RANCANGAN PENGUATAN PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2020-2024
Ujian Akhir Semester (UAS) Kesmas Intermediate
OLEH: A. DEZA FARISTA NPM: 186131032
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MITRA INDONESIA TAHUN 2018/2019 1
RANCANGAN PENGUATAN PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2020-2024
1. Pendahuluan Dalam mencapai tujuan nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui SKN sebagai pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), upaya pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer sebagai terobosan pemantapan dan percepatan peningkatan pemeliharaan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, Jaminan Kesehatan Semesta, dan program lainnya. Perubahan lingkungan strategis ditandai dengan berlakunya berbagai regulasi penyelenggaraan kepemerintahan, antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional, Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 2
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik,
Undang-Undang
Nomor
35
Tahun
2009
tentang
Narkotika,Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan secara global terjadi perubahan iklim dan upaya percepatan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), sehingga diperlukan penyempurnaan dalam pengelolaan kesehatan. Pemerintah Daerah, UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan secara global terjadi perubahan iklim dan upaya percepatan pencapaian Sustainable Development Goals(SDGs),
sehingga
diperlukan
penyempurnaan
dalam
pengelolaan
kesehatan. 3
Pembangunan di Bidang Kesehatan merupakan salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Semakin kompleksnya permasalahan kesehatan seiring dengan perkembangan globalisasi yang berpengaruh pada semua sektor menjadikan tantangan pembangunan kesehatan semakin meningkat. Untuk itu guna mendukung program-program pembangunan kesehatan tersebut diperlukan sumberdaya dan sumberdana yang memadai agar permasalahan-permasalahan kesehatan dapat ditangani. Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui system kesehatan nasional (SKN) sebagai pedoman pengelolaan kesehatan yang disertai terobosan penting sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dan rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025 dan upaya pencapaian sustainable development goals (SDGs) sehingga diperlukan penyempurnaan SKN sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta diperlukan rancangan penguatan program kesehatan masyarakat tahun 2020-2024. 1. Sistem Kesehatan Nasional Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya (Peraturan Presiden Republik IndonesiaNomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional). Tujuan
Sistem
Kesehatan
Nasional
adalah
terselenggaranya
pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 4
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku maupun antar subsistem SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional. Landasan SKN meliputi : Landasan idil, yaitu Pancasila. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya Pasal : 28A, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya ; Pasal 28B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ; Pasal 28C ayat (1), setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia ; Pasal 28H ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan ; Pasal 28H ayat (3), setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat ; Pasal 34 ayat (2), negara mengembangkan sistem jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan Pasal 34 ayat (3), Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Landasan Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan. 5
Subsistem SKN Pendekatan pengelolaan kesehatan dewasa ini dan kecenderungannya di masa depan adalah kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis. Mengacu pada perkembangan komponen pengelolaan kesehatan dewasa ini serta pendekatan pengelolaan kesehatan tersebut di atas, maka subsistem SKN dikelompokkan sebagai berikut: a. subsistem upaya kesehatan; b. subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan; c. subsistem pembiayaan kesehatan; d. subsistem sumber daya manusia kesehatan; e. subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; f. subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; g. subsistem pemberdayaan masyarakat
Penguatan sistem kesehatan adalah pendekatan komprehensif untuk membentuk dan mengoptimalisasi outcome yang dilakukan melalui pengembangan fondasi sistem yang solid, penguatan kapasitas sistem (sumber daya), dan mengupayakan hasil yang baik menggunakan beberapa strategi. Lingkungan politik (leadership) merupakan pendukung utama penguatan sistem. Pemimpin yang efektif mencakup komitmen politik untuk advokasi dan kesadaran para pengambil kebijakan.10Penguatan sistem terbagi menjadi tiga komponen utama yaitu dasar yang meliputi pengembangan kebijakan, setting prioritas, dan manajemen. Sumber daya mencakup kapasitas dan infrastruktur, strategi pendanaan, dan mekanisme koordinasi. Optimalisasi berperan dalam pengupayaan memaksimalkan komponen sistem. Untuk mencapai sistem kesehatan yang baik, penguatan sistem merupakan strategi yang digunakan untuk mengakomodasikan aspek supply, demand, kualitas, dan lingkungan yang mendukung untuk tercapainya status kesehatan yang baik. Dalam penguatan sistem diperlukan perhatian yang lebih serius pada level fasilitasi 6
dan translasi kebijakan dan strategi yaitu aspek akses, affordable, dan kualitas pelayanan. Prioritas tersebut didasari pada konteks kondisi lokal berdasarkan harapan dan situasi nyata yang diperoleh oleh pemerintah dan stakeholder. Namun, tantangan terbesar dalam penguatan sistem kesehatan adalah kondisi aspek kesehatan yang cukup kompleks sehingga tidak ada setting atau paket sistem tunggal yang praktis untuk bisa meningkatkan status kesehatan. Kondisi ini merupakan tantangan sehingga fungsi dari berbagai elemen sistem sangat diperlukan. Untuk menguatkan sistem kesehatan digunakan pendekatan daya guna yang mencakup penetapan status kesehatan yang diinginkan sebagai starting point untuk identifikasi hambatan dan permasalahan sistem kesehatan. Kedua, mengatasi permasalahan sistem kesehatan sebagai sebuah langkah yang spesifik untuk mencapai outcome melalui upaya yang berdampak pada semua aspek. Ketiga, mengatasi isu kapasitas dan kebijakan sistem kesehatan. Keempat, mendorong pengembangan strategi dan rencana sistem kesehatan nasional dan mengurangi investasi yang tidak diperlukan. Kelima, meningkatkan pengawasan dan evaluasi. Pengutan sistem dilakukan dengan penekanan pada dua level dalam sistem itu sendiri yakni tingkat sistem yang mencakup kebijakan, regulasi, alokasi sumberdaya, serta penguatan pada tingkat proses pelayanan.
3. Kebijakan Terkait Pengetuatan Program Kesehatan Penguatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam rangka mewujudkan Keluarga Sehat yang diatur di dalam Permenkes Nomor 39 Tahun 2016. Secara sinergis dan bersama-sama dengan para pemangku kepentingan publik serta masyarakat sebagai objek sekaligus subjek pembangunan kesehatan berperan serta dalam mendukung pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang secara makro kebijakan telah dipayungi oleh Inpres Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat diwujudkan dengan Peningkatan Edukasi, Peningkatan
Kualitas
Lingkungan, Peningkatan 7
Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit, Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan Perbaikan Gizi, Peningkatan Perilaku Hidup Sehat, Peningkatan aktivitas fisik. yang secara inklusif dan terpadu digunakan sebagai dasar Kabupaten/Kota pada khususnya untuk implementasi Standar Pelayanan Kesehatan (SPM) Bidang Kesehatan di dalam desentralisasi kesehatan daerah dengan telah dikeluarkannya Petunjuk Teknis melalui dasar Permenkes 43 Tahun 2016 dan telah diatur legalitas pelaksanaannya melalui PP No. 2 Tahun 2018. Paradigma Sehat, Paradigma sehat merupakan upaya Kementerian Kesehatan untuk merubah pola pikir stakeholder dan masyarakat dalam pembangunan kesehatan, dengan peningkatan upaya promotif – preventif, pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan keluarga, peningkatan keterlibatan lintas sektor dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015. Permenkes 39/2016: PIS-PK: Upaya mempercepat pencapaian terwujudnya masyarakat sehat dengan melakukan
kegiatan kesehatan memfokuskan pada
tatanan keluarga. Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan 8
dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluargakeluarga sehat.
9
Mendasari pada 12 indikator Keluarga Sehat di dalam Permenkes Nomor 39 Tahun 2016 yang merupakan salah satu entry point di dalam pembangunan kesehatan melalui unit terkecil masyarakat yaitu keluarga, sehingga peran daerah untuk dapat meningkatkan cakupan upaya kesehatan promotif dan preventif sangat potensial. Dengan adanya kebijakan SPM bidang kesehatan ini sebagai “rambu-rambu” yang mengatur pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota, maka diharapkan dapat terlaksana perwujudan secara total coverage 100 % di daerah. Dalam rangka menjamin keberlangsungan pelaksanaan SPM kesehatan dengan meningkatkan cakupan pelayanan, untuk membangun komponen bangsa yang sehat, maka perlu dilakukan upaya penggerakan bersama untuk berperilaku sehat melalui GERMAS. Pendekatan keluarga merupakan cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga dijadikan fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat. Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Pendekatan keluarga yang dimaksud meliputi : 1.
Kunjungan
keluarga
untuk
pendataan/pengumpulan
data
Profil
Kesehatan Keluarga dan Updating Data 2.
Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.
3.
Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung.
4.
Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
10
Peran Pemangku Kepentingan Peran Puskesmas Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Melakukan pendataan kesehatan keluarga menggunakan Prokesga oleh Pembina Keluarga (dapat dibantu oleh kader kesehatan). Membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas. Menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas oleh Pimpinan Puskesmas. Melaksanakan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah oleh Pembina Keluarga. Melaksanakan pelayanan profesional (dalam gedung dan luar gedung) oleh tenaga teknis/profesional Puskesmas. Melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas. Kegiatan-kegiatan tersebut harus diintegrasikan ke dalam langkahlangkah manajemen Puskesmas yang mencakup P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan-Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan-Pengendalian-Penilaian). Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pemilik Unit Pelaksana Teknis/Puskesmas adalah mengupayakan dengan sungguhsungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi untuk semua Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam rangka pelaksanaan
pendekatan
keluarga
oleh
Puskesmas,
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota memiliki tiga peran utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian. Peran Dinas Kesehatan Provinsi Peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam penyelenggaraan Puskesmas secara umum adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk berupaya dengan sungguh-sungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi di semua Puskesmas. Dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki tiga peran utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian. Peran dan Tanggung Jawab Lintas Sektor Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diukur dengan Indeks Keluarga 11
Sehat, yang merupakan komposit dari 12 indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang mencapai status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia Sehat. Sehubungan dengan hal tersebut, disadari bahwa keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga sangat ditentukan oleh peran dan tanggung jawab sektor-sektor lain di luar sektor kesehatan (lintas sektor). Kementerian dan lembaga yang dapat ikut berperan dalam program ini misalnya Kementerian PDT, Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenpan & RB,
Kemenkominfo,
Kemendagri/Pemda,
Kemenperindag,
Kemenaker,
Kemenag, BKKBN, TNI dan POLRI. GERMAS merupakan roh dari UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang lahir dari penguatan promotif dan preventif demi mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah besar jika ada pihak-pihak yang ingin menghilangkan kegiatan kampanye hidup sehat dan merasa rugilah masyarakat yang tidak dapat mengetahui ilmu kesehatan untuk peningkatan derajat kesehatan diri dan keluarganya. Permenkes No. 43 Tahun 2016 Tentang SPM Bidang Kesehatan Germas; Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan Konsep pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan / meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Sehingga Puskesmas dapat mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan dengan upaya kesehatan masyarakat dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh. Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari keluarga tersebut. Dengan demikian, inti dari pengembangan kelurahan adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. 12
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok / masyarakat mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, upaya mewujudkan keluarga sehat menjadi titik awal terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini berarti pula bahwa keberhasilan upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi keberhasilan upaya menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, indikator keluarga sehat sebaiknya dapat sekaligus digunakan sebagai indikator PHBS. Bidang PHBS yaitu : a.
Bidang kebersihan perorangan, seperti cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, mandi minimal 2x/hari, dll.
b.
Bidang Gizi, seperti makan buah dan sayur tiap hari, mengkonsumsi garam beryodium, menimbang berat badan(BB) dan tinggi badan (TB) setiap bulan, dll.
c.
Bidang Kesling, seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan jamban, memberantas jentik, dan lain-lain.
Menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada setiap orang bukanlah hal yang mudah, akan tetapi memerlukan proses yang panjang. Setiap orang hidup dalam tatanannya dan saling mempengaruhi serta berinteraksi antar pribadi dalam tatanan tersebut. Memantau, menilai, dan mengukur tingkat kemajuan tatanan adalah lebih mudah dibandingkan dengan perorangan. Oleh karena itu, Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan tatanan 5 tatanan masyarakat, yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan institusi kesehatan Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan melandaskan pada memperhatikan kebijakan umum yang dikelompokkan sebagai berikut: 1.
Peningkatan Kerjasama Lintas Sektor.
2.
Penigkatan perilaku, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Swasta.
3.
Peningkatan Kesehatan LingkungaN 13
4.
Peningkatan Upaya Kesehatanya.
5.
Peningkatan Sumber Daya Kesehatan
6.
Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan.
4.Berdasarkan Data Riskesdas Tahun 2018 Indikator Riskesdas 2018, mencakup: 1. Pelayanan Kesehatan meliputi akses pelayanan kesehatan, JKN, pengobatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional 2. Perilaku Kesehatan meliputi merokok, aktivitas fisik, minuman beralkohol, konsumsi makanan, pencegahan penyakit tular nyamuk, penggunaan helm; 3. Lingkungan meliputi penyediaan dan penggunaan air, penggunaan jamban, pembuangan sampah, pembuangan limbah, rumah sehat, penggunaan bahan bakar; 4. Biomedis meliputi pemeriksaan malaria, HB, glukosa darah, kolesterol, trigleliserida, antibodi (PD3I); serta 5. Status kesehatan meliputi penyakit menular, penyakit tidak menular, gangguan jiwa-defresi-emosi, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan ibu-bayibalita dan anak remaja, status gizi, cedera dan disabilitas. Masalah Riskesdas Tahun 2018 diantaranya: Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2018 di peroleh beberapa masalah kesehatan salah satunya masalah perilaku merokok. Diketahui bahwa prevalensi merokok pada penduduk umur 10-18 tahun, 2007-2018 di Indonesia yaitu pada Riskesdas 2007 sebesar 7,2 %, Sirkesnas 2016 sebesar 8,8 %, dan Riskesdas 2018 sebesar 9,1 % sedangkan target RPJMN 2019 sebesar 5,4 %, sehingga perilaku merokok menjadi masalah kesehatan karena telah melebihi target RPJMN Indonesia Tahun 2019 jika dilihat dari hasil Riskesdas 2018 (9,1) hampir 2 kali lipat dibandingkan target RPJMN 2019 (5,4%). 14
a.
Masalah Kesehatan ibu, diantaranya:
Kecenderungan proporsi pemeriksaan kehamilan (ANC akses) pada perempuan umur 10-54 tahun menurut provinsi Indonesia 2013-2018. Secara nasional proporsi pemeriksaan kehamilan pada tahun 2013-2018 mencapai nilai 95,4 %.
Kecenderungan proporsi pemeriksaan kehamilan K1 ideal pada perempuan umur 10-54 tahun menurut provinsi Indonesia 2013-2018. Secara nasional proporsi pemeriksaan kehamilan pada tahun 2013 sebesar 81,6% dan meningkat pada tahun 2018 sebesar 86,0%.
Pemeriksaan kehamilan K4 pada perempuan umur 10-54 tahun menurut komponen pemeriksaan yang diterima pada tahun 2018 tertinggi dengan nilai 98,5% pada ibu hamil yang dilakukan pengukuran tensi dan terendah dengan nilai 69,1% pada ukur berat badan ibu hamil.
Pemeriksaan kehamilan K4 pada perempuan umur 10-54 tahun menurut komponen pemeriksaan yang diterima pada tahun 2018 tertinggi dengan nilai 98,5% pada ibu hamil yang dilakukan pengukuran tensi dan terendah dengan nilai 69,1% pada ukur berat badan ibu hamil.
Proporsi tenaga pemeriksa kehamilan (ANC) pada perempuan umur 10-54 tahun pada tahun 2018 dengan tenaga pemeriksa terbanyak adalah tenaga bidan dengan nilai 85 % diikuti dokter kandungan dengan nilai 14 % sedangkan angka terendah terdapat pada tenaga perawat 0% dan dokter umum sebesar 1 %.
Kecenderungan proporsi persalinan di fasilitas kesehatan pada perempuan umur 10-54 tahun menurut provinsi tahun 2013-2018. Secara nasional proporsi persalinan di fasilitas kesehatan pada tahun 2013 sebesar 66,7% dan meningkat pada tahun 2018 sebesar 79,3%.
Kecenderungan proporsi pelayanan KF lengkap pada perempuan umur 10-54 tahun, secara nasional proporsi pelayanan KF pada tahun 2013 sebesar 32,1% dan meningkat pada tahun 2018 sebesar 37%.
Kecenderungan proporsi penggunaan KB pasca salin pada perempuan umur 10-54 tahun menurut provinsi tahun 2018. Secara nasional proporsi 15
penggunaan KB pasca salin pada tahun 2013 sebesar 59,6% dan meningkat pada tahun 2018 sebesar 66%.
Distribusi proporsi kepemilikan buku KIA pada ibu hamil tahun 2018 menurut hasil wawancara diperoleh 60% untuk proporsi ibu hamil yang memiliki dan dapat menunjukkan buku KIA, 10 % ibu hamil yang memiliki dan namun tidak dapat menunjukkan buku KIA sedangkan sebanyak 30% ibu hamil tidak memilliki buku KIA.
b. Masalah Status Gizi Status Gizi didapatkan data gizi buruk tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 3,9% dari 5,7% di tahun 2013. Sedangkan gizi kurang hampir tidak mengalami perubahan karena penurunan tidak siqnifikan, yaitu dari 13,9% menjadi 13.8%
Pada presentase balita sangat pendek itu mengalami penurunan dari 18,0% menjadi 11,5%. Namun untuk balita pendek malah mengalami peningkaan menkipun tidak banyak, yakni 19,2% ditahun 2013 menjadi 19,3 di tahun 2018.
Jumlah ibu hamil dengan anemia mengalami peningkatan dari 37,1% di tahun 2013 menjadi 48,9% ditahun 2018.
Dari jumlah seluruh ibu hamil, hanya 25,2% yang mendapatkan PMT, sedang sisanya tidak mendapatkan PMT. Balita yang mendapat PMT tidak mencapai 100%. Hanya mencapai presentase 41% yang mendapat PMT. Sedangkan yang tidak mendapat PMT lebih besar yaitu 95%.
c . Masalah Kesehatan Anak diantaranya:
Secara nasional proporsi kunjungan neonatal pertama (6-28 jam setelah lahir) pada anak umur 0-59 bulan pada tahun 2013 sebesar 71,3% dan pada tahun 2018 sebesar 84,1%.
Secara nasional proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan, untuk imunisasi lengkap pada tahun 2018 sebesar 57,9%, imunisasi tidak lengkap 32,9% dan yang tidak imunisasi sebesar 9,2%. Imunisasi 16
lengkap mengalami penurunan dari tahun 2013, imunisasi lengkap tahun 2013 sebesar 59,2%. Imunisasi lengkap tahun 2018 masih dibawah target SDKI tahun 2017 sebesar 59,4%. d.
Masalah Kesehatan Lingkungan diantaranya:
Proporsi Pengolahan Sampah di Rumah Tangga dengan cara ditanam pada tahun 2018 dibandingan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 2.4 % dari 3,9% menjadi 1,5%
Proporsi Pengolahan Sampah di Rumah Tangga dengan cara dibuat Kompos pada tahun 2018 dibandingan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 0.5% dari 0,9% menjadi 0,4%.
e. Masalah Pelayanan Kesehatan diantaranya: Analisis indeks akses ke pelayanan kesehatan menggunakan Principal Component Analisys (PCA) terkait kemudahan akses ke klinik/ praktek dokter/ praktek dokter gigi/praktek bidan mandiri secara nasional mudah mendapatkan akses Puskesmas/ pustu/ pusling/bidan desa sebesar 39,2%, sulit sebesar 31,8% dan sangat sulit sebesar 29,0%. Analisis tersebut dilihat berdasarkan jenis transportasi yang digunakan tiap provinsi, waktu tempuh dan biaya transportasi ke fasilitas kesehatan. f. Masalah Kesehatan Tradisional Secara nasional tahun 2013 30.4%
Rumah Tangga memanfaatkan pelayanan
kesehatan Tradisional dan pada tahun 2018 sebesar 31,4% 12,9% melakukan upaya sendiri dan 55,7 tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional 5. Komitmen Global: SDG’s Sidang umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York, Amerika Serikat, secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk Indonesia. Mulai tahun 2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan Pembangunan 17
Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs berisi seperangkat tujuan transformatif yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali. Pengertian SDGs adalah singkatan atau kepanjangan dari sustainable development goals, yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara di dunia.Konsep SDGs melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) di mana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Tujuan SDGs berisi 17 Tujuan. Salah satu Tujuan adalah Tujuan yang mengatur tata cara dan prosedur yaitu masyarakat yang damai tanpa kekerasan, nondiskriminasi, partisipasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama kemitraan multi–pihak. Proses perumusan SDGs berbeda sekali dengan MDGs. SDGs disusun melalui proses yang partisipatif, salah satunya melalui survei Myworld (boks 1). Salah satu perubahan mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada seorang pun yang ditinggalkan”. SDGs juga mengandung prinsip yang menekankan kesetaraan antar– negara dan antar–warga negara. SDGs berlaku untuk semua (universal) negara– negara anggota PBB, baik negara maju, miskin, dan negara berkembang (lihat Boks 2, Perbedaan MDGs dan SDGs).
Pada bulan Agustus 2015, 193 negara menyepakati 17 tujuan berikut ini : 1) Menghapuskan Kemiskinan ~ Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di semua tempat. 2) Menghapuskan Kelaparan ~ Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. 3) Hidup Sehat ~ Memastikan hidup yang sehat dan menggalakkan kesejahteraan untuk semua usia.
18
4) Pendidikan Berkualitas ~ Memastikan pendidikan berkualitas yang terbuka dan setara serta menggalakkan kesempatan untuk belajar sepanjang umur hidup pada semua orang. 5) Kesetaraan Gender ~ Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan. 6) Air Bersih dan Sanitasi ~ Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkesinambungan atas air dan sanitasi untuk semua orang. 7) Energi yang bisa diperbarui dan terjangkau ~ Memastikan akses pada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua orang. 8) Ekonomi dan pekerjaan yang baik ~ Menggalakkan perkembangan ekonomi yang berkesinambungan, terbuka, dan berkelanjutan, lapangan kerja yang utuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang. 9) Inovasi dan infrastruktur yang baik ~ Membangun infrastruktur yang tahan lama, menggalakkan industrialisasi yang berkesinambungan dan terbuka, serta mendorong inovasi. 10) Mengurangi kesenjangan ~ Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara. 11) Kota dan komunitas yang berkesinambungan ~ Membuat kota dan pemukiman
manusia
terbuka,
aman,
tahan
lama,
serta
berkesinambungan. 12) Penggunaan
sumber-sumber
daya
yang
bertanggung
jawab
~
Memastikan pola-pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan. 13) Tindakan iklim ~ Mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan pengaruhpengaruhnya. 14) Lautan yang berkesinambungan ~ Melestarikan dan menggunakan samudra,
laut,
dan
sumber-sumber
daya
maritim
secara
berkesinambungan untuk pengembangan yang lestari. 19
15) Penggunaan
tanah
yang
berkesinambungan
~
Melindungi,
mengembalikan, dan menggalakkan penggunaan yang lestari atas ekosistem
daratan,
mengelola
hutan
secara
berkesinambungan,
memerangi penggundulan hutan, dan memperlambat serta membalikkan degradasi tanah serta memperlambat hilangnya keragaman hayati. 16) Kedamaian dan Keadilan ~ Menggalakkan masyarakat yang damai dan terbuka untuk pengembangan yang lestari, memberikan akses pada keadilan untuk semua orang dan membangun institusi yang efektif, bertanggung jawab, serta terbuka di semua tingkatan. 17) Kemitraan untuk pengembangan Yang Lestari ~ Memperkuat cara-cara penerapan dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pengembangan yang berkesinambungan.
Pembangunan global harus sejalan dengan pembangunan nasional, bahkan juga ke pembangunan daerah Indonesia telah memiliki prioritas pembangunan, sesuai dengan program dan prioritas dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015–2019. Terdapat konvergensi dan divergensi antara SDGs dan Nawacita.
20
Dalam hal pembangunan manusia dan upaya penurunan ketimpangan, kedua dokumen selaras berjalan. Dalam hal pembangunan ekonomi, keduanya juga teman seiring. Namun, dalam hal keberlanjutan, ekologi dan konservasi lingkungan hidup, maka Nawacita dan RPJMN harus melakukan banyak penyesuaian (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, penurunan kerusakan hutan, manajemen air, laut, dan sebagainya).
Perhatian Khusus Sektor Kesehatan dalam Target SDGs adalah :
1. Pemberantasan Kemiskinan yaitu mengakhiri segala bentuk kemiskinan Akses semesta terhadap jaminan sosial a.
Peningkatan persentase penduduk yang menjadi peserta jaminan kesehatan melalui SJSN bidang kesehatan
b.
Kepersertaan penerima bantuan iuran (PBI)melalui jaminan kesehatan nasional (JKN/Kartu Indonesia Sehat)
2. Nol Kelaparan Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan a. Peningkatan akses pangan yang aman bergizi dan mencukupi b. Penurunan Stunting,wasting dan overweigh pada balita c. Pemenuhan kebutuhan gizi remaja perempuan, wanita hamil dan menyusui serta lansia 3. Kesehatan Yang Baik Menjamin Kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia a. Penurunan AKI, AkBa, AKN b. HIV/ AIDS, TB, Malaria
21
c. Akses kepada pelayanan Kesehatan reproduksi (termasuk KB dan pencegahan Kehamilan pada remaja) d. Kematian akibat PTM dan pengendalian tembakau e. Penyalahgunaan NAPZA dan alkohol f. Kematian dan cidera kecelakaan lalu lintas g. Universal Health Coverage h. Kontaminasi dan Polusi Air, Udara, TAnah i. Penanganan Krisis dan kegawatdaruratan kesehatan 4. Kesetaraan Gender Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan anak perempuan a. Pemenuhan hak pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk Kb b. Pendidikan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi untuk wanita dan remaja 5. Air Bersih dan Sanitasi Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat terkait : a. Akses kepada air bersih b. Akses sanitasi dasar layak Analisis Kebijakan Pemerintah mengenai tujuan SDGs bidang Kesehatan 1. Nol Kelaparan ( Gizi Kesehatan Masyarakat) a. Arah Kebijakan RPJMN 2015-2019 pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok; stabilisasi harga bahan pangan; perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan;
22
peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan terutama petani, nelayan, dan pembudidaya ikan salah satu terobosan yang ditempuh sejak awal Repelita VI adalah pengembangan Pojok Gizi (POZI) di puskesmas yang merupakan upaya untuk
mengoptimalkan
pelayanan
gizi,
baik
kualitas
maupun
kuantitasnya Pelaksanaan POS GIZI b. Pelaksanaan sampai saat ini Perbaikan kualitas konsumsi pangan masyarakat masih rendah karena harga pangan yang masih tinggi sehingga masyarakat yang tingkat ekonominya rendah tidak bisa mengkonsumsi pangan yang berkualitas/ sempurna. Sehingga ditemukan anak-anak balita yang kurang gizi. Sehingga pemerintah membuat kegiatan POS GiZI yang di danai APBN. Bagi daerah yang memiliki anak yang terdapat penyimpangan positif akan dilaksanakan POS GIZI tersebut.dimana petugas gizi membuat menu sehat selama 12 hari dan diberikan kepada anak tersebut.Kemudian berat anak ditimbang, sehingga didapat ada peningkatan berat badan anak Dalam Penurunan
Stunting,wasting dan overweigh pada balita
pemerintah selalu menggalakkan kegiatan posyandu sehingga masyarakat dapat selalu memantau tumbuh kembang anak balita c. Kendala Kegiatan ini tidak rutin dilaksanakan dan belum merata di seluruh Indonesia karena Dana Pemerintah yang masih terbatas d. Solusi Kebijakan Mengajak masyarakat memanfaatkan pekarangan dengan menanami dengan tanaman pangan yang dibutuhkan untuk seharti-hari dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan keluarga 23
2. Kesehatan yang baik ( SKN ) Sistem Kesehatan Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya a.
Kebijakan pemerintah
Pelayanan kesehatan yang baik dimana masyarakatnya hidup
dalam
lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata dalam wilayah kesatuan Negara RI
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan strategi pembangunan profesionalisme, desentralisasi dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Upaya
pemeliharaan
dan
peningkatan
kesehatan
masyarakat
dilaksanakan melalui program peningkatan perilaku hidup sehat, pemeliharaan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan dan didukung oleh sistem pengamatan, Informasi
dan manajemen yang handal.
Tenaga yang mempunyai sikap nasional, etis dan profesional, juga memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan negara, berdisiplin, kreatif, berilmu dan terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
b.
Pelaksanaan sampai saat ini Sampai saat ini unit fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) pada umumnya sudah tersedia di setiap kecamatan. Contohnya
di
kabupaten
Pasaman,
seluruh
masyarakat
bisa
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di setiap Puskesmas secara gratis
karena
ada
kebijakan
pemerintah
yang
disebut
Total
24
Convert.maksudnya walaupun masyarakat tidak terdaftar sebagai anggota BPJS tetapi dapat berobat secara gratis di Puskesmas. Akan tetapi kebijakan itu tidak berlaku untuk pelayanan kesehatan di tingkat Lanjutan. Sehingga masyarakat yang tidak terdaftar BPJS harus membiayai secara pribadi. FKTP pada umumnya untuk sarana dan prasarana termasuk obat masih banyak yang tidak lengkap, sehingga masyarakat menjadi memilih pelayanan kesehatan swasta. Bagi masyarakat mampu mungkin itu bukan masalah, tetapi bagi masyarakat miskin mereka lebih memilih tidak berobat medis dan akhirnya pergi ke dukun sehingga masih ditemukan adanya kematian Ibu dan Bayi. c.
Kendala
upaya
kesehatan
belum
menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan, perhatian terhadap promotif dan preventif masih kurang. Meski telah dibangun puskesmas di tiap kecamatan, upaya kesehatan belum terjangkau secara merata.
Pembiayaan kesehatan masih rendah. Alokasi dana dari pemerintah belum efektif, masih banyak untuk kuratif. Belum terfokus bagi upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk keluarga miskin. Pembiayaan kesehatan masih bersifat out of pocket. Yang memiliki jaminan kesehatan kurang dari 20 persen penduduk.
Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta.
Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang. Pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi
25
d. Solusi Kebijakan
Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik (seperti imunisasi dan perawatan/untuk mengontrol penyakit menular) dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas
Pemerintahan harus segera membentuk kelompok kerja yang bertugas untuk merancang strategi pembiayaan kesehatan yang menyeluruh,
dimana
asuransi
kesehatan
sosial
termasuk
didalamnya.
Pengadaan dan peningkatan prasarana dan sarana kesehatan terus dilanjutkan
3. Kesetaraan Gender (Akses Kespro , KB) Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan a. Kebijakan pemerintah Kegiatan Safari KB
Adalah pemasangan KB secara gratis yang
dilaksanakan pada momen tertentu seperti KB Kes TNI, bagi grender yang tidak terdaftar BPJS bisa mendapatkan pelayanan secara gratis Kegiatan program PKPR (Program Kesehatan Reproduksi Remaja Petugas Puskesmas telah melaksanakan kegiatan ini pada sekolah sekolah mengenai pendidikan reproduksi dan pusksmas menyediakan layanan konsultasi dengan petugas PKPR melalui sms center b. Pelaksanaan sampai saat ini Kegiatan ini sampai saat ini tetap terlaksana setiap tahunnya
26
c. Kendala Pada saat kegiatan banyak masyarakat tidak tahu dengan pelaksanaan karena kurangnya sosialisasi oleh petugas mengenai jadwal kegiatan, sehingga banyak masyarakat yang tahu setelah kegiatan selesai dilaksanakan sehingga pelayanan gratis tersebut tidak bisa didapatkan d. Solusi Kebijakan Agar
pemerintah
menetapkan
Jadwal
yang
tetap
untuk
kegiatan
ini,mensosialisasikan melalui media elektronik atau media promosi lainnya sehingga momen-momen seperti itu bisa dirasakan masyarakat dengan rata di seluruh Indonesia.
4. Air Bersih dan Sanitasi a. Kebijakan Pemerintah Sampai 2019 Indonesia harus mencapai Universal akses yaitu 100% akses air bersih dan sanitasi (jamban,sampah,SPAL) 0% daerah kumuh b. Pelaksanaan Sampai Saat ini Pemerintah kab/kota membuat kebijakan untuk sanitarian di Puskesmas yaitu harus mengODF kan 1 Nagari/Kelurahan dalam 1 Tahun. Saat ini menggunakan dua pendekatan yaitu berbasis masyarakat dan berbasis institusi. Pendekatan berbasis masyarakat digunakan untuk skala lingkungan atau komunitas, sedangkan pendekatan berbasis institusi digunakan untuk skala daerah dengan lintas sektor. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Edukasi Advokasi, Sosialisasi, Promosi dan Kampanye).
2.
Peningkatan
Kepedulian,
Komitmen
dan
Kesiapan
Pemda
(Advokasi Pemda (Eksekutif & Legislatif)).
27
3.
Peningkatan Kelembagaan & Kompetensi SDM (Bantuan teknis kelembagaan dan Peningkatan Kapasitas SDM (Regulator & Operator)).
4.
Peningkatan Sumber Pendanaan.
5.
Kerjasama lintas sektor dan kemitraan (Sinkronisasi lintas sektor dalam implementasi/pendanaan). Misalnya dengam KORAMIL dalam gerakan seribu jamban
C. Kendala - Pembangunan sanitasi belum menjadi prioritas pemerintah daerah. Saat ini rata-rata anggaran sanitasi yang dialokasikan pemerintah daerah dalam APBD masih di bawah satu persen, padahal sanitasi merupakan salah satu kebutuhan dasar dari masyarakat dan memiliki dampak yang luas ketika pembangunan sanitasi terabaikan. - Masih minimnya kesiapan daerah dalam implementasi pembangunan sanitasi. Kesiapan implementasi antara lain ditunjukkan dengan ketersediaan dokumen perencanaan, kesiapan lahan maupun institusi pengelola. Dalam hal ini, dikaitkan dengan infrastruktur sanitasi yang dibutuhkan sesuai dengan identifikasi daerah tersebut. - Terbatasnya pendanaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
pembangunan
sanitasi.
Keterbatasan
anggaran
untuk
pembangunan sanitasi memang merupakan kendala tersendiri dan berhubungan erat dengan bagaimana pemerintah melihat sanitasi sebagai suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius. - Kurangnya sinergi antara pemangku kepentingan, baik daerah maupun pusat, bahkan antar lembaga terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan di lapangan. - Terbatasnya SDM pengembangan sanitasi baik di daerah, di pusat, maupun terbatasnya penyedia layanan.
28
- Kesiapan daerah yang kurang dalam menyerap peningkatan pendanaan dari pemerintah pusat untuk sanitasi, baik dari pendanaan untuk pra implementasi, paska pembangunan, pemeliharaan dan pembinaan maupun dalam persiapan penyediaan lahan, software readiness criteria berupa RTRW, Rencana Induk d. Solusi Kebijakan Untuk mengisi gap permasalahan dari kondisi eksisting dan target ideal dalam pencapaian Universal Access ini perlu dibuat kebijakan terkait pengembangan peraturan yang mendukung, pengembangan kelembagaan, peningkatan akses layanan sanitasi, peningkatan dan pengembangan alternatif pembiayaan, serta peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha. Sinergi lintas sektor sangat penting untuk menutup gap pendanaan. Pelibatan setiap pemangku kepentingan secara aktif dalam pembangunan air minum dan sanitasi harus berkontribusi secara optimal agar didapat akselerasi yang maksimal.
6. Dampak Revolusi Industri 4.0 Bagi Kesehatan Masyarakat Fase perubahan yang kemudian dikenal dengan Revolusi Industri, sebuah fase yang secara umum tentang otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi pabrik, robotic dan artificial intellegence. Fase yang pada akhirnya menghasilkan "Smart Process". Di dalam Smart Process tersusun moduler, algoritma, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan secara desentralisasi. Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan 29
cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur. Industri 4.0 adalah industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Ini termasuk sistem cyber-fisik, Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Di antara berbagai sektor yang terdampak oleh Revolusi Industri (RI) keempat, tampaknya sektor kesehatan adalah sektor yang paling mungkin mendapatkan keuntungan dari bergabungnya sistem fisika, digital dan biologi, walaupun sektor ini mungkin juga yang paling tidak siap menerimanya. A. Dampak Positif dari Revolusi Industri 4.0 Bagi Kesehatan Masyarakat Keuntungan yang didapat dalam bidang kesehatan masyarakat diantaranya adalah semakin mudah untuk mengumpulkan data secara detail tentang kesehatan dari konsumen yang menggunakan telepon genggam dan alat kebugaran. “Sementara itu, banyak penyedia layanan kesehatan mengeksplorasi potensi telemedicine, yaitu suatu pemantauan dan pengobatan pasien dari jarak jauh melalui sensor yang tersambung ke internet.” Sehingga masyarakat dapat dengan mudah untuk memantau kesehatannya.
Selain itu dampak positif revolusi industri bagi kesehatan adalah: 1) Penggunaan teknologi telepon pintar sangat memberdayakan pasien agar mereka berperan dalam mengatur kesehatan mereka secara proaktif. 2) Penyedia layanan kesehatan belakangan mengeksplorasi potensi telemedicine, yaitu pemantauan dan pengobatan pasien dari jarak jauh melalui sensor yang tersambung ke internet. Diharapkan bahwa telemedicine akan terbukti sangat berharga dalam pengobatan penyakit kronis yang banyak dialami oleh lansia. Kedepannya, adalah sangat dimungkinkan bahwa masyarakat dapat menerima cek-up medis dengan kenyamanan bahkan di rumah mereka sendiri.
30
Telemedicine juga dapat membawa perawatan medis kepada masyarakat di lokasi terpencil. 3) Bioteknologi Memanipulasi berbagai bahan Biologi untuk terapi pengobatan penyakit, penemuan baru obat-obatan melalui microba, sehingga obat baru tersebut dapat menurunkan angkan kematian. 4) Kemajuan Teknologi Alat-alat kesehatan dengan teknologi yang canggih dapat meningkatkan diagnosis suatu penyakit, sehingga dapat membantu memberikan tindakan medis dengan tepat 5) Ilmu Pengetahuan Dengan adanya revolusi ilmu pengetahuan di idang kesehatan juga berkembang pesat, sehingga ditemukanya penelitian-penelitian dan teori terbaru yang dapat menunjang tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. 6) Mutu Pelayanan Adanya revolusi juga berdampak positif terhadap mutu pelayanan dibidang kesehatan, sehingga kualitas pelayanan menjadi lebih baik dan optimal.
B. Dampak Negatif dari Revolusi Industri 4.0 Bagi Kesehatan 1) Dampak bioteknologi terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat limbahlimah industri. 2) Dampak dari kemajuan teknologi, banyak juga muncul penyakitpenyakit
baru
sehingga
penggunaan
obat
antibiotik
meningkat
(resistensi) 3) Masyarakat indonesia yang SDM nya rendah sulit untuk mengikuti / menyesuaikan diri dengan pekembangan sistem pelayanan kesehatan yang saat ini sudah menggunakan komputerisasi dan internet di bidang kesehatan 31
Dengan perubahan kecepatan Revolusi Industri yang berdampak luas, legislator dan regulator ditantang sampai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagian besar terbukti tidak dapat diatasi. “Revolusi Industri Keempat, akhirnya, tidak hanya mengubah apa yang kita lakukan tapi juga siapa kita. Ini akan mempengaruhi identitas kita dan semua masalah yang terkait. Antisipasi dalam Menghadapi Revolusi Industri Di Bidang Kesehatan diantaranya: -
Mempersiapkan tenaga kesehatan yang kompeten dengan memberikan pelatihan-pelatihan dalam rangka meningkatkn skil dalam memberikan pelayanan
-
Meningkatkan SDM masyarakat indonesia dengan mempersiapkan individuindividu untuk sadar dan mau meningkatkan pendidikannya, agar dapat lebih berwawasan luas
-
Membuat suatu sistem pelayanan kesehatan yang lugas dan sederhana sehingga tidak rumit untuk di mengerti oleh masyarakat umum
-
Mengupayakan untuk memiliki alat kesehatan yang canggih dan mutakhir adar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
-
Pemerintah sebaiknya memikarkan bagaimana memperbaiki sosial ekonomi indonesia, karena untuk mengikuti perkembangan kemajuan ini juga memerlukan standar ekonomi yang cukup agar kebutuhan primer dapat terpenuhi dengan optimal, seperti, pendidikan, kesehatan, ekonomi.
7. Situasi Politik Pembangunan Saat ini Pada saat ini kesehatan menjadi isu politik karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan politik yang tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat daerah. Permasalahan yang mendasar terkait dengan politik dan kesehatan adalah ketidaksinambungannya politik dan kesehatan. Permasalahan dalam pelayanan kesehatan saat ini berkutat masalah buruknya pelayanan, baik dari kualitas maupun aksesibilitas serta keberterimaan, 32
harga obat-obatan yang mahal, hingga diskriminasi pelayanan. Tentu saja ini menyangkut permasalahan regulasi pemerintah khususnya pedoman teknis pelaksanaan sebuah kebijakan. Standar pelayanan yang sudah ditentukan terkadang tidak dilaksanakan oleh petugas pelayanan dikarenakan tidak ada sanksi tegas dari pihak supervisi pelaksana pelayanan sehingga pelanggaran oleh pelaksana seringkali dilakukan karena tidak ada sisi penegakan standar pelayanan secara tegas. Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat. Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakanmanifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dankepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas yang didukung fisik dan mental yang sehat, sehingga mampu berkompetisi paling optimal. Tanpa didukung dengan kesehatan fisik dan mental yang balk, sumberdaya manusia tidak akan mampu berkompetisi dengan optimal. Secara tradisional kesehatan diukur dari aspek negatifilya seperti angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian. Melalui paradigma sehat, kesehatan sudah tidak lagi dipandang semata - mata sebagai terbebas dari penyakit, tetapi sebagai sumberdaya yang memberi kemampuan kepada individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mengelola bahkan merubah pola hidup, kebiasaan, dan Iingkungannya. 33
Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi kepada penyakit, maka paradigma baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin melalui pengurangan dalam penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan dalam harkat diri dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun dalam menghadapi penyakit yang kronis maupun fatal. Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berada pada situasi krisis, termasuk sektor kesehatan telah membuat masyarakat terutama masyarakat golongan miskin bertambah menderita karena semakin sulit menjangkau fasilitas kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai organisasi sosial bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat yang melaksanakan kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat. Kebijakan politik tentang kesehatan adalah BPJS, JAMKESMAS atau sejenis pengobatan gratisnya. Dalam hal ini pemerintah memberikan keringanan atau bantuan terhadap masyarakat kurang mampu untuk bisa memenuhi status kesehatannya. BPJS ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. Tetapi kita lihat pelayanan yang diberikan kepada pasien yang menggunakan BPJS dirumah sakit, jauh dari harapan yang kita inginkan.
34
REFERENSI
Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan, Edisi 1. Jakarta:Raja Grafindo Persada Depkes. Kepmenkes No.128/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2004 Kemenkes RI. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta 2015. 2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI; 2015. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Balitbangkes Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta: Bappenas Nusantara Sehat. http://www.nusantarasehat.kemkes.go.id/. Tanggal akses 12 Februari 2019 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. SDGs. Sustainable Development Goals (PDF) tersedia di www.who.int diakses pada tanggal 29 April 2016
35
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional WHO. (2015). Health in 2015 : From MDGs. Millenium Development Goals to https://www.kompasiana.com/yanti85602/5bee478012ae9462350e3dc3/masalahkesehatan-dalam-kebijakan-politik?
36