang memadai, memenuhi syarat-syarat higenis dan kenyaman yang dapat mendukung terselenggaranya kehidupan layak”. Pasal ini mempunyai
6
perbedaan dengan pasal 54 sehingga menimbulkan permasalahan bagi masyarakat yang tidak ingin temapt yang sudah di temapti selama beberapa tahun diberikan atau diambilalihkan oleh pemerintah dan bagi pemerintah sendari dalam menyelesaikan pemberian ganti rugi kepada masyarakat atas tanah atau rumah diambil-alihkan kepemilikan oleh pemerintah dipastikan mendapatkan ganti rugi yang layak sesuai dengan undang-undang atau prosedur hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Menyangkut pemberian ganti rugi yang layak kepada masyarakat diatur dalam Konstitusi RDTL. Pasal 54 dari ayat 3 dan 4
Konstitusi Republik
Demokratik Timor Leste mengatakan bahwa : A. Atu hetan eh hasai ema ida nia propriedade privada hodi halo ba uzu publiku, tenke selu indeminizasaun loloos ba sidadaun, tuir lei haruka ( permintaan dan pelepasan hak untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan melalui suatu pembayaran ganti rugi berdasarkan uanfangundang); B. Ema sidadaun nasional de’it maka bele iha direitu propriedade sidadaun nian (hanya warga nasional yang berhak untuk mendapatkan hak milik atas tanah). Dengan demikian pasal 54 Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan ganti rugi kepada setiap warga negara yang rumah dan tanahnya digunakan oleh pemerintah demi pembangunan nasional menurut undang-undang yang berlaku dan hanya warga Negara Timor Leste yang mempunyai hak milik pribadi. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat maka pemerintah membuat peraturan yang baru
7
yaitu pada tahun 2004 pemerintah Timor-Leste mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2004 tentang senyewa-menyewa atas benda-benda milik negara “dekretu lei No 19 tahun 2004“ rejime juridiku ba soin metin iha fatin: (Afetasaun ofisial no arendamentu husi soin ne’ebé tama iha dominu privadu estadu nian). Berdasarkan lei Nomor 1 tahun 2003
maka nain ba soin metin, hasai katak
dispozisaun soin metin iha fatin domino privadu Estadu nian mos hanesan rejime ba arrendamentu no administrasaun soin metin iha fatin hirak ne’e sei regula husi dekretu
lei(
undang-undang
no
19
tahun
2004
tentang
benda
tidak
bergerak :”masalah yang terpenting dari sewa menyewa benda tidak bergerak termasuk milik pemerintah). Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2004 menyatakan bawah semua benda yang tidak bergerak telah menjadi milik negara atau pemerintah, walaupun telah ditempati dan tidak ditempati juga pemerintah belum menggunakan benda tersebut harus mendapatkan legislasi dari pemerintah menurut undang-undang yang telah ditetapkan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang baru ini pemerintah
berupaya
memberikan
kesempatan
kepada
masyarakat
agar
mendaftarkan rumah yang mereka tempati serta membayar iuran atau uang sewa kepada pemerintah menurut ketetapan dan prosedur yang diterapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (DNTP). Paska restorasi kemerdekaan Timor Leste dan dikeluarkannya berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah oleh lembaga negara yang berwenang, antara lain; peratuaran yang mengatur tentang benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang berada di Timor Leste, tampaknya masih terdapat kekurangan peraturan hukum yang mengatur secara menyeluruh atas benda-benda tersebut.
8
Untuk itu, diperlukan adanya undang-undang dan peraturan pemerintah yang pernah berlaku di Timor Leste dinyatakan tetap berlaku. Hal ini dipertegas oleh pasal 165 Konstitusi RDTL “bahwa hukum atau undang-undang yang sebelumnya berlaku di Timor Leste akan tetap berlaku berkaitan dengan semua hal, kecuali bila bertentangan dengan UUD atau asas-asas hukum internasional. Menyangkut hal ini, sebelum restorasi kemerdekaan Timor Leste, telah dicantumkan di dalamn regulasi UNTAET Nomor 1 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1, bahwa sampai saatnya digantikan oleh peraturan-peraturan UNTAET atau peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga negara di Timor-Leste yang didirikan secara demokratis, hukum-hukum yang telah diterapkan di Timor-Leste sebelum tanggal, 25 oktober 1999, akan tetap diterapkan di Timor-Leste, sejauh mana hukum-hukum tersebut tidak bertentangan dengan standar-standar hukum internasional yang ada. Interpretasi pemberlakuan hukum sebelum tanggal, 25 oktober 1999, dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste, adalah kurang jelas. Artinya adalah hukum negara mana yang seharusnya dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste. Tentu semua orang mengetahui bahwa semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintahan transisi (UNTAET), akan tetap berlaku di Timor Leste hingga adanya peraturan lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Timor Leste. Namun yang menjadi persoalan adalah hukum negara manakah yang dinyatakan tetap berlaku di Timor Leste. Apakah hukum negara Indonesia ataukah hukum negara Portugis yang pernah berlaku dinyatakan tetap berlaku? Secara hukum, dunia internasional mengetahui bahwa keberadaan negara Indonesia selama 24 tahun di Timor Leste adalah suatu aneksasi dan perbuatan melawan hukum sehingga selama keberadaan pemerintahannya di Timor Leste tidak diakui oleh
9
masyarakat internasional. Di lain pihak, selama keberadaanya, telah menciptakan banyak peraturan-peraturan hukum di Timor Leste dan masyarakat Timor-timur pada waktu itu dan hingga saat ini banyak yang telah mengetahui dan mengerti dengan baik hukum negara Indonesia. Sehingga ditafsirkan bahwa hukum yang pernah berlaku di Timor Leste adalah hukum negara Indonesia. Secara hukum penafsiran hukum Indonesia yang dianggap sah dan berlaku di Timor Leste adalah tidak benar, yang benar adalah hukum negara Portugal. Karena resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 384 tahun 1975, tertanggal, 22 Desember, dan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 389 tahun 1976, tertanggal 22april 1976,mendesak Indonesia untuk segera menarik segala peralatan militer dan pemerintahannya dari Timor Leste karena Timor Leste adalah merupakan propinsi seberan lautan yang merupakan bagian pemerintahan Portugis. Namun pemerintah Indonesia pada waktu itu tidak memperhatikan dan mengabaikan desakan tersebut, sehingga akhirnya pada tanggal, 30 Agustus 1999, dilakukan referendum di Timor Leste.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka Parlamen
Nasional, melalui sidang pleno, mengeluarkan undang-undang nomor 10 tahun 2003, tertanggal, 22 Desember 2003, dimana dalam pasal 1 mengatakan bahwa dimengerti bahwa undang-undang yang berlaku di Timor Leste adalah undangundang negara Indonesia yang pernah berlaku secara de facto, dinyatakan tetap berlaku hingga adanya perubahan undang-undang yang baru. Berdasarkan dasar hukum tersebut di atas, maka undang-undang pokok agraria Indonesia (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 tetap berlaku dan digunakan sebagai dasar hukum untuk mengatur tentang hak kepemilikan atas tanah dan rumah di Timor Leste. Undang-Undang Pokok Agraria ini, diperkuat dengan
10
peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 1976 yang mana telah memperjelas tentang subyek hak pakai serta didukung peraturan perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996, yang mengatur tentang hak sewa menyewa.
Dan selanjutnya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997, Peraturan Menteri (permen) agraria atau kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 3 tahun 1997, mengatakan bahwa walaupun adanya undang-undang Nomor 1 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 19 tahun 2004, serta undang-undang lainnya, mengetahui dengan jelas tentang undang-undang
masyarakat yang telah
tersebut, maka masyarakat
menuruti kebijakan-kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan oleh kementrian kehakiman melalui Padan Pertanahan Nasional (Dirasaun Nasional Terras e Propriadade). Dalam mengimplementasikan undang-undang tersebut sudah efektif, namun masih menimbulkan banyak permasalahan baru tentang persengketan tanah dan rumah, hal ini yang mengakibatkan dalam pembayaran iuran atau sewa kepada pemerintah menemui kendala. Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana pemerintah Timor-Leste menanggani dan mengatasi permasalahan yang selama ini terjadi dalam masyarakat, yang menempati aset peninggalan pemerintah Indonesia antara lain; benda-benda yang tidak bergerak yakni perumahan-perumahan yang berada di kota Dili. Selanjutnya untuk mengetahui masyarakat yang menempati aset tersebut diwajibkan membayar uang sewa kepada pemerintah Timor-Leste sesuai hukum dan peraturan yang berlaku.
Oleh karena itu, maka mendorong penulis untuk menulis proposal skripsi ini dengan judul :
11
Pemberian hak sewa menyewa atas benda yang tidak bergerak dari hasil peninggalan pemerintah Indonesia di kota Dili oleh DNTP (Dirasaun Nasional Terras e Propriedade)” 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka permasalahan yang
akan diteliti adalah; 1.2.1
Bagaimanakah prosedur untuk memperoleh hak pakai terhadap benda yang tidak bergerak milik pemerintah Indonesai yang berada di negara Timor Leste?
1.2.2
Apakah peranan Badan Pertanahan Nasional (DNTP) dalam mengatur hak sewa atas benda tidak bergerak terhadap masyarakat di kota Dili?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian di sini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut di atas, yakni : 1.3.1
Untuk mengetahui dan menjelaskan prosedur untuk memperoleh hak
pakai atas benda-benda tetap milik negara di Timor Leste,
khususnya di kota Dili 1.3.2
Untuk mengetahui dan mencatat jumlah aset perumahan peninggalan
pemerintah Indonesia yang ditempati oleh
masyarakat Timor-Leste, khususnya di lingkungan kota Díli. 1.3.3
Penelitian tersebut untuk mengetahui presentasi pembayaran iuran oleh masyarakat kepada pemerintah Timor-Leste.
12
1.3.4
Penelitian tersebut untuk mengetahui peranan Badan Pertanahan Nasional (DNTP) dalam mengatur pemberian hak sewa benda tidak bergerak atau aset peninggalan pemerintah Indonesia oleh masyarakat di kota Dili.
1.3.5
Sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan tahap akhir, agar dapat mencapai gelar sarjana (S1)
1.4
Maksud Penelitian Penelitian tersebut bermaksud untuk menghasilkan tulisan serta karya
ilmiah bagi para pembaca dapat memahami konsep tentang“ Pemberian hak sewa atas benda yang tidak bergerak dari hasil peninggalan pemerintah Indonesia di kota Dili oleh DNTP( Dirasaun Nasional Terras e Propriedade”
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi penulis, karya ilmiah ini sebagai bahan juga landasan teori yang dikontribusikan oleh penulis kepada segenap civitas akademi UNPAS serta perpustakaan, khususnya fakultas hukum;
1.5.2
Penelitian ini berguna bagi universitas sebagai bahan referensi untuk perpustakaan dan para mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya;
1.5.3
Penelitian ini agar bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya sebagai bahan refensi atau landasan teori bagi penelitipeneliti selanjutnya;
13
1.5.4
Kepada pemerintah, Melaui karya ilmiah ini, penulis berharap kepada pemerintah Timor-Leste guna menyelesaikan permasalahan persengketaan tanah serta perumahan peninggalan pemerintah Indonesia yakni di kota Dili.
1.6
Sistimatika Penulisan Agar mempermudah dalam memahami isi dari skripsi ini,maka sistematika
penulisan yang penulis kemukakan sebagai berikut; 1.6.1
Dalam bab I Menguraikan secara ringkas tentang latar belakang masalah, peremusan masalah serta tujuan dan maksud, manfaat, sistimatika penulisan penelitian bagi penulis dan Universitas.
1.6.2
Dalam bab II Mnguraikan
tentang landasan teori yaitu
memberikan pandangan umum tentang hak sewa menyewa bendaa yang tidak bergerak dan menurut teori teori yang ada relevansinya dengan permasalahan, dan hipotesa. 1.6.3
Dalam bab III Mengraikan tentang metodologi yang di gunakan dalam penelitian yaitu identifikasi variable jenis penelitian,jenis dan sumber data, lokasi penelitian,metode pengumpulan data,defenisi operasional, teknik analisis data.
14
BAB II TUNJUAN PUSTAKA 2.1.
Pengertian Tanah dan Bumi Menurut undang-undang pokok agraria Nomor 5 tahun 1960 adalah
permukaan bumi, dan tubuh bumi serta yang berada didalam air, adalah bagian dari bumi yang disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan bahwa bukan pengatur tanah dalam segala aspek, melainkan hanya pengatur atas salah satu aspeknya, yakni tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Pengertian tanah pada pasal 4 (ayat1) Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu dasar hukum menguasai negara seperti yang dimaksud pada pasal 2, “adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yakni tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain maupun badan-badan
15
hukum”1, berdasarkan hukum maka tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdemensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sedangkan ruang pengertian yuridis, yang terbatas, berdemensi tiga yaitu panjang, lebar, dan tinggi (dalam hukum penataan ruang). Dengan demikian hak atas tanah adalah hak yang memberi kewenangan kepada pemegang haknya agar mempergunakan atau memanfaatkan tanah yang dihakinya. “Menurut Effendi Perangin, menyatakan bahwa hukum tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah merupakan lembaga-lembaga hukum serta instruksi hukum yang konkrit.2 Sedangkan menurut Boedi Harsono, bahwa hukum tanah negara-negara dipergunakan apa yang disebut asas accessei “asas perlekataan, “adalah bangunan-bangunan dan benda-benda tanaman yang terdapat diatasnya merupakan satu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan”. Adapun asas perlekataan dibagi menjadi dua yaitu: A. Asas perlekatan horizontal (Horizontal Accessei Beginset); Menurut KitabUndang-Undang Hukum Perdata menganut asas perlekatan, yaitu asas yang melekatkan suatu benda pada benda pokoknya. Akan tetapi asas perlekatan tersebut terdiri dari perlekatan horizontal atau mendatar, dan perlekatan vertikal/menurun tersebut yang diatur dalam perumusan pasal 500 berbunyi “ segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalm suatu kebendaan, seperti 1 Supriadi ,S.H.M.Hum., hukumagraria., hlm 3, Sinar Grafika.cetakan pertama, 2007 2Urip Santoso, S.H.,M.H.,Hukum Agraria dan hak-hak atas tanah, hlm 10, 11., Kencana Prenada Media Group, 2007 cetakan ke 3
16
pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam, maupun hasil karena pekerjaan orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu laksana dahan dan akar terpaut pada tanahnya, kesemuanya itu adalah bagian dari kebendaan tadi.3 Pasal 506 berbunyi kebendaan yang tak bergerak ialah: 1. pekarangan-pekarangan dan apa yang tidak didirikan diatasnya; 2. penggilingan-penggilingan, kecuali apa yang nanti akan dibicarakan dalam pasal 510; 3. pohon-pohon dan tanaman ladang, yang dengan akarnya menancap dalam tanah; buah-buahan pohon yang belum dipetik; demikian pun barang-barang tambang seperti : batu bara, samaph bara,dan sebagainya, selama benda-benda itu belum terpisah dan digali dari tanah; 4. kayu tebangan dari kehutan –hutanan dan kayu dari pohon-pohon yang terbentang tinggi, selama kayu-kayuan itu belum dipotong. 5. pipa-pipa dan got-got yang diperuntukan guna menyalurkan air dari rumah atau pekarangan, dan pada umumnya segala apa yang tertancap dalam pekarangan atau terpakudalam bangunan rumah.4 dan pasal 507 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa Karena peruntukannya, termasuklah dalam paham kebendaan tak bergerak 1. dalam perusahan pabrik: barang-barang hasil pabrik itu sendiri, penggilingan-penggilingan, pengglembengan besi dan barang yang tak bergerak yang sejenis itu, apitan besi, kuali pengukusan,tempat api, jambang-jambang, tong,tong, dan perkakas-perkakas sebagainya yang
3 4 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hlm 157dan 158., PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005
17
termasuk dalam asas pabrik, pun sekiranya barang-barang itu tak tertancap atau tak terpaku; 2. dalm perumahan: cermin-cermin, lukisan-lukisan dan perhiasan lainlainnya,sekedar barang-barang itu dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar plesteran ruangan, pun sekiranya barang-barang tak terpaku; 3. dalam kemilikan tanah: lungkang atau timbunan gemuk diperuntukan guna merabuk tanah; burung merpati temasuk dalam kawan, saran burung yang dapat dimakan, selama belum dipetik; ikan yang ada dalam kolam; 4. bahan pembangunan gedung berasal dari perombakan gedung; jika diperuntukan guna mendirikan kembali gedung itu; dan pada umumnya, benda-benda yang oleh sipemilik telah dihubungkan dengan kebendaan tak bergeraknya guan dipakai selamanya; sipemilik dianggap telah menghubungkan benda-benda yang demikian kepada kebendaan tak bergeraknya, bilamana benda-benda itu dilekatkan padanya dengan pekerjaan menggali, pekerjaan kayu atau pemasangan batu, atau bilamana benda-benda itu tidak dapat dilepaskan dengan tidak memutus atau merusaknya atau dengan tidak memutus atau merusak bagian dari kebendaan tak bergerak tadi, dimana benda-benda itu dilekatkannya.5
. Selanjutnya menurut Soebekti, asas perlekatan dianut oleh KitabUndangUndanh Hukum Perdata hal mana terlihat dalam perumusan pasal 500 yang 5 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, KUH Per, hlm 158-159, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005
18
berbunyi “ segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalam sesuatu kebendaan, seperti pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam, maupun hasil karan pekerjaan orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu laksana dahan dan akar terpaut pada tanahnya, kesemuanya itu adalah bagian dari kebendaan tadi.” Pasal 506 dan pasal 507 Kitab UndangUndang Hukum Perdata berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada benda pokok secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pokoknya. Berkaitan dengan pendapat yang dikemukan oleh Soebekti diatas maka Kleiyn mengatakan bahwa“ asas asesi dapat ditemukan dalam rumusan pasal 506 dan pasal 507 Kitab Undang-Undang Hukmum Perdata, yaitu dalam perumusan benda tidak bergerak dimana disebutkan bahwa perlekatan dari suatu benda bergerak erancap dan terpaku pada benda tidak bergerak secara yuridis harus dianggap sebagai benda tidak bergerak, perlekatan harus sedemikian rupa sehingga apabila keduanya dipisahkan satu sama lain, maka ini akan menimbulkan kerusakan kepada salah satu atau kedua benda itu . Tetapi apabila pemisahan tersebut tidak menimbulkan kerusakan pada benda-benda itu maka ketentuan tadi tidak berlaku. demikian pula pada pasal 500 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hubungan antar kedua benda tersebut harus terpaut sedemikan rupa seperti dahan dengan akarnya. selain dikenal asas perlekatan yang bersifat horizontal, dikenal pula asas perlekatan yang vertikal yang diatur dalam pasal 571 Kitab Undang Hukum Perdata (hak milik sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atasnya dan
19
didalam tanah itu”,6 bertitik tolak dari ketentuan pasal 572 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jelaslah bahwa semua benda yang terdapat di atas tanah (tambang) termasuk sipemilik tanah. dalam pasal 571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa :“ hak milik atas sebidang tanah mengadung didalamnya, kemilikan atas segala apa yang ada diatasnya dan dudalam tanah. Diatas bolehlah sipemilik mengusahakan segala tanaman dan mendirikan setiap bangunan yang disukai, dengan tak mengurangi akan beberapa pengecualian tersebut dalam bab keempat dan keenam buku ini. Dibawah tanah bolehlah ia membuat menggali sesuka hati dan memiliki segala hasil yang diperoleh karena penggalian itu, dengan tak mengurangi akan perubahan-peruabahan yang kiranya harus diadakan berhubung dengan perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang petambangan, pengambilan bara, sampah terpendam dan sebagainya.”7 Selanjutnya Menurut Mahadi, Undang-Undang Hukum Perdata
mengatakan dalam pasal 571 Kitab
terbesit asas mengikuti, dalam hal ini sifat
mengikuti tanah, lebih ,luas lagi sifat mengikuti kedudukan yuridis tanah, maksudnya segala barang yang melekat pada tanah mengikuti kedudukan yuridis tanah. dimana sudah mendapat kedudukan sebagai barang tidak bergerak, maka segala tanaman dan bangunan yang ada di atasnya menjadi barang tidak bergerak dan bersatu dengan pemilik tanah.8 A. Asas pemisahan horizontal (horizontal scheiding) 6 Prof. R Subekti, S.H. dan R.Tjitrosudibio, KUH Perdata, hlm 157,158, 171, PT Pradnya Paramita, Jakarta,2005 7 Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, hlm 171, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005 8 Supriadi, SH.M.Hum, hukum agraria, hlm. 3,4. Urip SantosoS.H.,M.H. hukum agraria dan hakhak atas tanah.hlm,10,hlm.11, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007
20
Adanya berlainan dengan asas yang terdapat pada negara-negara yang menggunakan asas perlekatan, hukum tanah yang dianut oleh Undang-Undang Pokok Agraria bertumpu pada hukum adat, dimana tidak mengenal asas perlekatan tersebut, melainkan menganut asas pemisahan Horizontal (dalam bahasa belanda disebut Horizontal scheiding), dimana hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang di atasnya. Akan tetapi Menurut Djuhaendah Hasan bahwa; asas perlekatan Vertikal tidak dikenal di dalam hukum adat, karena mengenal asas lainnya yaitu asas pemisahan horizontal di mana tanah terlepas dari segala sesuatu yang melekat padanya. di dalam hukum adat, benda terdiri atas benda tanah dan benda bukan tanah, dan yang dimaksud dengan tanah memang hanya tentang tanah saja (demikian pula pengaturan hukum tanah dalam Undang-Uundang Pokok Agraria) sesuatu yang melekat pada tanah dimasukan dalam pengertian benda bukan tanah dan terhadapnya tidak berlaku ketentuan benda. Demikian pula pendapat Djuhaendah Hasan didukung oleh beberapa pendapat para ahli seperti : Ter Har yang menyatakan bahwa; tanah adalah terpisah dari segala sesuatu yang melekat padanya atau kepemilikan atas tanah terlepas dari benda yang berada diatas tanah itu sehingga pemilik hak atas tanah dan pemilik atas bangunan yang berada di atasnya dapat berbeda. Sedangkan Menurut Imam Sudayat bahwa; asas pemisahan horizontal dalam hukum adat ini terlihat jelas dalam hak numpang yang menunjukkan bahwa numpang itu orang tidak ada sangkut pautnya dengan tanah tersebut maka orang yang tinggal dalam rumah diatas tanah terlepas dari tanah, meskipun ia mempunyai rumah di situ, terlihat pohon-pohon dapat dijual dan digadaikan tersendiri terlepas dari tanahnya.
21
Adapun Menurut Teng Tjin Leng, menyatakan hukum adat mengandung prinsip pemisahan horizontal yang integral dan konsekuen bagi seluruh masalahnya, khususnya yang berhubungan dengan tanah dan benda serta tanaman di atasnya. Serta pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi dua bagian yaitu; Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum adalah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dal hak penguasaan atas adalah sebagai berikut: A. Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan, B. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib, dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaanya, C. Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya, dan syarat-syarat bagi penguasaannya, D. Mengatur hal-hal mengenai tanah. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret adalah hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya. ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebgai berikut; A. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret. Dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu; B. Mengatur hal-hal mengenai penbebanannya dengan hal lain; C. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya;
22
D. Mengatur hal-hal mnegenai pembuktiannya.9 2.2
Obyek Atas Hukum Tanah dan Hirarki Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Hukum Tanah Nasional, adalah; 2.2.1
Hak Bangsa Timor Leste Atas Tanah.
Hak Bangsa Timor-Leste atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah atau Negara, ini merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah melalui pengaturaan hak penguasaan atas tanah ini dimuat dalam pasal 1 ayat (1) - ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria. Hak BangsaTimor-Leste atas tanah mempunyai sifat Komunalistik, artinya semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Demokratik Timor-Leste, merupakan tanah bersama milik rakyat Timor-Leste, yang telah bersatu sebagai Bangsa Timor-Leste (pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Hubungan antar Bangsa Timor-Leste dengan tanah yang bersifat abadi, artinya hubungan antar bangsa Timor-Leste dengan tanah akan berlangsung tiada terputus-putus untuk selamanya. Sifat abadi artinya selama bangsa Timor-Leste masih bersatu sebagai Bangsa Timor-Leste dan selama tanah bersama tersebut masih ada, maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada satu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (pasal ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai hak Bangsa Timor-Leste atas tanah merupakan induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. Hak atas tanah mengandung pengeritan bahwa, semua hak penguasaan atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Timor
9 Suprato, SH.M.Hum, hlm 7
23
atas tanah dan bahwa keberadaan hak-hak penguasaan apa pun yang bersangkutan tidak meniadakan eksistensi Bangsa Timor-Leste atas tanah. Tanah bersama dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan sebagai kekayaan Nasional menunjukkan adanya unsur keperdataan, yaitu hubungan kepunyaan antar Bangsa Timor-Leste atas tanah bersama tersebut. Menurut Boedi Harsono, pernyataan tanah yang dikuasai oleh Bangsa TimorLeste sebagai tanah bersama tersebut menunjukkan adanya hubungan hukum di bidang Hukum Perdata. Biarpun hubungan hukum tersebut hubungan perdata bukan berarti bahwa hak Bangsa Timor-Leste adalah hak pemilikan pribadi yang tidak memungkinkan adanya hak milik individual. Hak Bangsa Timor-Leste dalam Hukum Tanah Nasional adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama dengan Hak Milik oleh warga Negara secara individual. Selain itu merupakan hubungan hukum perdata, hak Bangsa Timor-Leste atas tanah mengandung tugas kewenangan untuk mengatur dan mengelolah tanah bersama tersebut, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang termasuk dalam bidang hukum publik. Pelaksanaan kewenangan ini ditugaskan kepada Negara Republik Demokrasi Timor Leste (pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUPA dan pada pasal 141 yang berbunyi bahwa kepemilikan, penggunaan dan penguasan tanah secara berguna, sebagai salah satu faktor produksi ekonomi, diatur dalam undangundang”.10
2.2.2
Hak Menguasai Dari Negara Atas Tanah.
10 Dikutip dari kontitusi RDTL
24
Hak penguasai dari pemerintah atas tanah bersumber pada hak Bangsa Timor-Leste atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasaan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengadung unsur hukum publik. Tugas mengelolah seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Bangsa TimorLeste sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasai kepada Negara Republik Demokratik Timor-Leste sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Menurut Oloan Sitorus, “kewenangan Negara dalam bidang pertanahan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Uundang Pokok Agraria diatas merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Tegasnya, hak menguasai dari Negara adalah pelimpahan kewenangan publik dari hak Bangsa. Konsekuesinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata”. Akan tetapi ada perbedaan pendapat antara Oloan Sitorus dengan Dirman yang mengatakan bahwa tanah-tanah negara diabgi atas dua bagaian, yaitu: A. Tanah negara yang bebas (Vrij Staatsdomein) artinya tanah negara yang tidak terikat dengan hak-hak Bangsa Timor- Leste B. Tanah negara yang tidak terbebas, (Onvrij Staatsdoemin) artinya tanah yang terikat dengan hak-hak bangsa Timor- Leste Dalam pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan sebagai berikut; Atas dasar hak menguasi dari negara sebagai yang dimaksud pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
25
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain serta badan-badan hukum. 2.2.3
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Hak ulayat masyarakat Hukum Adat diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu “ dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat. Sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedimikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi” dan Negara TimorLeste mengakui akan adat-istidat yang dianut oleh masyarakatnya terdapat pada Konstiusi Republik Demokratik Timor Leste pasal 2 ayat (4), yang berbunyi “ Negara mengakui hukum adat yang tunduk kepada konstitusi dan undang-undang lain yang berkaitan dengan hukum adat.11 Yang dimaksud dengan hak ulayat masyarakat hukum adalah serangkain wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.Menurut Boedi Harsono, hak ulayat masyarakat hukum adat adalah: Masih ada suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat.
2.2.4
Dalam
Undang-Undang Pokok Agraria,
menentukan hak pakai adalah: 11 Dikutip dari Konstitusi Reppublik Demokratik Timor Leste
26
pasal 42
yang
A.
Warga Negara Timor Leste
B.
Orang asing yang berkedudukan di Timor Leste
C.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor Leste dan berkedudukan Di Timor Leste
D.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor Leste
Pada peraturan perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 pasal 40 menerangkan lebih rinci tentang subyek yang mempunyai hak pakai, yaitu; A.
Warga Negara Timor Leste;
B.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor-Leste dan berkedudukan di Timor-Leste;
C.
Orang asing yang berkedudukan di Timor-Leste;
D.
Departemen,
lembaga
pemerintah
Non
Departemen
dan
pemerintah Daerah; E.
Badan-badan keagamaan dan sosial;
F.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor-Leste;
G.
Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional.
Asal tanah hak pakai dalam pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa asal tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, sedangkan pasal 41 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 lebih tegas menyebutkan bahwa tanah
27
dapat diberikan denga hak pakai adalah tanah Negara, tanah pengolahan, atau tanah hak milik. 2.2.6
Terjadinya Hak Pakai Berdasarkan Asal Tanah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Hak pakai atas tanah negara adalah hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh badan pertanahan nasional. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanah bukti haknya. B. Hak pakai atas tanah hak pegelolaan adalah hak pakai ini diberikan dengan pemberian hak oleh badan pertanahan nasional berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertiikat sebagai tanda bukti haknya; C. Hak pakai atas tanah hak milik adalah hakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat oleh Panitia Pembuat Akta Tanah . Akta PPAT ini wajib didatarkan ke kantor pertanahan. 2.2.7. Jangka Waktu Hak Pakai Dalam Pasal 41 ayat (2) UndangUundang Pokok Agraria. Tidak menemukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai. Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu
28
tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Dalam Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 jangka waktu hak pakai diatur pada pasal 45 sampai dengan pasal 49. jangka waktu hak pakai ini berbedabeda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu : hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Khusus hak pakai yang dipunyai departemen lembaga pemerintah Non Pemerintah, pemerintah daerah, badan-badan keagamaan, dan sosial, perwakilan legal asing dan perwakilan badan internasional diberikan untuk jangak waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan uuntuk keperluan tertentu. Berkaitan dengan subyek hak pakai atas tanah negara ini. Menurut A.P perlindungan menyatakan bahwa “ada hak pakai yang bersifat publikrechtelijk, yang tanpa right of dispossal( artinya yang tidak boleh dijual ataupun dijadikan jaminan utang ), yaitu hak pakai yang diberikan untuk instansi- instansi pemerintah seperti sekolah, perguruan tinggi negeri, kantor pemerintah, dan sebagainya. Dan haka pakai yang diberikan untuk perwakilan asing yaitu hak pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak terbatas dan selama pelaksanaan tugasnya, ataupun hak pakai yang diberikan untuk usaha-usaha sosial dan keagamaam juga diberikan untuk waktu yang tidak tertentu dan selama melaksanakan tugasnya” 2.2.8. Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu atau Pembaharuan hak pakai diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir jangka waktu hak pakai tersebut, perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai dicatat dalam buku tanah pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat.
29
Syarat-syarat yang diharus dipenuhi oleh pemegang hak pakai untuk perpanjang jangka waktu atau pembaharuan hak pakai, yaitu: A. Tanahnya masih dipergunakan dengan hak sesuai dengan keadaan,sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut; B. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan hak oleh pemegang hak; C. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai. 2.2.9. Hak Pakai atas Tanah Pengolahan adalah hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun dengan diperpanjang untuk jangka waktu palaing lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan.
2.2.10. Hak Pakai atas Tanah Hak Milik adalah hak pakai ini berikan untuk jangka waktu palaing lama 25 tahun yang tidak dapat diperpanjang, namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbaharui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Panitia Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Jaminan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai dapat dilakukan sekaligus. Dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan pada
30
saat pertama kali mengajukan permohonan hak pakai. Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus, untuk perpanjangan dan pembaharuan hak pakai hanya dikenakan uang administrasi yang besarnya ditetapkan oleh menteri dibidang pertanahan setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan. Peretujuan untuk pemberian perpanjangan dan pembaharuan hak pakai serta perincian uang pemasukan uang dicantumkan dalam keputusan pemberian hak pakai. 2.2.11. Kewajiban Pemegang Hak Pakai. Berdasarkan pasal 50 dan pasal 51 Perauran Perundang-undangan Nomor 40tahun 1996, pemegang hak pakai berkewajiban: A. Membayar uang pemasukan dengan jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik. B. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik. C. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestaraian lingkungan hidup. D. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah hak pakai tersebut hapus. E. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah habis kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/ kota setempat dan.
31
F. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.12 2.2.12 Hak Pemegang Hak Pakai Berdasarkan Pasal 52 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 Hak Pakai berhak A.
Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usaha.
B.
Memindahkan hak pakai kepada pihak lain
C.
Membebaninya dengan hak tanggungan.
D.
Menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu
E.
yang tidak ditentukan selam tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2.2.13 Peralihan Hak Pakai. Hak pakai yang diberikan atas negara untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lainnya. Hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat dialihkan apabila hak pakai tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik yang bersangkutan. Hak pakai atas negara yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selam dipergunakan untuk keperluaan tertentu dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak pakai yang dipunyai oleh departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional tidak dapat dalihkan kepada pihak lain 12
Urip Santoso, S.H.M.H. HK Agraria dan hak-hak atas tanah hlm: 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96,97. Supriadi SH. M. Hum. Hkum Agraria Hlm: 348,349,351, 410,412,413,114,416.
32
Hak pakai yang dipunyai oleh badan hukum publik disebut hak pakai publik right to use, yaitu mempergunakannya untuk waktu yang tidak terbatas selam pelaksanaan tugas, namun tidak ada right of disposal, yang dimaksud disini adalah tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga dan juga tidak dapat dijadikan obyek hak tanggungan. Peralihan hak pakai yang berbentuk beralih karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang hak pakai yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, sertiikat hak pakai yang bersangkutan. Prosedur peralihan hak pakai pewarisan diatur dalam pasal 54 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 jo. Pasal 42 Peraturan Perundangan-undangan Nomor 24 tahun 1997 jo. Pasal 111 dan pasal 112 permen atau kepala BPN No 3 tahun 1997. Peralihan hak pakai yang berbentuk dialihkan karena jual beli, tukar menukar, hibah, peryertaan dalam modal perusahan wajib dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Panitia Pembuat Akta Tanah, kecuali lelang harus dibuktikan dengan Berita acara lelang yang dibuat oleh pejabat dari kantor lelang. Sedangkan prosedur pemindahan hak pakai karena jual beli, tukar menukar, hibah, peryartaan( pemasukan ) dalam modal perusahan diatur dalam pasal 54 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 jo. Pasal 37 sampai dengan pasal 40 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 jo. Pasal 97 sampai dengan pasal 106 permen agaraia atau kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997. Prosedur pemindahan hak pakai karena lelang diatur dalam pasal 54 PP Nomor 40 tahun 1996 jo. Pasal 41 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun
33
1997 jo. Pasal 107 sampai dengan pasal 110 permen agraria atau kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 tahun 1997. Peralihan hak pakai wajib didaftarkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat hak pakai dari pemegang hak pakai semula kepada pemegang hak pakai yang baru. Peralihan hak pakai atas tanah negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang. Peralihan hak pakai atas tanah hak pengolalaan haru sdilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan, dan peralihan hak pakai atas tanah hak milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemilik tanah yang bersangkutaan. 2.2.15. Hapusnya Hak Pakai Yang Berdasarkan Pasal 55 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996, Faktor-faktor yang mempengaruhi hapusnya hak pakai, yaitu: A. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya; B. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolahan atau pemilik tanah sebelum jangka waktu berakhir, karena: b1 Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai; b2 Tidak dipenuhi syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan;
34
b3 Atau Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. C. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir c.1 Hak pakainya dicabut; c.2 Ditelantarkan; c.3 Tanahnya musnah; c.4
Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
2.2.16. Akibat Hapusnya Hak Pakai. Hapusnya hak pakai atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara. Hapusnya hak pakai atas tanah hak pengelolaan mengelolakan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. Hapusnya hak pakai atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemilik tanah( pasal 56 Peraturan Perundang-undangan No 40 tahun 1996) pasal 57 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996 mengatur konsekwensi hapusnya hak pakai bagi bekas pemegang hak pakai, yaitu: A. Apabila hak pakai atas negara hapus dan tidak diperpanjang serta tidak diperbaharui maka bekas pemegang hak pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun sejak hapusnya hak pakai; B. Dalam hal bangunan benda-benda tersebut masih diperlukan kepada bekas pemegang hak pakai diberikan ganti rugi;
35
C. Pembongkaran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksanakan atas biaya bekas pemegang hak pakai. D. Jika bekas pemegang hak pakai lalai dalam memenuhi kewajiban membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatas tanah hak pakai, maka bangunan dan benda-benda yang diatasnya dibongkar oleh pemerintah atas biaya pemegang hak pakai Apabila hak pakai atas tanah hak pengelolaan atau hak pakai atas tanah hak milik hapus, maka bekas pemegang hak pakai tersebut wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik (pasal 58 Peraturan Perundang-undangan Nomor 40 tahun 1996). 2.3
Pengertian Hak Sewa Untuk Bangunan. Menurut pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, sesorang atau
suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah. Apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki sesorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah hak milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan, sedangkan dalam KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
yang
mengatur tentang perjanjian sewa menyewa pada pasal 1548 BW yang berbunyi “sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
36
dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmataan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya”. Dalam pasal 4 ayat 2 dan 3 undang-undang no 19 tahun 2004. A. Sewa menyewa atas benda tidak bengerak milik negara dengan suatu kontrak dari pemerintah, yang mengijinkan dan untuk menggunakan secara khusus benda-benda tidak bergerak
milik negara, melalui
sewa(folin-aluga) dengan waktu yang sudah ditentukan, sewa menyewa tersebut diberikan untuk digunakan, bukan menjadi hak milik; B. Semua hal yang berhubungan dengan sewa menyewa harus dibuat di badan
pertanahan
nasonal
(DNTP)
dengan
pengontrolan
dari
kementrian kehakiman dan menurut undang-undang yang berlaku serta secara administratif yang tertulis.13 perundang-undangan ini mempunyai perbedaan dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 karena dalam isi atau subtansi dari UundangUndang Pokok Agraria tidak mengatur hak kepemilikan negara yang disewakan kepada masyarakat
dan peraturan-peraturan lainnya. Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 tahun 1960 hanya mengatur hak pemilikan pribadi yang disewakan kepada orang lain. Dan dalam penjelasan pasal 44 dan pasal 45 UndangUndang Pokok Agraria dinyatakan bahwa oleh karena hak sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus, maka disebut tersendiri. Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan berhubung dengan ketentuan pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria. 13 Dekretu Lei No 19 tahun 2004, hlm 41
37
Hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat sementara (pasal 16 jo. Pasal 53) negara tidak dapat menyewakan tanah karena bukan pemilik tanah. Demikian pula hak sewa untuk bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan diatas tersebut. Bangunan menurut hukum menjadi milik penyewa kecuali ada perjanjian lain ini berbeda dengan hak sewa atas bangunan ( HSAB), yaitu penyewa menyewa bangunan diatas tanah hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik bangunan dengan penyewa bangunan. Jadi objek perbuataan hukumnya adalah bangunan bukan tanah.
Berkenaan dengan pasal 44 ayat 1
Undang-Undang Pokok Agraria tentang hak sewa untuk bangunan. Menurut Sudargo Gautama mengemukakan pendapat bahwa : a) Dalam pasal diberikan perumusan tentang apa yang diartikan dengan istilah
hak sewa untuk bangunan. Dari perumusan ini
ternyata bahwa hak hanya merupakan semacam hak pakai yang bersifat khusus. Karena adanya sifat khusus dari hak sewa ini maka disebutkan secara tersendiri; b)
Hak sewa yang disebut disini hanya boleh diadakan untuk mendirikan bangunan. Tanah untuk pertanian pada dasarnya tidak boleh disewakan karena hal ini akan merupakan pertentangan dengan pasal 10 ayat (1), prinsip landreform yang mewajibkan sesorang pemilik tanah pertanian untuk mengerjakan sendiri;
c) Penyimpangan hanya diperbolehkan untuk sementara mengingat keadaan dewasa ini. Satu dan lain ditentukan dalam 16 jo. Pasal 53.
38
d)
Si-penyewa membayar uang sewa kepada pemilik tanah. Sewa menyewa ini tidak dapat secara Cuma-Cuma;
e) Tanah yang dikuasai oleh negara tidak dapat disewakan untuk maksud ini. Dalam memeri penjelasan diterangkan sebagai alasan tidak memungkinkannya hal ini ialah karena negara bukan pemilik tanah. Boedi Harsono menyatakan bahwa, karena hanya pemilik tanah dapat menyewakan tanah, maka negara tidak dapat mempergunakan lembaga ini. Sifatsifat dan ciri hak sewa untuk bangunan adalah : a) Sebagaiman dengan hak pakai, maka tujuan penggunaannya sementara, artinya jangka waktu terbatas; b) Umumnya hak sewa bersifat pribadi dan tidak diperbolehkan untuk dialihkan kepada pihak lain ataupun untuk menyerahkan tanahnya kepada pihak ketiga dalam hubungan sewa dengan pihak penyewa (underverhuur) tanpa izin pemilik tanah. c) Sewa-menyewa dapat diadakan dengan ketentuan bahwa jika penyewa menunda dunia hubungan sewanya akan putus; d) Hubungan sewa tidak terputus dengan dialihkannya hak milik yang bersangkutan kepada pihak lain; e) Hak sewa tidak dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan; f) Hak sewa dengan sendirinya dapat dilepas oleh pihak yang menyewa;
39
g)
Hak sewa tidak termasuk golongan hak-hak yang didaftarkan menurut Peraturan Perundang-undangan nomor 10 tahun 1961 sekarang Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997.
2.3.1
Objek Hak Sewa Untuk Bangunan.
Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain adalah hak milik dan objek yang disewakan oleh pemilik tanah kepada pihak lain (pemegang hak sewa untuk bangunan) adalah tanah bukan bangunan. Obyek sewa yang disewakan kepada masyarakat adalah benda-benda tidak bergerak milik pemeritah seperti yang telah diatur dalam pasal 2 undang-undang no 19 tahun 2004.
2.3.2
Pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.
Menurut pasal 45 UUPA yang dapat mempunyai hak sewa untuk bangunan, adalah: A. Warga Negara Timor-Leste; B. Orang asing yang berkedudukan di Timor-Leste; C. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Timor-Leste dan berkedudukan Timor-Leste (badan hukum Timor-Leste) D. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Timor-Leste. Tentang hak sewa menyewa yang juga diatur dalam pasal 11 ayat 1. bendabenda tidak bergerak milik pemerintah yang mana dapat diberikan sewa tergantung
40
permintaan, menurut dokumen-dokumen dan perintah untuk hak milik serta digunakan menurut: A. Tempat tinggal pribadi untuk seseorang; B. Misi diplomatik, NGO Internasional dan ajenseia humanitaria serta organisasi keagamaan; C. Pedang kecil atau besar dan atau indusri milik warga negara serta perusahan nasional atau perusahan asing; D. Produksi pertanian. untuk siapa saja, untuk satu perkumpulan atau organisasi, warga nasional atau warga negara asing, menurut hukum tinggal di Timor Leste, yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan perjanjian kontrak sewa menyewa dan paksaan dengan pemerintah”. Namun hanya berlaku untuk benda tidak bergerak milik negara 2.3.3
Terjadinya Hak Sewa Untuk Bangunan.
Hak sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur- unsur pemerasan. Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur bentuk perjanjian tertulis dalam hak sewa untuk bangunan. Apakah dengan akta Panitia Pembuat Akta Tanah, akta notaris, ataukah dengan akta dibawah tangan? Undang-Undang Pokok Agraria tidak mrngatur apakah hak sewa untuk bangunan wajib didaftarkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat atau tidak. Pasal 9 ayat 1 Peraturan
41
Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 mengatur obyek pendaftaran tanah meliputi : A. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai; B. Tanah hak pengelolaan; C. Tanah wakaf; D. Hak milik atas satuan rumah susun; E. Hak tanggungan; F. Tanah negara. Berdasar ketentuan pasal 9 ayat 1 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997, hak sewa untuk bangunan tidak termasuk hak atas tanah yang wajib didaftarkan
pada
kepala
kantor
pertanahan
kabupaten
atau
kota.
Ada
ketidakkonsistenan pengaturan tentang pendaftaran hak sewa untuk bangunan dalam Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 dalam pasal 9nya ditetapkan bahwa hak sewa untuk bangunan tidak termasuk objek pendaftaran tanah, sedangkan pasal 44 ayat 1 menetapkan bahwa hak sewa untuk bangunan atas hak milik dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta pejabat pembuat akta tanah. Secara lengakap dikutip pasal 44 ayat 1 Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997, yaitu pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guan bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundangundangan, dapat didaftar jika dibutktikan dengan akta yang dibuat oleh Panitia
42
Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada pasal 6 undang-undang no19 tahun 2004 huruf; a,b,c,d,e,f yang berbunyi: untuk sewa menyewa benda tidak bergerak milik negara harus menurut prinsip dan tujuan seperti yang dibawah ini14: A. Memfasilitasi tempat tinggal bagi warga negara nasional yang tidak mempunyai tempat tinggal; B. Memfasilitasi peran aktif kepada pengusaha nasional dan internasional atas tanah dan benda tidak bergerak (perumahan atau tempat) serta memberikan perlindungan secara hukum menurut peraturan yang berlaku; C. Memfasilitasi secara reguler terhadap benda tidak bergerak milik negara yang ditempati oleh masyarakat secara ilegal; D. Mendukung proses pembangunan kembali ekonomi Timor Leste; E. Menyediakan produksi ekonomi melalui benda-benda tidak bergerak milik pribadi dan negara yang mana digunakan untuk perdagangan dan industri; F. Membuat reseita untuk negara; Pembayaran uang sewa dalam hak sewa untuk bangunan. Ketentuan mengeani pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau pada pada tiap-tiap waktu tertentu. Juga dapat dilakukan sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan oleh pemegang hak sewa untuk bangunan. Hak ini tergantung kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan.dalam undang-undang 19 tahun 2004 pasal 8 tentang pembayaran uang sewa bangunan sebagai berikut: 14 Undang-undang no 19 tahun 2004, hlm 43, Grafica Diocesana Baucau
43
1. Membayar sewa sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan menurut perjanjian; 2. Menggunakan benda tidak bergerak sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian; 3. Bertanggungjawab serta memperbaiki hal-hal yang dibutuhkan dalam benda-benda tidak bergerak, dimana tidak menggunakan secara kebiasaan. Tidak perlu memperbaharui kontrak mengenai hal lain; 4. Menjaga benda-benda tidak bergerak tersebut sebagai tanggungjawab terhadap kerusakan-kerusakan yang muncul pada benda-benda tidak bergerak karena penyalahgunaan; 5. Mengembalikan benda-benda tidak bergerak tersebut, jatuh tempo perjanjiannya telah selesai, menurut perjanjian yang telah ada, karena sebab hal lain, sesuai kondisi awal yang mana diberikan oleh pemerintah. Hal ini tidak diterapkan bilamana sesuatu yang hancur menurut pemakian biasanya.15 2.3.4
Jangka Waktu Hak Sewa Untuk Bangunan.
UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka waktu hak sewa untuk bangunan mengaenai jangka waktu hak sewa untuk bangunan diserahkan kepada kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan, lain dengan undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur jangka waktu untuk melakukan kontrak sewa, diatur pada pasal 14 adalah pasal 2” jangka waktu untuk perjanjian sewa menyewa sebagai berikut A. Jangka waktu 5 (lima) yang digunakan untuk tempat tinggal pribadi 15 Dikutip dari Undang-Undang No 19 tahun 2004, hlm 45, Grafica Diocesana Baucau.
44
B. Jangka waktu 10(sepuluh) yang dipergunakan untuk tempat berdagang atau untuk industri kecil; C. Jangka waktu 20(dua puluh) tahun yang dipergunakan untuk ajensi humanitarian dan ONG; D. Jangka waktu 30(tiga puluh) tahun yang dipergunakan untuk tempat berdagang atau industri menegah; E. Jangka waktu 50( lima puluh) tahun
yang di pergunakan untuk
perdagangan atau industir besar dan juga untuk pertanian; F. Jangka waktu 50(lima puluh) tahun yang digunakan bagi organisasi internasional dam misi Diplomatik.16 2.3.5
Peralihan Hak Sewa Untuk Bangunan.
Pada dasarnya pemegang hak sewa untuk bangunan tidak diperbolehkan mengalihkan hak sewa kepada pihak lain tanpa izin dati pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa antara pemegang hak sewa untuk bangunan dengan pemilik tanah. Dalam pasal 17 ayat 1,2,3. Undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur dengan jelas tentang peralihan hak sewa Pada pasal 17 ayat 1,2,3 menjelaskan tentang pengalihan hak sewa terhadap orang lain 1. Perjanjian sewa menyewa atas benda tidak bergerak milik Negara dapat dialihkan hak sewanya dengan perijinan tertulis dari kementrian kehakiman; 16 Dikutip dari undang-undang no 19 tahun 2004, hlm 57, Grafica Diocesana Baucau
45
2. Dalam permasalahan ini, pengalihan hak sewa harus tunduk pada 2 kriteria agar mendapatkan ijin dari kementrian kehakiman a) Bahwa dapat mengalihkan hak sewa satu tempat dari benda tidak bergerak dan penyewa sebenarnya(asli) harus menempati tempat yang lebih besar atas ijin b) Harga pembayaran dari pengalihan hak sewa diharuskan lebih rendah dari harga pembayaran sewa dimana penyewa dengan badan pertanahan nasional (DNTP). 3. Jika pengalihan hak sewa atas benda tidak bergerak masih utuh, atau harga pembayarannya lebih besar dari harga yang ditetapkan oleh badan pertanahan nasional (DNTP), badan pertanahan nasional(DNTP) dapat menghentikan perjanjian sewa menyewa tersebut kapan saja.17 2.3.6
Hapusnya Hak Sewa Untuk Bangunan.
Faktor- faktor penyebab hapusnya hak sewa untuk bangunan adalah: A. Jangaka waktu berkhir; B. Dihentikan sebelum jangak waktu berakhir dikarenakan pemegang hak sewa unutk bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak sewa untuk bangunan; C. Dilepaskan oleh pemegang hak sewa sebelum jangka waktunya berakhir; D. Hak milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum; E. Tanahnya musnah; 17 Dikutip dari Undang-undang no 19 tahun 2008,hlm 61, Grafica Diocesana Baucau
46
Pada 16 undang-undang No 19 tahun 2004 mengatur tentang hapusnya hak sewa adalah 1. Terputusnya hubungan kontrak sewa menyewa; a. Tidak membayar uang sewa sesuai perjanjian; b. Memberikan benda tidak bergerak kepada orang lain untuk digunakan, tidak menurut peraturan yang ada, serta ditinggalkan dalam keadaan kosong; c. Benda-benda tidak bergerak tersebut hancur dan rusak dikarenakan tidak dijaga; d. Menghancurkan benda tidak bergerak milik orang lain dan tidak menuruti aturan-aturan yang diterapkan oleh badan pertanahan nasional(DNTP) 2
Tidak mengikuti peraturan kontrak, badan pertanahan nasioanl(DNTP) dapat membuat suatu rekomendasi administrtiv untuk mengeluarkan orang tersebut daru rumahnya menurut undang-undang No 1 tahun 2003 tanggal 10 bulan Maret (Rejime Juridiku Kona-ba Soin Metin iha fatin)
3
Penyewa dimana tidak membayar sewa dapat membayar sewa dengan nilai nominal 50% untuk sewa, agar dapat menghentikan rekomendasi administrative. Mungkin pada saat jatuh tempo, dapat melanjutkan kontrak;
4
Prosedimentu no rekursu ba despeju administrative yang diatur pada lei No1 tabun 2003.18
2.4
Hipotesis
18 Dikutip dari undang –undang no 19 tahun 2004, hlm 61, Grafica Diocesana Baucau
47
Pemberian hak sewa yang diberikan oleh kementrian kehakiman melalui badan pertanahan nasianal(DNTP) begitu efektif sehingga masyarakat sadar akan kepemilikan rumah dan tanah yang ditemapati adalah milik pemerintah. Maka peraturan yang dikeluarkan oleh badan pertanahan nasional ini harus dituruti dengan jalan membayar uang sewa terhadap pemerintah menurut peraturan yang telah ditetapkan dan dalam menjalankan misinya, badan pertanahan nasional mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan tersebut serta prosedur pembayaran iuran sewa kepada pemerintah berjalan menurut sistim administif yang Masyarakat baik itu warga negara nasional dan warga negara asing
yang
mempunyai kesadaran untuk membayar uang sewa kepada pemerintah dikarenakan suatu kewajiban menurut peraturan-peraturan yang diterapkan oleh pemerintah Timor-Leste dalam pemungutan uang sewa dari masyarakat.
2.5
Kerangka berpikir Dapat diartikan sebagai model konseptual mengenai
bagaimana teori berhubungan dengan faktor atau variabel yang telah dikenali (diidentifikasi) sebagai masalah yang penting sekali. Variabel yang digunakan adalah variebel moderating yang akan mempengaruhi hubungan variabel bebas X dengan variabel yang tak bebas Y, yaitu : X= pemberian hak sewa menyewa, Y= atas benda yang tidak bergerak19
Variabel X
Variabel Y
19 Prof. Dr. PeterPemberian Mahumud Marzuki, SH.MS.LL..M., Penelitian hukum, hlm yang cetakan ke 2, hak sewa Atas Benda tidak Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006 menyewa bergerak
48
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Berdasarkan Webster Dictionary, Metode Ilmiah adalah Prinsip dasar dan prosedur untuk suatu sistimatik dari pencarian terhadap
ilmu pengetahun termasuk pengenalan dan formulasi terhadap suatu masalah untuk mengoleksi data dari observasi dan eksperimen, serta membentuk suatu hipotesis20 lain halnya
menurut pendapat bebapa pendapat ahli adalah sebagai berikut:
menurut soerjono metode adalah “ jalan “ dan pada hakekatnya memberikan pedoman cara mempelajari tentang cara mempelajari, menganalisa dan memahami persoalan yang dihadapi. 3.2
Metode Penelitian Hukum adalah
20 Prof. Dr. Peter Mahumud Marzuki, SH.MS.LL..M., Penelitian hukum,hlm 26 cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006
49
Menurut Morris L.Cohen “ legar reaserch is the prosses of finding the law that governs activitis in human society (proses untuk menemukan suatu hukum dari activitas pemerintahan di dalam masyarakat).21 Menurut pendapat Hillway adalah penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan sesorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah.22 3.3
Identifikasi Variabel Yaitu Variabel bebas( independent variabel) yang tergolong variabel bebas dalam
proposal tersebut adalah pemberian hak sewa menyewa. Varaibel terikat (dependent variabel) yang termasuk variabel terikat dalam proposal ini adalah atas benda yang tidak bergerak. 3.4
Operasional Variabel Adalah Analisis pemberian hak sewa menyewa benda tidak bergerak, seperti yang
terdapat pada pasal 1548 Kitab Undang-undang hukum Perdata “ sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Dalam pasal 1549 “ semua jenis barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.23 3.5
Jenis Dan Sumber Data A. Jenis Data
21 Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki , SH.MS.LL.M., Penelitian hukum, hlm 29, cetakan k 2 kencana Prenada Media Group, Jakarta,2006 22 Prof.Drs. J. Supranto, M.A.APU., Metode penelitan hukum dan Statistik, Hlm 1,cetakan ke 1, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003 23 Dikutip dari KUH PERDATA
50
a. Data kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka-angka yang digunakan untuk menghitung seberapa hubungan lemah dan seberap hubungan yang ada hubungan dengan kedua varaibel. b. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka melainkan uraian –uraian dalam bentuk kalimat untuk melengkapi data kuantuitaf B. Sumber Data a) Data primer adalah data yang diambil dan dikumpulkan langsung oleh peneliti dari lokasi penelitian, yang kemudian akan diolah dan dianalisis oleh peneliti. b) Data sekunder adalah data –data yang telah ada dalam perpustakan dan catatan dokumen yang relevan dengan penelitian ini, yang digunakan oleh peneliti sebagai referensi dalam penelitian ini 3.1
Jenis Penelitian Yang Digunakan Adalah Penelitian kuantitatif dan kualitatif
yaitu: penelitian yang menjelajahi
tentang pelaksanaan pembayaran sewa oleh masyarakat kepada pemerintah melalui DNTP, lalu membuat gambaran secara sistimatis, faktual, dan akurat untuk memperoleh jawaban dari perumusan permasalah yang telah diajukan. Penelitian kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka melainkan berupa uraianuraiandalam bentuk kalimat untuk melengakapi data kuantitatif 1. Penelitian Kepustakan
51
Pada penelitian kepustakaan ini, peneliti membaca dan mengutip isi daripada buku serta referensi perkulihan yang relevan dengan penelitian ini. 2. Penelitian Lapangan Dalam melakukan penelitian lapangan, peneliti langsung mendatangi lokasi penelitian untuk mengambil data-data primer. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, peneliti melakukan penelitian dengan melakukan 4 metode pengumpulan data yaitu: 1. Observasi lapangan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dilapangan penelitian. 2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab yang didasarkan pada pertanyaan 3. Kuisioner adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang dianggap sebagai sasaran obyek penelitian. 4. Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang sudah disediakan dilokasi penelitian.
52
3.6
Teknik Analisis Data Teknik analisa data untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang telah
ada dalam penelitian seperti teknik analisa data deskretif kualitatif. Penggunaan strategi deskritif kualitatif dimulai dari analisa berbagai data yangterhimpun dari suatu penelitian kemudian bergerak kearah pembentukan dengan ciri-ciri yang umum.24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Badan pertanahan nasional (BPN) atau Dirasaun Nasinal e Terras
Propriedadea yang merupakan bagian dari kementrian kehakiman, sekarang telah 24 Diktup dari skripsi Guido Goncalves Monis
53
menempati gedung baru (dulunya berada di sucu Kintal Boot) yang terletak di jalan Catedral, wilayah Bebora, sucu Motael, sub Distric Dom Aleixo, Distrito Dili. 4.1.2
Luas Wilayah Badan pertanahan Nasional (BPN) atau Dirasauan Nasional Terras
Propriedade yang menempati sebuah gedung bertingkat 3 (tiga) dengan luas 6000 meter persegi. Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki 5 departemen berserta pegawai yang berjumlah 67 orang yang bertanggungjawab kepada seorang Direktur. 4.1.3
Batas Wilayah Secara administrative Badan Pertanahan Nasional mempunyai batas
wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara
: berbatasan dengan Pengadilan Distrik Dili
2. Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Kantor Caritas Dili
3. Sebelah Barat
: berbatasan dengan Hotel Elizabet
4. Sebelah Timur
: berbatasan dengan Sucu Kolmera
4.1.4
Sejarah Singkat Tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional Timor Leste yang didirikan pada tahun 1999,
setelah pemerintah Indonesia Mneinggalkan Timor Leste dan pemerintah Transisi yaitu UNTAET, misi khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang bertugas memulihkan stabilitas keamanan, ekonmi, hukum, dan menjalankan roda pemerintahan yang semestinya. Pemerintah Transisi mendirikan badan pertanahan nasional dengan tujuan untuk mengidentifikasi secara adminitrasi harta benda milik
54
pemerintah Indonesia dan harta benda milik pribadi maupun swasta yang ditinggalkan di Timor Leste. Pada saat berakhirnya pemerintahan transisi pada tanggal 20 Mei 2002 dan menyerahkan kekuasaan kepada Timor Leste, Land and Property menggantikan namanya menjadi Dirasuan Nasional Terras Propriedade (DNTP), DNTP melanjutkan tugas yang telah dijalankan Land and Property yaitu mengidentifikasi dan mengawasi harta benda milik pemerintah, harta benda milik pribadi dan harta benda milik swasta yang diterlantarkan selama ini. 4.1.5 Tujuan didirikannyan Dirasaun Terras e Propriedade Tujuan untuk mendirikan Dirasaun Terras e Propriedade, untuk mengatur hak-hak kepemilikan tanah dan rumah milik pribadi, pemerintah, maupun swasta dan harta benda tidak brgerak milik pemerintah portugal yang ditinggalkan pada tahun 1975 dan harta benda tidak bergerak milik pemerintah Indonesia 4.1.6 Struktur Dirasaun Nasional Terras Propriedade (DNTP) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jumlah pegawai atau staf Dirasaun Nasional Terras Propriedade ada 67 staf, yang terdiri dari pegawai tetap (permanenti) ada 36 dan temporary 31 dan staf wanita 18 Dan pegawai atau staf laki-laki 49, Dirasaun Terras e Propriedade menambah staf baru berjumlah 40 orang yang belum di sebarkan ke masing masing departemen. Dirasaun Nasioanal Terras Propriedade mempunyai lima bagian (Departemento) dengan jumlah stafnya masing-masing, adalah : 1. Bagian (departemento) admintrasi dan keuangan (departemento adminitrasaun e finansas)
55
Bagian adminitrasi dan keuangan yang mempunyai tugas, untuk menanggani semua uruasan adminstrasi keuangan seperti pembayaran gaji para pegawai, mengawasi dan memilihara alat-alat perkantoran (ATK). Bagian administrasi dan keuangan mempunyai pegawai atau staf berjumlah 26, dengan memiliki pegawai tetap 11 orang, pegawai honor atau kontrak berjumlah 15 dan mempunyai pimpinan kepala bagian yang bergelar Sarjana (S1) ada 5 orang, Master(S2) berjumlah 3 orang 2
Departemento Registo e Titulos Disputas de Terras Departemento yang bertugas untuk mengidentifikasidan mendata semua
harta benda milik pemerintah, harta milik pribadi maupun harta milik swasta, departemen ini mempunyai pegawai atau staf berjumlah 5 (lima) orang yang setiap saat berkerja dengan sepenuh hati. Departemen ini mempunyai staf tetap berjumlah 3 (tiga) dan staf yang dikontrak (temporar) berjumlah 3 (tiga) orang 3
Departemento(departemen) Cadastro e Informasaun de Terras Departemen yang mempunyai tugas untuk mendapatkan informasi
mengenai pertanahan dan dengan staf sebanya 15 (tiga belas) yaitu dengan memiliki 7 (enam) pegawai tetap (permanenti) dan 8 (enam) pegawai atau staf kontrakan (honor), yang bekerja dengan giat serta mempunyai seorang pimpinan dan yang mempunyai gelar sarjana 4 orang. 4
Departemento de Gestao de Terras e Desenvolvimento de Dadus Especias Departemnto ini dengan pegawai berjumlah 8 yang bertanggungjawab
untuk menanggani pembangunan atau medanta dengan mempunyai 6 orang
56
pegawai atau staf permanti atau pegawai tetap dan .mempunyai pegawai honor 2 atau kontrak, yag saling bekerjasama satu sama lain dan mempunyai seorang pemimpin bergelar Sarjana(S1). 5
Departemento Administracao e Bens Imoveis do Estado Departemento yang mempunyai wewenang untuk menanggani semua harta
benda tidak bergerak milik pemerintah, pribadi maupun swasta dan mempunyai 13 pegawai atau staf. Dan dengan mempunyi 10 pegawai tetap atau staf permanenti dan pegawai honor atau kontrak 3 orang, yang bertugas dengan penuh kesabaran dalam mejalankan pekerjaan yang diemban, dengan memiliki seorang pemimpin baik dan disiplin dalam bekerja, yang juga mempunyai pegawai bergelar sarjana (S1) ada 2 orang. 4.2
Jumlah Bangunan dan Perumahan-perumahan Yang Berada Di Kota Dili Menurut data yang diperoleh pada tanggal 13 oktober 2009, dari chefi
departemen administrasaun e Bens Imoves, Bapak Santiago Soares, penulis hanya mendapatkan data yang dimulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 bahwa total atau jumlah perumahan yang ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia khsususnya kota Dili dan pemberian hak sewa menyewa kontratk normal masih tetap berjalan serpti biasanya akan tetapi bagi kontratu especial sudah tidak diimplementasikan kepada masyarakat yang
berlaku pada masa pemerintahan
lama(Fretelin), namun tidak meliputi seluruh wilayah kota Dili, hanya wilayah zona Dom Aleixo yang diberikan hak sewa oleh pemerintah, setelah pergantian pemerintah dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan baru sampai sekarang belum juga ada pemberian kontrak especial atau sewa menyewa dari pemerintah
57
baru, dikarenakan adanya rekomendasi (despasco) dari Ibu Mentri Kehakiman yang tidak mengijinkan, untuk memberikan kontrak especial atau hak sewa menyewa especial kepada masyarakat dengan alasan ekonmi rakyat yang belum berjalan dengan baik (stabil). Dalam penelitian ini, pengambilan data dari badan pertanahan nasional, departemen Adminitrasaun e Bens Imoves bahwa total perumahan-perumahan peninggalan pemerintah Indonesia yang berada di kota Dili dan untuk sementara sudah teridentifikasai atau didata mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Sumber data yang diperoleh dari departemen Bens Imoves, bahwa selama ini bangunan yang berhasil diidentifikasi dan yang dipergunakan 25adalah no
Escola
Escritorio
Industrial
1
3
60
5
Comercial
Residencia
368
176
Perumahan (Abondonado) 341
Gedung
Total
pemerintah 250
1203
Sumber data dari departemen Bens Imoves 4.3
Prosedur Untuk Memperoleh Hak Pakai atau hak sewa Terhadap Benda Tidak Bergerak Milik Pemerintah Indonesia Yang Berada di Negara Timor Leste Menurut Sra.Genilda do Rosario sebagai staf administrasi Bens Imoves,
bahwa berdasarkan pada undang-undang no 19 tahun 2004, pasal 9 ayat 2 “ setiap orang yang menginginkan menyewa benda tidak bergerak milik pemerintah harus mengajukan suatu permohonan ke kantor Badan Pertanahan Nasional yang berada di Distritu yang mempunyai kewenangan dengan criteria sebagai berikut (“ema ne’ebe hakarak atu aluga Estadu nian soin metin-iha fatin tenke hato’o rekeimento ida ba eskritoriu Dirasaun Nasional Terras e Propriedade Nasional Ka Distrital ne’ebe iha kbiit ho dadu tuir mai)26: 25 Sumber data dari departemen Bens Imoes 26 Lei no 19 tahun 2004
58
1) Naran kompletu, tinan, nasionalidade, helan fatin no rejistu ba aktividades commercial nia numeru se karik;(nama lengkap, umur, warga Negara, tempat tinggal, dan mendaftarkan untuk akvitas perdagangan 2) Identifikasaun soin metin-iha fatin nian ne’ebe hakarak atu aluga. (mengidentifikasi benda tidak bergerak yang akan disewa) 3) Estatutu social no aprovasaun legal kona ba impreza nia konstituisaun ho nia reprezentante sira nian identifikasaun, karik impreza; 4) Esplika uituan kona-ba
uzu soin metin-iha-fatin ne’e: Rezidensial,
komersial, industrial, agrikula, ka seluk tan; 5) Kazu hanesan atau uza ba agrikula, komersial ka industrial, rekerente tenke hato’o nia surat lisensa atau halo’o, se karik, mos planu ba nia akvidade no justifika nia osan ba investimento ne’e nian no halo estimative ida kona-ba durasaun negosio ka industria ne’e; 6) Prazu ne’ebe hakarak, tuir limite sira lei nian. Permohonan tersebut harus ditujukan kepada Ibu kementrian Kehakiman berdasarkan pada pasal 5 ayat 1, 2, 3. Undang-undang nomor 19 tahun 2003 1. Asaun ne’ebe atu entrega estadu nian soin metin-iha-fatin ba entidade ofiasial sira, tenkeser liu husi rekrimentu ofisial ida husi entidade ne’ebe iha intrese 2. Tuir opsaun atu uza soin metin-iha-fatin hirak ne’e DNTP sei hato’o pareser tekniku sira ne’ebe korroependente ba Ministru danJustisa atu foti desizaun; yang bertujuan untuk meminta persetujuan atau perizinan (izin), setelah waktu 1 bulan permohonan yang diajukan, maka Ibu kementrian Kehakiman mengeluarkan keputusan berdasarkan pada 5 ayat 3 bahwa “Karik Ministru desidi atu entrega ba
59
entidade ne’ebe husu, DNTP sei elabora akordu ida atu intrega no uza ho kopia haat. Kopia ida ba entidadeatu okupa, ida ba arkivu DNTP nasional, Ida DNTPDistrital no ida ba arjivu Gabinete Ministro da Justica nian”; sebagai berkut: A. Keputusan untuk menggunakan tanah dan bangunan tersebut. maka DNTP, Departemen Bens Imoves mempersiapkan draft perjanjian (kontratu) sewa untuk selanjutnya ditandatangani oleh sipenyewa (arendatario) B. Keputusan tidak menyetujui untuk menggunakan tanah dan bangunan itu, dikarenakan bangunan tersebut akan digunakan sebagi kantor pemerintahan Setelah mengajukan permohonan untuk menggunakan bangunan tersebut, maka sebagai penyewa (arendatario) diharuskan mengisi formulir yang telah dipersiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional atau Dirasaun Nasional Terras e Propriedade (DNTP). Sesudah itu, petugas dari departemen Bens Imoves (DNTP) melakukan identifikasi ke lapangan dan membuat denah wilayah (mapa), selanjutnya mengeveluasi informasi dan identifikasi berdasarkan pasal 16 ayat 2 UU No 19/ 2003, yang telah dilakukan, dengan menentukan harga sewa berdasarkan pada pasal 11 ayat 2 “ kuadru ne’ebe refere iha nomuru kotuk mak hametin folin minimu no referensia tuir informasaun tuir mai27: 1) Tipu rai no railuan; 2) Fatin soin metin-iha-fatin-fatin ( sektorrizasaun); 3) Serbisu ne’ebe iha; 4) Volumenteria no kondisaun soin metin-iha-fatin sira; 5) Uzu ne’ebe atu hala’o iha soin metin-iha-fatin sira.
27 Lei no 19 tahun 2004
60
Demikian juga dapat diberikan hak sewa menurut kelas yang ada28, sebagai berikut: A. Kelas 1 yaitu tanah atau rumah yang berada dipusat kota, jalan utama B. Kelas 2 yaitu tanah atau rumah yang diberikan berdasarkan letak rumah jauh dari pusat kota atau jalan utama C. Kelas 3 yaitu pemberian hak sewa menurut letak wilayah yang berada dipinggiran kota Oleh karena dalam pembagian kelas yang berbeda, maka pemberian hak sewapun tidaklah sama atau berbeda. Pemberian hak sewa kepada sipenyewa (arendatario) menurut waktu yang telah ditentukan yang berdasarkan pada undang-undang nomor 19 tahun 2004 pasal 14 ayat 2” Prazu minimu ba tipu kontratu hanesan tuir mai ne’e: 1) To’o tinan lima (5) hela fatin particular; 2) To’o tinan sanulu (10) uza ba komersiu no industria privadu ki’ik; 3) To’o tinan ruanulu (20) uza ba Ajensia Umanitariu no ONG sira; 4) To’o tinan tolunulu (30) uza ba komersiu no industria natoon; 5) To’o tinan limanulu (50) uza ba komersiu no industria bo’ot no ba agrikula; 6) To’o tinan limanulu (50) uza ba Organizasaun Inernasional no Misaun Diplomatika sira. Arendatario (penyewa) mengisi draft perjanjian kontrak menurut pasal 13 ayat 1 dan 2, unadang-undang nomor 19 tahun 2004 29yang berbunyi
28 Data diperoleh dari departemen Bens Imoves 29 Lei no 19 tahun 2004
61
1) Kontratu hotu-hotu ho Esadu tenki selebra ho hakerek no copia haat hanesan inkilinu, ida rejistu soin metin-iha-fatin Estadu iha DNTP nasional, ida ba eskritorio DNTP Distrital no ida Gabineti Ministru dan Justisa nian. 2) Servisu ne’ebe kompetente husi DNTP bele Fo kopia sertifikada sira husi kontratu sira bainhira ema husu. Formulir tersebut dikembalikan kepada Dirasaun Nasional Terras e Propriesade agar mendapatkan nomor Arendatario, selanjutnya sipenyewa bisa membayar langsung ke bank BNU seperti yang tertulis pada pasal 16 ayat 1 UU No 19/2003 dengan bukti pembayaran tersebut sipenyewa harus membawa butki pembayaran dan melaporkan ke DNTP, Departemen Bens Imoves. agar Departemen Bens Imoves dapat mengetahui bahwa sipenyewa telah melakukan pembayaran. 4.3.1
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, Pasal 10 Ayat 1 Tentang Tipe Yang Digunakana 1) Hela fatin particular ba ema ida; 2) Misaun Diplomatik, Ajensia Humanitaria ho Organisaun Internasional no Konfisaun Religioza sira; 3) Kontratu ki’ik, ka industria sidadauns sira nian no kompania nasional no/ka estrajeiru; 4) Produsaun agrikula.
4.3.2
Criteria untuk mendapatkan hak pakai atau hak sewa sebuah rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal adalah 1) Warga Negara Timor Leste dengan hanya menggunakan kartu identitas Timor Leste 2) Warga Negara asing harus membawa paspor
62
4.3.3
Kriteria bagi sebuah perusahan dan NGO 1) Harus mempunyai struktur perusahan atau NGO 2) Kartu identitas dari Direktur perusahan atau NGO
Pada tanggal 14 oktober 2009, penulis mewancarai Ibu Maria Apolonaria Soares, staf data base yang memberikan data total perumahan dan gedung yang ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan 2009 No 1
Distrik Dili
Property Status Dominu Privadu do Estadu
Total contracs 895
Privadu abandonado
2002
Privadu abandonado Timorense 8 Total 2905 Sumber data dari Departemen Bens Imoves (data base) Beliau juga mengatakan bahwa perjanjian kontrak dibagi menjadi 2 bagian adalah: 1) Perjanjian kontrak normal adalah: bahwa perjanijan ini tidaklah sama dengan perjanjian kontrak espsial, dikarenakan dalam pembayaran tariff sewa berbeda, sebab pembayaran normal lebih mengutamakan ukuran rumah yang akan digunakan oleh arendatario (penyewa) berdasarkan pada pasal 11 ayat 2 undang-undang nomor 19 tahun 2004 Jumlah perjanjian kontrak normal dari tahun 2000 sampai dengan 2009 no
Escola
Escritorio
Industrial
Comercial
Residencia
1
3
60
5
368
176
Perumahan (Abondonado) 341
Gedung
Total
Total
pemerintah 250
1203
USD 166.642.463.45
2) Perjanjian kontrak special adalah: Pemberian hak pakai atau hak sewa oleh pemerintah kepada masyarakat secara umum adalah sama yang prosedur perjanjian kontrak normal, pembayaran iuran
63
atau sewa sebesar UUS 10.00 dolar untuk semua golongan atas perumahanperumahan yang ditempati, mulai pada awal tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dimasa pemerintahan lama (Fretelin). Namun setelah pemerintahan baru AMP (Alianci Mayoritas Parlemen), memerintah, maka Kementrian Kehakiman mengeluarkan suatu perintah atau despacho agar perjanjian kontrak especial tidak boleh lagi dilanjutkan, dengan alasan keadaan ekonmi rakyat belum kembali normal sesudah krisis. Perjanjian
kontrak
especial
yang
diimplementasikan
pada
masa
pemerintahan lama (Fretelin), hanya dilakukan di Sub Distric Dom Alexio, seperti yang tertera dibawah ini: Sumber data dari data base30 No
Distric
Sub Distric
Suco
Total Contracts
1
Dili
Dom Aleixo
Bairo Pite
288
Fatuhada
249
Kampung Alor
26
Loscabubu
132
Malinamuk
817
Rainakdoko
1063
Suleur
Total keseluruhan contracts
330
2905
Prosedur untuk mendapatkan kontrak especial atau hak sewa dari pemerintah tidaklah berbeda dengan perjanjian kontrak normal seperti yang telah dijelaskan diatas. Perjanjian kontrak especial ini memberikan pemasukan uang yang cukup besar kepada Negara mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Tahun 2004 2005 30 Sumber data dari departemen bens imoves, staf data base
64
Total pembayaran USS. 18660 USS.76710
2006 2007 Total keseluruhan Pembayaran
USS.101140 USS. 2465 US. 107.975
Sedangkan menurut Sr. Francisco Borges yang pada masa pemerintahan lama menaggani perjanjian kontrak especial bersama dengan Ibu Maria Apolonaria Soares, bahwa selama pemerintahan lama (Fretelin) perjanjian kontrak espsial telah dimplementasikan dengan rata-rata pembayaran USS.10.00 dolar Amerika, namun hanya dijalankan di Sub Distrik Dom Aleixo. Beliau juga sangat menyesalkan kuputusan Ibu Mentri untuk menghentikan perjanjian kontrak especial, namun beliau juga mendukung kuputusan tersebut yang dikarenakan masyarakat kurang mempu untuk membayar sebab factor ekonomi
4.3.4
Tindakan Administratif Yang Dilakukan Oleh DNTP Terhadap Penyewa Yang Tidak Melakukan Kewajibannya Sebagai Penyewa
Tindakan administrative berdasarkan pada pasal 16 undang-undang nomor 19 tahun 2004 yang mengatakan bahwa: 1) Kauze ne’ebe bele hakuto kontratu arrendamentu; a. La selu renda aluga nian tuir kontratu; b. Fo soin metin-iha-fatin ba ema seluk uza la tiur autrizasaun ka husik mamuk hela li fulan neen; c. Kauze estraga sira ka naksobu iha soin metin-iha-fatin laran tamba la iha kuidadu husi arrendatariu;
65
d. Entrega soin metin-iha-fatin ne’e ba ema seluk, la kumpri prosedimentu legal ba tranferensiaiha DNTP; 2) Bainhira la kumpri konratu, DNTP sei komprova no bele hala’o prosesu despaju administrative atau hasai ema husi uma tuir termu lei nomor 1 tinan 2003 loron 10 fulan marsu (Rejime Juridiku Kona ba-Soin-Metiniha-fatin). 3) Arrendatariu ne’ebe la selu renda bele selu renda ne’ebe seidauk selu ho valor hanesan 50% ba renda ne la selu, hodi hapara despeju administrative, karik iha prazu nia laran, bele kontinua kontratu. 4) Prosedimentu no rekursu ba despeju administrative tuir lei nomor 1 tinan 2003, fulan marsu ( Rejimi Juridiku kona ba soin-metin-iha-fatin) kepada perjanjian kontrak normal kontrak especial yang dilakukan oleh Dirasaun Nasinal Terras e Propriedade terhadap penyewa yang tidak melunasi kewajibannya sebagai penyewa, dalam jangka waktu 6 bulan tidak membayar maka tindakan yang dilakukan adalah dengan memberikan teguran sampai dengan 3 kali artinya DNTP memberikan teguran agar penyewa melunasi pembayaran yang telah ditetapkan, namun sampai 3 kali teguran tidak pedulikan oleh penyewa, maka DNTP memberikan tuntutan denda kepada penyewa, yang harus membayar atau melunasi 50% dari perjanjian kontrak dan dalam waktu 14 hari penyewa tidak juga melunasi pembayaran tersebut, DNTP akan mengeluarkan keputusan atau tindakan Administrasi untuk mengambil-alih gedung atau tempat tinggal tersebut. 4.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhambatnya pembayaran sewa menyewa kepada pemerintah A. Faktor Ekonomi
66
Tingkat kepadatan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun dan arus urbanisasi masyarakat pedesaan yang mencari kerja ke Kota Dili, juga adanya peningkatan penganguran setiap tahun dan dengan tidak tersedia lapangan kerja bagi pencari kerja, hal ini yang menambah kepadataan kepunduduk di Kota Dili, maka perumahan-perumahan dan geduang-gedung pemerintah yang terlantar ditempati secara illegal, masyarakatpun tidak mempunyai kemampuan untuk membayar uang sewa kepada pemerintah
B. Faktor Politik Terpisahnya Negara Timor Leste pada tahun 1999 dari pemerintah Indonesai, dengan menninggalkan peninggalan-peninggalan berupa gedung-gedung dan perumahan-perumahan, hal ini di manfaatkan dengan sebaik-baikya oleh masyarakat Timor Leste walaupun banyak gedung-dan perumahan musnah dibakar oleh milisi dan militer Indonesia. Masyarakat yang kehilangan tempat tinggal pada saat itu menempati gedung dan perumahan secara illegal C. Faktor Hukum Negara Timor Leste adalah Negara yang berdiri diatas hukum oleh sebab itu sebagai Negara hukum, Timor Leste telah mempunyai Lei nomor 1 tahun 2003 yang mengatur tentang benda yang tidak bergerak dan Undang-undang nomor 19 tahun 2004 yang mengatur tentang sewa menyewa.
67
4.5
Peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Atau Dirasaun Nasional e Terras Propriedade Dalam Mengatur Hak Sewa atas Benda Tidak Bergerak Terhadap Masyarakat Kota Di Dili Pada tanggal 10 November 2009 peneliti melakukan penelitian di Badan
Pertanahan Nasional (DNTP), yang memawancarai Sr. Santiago Soares SH. Ahli Pertanahan sebagai kepala Departemen Bens Imoves, yang mengatakan bahwa peranan Badan Pertanahan Nasional yang selama ini berdasarkan pada lei nommor 1 tahun 2003 pasal 17 mengatakan: 1. DTP, husi Ministeriu da Justita hanesan entidade responsavel atu halao ida nee; 2. to’o tama iha vigor diploma legal sira kona ba regidto predial no kadastro predial, DTP mak iah kompetensia(kiibit) atu halo registo ba soim metin iha fati no halo kadastru; 3. DTP sei aprenzenta projetu diploma legal sira ne’ebe hakerek nomor kotuk no diploma no diploma ida ne’ebe atu hakerek ne’ebe iha artigu 15 hanesan no mos halo ninia lei organica. Dalam pengontrolan dan pengaturan hak sewa badan pertanahan nasional berdasarkan pada peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2004 pasal 4 ayat 3 yaitu: 1. Konsedera hanesan aktu afetasaun ofisial soin metin-iha-fatin ne’ebe dominium pribadu estadu nian hirak ne’ebe intrega temporary soin metin-iha-fatin ida atu uza ba servisu estadu sagauti deit; 2. Arendamento soin metin-iha-fatin estadu nian hanesan kontratu ida liu husi ne’ebe governu intrega no autoriza atu uza espesifiku soin meti – iha-fatin dominiu pribadu estadu nian, liu husi renda (folin aluga) ho
68
tempo ne’ebe determinadu ona. Kontratu ne’e fo deitu atu uza deit la fo direitu atu uza deit la fo direitu atu sai nain; 3. Asaun hotu ne’ebe afeta no arenda tenki halao husi DNTP ho kontro no autorizasaun ministeriu da justisa nia no sempre tuir dipozisaun legal no dikretriz adminstrativu sira ne’ebe korrespondenti.
4.5.1
Fungsi DNTP Dalam Pengaturan Pembayaran Sewa oleh Masyarakat
Dalam hal ini yang mengatur pembayaran sewa dari masyarakat adalah bagian Departemen Bens Imoves yang diatur dalam peraturan internal (lei organic DNTP) pasal 12 ayat d huruf adalah: Mengatur pembayaran sewa menyewa terhadap benda tidak bergerak milik pemerintah untuk tempat tinggal, aktivitas perdagangn, perindustrian, misi diplomat, dan organisasi internasional (promove e realizar arrendamento de bens imoves do estado ou sob sua administraҫão para fins residencias, de actividade commercial, Agricola ou industrial, missões diplomáticas e organizaҫões internacionais)
4.5.2
Tanggungjawah Dirasaun Nasional e Terras Propriedade dalam menanggani pembayaran sewa menyewa kepada pemerintah
Tanggungjwab yang dilakukan oleh DNTP dalam menangani pembayaran sewa dari masyarakat berdasarkan pada undang-undang organic (lei organic) DNTP yaitu:
69
1. Menerima proposal permohonan dari masyarakat yang berkeinginan menggunakan benda tidak bergerak milik pemerintah dan mengusulkan kepada kementrian kehakiman tentang permohonan tersebut. 2. Mempersiapkan draft perjanjian kontrak untuk diberikan kepada penyewa 3. Mengontrol pembayaran hak sewa oleh masyarakat kepada pemerintah 4. Memberikan tindakan administrative kepeda penyewa yang tidak membayar hak sewa 5. Untuk melindungi semua benda tidak bergerak milik pemerintah digunakan oleh warga Negara Timor Leste maupun warga Negara asing
70
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dikumpulkan selama melakukan penelitian bahwa
Dirasaun Nasional e Terras Propriedade telah mengidentifikasi semua benda yang tidak bergerak milik pemerintah Indonesia yang ditinggalkan di negara Republik Demokratik Timor Leste dan dalam mengimplementasikan undang-undang nomor 19 tahun 2004 tentang sewa menyewa sudah sangat efektif dalam hal ini hanya berlaku bagi perjanjian kontrak normal dan pendapatan yang diterima oleh negara setaip tahunnya terus meningkat, sedangkan untuk perjanjian kontrak especial tidak ijinkan oleh Ibu Kementrian Kehakiman dengan mengeluarkan suatu perintah (despacho) untuk menghentikan perjanjian kontrak tersebut, akan tetapi perjanjian kontrak special yang dulunya diimplementasikan oleh pemerintah lama, pemasukan dari pembayaran tersebut sangatlah meningkat walaupun hanya baru dijalankan di kota Dili khususnya kecamatan Dom Aleixo. 5.2 Saran 1. Perlunya mengimplementasikan perjanjian kontrak especial agar iuran atau pembayaran dari masyarakat dapat dipergunakan oleh kepentingan Negara dan rakyat
71
2. Pemerintah seharusnya membuat undang-undang perpajakan yang mengatur tentang tata cara penarikan pajak bumi dan bangunan dari masyarakat. 3. Perlunya mengsosialisaikan undang-undang nomor 19 tahun 2004 kepada masyakat luas 4. Perlu adanya pegawasan yang lebih ketat terhadap warganegara dan warganegara asing yang membayar sewa terhadap pemerintah
72
UNGKAPAN PRIBADI /MOTTO
NAMA YANG HARUM LEBIH BAIK DARI PADA MINYAK YANG MAHAL, DAN IKUTILAH ORANG BIJAKSANA KARENA PADA MEREKA ADA PENGETAHUAN DAN
JANGAN PERNAH MENOLEH KE MASA LALU NAMUN TATAPLAH MASA DEPAN KARENA GUNUNG EMAS BERKILAU SEDANG MENANTIMU
HALAMAN PERSEMBAHAN
Istri tercinta Lag. Elda Guterres da Silva Ayahku tercinta, Beraik Metan, dan Ibunda terkasih, Franzina Formau (almarhuma)
73
Saudara kembar Orlando dan Istrinya, anak-anaknya Adik Alexandre Watumomori (almarhum) Adik Mery dan Suami serta anak-anaknya Keluarga besar Atauru Khususnya Maker Keluarga besar da Silva Guterres Kampung halamanku Almamaterku UNPAZ Negara RDTL tercinta yang telah memberikan segalanya kepadaku
ABSTRAKSI SKRIPSI
Judul Skripsi “PEMBERIAN HAK SEWA MENYEWA ATAS BENDA YANG TIDAK BERGERAK DARI HASIL PENINGGALAN PEMERINTAH INDONESIA DI KOTA DILI OLEH DIRASAUN NASIONAL TERRAS e PROPRIEDADE”
dengan studi kasus di
Dirasaun Nasional e Terras Propriedade Dili. 1. Keberhasilan
Dirasaun
Nasional
e
Terras
Proriedade
mengidentifikasi benda tidak bergerak milik pemerintah Indonesia.
74
dalam
2. Eektifitas pembayaran sewa oleh masyarakat sangat meningkat dari tahun ke tahun. 3. Peranan DNTP dalam pengaturan hak sewa menyewa sudah sangat efektif dan perlunya pembuatan undang-undang baru dalam penarikan pajak dari masyarakat Adapun sistimatika penulisan sebagai berikut: bagian awal yang terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, ungkapan pribadi/motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstraksi skripsi. Bagian isi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN meliputi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan penelitian, Maksud Penelitian, Manfaat Penelitian, Sisitimatika penulisan. BAB II Tunjuan Pustaka meliputi: Pengertian Tanah Dan Bumi, Obyek Atas hukum Tanah, Pengertian Sewa Bangunan, Hipotesis, Kerangka Pemikiran Teoritis. BAB III meliputi: Metode Penelitian, Identifikasi variabel. Operasional Variabel, Jenis dan Sumber Data, Jangka Waktu Penelitian Dan Lokasi Penelitian, Jenis Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Alat pengumpulan Data, Teknik Analisis Data. BAB IV: Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Prosedur Untuk Memperoleh Hak Sewa Bangunan. Faktor-Faktor Penghambat, Peranan Pemeritah dalam mengatur Hak Sewa. BAB V meliputi: Kesimpulan Dan Saran. Bagianbagian terakhir yang terdiri dari Daftar Pustaka Dan Lampiran-lampiran.
75